Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PENCEGAHAN GIZI BURUK


Untuk Memenuhi Tugas Filsafat dan Ilmu Logika
Dosen Pengampu: Dr. Yudi Saparudin, MP.

Disusun Oleh:
Bintang Fadillah Ramadhan
S1 Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Wirautama


2023
Kata Pengantar
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Pencegahan Gizi Buruk".

Dan tidak lupa berterima kasih kepada Dr. Yudi Saparudin, MP. sebagai dosen pengampu mata
kuliah Komunikasi Kesehatan.

Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca.

Bandung, 28 Desember 2023

Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting adalah kondisi kronis yang menggambarkan keterbelakangan pertumbuhan yang
disebabkan oleh kekurangan gizi yang berkepanjangan. Menurut WHO, standar pertumbuhan
stunting pada anak didasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) dengan batas (z-score) di bawah -2 SD. Keterlambatan perkembangan
pada masa kanak-kanak merupakan faktor risiko peningkatan kematian, gangguan kemampuan
kognitif dan perkembangan motorik, serta ketidakseimbangan fisik. Retardasi pertumbuhan pada
anak usia dini memerlukan perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik dan
mental anak. Deformitas dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas, dan
perlambatan pertumbuhan kapasitas motorik dan mental. Perawakan pendek dikaitkan dengan
peningkatan risiko obesitas karena orang pendek pun memiliki berat badan ideal yang rendah.
Kenaikan berat badan beberapa kilogram dapat menyebabkan indeks massa tubuh (IMB)
seseorang naik di atas batas normal. Kelebihan berat badan dan obesitas jangka panjang
meningkatkan risiko penyakit degenerative.

B. Rumusan Masalah
Stunting adalah gangguan pertumbuhan (pertumbuhan tubuh dan otak) pada anak yang
disebabkan oleh kekurangan gizi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, anak-anak lebih kecil
dari normal untuk usia mereka dan pemikiran mereka tertunda. Malnutrisi jangka panjang terjadi
sejak janin dalam kandungan hingga 1000 hari pertama setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan
rendahnya ketersediaan makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta
kurangnya sumber pangan dan protein hewani.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara menangani dan
mencegah Stunting di wilayah Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
A. Epistemiologi Tenaga Kesehatan Masyarakat Mencegah Stunting
Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi
dalam rentang yang cukup waktu lama, umumnya hal ini karena asupan makan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi (WHO, 2015). Hasil Riset Kesehatan Dasar Pemantauan Status
Gizi Balita di Indonesia Tahun 2021 menunjukan prevalensi stunting Tahun 2018 mencapai
30,8% dan 26,92% pada tahun 2020, Pemantauan Status Gizi Balita Tahun 2018 sebanyak
11,5%. Kemenkes, 2018). Retardasi pertumbuhan atau stunting pada anak-anak di Indonesia
terjadi sebagai akibat dari kekurangan gizi kronis dan penyakit infeksi dan memengaruhi
30% dari anak-anak usia dibawah lima tahun. Faktor penyebab terjadinya stunting tidak
hanya karena malnutrisi pasca melahirkan tapi asupan nutrisi selama kehamilan dan sanitasi
lingkungan yang bersih untuk mencegah infeksi. (Awaludin, 2019). Dampak stunting akan
memengaruhi status gizi, hingga fungsi sensorik motoric dan kognitif hingga terjadi
penurunan kulitas hidup hingga gangguan pertumbuhan dan proses pematangan otak
(Yadika, 2019). Dampak jangka panjang antara lain memengaruhi postur tubuh tidak
optimal, risiko penyakit lain, kesehatan reproduksi dan kurang optimal dalam performa
pembelajaran (Kemenkes, 2018). Perawat mempunyai peranan penting dalam upaya
pencegahan kasus gizi buruk melalui upaya promotif meliputi penyuluhan kepada ibu balita
dan penyuluhan kepada kader-kader posyandu. Upaya preventif meliputi penimbangan berat
badan, pengukuran lingkar lengan dan tinggi badan yang dilakukan sebulan sekali di
posyandu, pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi (Dwijayanti dan Setiadi,
2020). Perawat mempunyai peranan sebagai pendidik dalam mengatasi masalah gizi balita.
Aspek yang paling penting dari peran perawat adalah menurunkan risiko kesehatan dan
meningkatkan kesehatan populasi balita dengan gizi kurang. Berdasarkan hal tersebut, maka
peran perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan harus lebih ditingkatkan khususnya
dalam mengatasi masalah gizi pada balita dan mempunyai kewajiban mulai dengan
memberikan ASI, imunisasi, 3 memberikan makanan yang mencukupi kebutuhan nutrisi dan
menerima pelayanan kesehatan, serta melakukan pola hidup sehat. Peran perawat dalam
mengatasi masalah gizi meliputi pendidikan kesehatan tentang nutrisi pada anak balita dan
pemberian informasi pada orang tua tentang tanggung-jawab dalam memelihara dan menjaga
kesehatan anak. (Kusumawardani et al. 2020). Oleh karena itu, penulis ingin melakukan studi
terkait dengan peran perawat dalam pencegahan stunting untuk menurunkan angka stunting
sehingga mengurangi dampak yang dapat terjadi sebagai upaya peningkatan kualitas hidup
masyarakat.
B. Ontologi Tenaga KESMAS terhadap STUNTING
Berikut ini beberapa tindakan pencegahan stunting pada anak berdasarkan rekomendasi
Kementerian Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI):

1. Periksa Kehamilan Secara Rutin


Kunci utama dalam pencegahan stunting harus dimulai sejak masa kehamilan. Sebab, stunting
dapat terjadi sejak dalam kandungan dan gejalanya akan nampak saat anak berusia 2 tahun. Jadi,
sangat penting untuk Mama rutin memeriksakan kesehatan diri serta kondisi kandungan secara
rutin, dari mulai terkonfirmasi hamil sampai menjelang melahirkan.

Kontrol kandungan ke dokter juga dapat menambah edukasi dan pemahaman Mama tentang
nutrisi yang baik dikonsumsi selama masa kehamilan untuk mengurangi risiko hambatan
pertumbuhan janin.

Di Indonesia sendiri sudah ada program ANC Terpadu mulai dari pemeriksaan bidan,
pemeriksaan dokter, dokter gigi, pemeriksaan laboratorium dan konsultasi gizi untuk menilai
status gizi ibu hamil. Jika ditemukan risiko, dapat langsung diintervensi oleh petugas kesehatan
yang berkompeten.

Risiko infeksi dan gangguan kesehatan terkait potensi stunting yang mungkin dialami oleh ibu
hamil juga dapat didiagnosis dengan beberapa pemeriksaan laboratorium, termasuk untuk
menilai status anemia pada ibu hamil.

2. Memenuhi Kebutuhan Gizi Sejak Hamil


Masih berkaitan dengan poin pertama, penting untuk Mama selalu bisa memenuhi gizi sejak
masa kehamilan lewat makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Nutrisi
utama yang dibutuhkan selama kehamilan adalah kalori, asam folat, protein, kalsium, zat besi,
sampai Vitamin A, C, dan D.

Seorang ibu hamil harus mempunyai status gizi yang baik dan mengonsumsi makanan yang
beraneka ragam baik secara proporsi maupun jumlahnya, untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
dirinya dan untuk pertumbuhan perkembangan bayinya.

Bila makanan ibu sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan, janin atau bayi
akan mengambil persediaan yang ada di dalam tubuh ibunya, seperti sel lemak ibu sebagai
sumber kalori; zat besi dari simpanan di dalam tubuh ibu sebagai sumber zat besi janin/bayi.

Demikian juga beberapa zat gizi tertentu yang tidak disimpan di dalam tubuh seperti vitamin C
dan vitamin B, yang sebenarnya banyak terdapat di dalam sayuran dan buah-buahan.

3. Beri ASI Eksklusif Minimal 6 Bulan


Menyusui secara eksklusif minimal selama 6 bulan ternyata berpotensi mengurangi risiko
stunting pada anak sejak usia dini berkat kandungan gizi mikro dan makronya. Sebagai contoh,
protein whey dan kolostrum yang terdapat pada ASI pun dinilai mampu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh bayi yang terbilang masih rentan.

4. Dampingi dengan MPASI Lengkap dan Bergizi


Setelah usia 6 bulan, IDAI merekomendasikan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun dengan
didampingi pemberian menu MPASI lengkap yang bergizi seimbang dan memadai.

Artinya, Mama harus bisa memastikan makanan yang dipilih sebagai MPASI bisa memenuhi
gizi mikro dan makro bayi yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting,
misalnya protein, karbohidrat, hingga zat besi, zinc, dan vitamin A.

Protein hewani terutama juga harus ada dalam makanan pendamping air susu Ibu (MPASI)
anak sejak pertama kali dikenalkan pada usia 6 bulan. Sebab, kandungan asam aminonya
lengkap dan dibutuhkan anak untuk mencapai tinggi optimalnya untuk mencegah stunting.

Menurut Kementerian Kesehatan, anak-anak yang mendapatkan asupan protein optimal dan
sesuai dengan kebutuhan usia mereka cenderung memiliki tinggi badan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak-anak yang jarang mengonsumsi protein.

Protein hewani bisa didapatkan dari daging sapi, daging ayam, hati ayam, dan telur.

PERGIZI PANGAN Indonesia menekankan bahwa memberikan satu butir telur pada MPASI si
Kecil setiap hari terbilang efektif dalam mencegah stunting, karena telur merupakan sumber
protein yang kaya dan berkualitas tinggi.

5. Terus Pantau Tumbuh Kembang Anak


Selanjutnya tindakan pencegahan stunting bisa dengan melakukan pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan anak secara teratur, idealnya setiap bulan.

Mama dapat membawa si Kecil ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya secara teratur
untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan agar mendapat diagnosis yang tepat.

Pemantauan tumbuh kembang anak bisa dilakukan secara rutin dan berkala pada usia:

 Setiap bulan ketika anak berusia 0 sampai 12 bulan.

 Setiap 3 bulan ketika anak berusia 1 sampai 3 tahun.

 Setiap 6 bulan ketika anak berusia 3 sampai 6 tahun.

Mama perlu terus memantau tumbuh kembang anak, terutama dari tinggi dan berat badan anak.
Dengan begitu, akan lebih mudah bagi Mama untuk mengetahui gejala awal gangguan dan
penanganannya.

6. Melengkapi Imunisasi
Pencegahan stunting juga perlu Mama lakukan dengan memperhatikan dalam pemberian
imunisasi. Sebab, pemberian vaksinasi sesuai dengan jadwal imunisasi memiliki peran penting
dalam merangsang sistem kekebalan tubuh anak untuk melindungi dari berbagai penyakit.

Menurut IDAI, anak-anak diwajibkan untuk menerima vaksin secara rutin sesuai dengan jadwal
yang ditentukan mulai dari saat baru lahir hingga mencapai usia 18 tahun.

7. Selalu Jaga Kebersihan Lingkungan


Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan tertular penyakit, terutama kalau lingkungan
sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan risiko stunting.
Sebab, stunting juga dapat disebabkan oleh penyakit infeksi yang berulang.

Studi yang dilakukan di Harvard School of Public Health menyebutkan diare kronis adalah
faktor ketiga yang menyebabkan stunting. Seperti yang Mama ketahui, salah satu pemicu diare
datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi
sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian
anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi
penurunan angka stunting berada pada 27,67 persen pada tahun 2019. Walaupun
angka stunting ini menurun, namun angka tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO
menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.
Data Bank Dunia atau World Bank mengatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya
mengalami stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah
penyintas stunting. Hal inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah.
Awal tahun 2021, Pemerintah Indonesia menargetkan angka Stunting turun menjadi 14
persen di tahun 2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto
Wardoyo, Sp.OG. (K) menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.
Dokter Hasto mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada
bayi. Menurut Hasto diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir
dengan kondisi stunting. Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu
hamil yang menghasilkan bayi stunting. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23%
prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian
jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari
kelahiran yang sudah tidak sesuai standar.
Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7% bayi terlahir dengan gizi
kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat
badannya tidak sampai 2,5 kilogram. Tidak hanya itu, tingginya angka stunting di Indonesia
juga ditambah dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan
asupan gizi sehingga menjadi stunting."Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian
jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak
cukup," jelas Hasto.
Selain itu, Hasto mengingatkan pentingnya menyiapkan kesehatan yang prima sebelum
melangkah ke jenjang pernikahan . Hasto mengkritik kebiasaan masyarakat yang memilih
mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk sekadar melakukan prewedding, tapi tidak
memikirkan hal yang lebih mendesak yakni prakonsepsi.
“Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb
(hemoglobin), minum tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk
persiapannya tidak lebih Rp 20.000. sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya,
kemudian suami minum zinc supaya spermanya bagus. Kalau mau menikah, laki-lakinya itu
harus menyiapkan 75 hari sebelum menikah. Karena sperma dibuat selama 75 hari, jelas
Hasto.
Hasto juga berharap para calon ibu hamil tidak melakukan diet ketat. “Misalnya ingin
langsing, melakukan diet ketat, padahal perempuan mengalami menstruasi setiap
bulan, bleeding (perdarahan) sebanyak 100-200 cc. Kalau dia kekurangan nutrisi, anaknya
bisa stunting, kan repot, ungkap Hasto. Semua hal ini dilakukan untuk memastikan calon
pasangan suami istri dan atau perempuan yang sudah menikah dan ingin hamil memiliki
kriteria kesehatan yang baik untuk memproduksi, mengandung serta melahirkan anak yang
sehat dan berkualitas.

B. Penutup
Mungkin sekian pemaparan materi yang saya sampaikan mohon maaf bila terjadi kesalahan
dalam penulisan atau penyampaian saya selaku penulis menerima kritik dan saran dari pembaca.

Anda mungkin juga menyukai