Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ANESTESI PADA KASUS GERIATRI

Oleh:

dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, M.Si

DEPARTEMEN/KSM ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH
2019

i
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan ........................................... 3
2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri ...................... 5
2.2.1 Sistem Kardiovaskular .................................................................. 5
2.2.2 Sistem Respirasi ............................................................................ 5
2.2.3 Fungsi Ginjal ................................................................................. 6
2.2.4 Sistem Gastrointestinal ................................................................. 6
2.2.5 Sistem Saraf .................................................................................. 6
2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri ........................................... 7
2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri ....................................................... 8
2.4.1 Evaluasi Preoperatif ...................................................................... 8
2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Managemen Anestesi ...................... 9
2.4.3 Perawatan Postoperatif ................................................................. 10
2.5 Ca Mammae pada Geriatri ..................................................................... 10
BAB III LAPORAN KASUS....................................................................... 11
3.1 Identitas Pasien....................................................................................... 11
3.2 Anamnesis .............................................................................................. 11
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 12
3.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 12
3.5 Permasalahan dan Kesimpulan .............................................................. 13
3.6 Persiapan Anestesi ................................................................................. 14
3.7 Manajemen Operasi ............................................................................... 15
BAB IV DISKUSI KASUS ........................................................................ 16
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21

ii
ABSTRAK
ANESTESI PADA KASUS GERIATRI

Pasien perempuan 84 tahun dengan diagnosis Ca Mammae Dextra akan


menjalani Modified Radical Masectomy Dextra. Preoperasi pasien dengan
permasalahan oktogenarian mini kognitif baik, riwayat Hypertensive Heart
Disease dengan hipertensi stage I terkontrol. Kesadaran compos mentis dengan
frekuensi nafas 16x/menit, rhonki (-/-), wheezing (-/-), SpO2 98% udara ruangan.
Durante operasi pasien dilakukan pembiusan dengan teknik anestesi GA-LMA +
Epidural Anethesia. Selanjutnya pasien diposisikan supine untuk menjalani
prosedur pembedahan. Operasi berlangsung selama 3 jam dengan hemodinamik
yang stabil selama operasi. Pasca operasi, pasien dirawat di ruangan.

iii
ABSTRACT
CASE REPORT OF GERIATRIC ANESTHESIA

A 84-year-old female patient diagnosed with Ca Mammae Dextra with


Modified Radical Masectomy Dextra. Preoperative patients with complications of
octogenarian with good minicognitive, history of Hypertensive Heart Disease with
stage I Hypertension. Awareness was compos mentis with respiratory rate 16x /
minute, ronchi (-/-), wheezing (-/-), SpO2 98% room air. Durante operation, the
patient managed with general anesthesia using the Laryngeal Mask Airway with
Epidural Anesthesia. The patient was positioned supine to undergo a surgical
procedure. The operation lasted 3 hours, the patient’s hemodynamics were stable,
postoperatively the patient was treated in ward.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO, geriatri atau orang lanjut usia dikategorikan dalam rentang
usia 65 tahun sampai 80 tahun. Pada tahun 2040 diperkirakan sebanyak 24% dari
keseluruhan populasi di dunia merupakan individu berusia 65 tahun atau lebih
yang dimana memerlukan pelayanan kesehatan sebanyak 50%. Pasien lanjut usia
umumnya memiliki beberapa perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan
dengan proses penuaan yang mereka alami, antara lain pada sistem
kardiovaskular, pernapasan, metabolisme, endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan
muskuloskeletal. Perubahan pada individu lanjut usia berisiko memiliki beberapa
kondisi medis kronis dimana dalam salah satu penanganannya membutuhkan
tindakan operasi, namun tindakan tersebut dapat memiliki konsekuensi
mengalami penyakit akut pasca operasi. Walaupun usia bukan sebagai
kontraindikasi dari anestesia dan tindakan operasi, tetapi tingkat kematian dan
penyakit perioperatif pada pasien lanjut usia cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien usia muda, maka dari itu pemahaman tehadap perubahan anatomi,
fisiologi, dan respon terhadap agen farmakologi pada pasien lanjut usia menjadi
hal yang penting untuk manajemen anestesi yang optimal dan dapat
mengakomodasi faktor usia (Butterworth et al. 2013).
Proses penuaan adalah menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan strukur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan ini membuat manusia
secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk
makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif,
(hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Perubahan fisiologis penuaan dapat
memengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor
risiko. Secara umum, pada geriatri terjadi penurunan cairan tubuh total, lean body
mass, dan juga respons regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi
obat dan hipotermia (Satya, 2015).

1
Perbaikan dalam anestesi dan teknik bedah telah sangat mengurangi angka
kematian karena pembedahan pada populasi umum tetapi anestesi terkait kematian
pada pasien yang lebih tua masih cukup tinggi. Populasi individu lanjut usia
(lansia) sangat sensitif terhadap obat-obat anestesi dan membutuhkan penggunaan
obat anestesi yang tepat untuk mencapai efek tujuan dan menghindari efek
samping yang mungkin terjadi (Kakkar 2017). Karena itu, ahli anestesi perlu
mempersiapkan diri untuk tantangan baru dan untuk ini mereka harus sepenuhnya
menyadari kemungkinan perubahan karena perubahan fisiologis pada usia terkait
dan tambahan dampak dari komorbiditas terkait (Butterworth et al. 2013; Kumra
2008).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan


Penuaan adalah proses yang tak terhindarkan yang melibatkan banyak
mekanisme termasuk pemendekan telomer, akumulasi radikal bebas, stres
oksidatif, dan kerusakan mitokondria DNA. Proses penuaan didefinisikan sebagai
penurunan progresif normal dalam fungsi dan kemampuan dalam merespons
rangsangan intrinsik (katekolamin,peradangan) atau rangsangan ekstrinsik
(infeksi, pembedahan) (Doshi et al. 2018; Alvis & Hughes 2015).
Pada sistem kardiovaskular, penuaan akan memengaruhi aspek
farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obatan anestesi. Penurunan kapasitas
fungsional organ dan penyakit yang ada pada pasien berkontribusi terhadap
perubahan yang terjadi. Berkaitan dengan fungsi jantung, pasien geriatri memiliki
penurunan respons beta-adrenergik dan terjadi peningkatan insiden kelainan
konduksi, bradyarrythmias dan hipertensi. Output jantung menurun sebesar 1%
per tahun dan bertanggung jawab atas keterlambatan penyerapan, onset kerja dan
eliminasi obat. Penerapan hukum Frank-Starling untuk curah jantung juga turut
meningkat, maka dari itu pemberian terapi cairan harus diperhatikan dengan baik.
Terganggunya compliance pada hepar mengakibatkan perubahan kecil pada aliran
balik vena akan menghasilkan perubahan besar pada preload ventrikel dan curah
jantung. Disfungsi diastolik dan penurunan compliance pembuluh darah
menyebabkan kompensasi hipovolemik pada pasien lansia menjadi buruk.
Demikian pula, transfusi yang bercampur juga tidak dapat ditoleransi dengan baik
(Kanonidou & Karystianou 2007; Butterworth et al. 2013).
Terkait dengan sistem pernapasan, terjadi perubahan berupa penurunan
elastisitas jaringan paru, kapasitas dan volume residual meningkat, kapasitas
penutupan meningkat, penurunan fungsi otot pernapasan, dan penurunan
compliance dinding paru. Selain itu, terjadi pula perubahan pada dukungan otot
faring yang menyebabkan pasien lanjut usia memiliki risiko lebih tinggi
mengalami obstruksi jalan nafas atas. Mekanisme proteksi batuk dan menelan
juga menurun pada pasien lanjut usia sehingga beresiko tinggi mengalami

3
aspirasi. Perubahan pada sistem pernafasan tersebut menyebabkan komplikasi
pasca operasi, seperti peningkatan usaha pasien untuk bernafas akibat penurunan
compliance dinding paru, gangguan mekanisme pertukaran udara dan kapasitas
penutupan yang kecil dapat mengarah pada terjadinya atelektasis. Pemberian
premedikasi sebagai profilaksis aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya
dengan pemberian natrium sitrat, simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik,
metoclopramide hidroklorida (Kanonidou & Karystianou 2007; Alvis & Hughes
2015).
Penuaan juga mempengaruhi fungsi ginjal, yang menyebabkan penurunan
aliran darah dan berat dari ginjal, meningkatkan risiko gagal ginjal akut pada
periode pasca operasi dan mempengaruhi farmakokinetik obat. Fungsi ginjal yang
ditentukan oleh laju filtrasi glomerular dan eliminasi kreatinin mengalami
penurunan sekitar 45%, saat fungsi ginjal menurun, maka kemampuan eleminasi
obat ikut menurun, dan pemberian obat relaksan (doxacurium chloride,
pancuronium bromida) akan bekerja lebih lama (Kanonidou & Karystianou 2007;
Kakkar 2017).
Pada sistem gastrointestinal, massa hepar dan aliran darah hepar menurun
1% per tahun hingga sekitar 40% setelah 60 tahun. Perubahan lainnya seperti
penurunan motilitas lambung, peningkatan pH lambung, penurunan aliran darah
hepar dan massa hepar serta penurunan fungsi enzim mikrosomal hepar yang
mempengaruhi farmakokinetik obat. Waktu pengosongan lambung yang menurun
menyebabkan perlambatan penyerapan obat dan tingginya insiden aspirasi
(Butterworth et al. 2013; Kakkar 2017).
Selanjutnya pada sistem saraf, penuaan dikaitkan dengan peningkatan
ambang batas untuk hampir semua modalitas sensorik, termasuk sentuhan, sensasi
suhu, propriosepsi, pendengaran, dan penglihatan. Disfungsi otonom
meningkatkan potensi terjadinya penurunan respon fisiologis kompensasi
terhadap hipotensi dan termoregulasi, sehingga lansia lebih rentan mengalami
shivering atau menggigil dan hipotermia. Pasien lanjut usia lebih mudah
mengalami confussion, akibat stres karena infeksi, dehidrasi, hipotensi atau
prosedur anestesi atau bedah. Pemeliharaan cairan, terapi antibiotik profilaksis

4
dan perawatan bedah yang baik dapat mengurangi terjadinya hal tersebut pasca
operasi (Butterworth et al. 2013; Kumra 2008).
Penuaan mempengaruhi sistem muskuloskeletal pasien lansia, terdapat
kenaikan jumlah lemak tubuh, penurunan dalam massa dan kekuatan otot karena
kehilangan serat otot dan perubahan hormon pertumbuhan, atrofi pada kulit
sehingga rentan mengalami trauma akibat plester, elektrokauter, dan elektroda
elektrokardiografi (Kumra 2008; Butterworth et al. 2013).

2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri


2.2.1 Sistem Kardiovaskular
Pada rangkaian rencana tindakan anestesi, terdapat beberapa obat-obatan
anestesi yang memiliki efek menurunkan tekanan darah hingga menyebabkan
hipotensi. Hipotensi yang terjadi selama induksi anestesi seharusnya dapat
dikelola dengan betaagonis, akan tetapi pada usia lanjut terjadi penurunan respon
pada reseptor beta di otot jantung sehingga menurunkan respon terhadap hipotensi
dan ketokolamin yang menyebabkan kompensasi terhadap keadaan hipotensi
tersebut tidak terjadi (Kumra 2008).

2.2.2 Sistem Respirasi


Hilangnya kontur wajah akibat resorpsi alveolar tulang dan hilangnya gigi,
dapat menyebabkan kesulitan dalam pemilihan masker sungkup yang tepat.
Berkurangnya jumlah alveoli dengan ukuran yang meningkat dapat mengganggu
pertukaran gas. Kadar oksigen darah menurun 10% - 15% tetapi kadar karbon
dioksida tetap tidak berubah. Respons ventilasi untuk hipoksemia dan hiperkapnia
menurun pada orang tua sehingga pemantauan gas darah arteri akan menjadi tanda
yang lebih bermakna dalam menilai fungsi pernafasan dibandingkan dengan
tanda-tanda klinis sederhana seperti denyut nadi, laju pernapasan atau tekanan
darah.
Kelemahan otot yang terjadi akibat penuaan akan mengurangi kemampuan
pasien lanjut usia untuk batuk secara paksa dan menghilangkan sekresi secara
efektif. Pneumonia aspirasi sering menjadi komplikasi pada pasien lansia akibat
dari penurunan refleks laring yang progresif. Pemberian premedikasi sebagai

5
profilaksis aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan pemberian
natrium sitrat, simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik, metoclopramide
hidroklorida (Kumra 2008).

2.2.3 Fungsi Ginjal


Pasien lanjut usia mengalami perubahan farmakokinetik dalam absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan eksresi obat-obat anestesi. Terjadi pula penurunan
pada clearance secara sistemik yaitu obat yang tereleminasi tidak mengalami
perubahan oleh ginjal karena perubahan pada laju filtrasi glomerulus dan fungsi
tubular. Terdapat perubahan pada laju darah ginjal dan autoregulation, yang
mengarah pada peningkatan prevalensi terjadinya gagal ginjal akut perioperatif
(Alvis & Hughes 2015).

2.2.4 Sistem Gastrointestinal


Penurunan aliran darah hepar karena perubahan aterosklerotik dan
penurunan aktivitas enzim mikrosomal, mempengaruhi terapi obat untuk obat-
obatan yang bergantung pada metabolisme dan ekskresi oleh hepar misalnya
fentanyl citrate, vecuronium bromide. Obat-obatan yang membutuhkan oksidasi
mikrosomal (reaksi tahap I) sebelum konjugasi (reaksi tahap II) dimetabolisme
perlahan, sedangkan yang hanya membutuhkan konjugasi dapat dibersihkan
secara normal. Obat-obatan yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat
menghasilkan efek berlebihan karena peningkatan sensitivitas sel (Kumra 2008).

2.2.5 Sistem Saraf


Sistem saraf merupakan sasaran untuk hampir setiap obat anestesi,
perubahan akibat penuaan dalam sistem saraf fungsi memiliki implikasi kuat
dalam pengelolaan anestesi, yakni penurunan massa jaringan saraf, kepadatan
neuron dan konsentrasi neurotransmiter, serta reseptor norepinefrin dan dopamin.
Kebutuhan dosis untuk anestesi lokal dan umum berkurang, kebutuhan volume
anestesi epidural menghasilkan penyebaran cephalic yang lebih banyak meskipun
durasi blok sensorik dan motorik lebih pendek. Pasien usia lanjut membutuhkan
lebih banyak waktu untuk pulih dari anestesi umum terutama jika mereka

6
mengalami disorientasi perioperatif. Pasien lansia sensitif terhadap obat
antikolinergik yang bertindak terpusat. Dikatakan bahwa insiden delirium pada
regional anestesi jarang terjadi, jika tidak ada sedasi tambahan (Kanonidou &
Karystianou 2007).

2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri


Penuaan menyebabkan perubahan pada farmakokinetik (dosis obat
dengan konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (konsentrasi plasma dengan efek
klinis) obat. Penuaan menurunkan tingkat sirkulasi albumin, yang merupakan
protein utama pengikat plasma untuk obat-obatan yang bersifat asam,
memengaruhi distribusi dan eleminasi obat. Di sisi lain, terjadi peningkatan kadar
α-1 asam glikoprotein sebagai protein yang mengikat obat-obatan dasar. Efek
penuaan pada farmakokinetik tergantung pada obat yang digunakan. Penurunan
jumlah total air dalam tubuh menyebabkan penurunan pada kompartemen sentral
dan peningkatan konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Di sisi
lain, peningkatan lemak tubuh menghasilkan volume yang terdistribusi lebih
besar, sehingga memperpanjang half life dan efek pada obat lipofilik seperti
propofol, benzodiazepin, opioid. Metabolisme obat dipengaruhi oleh fungsi hati
atau ginjal. Penurunan protein plasma akan menyebabkan obat yang seharusnya
berikatan kuat dengan protein seperti propofol, lidocaine dan fentanyl menjadi
tidak berikatan. Pasien geriatri lebih sensitif terhadap agen anestesi dan umumnya
memerlukan dosis yang lebih kecil untuk mendapat efek dan kondisi klinis yang
sama, dan memiliki durasi efek obat yang lebih panjang (Kumra 2008; Kanonidou
& Karystianou 2007; Butterworth et al. 2013).
Perubahan farmakodinamik utama adalah penurunan kebutuhan anestesi
yang ditunjukkan oleh Minimum Alveolar Concentration (MAC) yang berkurang.
Pemberian titrasi agen anestesi yang cermat membantu dalam menghindari efek
samping dan durasi berkepanjangan yang tidak terduga. Agen kerja pendek,
seperti propofol, desflurane, remifentanil, dan suksinilkolin, atau obat-obatan
yang tidak tergantung pada fungsi hepar, ginjal, atau aliran darah, seperti
atracurium atau cisatracurium mungkin lebih baik diberikan pada pasien geriatri,
(Butterworth et al. 2013).

7
Tabel 2.1 Farmakologi Klinis Agen Anestesi pada Geriatri

Drug Brain sensitivity Pharmacokinetics Dose

Agen inhalasi ↑ ↓

Thiopental ↔ ↓(↓volume) ↓

Etomidate ↔ ↓(↓volume) ↓

Propofol ↑ ↓(↓clearance) ↓

Midazolam ↑ ↓(↓clearance) ↓

Morphine ↑ ↓(↓clearance) ↓

Ramifentanil ↑ ↓(↓clearance) ↓

Atracurium - - ↔

Cis-atracurium - - ↔

2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri


2.4.1 Evaluasi Preoperatif
Penyakit umum pada geriatri memiliki dampak signifikan pada anestesi
dan memerlukan perawatan khusus. Risiko dari anestesi lebih terkait dengan
adanya penyakit penyerta dibandingkan dengan usia pasien. Dengan demikian,
lebih penting untuk menentukan status pasien dan memperkirakan kondisi
fisiologis saat evaluasi pra-anestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum
operasi, ini harus dilakukan tanpa penundaan, karena penundaan yang lama dapat
meningkatkan tingkat morbiditas.
Diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular sangat umum pada pasien
geriatri. Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pasca
operasi pada pasien geriatri, sehingga optimasi paru diperlukan untuk pasien.
Studi laboratorium dan diagnostik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat
penting diperhatikan. Selain itu, kemungkinan depresi, malnutrisi, imobilitas, dan
dehidrasi juga harus diperhatikan.

8
Penting untuk menentukan status kognitif pasien geriatri. Defisit kognitif
dikaitkan dengan prognosis yang buruk dan morbiditas perioperatif yang lebih
tinggi. Masih kontroversial apakah anestesi umum mempercepat perkembangan
senile dementia.
Pasien geriatri memerlukan dosis premedikasi yang lebih rendah.
Premedikasi opioid hanya diperlukan jika pasien mengalami nyeri hebat pada saat
penilaian praoperatif. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada geriatri terjadi
atrofi kelenjar saliva. Antagonis H2 bermafaat untuk mengurangi risiko aspirasi.
Metoclopramide juga dapat digunakan untuk pengosongan lambung, meskipun
risiko efek ektrapiramidal lebih tinggi pada pasien geriatri (Kanonidou &
Karystianou 2007).

2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Managemen Anestesi


Peningkatan usia bukan merupakan kontraindikasi untuk dilakukan baik
anestesi umum maupun regional. Beberapa aspek anestesi regional dapat
memberikan keuntungan kepada pasien. Hal tersebut memengaruhi sistem
koagulasi dengan mencegah perdarahan postoperatif. Lebih lanjut lagi, hal
tersebut menurunkan insiden dari trombosis vena dalam setelah tindakan total hip
arthroplasty.
Efek hemodinamik anestesi regional dapat berhubungan dengan
penurunan kehilangan darah pada operasi pelvic dan tungkai bawah. Lebih
penting lagi, pasien dapat menjaga jalan nafas dan fungsi paru-paru.
Geriatri dan anestesi umum berhubungan dengan hipotermi.
Mempertahankan suhu tubuh pada keadaan normotermi, merupakan hal yang
penting karena hipotermi berkaitan dengan terjadinya iskemia miokard, dan
hipoksemia pada periode awal postoperasi.
Pada kasus anestesi umum merupakan hal yang utama untuk melakukan
titrasi dosis obat dan hal tersebut menjadi perlu diwaspadai pada pemberian obat
yang bekerja cepat.
Penggunaan blok perifer pada geriatri menjanjikan outcome yang baik
tanpa memengaruhi keamanan jalan nafas, dan risiko efek hemodinamik mayor.

9
Mengingat bahwa pada geriatri terjadi perubahan anatomi, namun blok perifer
tetap menunjukkan efek yang lebih panjang.
Managemen fisiologis yang optimal diperlukan untuk menghasilkan hasil
operasi yang terbaik (Kanonidou & Karystianou 2007).

2.4.3 Perawatan Postoperatif


Masalah paru sangat penting dalam periode pasca operasi. Pada pasien
geriatri tidak perlu terlalu ditekankan untuk melakukan rawat inap yang lebih
pendek. Operasi invasi minimal dan anestesi regional bila dibandingkan dengan
anestesi umum, kemungkinan dapat mengarahkan pada hasil yang lebih
menguntungkan bagi pasien geriatri (Kanonidou & Karystianou 2007).

2.5 Ca Mammae pada Geriatri


Risiko kanker payudara meningkat dengan betambahnya usia dan sekitar
sepertiga dari kanker payudara pada wanita didiagnosis pada pasien berusia lebih
dari 70 tahun. Kanker payudara pada geriatri memiliki prognosis yang lebih buruk
dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
berusia muda. Hal ini mungkin disebabkan karena keterlambatan dalam
mendiagnosis dan kurangnya perawatan pada pasien kanker payudara usia lanjut
(Tesarova, 2013)
Pembedahan adalah komponen utama terapi kuratif untuk kanker payudara
stadium awal. Pasien geriatri wanita yang sudah dipilih dengan tepat akan dapat
mentoleransi operasi payudara ini dengan baik. Morbiditas perioperatif rendah,
dan angka kematian berkisar dari 0% sampai 2%. Hal ini lebih berhubungan
dengan komorbiditas daripada usia. Bagi mereka yang memiliki penyakit
komorbid yang signifikan, pembedahan dengan anestesi lokal memberikan
toleransi lebih baik daripada anestesi umum. Tidak seperti pasien yang berusia
muda, pasien geriatri yang menjalani anestesi umum dapat mengalami gangguan
kognitif jangka pendek (Tesarova, 2013).

10
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : NWR
No. RM : 19003556
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 84 tahun
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Lingkungan Mertasari Loloan Timur Jembrana
Diagnosis : Ca Mammae Dextra
Tindakan : MRM Dextra
MRS : 16 April 2019, pukul 14.17 WITA

3.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan utama benjolan pada payudara kanan.
Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan tersebut
awalnya berukuran kecil sebesar kelereng, dan dalam waktu terakhir dirasakan
semakin membesar dan teraba keras. Pasien mengatakan benjolan tidak nyeri
ketika ditekan, tidak kemerahan, tidak ada luka terbuka maupun nanah. Riwayat
penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluhkan adanya
sesak napas, demam, dan gangguan BAB serta BAK. Nafsu makan pasien
dikatakan baik. Pasien mengatakan bahwa ia masih dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan nyeri dada ataupun sesak napas.
Riwayat alergi obat dan makanan : Tidak ada
Riwayat pengobatan : Hipertensi dengan Valsartan dan
Propanolol, penyakit jantung dengan
Furosemid dan Spironolakton
Riwayat penyakit sistemik : Riwayat HHD (Hypertensive Heart
Disease) dengan hipertensi stage I
terkontrol

11
Riwayat operasi : Eksisi biopsi pada tanggal 26 Februari
2019 dengan GA tanpa komplikasi
Riwayat penyakit lain : Tidak ada
Riwayat social : Pasien sehari-hari beraktivitas di rumah
tanpa mengalami keluhan nyeri dada,
ataupun sesak nafas.

3.3 Pemeriksaan Fisik


BB : 40 kg, TB : 150 cm, BMI : 17,8 kg/m2, Suhu aksila : 36,5oC, NRS
sde, NRS bergerak sde
SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6
Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-), SpO2 98% udara ruangan
KV : TD 130/90 mmHg, HR 78x/menit, bunyi jantung S1-S2 tunggal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
GIT : Supel, bising usus (+) normal, distensi (-)
UG : BAK spontan
MS : Fleksi defleksi leher normal, Mallampati II, gigi geligi tidak utuh,
akral hangat akral hangat + + , edema - -
+ + - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang


• Darah Lengkap (15/04/19)
WBC 12,02x10µ/µL (4,1-11,0), HGB 11,23 g/dL (12,0-16,0), HCT
35,46% (36,0-46,0), PLT 275,9x10µ/µL (140-440)
• Faal Hemostasis (15/04/19)
PPT 13,6 detik (10,8-14,4), APTT 31,9 detik (24-36), INR 1,1 (0,9-1,1)
• Kimia Klinik (22/3/19)
SGOT 17,0 U/L (11,00-27,00), SGPT 9,0 U/L (11,0-34,0), BUN 12,20
mg/dL (8,00-23,00), SC 0,63 mg/dL (0,50-0,90), Alb 3,9 g/dL (3,40-4,80),
GDS 88 mg/dL (70-140)

12
• Elektrolit (15/04/19)
Na 144 mmol/L (136-145), K 4,48 mmol/L (3,50-5,10)
• Foto Thorax PA (15/04/2019)
Cor prominen dengan aortosklerosis
Pulmo tak terdapat kelainan
Lesi blastik pada costae 5 kanan posterior susp MBD
• Echocardiography (28/01/2019)
Dimensi ruang jantung LA dilatasi, kontraktilitas LV baik dengan EF
70%, normokinetik, MR mild-moderate, TR mild-moderate, katup lain
normal.
• Mammography (25/01/2019)
Breast composition sesuai klasifikasi C, lesi hypodense pada kuadran
superolateral mammae dextra dengan cluster calcification menyokong
gambaran malignant mass (BIRADS 4).
• EKG
Normal sinus rhythm, HR 70x/menit, axis normal, ST-T changes tidak ada

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan


Permasalahan Aktual :
SSP : Oktogenarian mini kognitif baik
Kardiovaskular : Riwayat HHD dengan tekanan darah di
ruangan 130/90 mmHg, saat ini dengan terapi
valsartan dan propanolol (Echocardiografi:
Dimensi ruang jantung LA dilatasi,
kontraktilitas LV baik dengan EF 70%,
normokinetik, MR mild-moderate, TR mild-
moderate, katup lain normal, thrombus tidak
ditemukan)
Permasalahan Potensial : Instabilitas hemodinamik durante operasi
Hipotermi
Gangguan kognitif pasca operasi
Sindrom Horner

13
Kesimpulan : Status Fisik ASA III
3.6 Persiapan Anestesi
Persiapan di Ruang Perawatan:
• Evaluasi identitas penderita
• Persiapan psikis
− Anamnesis pasien
− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang
rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan,
ruang operasi sampai di ruang pemulihan
• Persiapan fisik
− Puasa 8 jam sebelum operasi
− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi
− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan
penunjang
− Memeriksa surat persetujuan operasi
− Memasang IV line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan
20 tetes per menit
Persiapan di Ruang Persiapan OK IBS:
• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi
• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan
• Evaluasi ulang status present dan status fisik
• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi
Persiapan di Kamar Operasi:
• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas
• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi
• Mempersiapkan obat dan alat anestesi
• Menyiapkan obat dan alat resusitasi
• Evaluasi ulang status present penderita

14
3.7 Manajemen Operasi
➢ Teknik Anestesi: GA-LMA + Epidural Anesthesia
Pre medikasi : Dexamethasone 10 mg IV
Dipenhidramine 10 mg IV
Midazolam 0,5 mg IV
Analgetik : Fentanyl 75 mcg IV
Bupivacain plain 0,5% vol 10mL
Induksi : Propofol 75 mg titrasi
Maintenance : O2: Air 1,8:2 lpm, Sevoflurane 1,5 Vol %
Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV

Durante operasi
Hemodinamik : TD 120-140/ 60-80 mmHg, Nadi 50-70x/menit, RR
16-20x/menit, SpO2 99-100%
Cairan masuk : RL 700 ml
Cairan keluar : Urin tidak diukur, perdarahan 200 ml
Lama operasi : 3 jam
➢ Post Operasi
Analgetik : Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10
mL tiap 10-12 jam
Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO)
Perawatan : Ruangan

15
BAB IV
DISKUSI KASUS

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa usia tidak dianggap sebagai


kontraindikasi untuk setiap intervensi bedah tetapi semakin banyak jumlah pasien
dengan usia terkait atau penyakit penyerta, dapat membawa risiko tinggi
komplikasi pasca operasi (Butterworth et al. 2013). Untuk hal tersebut,
manajemen atau perawatan pra operasi dan perioperatif harus dilakukan dengan
baik sehingga ahli anestesi harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang
berbagai penyakit penyerta.
Pada pasien ini dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan darah
lengkap, faal hemostasis, kimia klinik, elektrolit, rontgen thorax,
echocardiography, mammography. Pada pemeriksaan darah lengkap yang penting
untuk diperhatikan adalah jumlah kadar hemoglobin dan sel darah putih. Pada
pasien ini hanya ditemukan sedikit peningkatan pada sel darah putih dan
penurunan kadar hemoglobin. Pemeriksaan urea, elektrolit, dan kreatinin akan
memberikan informasi mengenai fungsi ginjal karena secara bertahap ginjal akan
mengalami penurunan fungsi dengan bertambahnya usia. Pada kasus ini tidak
didapatkan peningkatan BUN maupun serum kreatinin. Hasil pemeriksaan profil
koagulasi dan elektrolit pada pasien ini masih dalam batas normal. Pasien
memiliki riwayat HHD dengan hipertensi stage I yang terkontrol. Pada
pemeriksaan rontgen thorax ditemukan kardiomegali dengan aortosklerosis
(ASHD). Sedangkan pada pemeriksaan echocardiography didapatkan dimensi
ruang jantung LA dilatasi, kontraktilitas LV baik dengan EF 70%, normokinetik,
MR mild-moderate, TR mild-moderate, katup lain normal, thrombus tidak
ditemukan. Dan elektrokardiogram (EKG) juga dilakukan pada pasien ini dan
dikesankan dengan normal sinus rhytm.
Dalam kepustakaan dijelaskan bahwa, pemilihan teknik anestesi pada
geriatri akan cenderung dipilih anestesi regional, kecuali jika tindakan
pembedahan yang akan dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional.
Pada kasus ini digunakan teknik anestesi umum dan regional anestesi.
Pertimbangan pemilihan teknik anestesi umum pada pasien ini didasarkan pada

16
jenis operasi yang dilakukan. Analisis terhadap tindakan pembedahan atau operasi
pada pasien ini adalah (1) lokasi operasi akan dilakukan di daerah abdominal atas,
(2) manipulasi operasi, dimana pada kasus ini membutuhkan relaksasi lapangan
operasi yang optimal. Dan kombinasi dengan regional anestesi diperlukan untuk
mengurangi penggunaan obat-obat sistemik pada pasien geriatri.
Selain itu dikatakan bahwa regional anestesi seperti teknik TEA (Thoracic
Epidural Anesthesia) memberikan beberapa keuntungan, terutama dalam menjaga
hemodinamik pasien durante operasi, serta profil pemulihan post operasi yang
lebih baik. Dikatakan bahwa dengan blok simpatis segmental sementara pada
TEA efektif dalam mengatasi respon stress yang terjadi pada tubuh pasien. Blok
secara segmental ini dikompensasi dengan aktivitas simpatis pada segmen yang
tidak terblok. Keuntungan dari berkurangannya respon stres ini adalah dilengkapi
dengan stabilitas miokardial dan hemodinamik oleh TEA. Pada TEA akan
meningkatkan repolarisasi dan memperpanjang refraktori miokardium yang
melindungi terhadap aritmia, khususnya yang berasal dari ventrikel. Hasil studi
menunjukkan bahwa TEA menjaga demand dan supply oksigen dengan menjaga
perfusi koroner termasuk pada jaringan miokardium yang mengalami iskemi. Jadi
dengan simpatektomi pada TEA akan berpotensial mendilatasi pembuluh darah
koroner yang mengalami konstriksi, mengurangi workload dan mengoptimalkan
penghantaran oksigen ke miokardium yang memberi dampak positif terhadap
status kardiovaskular (Lahiry, 2016).
Dalam manajemen operasi pasien ini dilakukan teknik anestesi GA-LMA +
Epidural Anesthesia. Saat di ruang persiapan operasi, pasien diberikan pre
medikasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien, dimana
pemberian midazolam 0,5 mg untuk menghilangkan rasa cemas, diphenhydramine
10 mg untuk sedasi agar membantu memudahkan dan memperlancar induksi serta
dapat mengurangi resiko terjadinya aspirasi, dan dexamethasone 10 mg untuk
mencegah mual dan muntah.
Anestsesi regional dilakukan dengan pemasangan kateter epidural di Th4-
Th5 dengan LOR (Loss of Resistance) 4 cm, panjang kateter 10 cm. Regimen
anestesia epidural menggunakan bupivacaine plain 0,5% volume 10 mL. Setelah
itu dilakukan pemasangan LMA. Sebagai langkah awal dimulainya proses induksi

17
dan anestesi umum, preoksigenasi dengan fraksi oksigen 100% diberikan pada
pasien dan dilakukan pemberian analgetik fentanyl 75 mcg dibantu dengan
induksi propofol 75 mg secara titrasi. Selanjutnya, sebagai pemeliharaan sedasi,
pada pasien ini dilakukan pemberian agen inhalasi berupa Sevoflurane 1,5 Vol%
yang diberikan dengan oksigen serta compressed air. Induksi inhalasi
direkomendasikan pada pasien usia lanjut terutama sevoflurane yang dikatakan
sangat cocok untuk induksi inhalasi dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien
usia lanjut. Selain itu, Sevoflurane juga efektif dan optimal diberikan pada pasien
usia lanjut sebagai pemeliharaan atau maintenance anestesi (Owczuk 2013;
Kakkar 2017). Pada pasien ini juga dilakukan pemberian fentanyl sebelum
dilakukan insisi (25 mcg).
Pemantauan hemodinamik pada pasien ini menunjukkan kestabilan dimana
tidak terjadi lonjakan penurunan maupun peningkatan mendadak. Mengelola
volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari kelebihan
dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,
penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon
vasokonstriksi menyebabkan pasien geriatri sangat tergantung pada preload yang
memadai. Oleh sebab itu, terapi pemeliharaan cairan yang cukup dapat
menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia.
Pada pasien ini diberikan cairan berupa Ringer Laktat sebanyak 700 ml selama
operasi.
Pada kasus ini pasien terdiagnosis dengan Ca Mammae Dextra. Ca mammae
merupakan pertumbuhan abnormal pada jaringan payudara. Beriringan dengan
pertambahan usia, terjadi beberapa perubahan biologi pada geriatri yang dapat
memengaruhi risiko kanker, aktivitas kanker, serta respon terhadap terapi.
Peningkatan risiko kanker pada geriatri terjadi melalui dua proses, yaitu terjadi
kerusakan DNA secara perlahan dan penurunan progresif pada kemampuan host
melawan pertumbuhan tumor (Tesarova, 2013). Pada pasien ini dilakukan
tindakan MRM (Modified Radical Masectomy) sebagai modalitas penatalaksanaan
kanker payudara. MRM saat ini menjadi pilihan untuk tumor dengan ukuran > 5
cm. MRM melibatkan penghilangan payudara, kompleks nipple areolar, kulit
untuk menghilangkan penutup kulit untuk pendekatan tanpa tekanan, pektoralis

18
fascia dan kelenjar getah bening aksila (Harapan, 2015). Tindakan MRM yang
dilakukan akan menimbulkan stres yang disebabkan oleh tindakan bedah tersebut
dan juga nyeri yang dialami oleh pasien. Untuk mengkontrol nyeri pada kasus ini,
maka dilakukan pemberian analgetik berupa fentanyl sebelum dilakukan insisi (25
mcg).
Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah geriatri, dimana
nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Bila tidak dilakukan
kontrol terhadap nyeri, dimana nyeri itu sendiri dapat merangsang saraf simpatis
yang akan berdampak pada peningkatan denyut jantung, maka hal tersebut akan
memperberat kinerja jantung pada pasien geriatri. Hal ini dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada geriatri dengan salah satu penyakit komorbiditas
seperti penyakit jantung iskemik. Sebagai analgetik post operasi, diberikan
kombinasi Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10 mL tiap 10-12 jam
serta Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO) pada pasien ini. Perawatan pasca
operasi dilakukan di ruangan.

19
BAB V
KESIMPULAN

Menurut WHO, geriatri atau orang lanjut usia dikategorikan dalam rentang
usia 65 tahun sampai 80 tahun. Pasien lanjut usia umumnya memiliki beberapa
perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan proses penuaan yang
mereka alami, antara lain pada sistem kardiovaskular, pernapasan, metabolisme,
endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan muskuloskeletal. Perubahan pada individu
lanjut usia berisiko memiliki beberapa kondisi medis kronis dimana dalam salah
satu penanganannya membutuhkan tindakan operasi, namun tindakan tersebut
dapat memiliki konsekuensi mengalami penyakit akut pasca operasi. Penuaan juga
dapat menyebabkan perubahan pada farmakokinetik (dosis obat dengan
konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (konsentrasi plasma dengan efek klinis)
obat sehingga diperlukan pemilihan obat anestesi yang tepat. Oleh karena itu,
meminimalkan risiko perioperatif pada pasien geriatri sangat diperlukan melalui
penilaian operatif terhadap fungsi organ dan memperhatikan manajemen
intraoperatif terhadap penyakit penyerta pada pasien, serta kontrol nyeri post
operasi. Pemilihan teknik anestesi pada geriatri akan cenderung dipilih anestesi
regional, kecuali jika tindakan pembedahan yang akan dikerjakan tidak
memungkinkan untuk anestesi regional.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alvis, B.D. & Hughes, C.G., 2015. Physiology Considerations in Geriatric


Patients Geriatric Physiology Cardiovascular aging Neurologic aging Aging.
Butterworth, J.F. et al., 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology, New
York: McGraw-Hill.
Doshi, A., Cabeza, R. & Berger, M., 2018. Geriatric Anesthesia: Age-Dependent
Changes in the Central and Peripheral Nervous Systems.
Harahap, Wirsma. 2015. Pembedahan pada Tumor Ganas Payudara. 38(1): 54-62.
Hernández, S.G. et al., 2019. Conservative Management of Gallstone Disease in
The Elderly Population: Outcomes and Recurrence.
Kakkar, B., 2017. Geriatric Anesthesia. , 1(1), pp.1–7.
Kanonidou, Z. & Karystianou, G., 2007. Anesthesia for the elderly. 11(4): 175–
177.
Kumra, V., 2008. Issues in geriatric anesthesia. SAARC J. Anesthesia.
Lahiry, S, dkk. 2016. Thoracic Epidural versus General Anaesthesia fo MRM
Surgeries. 5(2): 1125-1131.
Owczuk, R., 2013. Guidelines for general anaesthesia in the elderly of the
Committee on Quality and Safety in Anaesthesia , Polish Society of
Anaesthesiology and Intensive Therapy. , 45(2), pp.57–61.
Satya, Handawira dkk. 2015. Efektivitas Blok Kepala Leher pada Operasi
Hemimandibulektom Wide Eksisi Parotidektomi pada Pasien Geriatri untuk
Mengurangi Penggunaan Opiat Sistemik. KPPIA
Tesarova, Petra. 2013. Breast Cancer in the Elderly-should it be treated
differently. 18(1): 26-33

21

Anda mungkin juga menyukai