ABSTRAC
The era of hunting and gathering food at the early/simple level is human life which is
only focused on efforts to defend oneself in the midst of challenging nature, with limited
abilities. Human activities at this time are hunting and gathering food with simple equipment,
made of stone, wood and bone, essentially human life is very dependent on the surrounding
environment and often moves from place to place. The environmental conditions at that time
were not yet stable while humans had not been able to create tools to facilitate their lives.
Keywords: prehistory, early humans, natural environment.
ABSTRAK
1. Lingkungan Alam
Pada masa Pleistosen, keadaan lingkungan dan geografi ditentukan oleh banyak
faktor, seperti perubahan iklim dan muka laut, kegiatan tektonis, gunung api, gempa bumi,
dan tsunami. Fluktuasi merupakan salah satu fenomena yang menonjol pada saat itu.
Klimatologi, tektonis dan orbital force merupakan penyebab terjadinya perubahan muka laut.
Pengangkatan dan penurunan sedimentasi merupakan akibat dari kegiatan tektonis. Saat
sedimentasi, akan menyebabkan majunya garis pantai ke arah daratan.
Faktor iklim juga sangat berperan terhadap perubahan muka laut, iklim yang
dimaksud adalah iklim dalam periode yang cukup panjang dengan perubahan dari dingin ke
panas atau sebaliknya. Masa penurunan temperatur disebut periode pengesan /glasial. Pada
periode itu keadaan udara menjadi kering dan tidak lembab karena hampir semua partikel air
di udara membeku menjadi partikel es. Sedangkan masa kenaikan temperatur ini disebut
zaman antar-es/integrasial. Pada periode itu keadaan menjadi lembab karena kandungan
partikel air di udara menjadi semakin tinggi akibat pencairan es, penguapan air laut , dan
curah hujan yang bertambah besar. Faktor lain yang menyebabkan perubahan muka laut
adalah kondisi kehitaman force bumi terhadap matahari. De Boer dan Smith berpendapat
bahwa genital force inilah sebenarnya yang bertanggung jawab atas terjadinya perubahan
iklim serta perubahan muka laut.
Pada akhir kala pliosen yang diperkirakan sekitar 1,8 juta tahun yang lalu terjadi
kegiatan tektonis global Plio-Pleistosen yang sangat kuat. Aktifnya pergerakan lempeng di
Asia Tenggara menyebabkan sebagian besar cekungan lautan terangkat menjadi daratan.
Pengangkatan tersebut diikuti oleh kegiatan gunung api yang aktif dibawah laut, maupun di
daratan. Gunung-gunung tersebut membentuk rangkaian daratan dan pulau-pulau yang
membentang mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Halmahera,
hingga Filipina dan Jepang.
Pada akhir Pleistosen-awal Holosen, selain mengalami pengangkatan dan kegiatan
gunung api Kepulauan Indonesia juga mengalami perubahan iklim global yang menyebabkan
terjadinya penurunan muka laut. Dikala itu daratan menjadi semakin luas, dengan keadaan
geografi yang sudah seperti sekarang, yaitu sebagai wilayah tropis yang terletak di wilayah
khatulistiwa.
2. Flora dan Fauna
Penurunan muka air laut pada masa glasial pleistosen telah menjadikan paleogeografi
Indonesia terbagi dalam tiga bagian. Di sebelah barat terbentuk dataran tinggi Sunda,
sedangkan di bagian timur terbentuk paparan sahul. Diantara kedua dataran tinggi tersebut
merupakan zona kepulauan karena dibatasi oleh laut dalam. Daerah ini lebih dikenal sebagai
wilayah holasea, diambil dari nama pencinta alam Alfred Russel Wallace. Dialah yang
menerbitkan pada tahun 1863 yaitu garis pembatas fauna yang memanjang dari selat Lombok
melalui selat Makassar ke arah utara. Kumpulan fauna yang berada di sebelah barat garis
pemisah ini disebut Indo Malayan region dan di sebelah timur disebut australo Malayan
region.
Batas timur dari penyebaran fauna asal daratan Asia yang menempati daerah paparan
Sunda disebut garis Wallace. Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan pulau kecil serta kawasan laut
dangkal disekitarnya merupakan kelanjutan atau pinggiran dari benua Asia pada garis kontur
kedalaman (batimetri) -180 m. Fauna di wilayah ini memperlihatkan afinitas yang sangat
dekat dengan benua Asia. Penyatuannya dengan benua Asia pada periode-periode glasial
telah memudahkan perpindahan fauna ke wilayah ini. Diperkirakan fauna seperti, badak,
harimau, kuda Nil, orang tua., Siamang, kera, Rusa, dan tapir berpindah dari benua Asia ke
Indonesia di kala itu.
Dermitzakis dan Soondar membedakan migrasi fauna dalam beberapa cara, yaitu
dengan cara pergerakan bebas, pergerakan fauna dapat terjadi pada jalur daratan yang luas.
Rute perpindahan terpilih.
Pola seperti ini dapat terjadi di kala perpindahan melalui jalur yang berpenghalang
seperti keberadaan semenanjung, selat sempit atau daratan yang terhalang oleh
faktor lingkungan.
Rute perpindahan ayunan.
Pada jenis perpindahan ini terdapat sedikit penghalang, seperti selat yang sempit
Rute perpindahan berpenghalang titik pola.
Perpindahan jenis ini dapat terjadi jika terdapat tempat asal dan tempat tujuan yang
signifikan, misalnya contoh berupa jalur perpindahan tinggi.
Pengaruh lingkungan terhadap evolusi fauna
Endemisme
Endemisme adalah kondisi pada daerah tertentu di mana terdapat jenis binatang
yang memiliki ciri-ciri fisik yang khas dan tidak ditemukan di daerah lain.
Pengerdilan
Suatu wilayah yang terisolasi menyebabkan sumber makanan terbatas dan fauna
yang hidup di wilayah tersebut harus bertahan hidup dengan cara pengerdilan.
Paralelisme
Paralelisme adalah kecenderungan persamaan evolusi antara fauna yang hidup di
tempat asal dan tempat baru.
3. Manusia
Teori evolusi
Pada abad 19, Charles R. Darwin (1809-1882), mengemukakan sebuah teori yang
disebut teori evolusi. Dalam usaha untuk memahami asal usul manusia, dia mengambil tiga
konsep dasar evolusi, yaitu adaptasi, spesies dan evolusi. Dalam bukunya yang berjudul The
Origin of Species (1859), Darwin mengemukakan teori yang berdasarkan banyak bukti dari
kehidupan masa lalu. Kesimpulannya adalah bahwa makhluk hidup yang ada sekarang adalah
hasil dari evolusi yang panjang dan seleksi alam menjadi faktor yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup.
Pemikiran ini didukung oleh Thomas H. Huxley dalam bukunya Man's Place in Nature
(1863). Huxley membandingkan manusia dengan kera-kera Afrika. Dia menyatakan bahwa
pertumbuhan dan anatomi pada manusia dan simpanse hampir sama.
Kesimpulan dari kedua evolusionis tersebut kemudian disalahartikan oleh masyarakat.
Pada saat itu banyak masyarakat dan bahkan ilmuwan yang menafsirkan bahwa manusia
adalah keturunan langsung dari kera.
Dalam buku The History of Natural Creation (1814), yang dikarang oleh Ernst Haeckel.
Dinyatakan bahwa manusia awalnya muncul dengan bentuk primitif, Homo primigenius,
sejenis manusia yang mirip dengan monyet yang disebut Pithecanthropus alalus (bisu),
dikarenakan tidak memiliki artikulasi Bahasa.
5. Subsistensi
Kehidupan manusia dan lingkungannya tidak dapat dipisahkan, karena memiliki
timbal balik antar keduanya dan saling berpengaruh satu sama lain. Pada masa lampau saat
kemampuan berpikir masih terbatas, penguasaan teknologi juga terbatas, yang menjadikan
manusia masih bergantung kepada alam.
Seiring majunya kemampuan pola pikir dan teknologi manusia, manusia mulai tidak
bergantung sepenuhnya kepada alam, mereka mulai mengeksploitasi alam untuk memenuhi
kebutuhannya. Eksploitasi berlebihan terhadap alam dapat dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan dan punahnya spesies tertentu. Pada masa lampau, lingkungan secara geografi
memengaruhi cara hidup dan peralatan manusia purba, terlebih lagi dengan sumber daya
yang tersedia. Misalnya perbedaan lingkungan antara pegunungan dan perbukitan
memberikan sumber daya alam yang berbeda pula. Seperti pegunungan dengan hutan lebat
menyediakan binatang-binatang arboreal (hidup diatas pohon), dataran dengan padang
rumput dan semak belukarnya menyediakan binatang pemakan rumput (herbivora), daerah
pesisir juga menyediakan biota air (ikan,moluska, dll.)
Perbedaan lingkungan dan sumber daya alam juga memengaruhi sistem mata
pencaharian, seperti perburuan cenderung dilakukan oleh manusia pada lingkungan
pegunungan, sementara menangkap ikan cenderung dilakukan oleh manusia pada lingkungan
pesisir.
Di Indonesia, manusia purba diperkirakan hidup secara nomaden untuk
mengumpulkan bahan makanan pada suatu lingkungan. Mereka hidup dalam berkelompok
(komunitas) kecil dengan mobilitas yang tinggi. Lama mereka menetap di suatu lingkungan
eksploitasi dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan, sehingga mereka berpindah ke
lingkungan yang baru ditepian sungai untuk membuat persinggahan baru.
Luas lingkungan dan kondisi geografis juga memengaruhi kemampuan menjelajah
dalam mencari makanan, seperti lingkungan pegunungan dan lingkungan dataran rendah.
Sistem mata pencaharian pokok manusia purba adalah berburu binatang, yang diperkuat
dengan penemuan fosil-fosil fauna dalam lapisan okupasi menunjukkan bukti keterkaitan erat
antara manusia dan binatang. Fosil-fosil yang ditemukan dapat menggambarkan konsidi
jenis-jenis fauna yang hidup pada masa itu. Dalam berburu, diperkirakan mereka
menggunakan berbagai peralatan batu, kayu, bambu, dll.
Seperti alat pelempar, kapak perimbas, kapak penetak, dan berbagai jenis lainnya
yang dapat digunakan untuk memukul dan memotong serta keperluan lainnya. Selain
kegiatan berburu, manusia purba diduga mempunyai sistem mata pencaharian lainnya seperti
menangkap ikan, mencari kerang-kerang dalam lingkungan air tawar. Manusia purba juga
diperkirakan mengumpulkan bahan makanan lainnya (meramu) seperti umbi-umbian, biji-
bijian, atau buah-buahan.
6. Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, hanya
mengutamakan segi praktis sesuai dengan tujuan penggunaannya saja, namun lama kelamaan
ada penyempurnaann bentuk. Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok, yaitu teknik
pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi kapak perimbas dan tradisi serpih. Pada
perkembangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk. Movius
menggolongkan alat-alat dari batu sebagai perkakas zaman pra aksara, yaitu kapak perimbas,
kapak penetak, pahat genggam, proto kapak genggam, dan kapak genggam. 4 Kehidupan
sosial Manusia purba semenjak Pithecanthropus hingga Homo Sapiens dari Wajak,
menggantungkan kehidupannya pada kondisi alam. Daerah sekitar tempat tinggalnya harus
dapat memberikan persediaan makanan dan air yang dapat menjamin kelangsungan
hidupnya. Mereka hidup berkelompok dengan pembagian tugas, bahwa yang laki-laki ikut
kelompok berburu dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuhan dan hewan-
hewan kecil.