Oleh:
i
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1 Perubahan Fisiologis pada Proses Penuaan ........................................... 3
2.2 Implikasi Anestesi pada Proses Penuaan Pasien Geriatri ...................... 5
2.2.1 Sistem Kardiovaskular .................................................................. 5
2.2.2 Sistem Respirasi ............................................................................ 5
2.2.3 Fungsi Ginjal ................................................................................. 6
2.2.4 Sistem Gastrointestinal ................................................................. 6
2.2.5 Sistem Saraf .................................................................................. 6
2.3 Farmakologi Anestesi pada Pasien Geriatri ........................................... 7
2.4 Evaluasi Perioperatif pada Geriatri ....................................................... 8
2.4.1 Evaluasi Preoperatif ...................................................................... 8
2.4.2 Perawatan Intraoperatif dan Managemen Anestesi ...................... 9
2.4.3 Perawatan Postoperatif ................................................................. 10
2.5 Ca Mammae pada Geriatri ..................................................................... 10
BAB III LAPORAN KASUS....................................................................... 11
3.1 Identitas Pasien....................................................................................... 11
3.2 Anamnesis .............................................................................................. 11
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 12
3.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 12
3.5 Permasalahan dan Kesimpulan .............................................................. 13
3.6 Persiapan Anestesi ................................................................................. 14
3.7 Manajemen Operasi ............................................................................... 15
BAB IV DISKUSI KASUS ........................................................................ 16
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21
ii
ABSTRAK
ANESTESI PADA KASUS GERIATRI
iii
ABSTRACT
CASE REPORT OF GERIATRIC ANESTHESIA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO, geriatri atau orang lanjut usia dikategorikan dalam rentang
usia 65 tahun sampai 80 tahun. Pada tahun 2040 diperkirakan sebanyak 24% dari
keseluruhan populasi di dunia merupakan individu berusia 65 tahun atau lebih
yang dimana memerlukan pelayanan kesehatan sebanyak 50%. Pasien lanjut usia
umumnya memiliki beberapa perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan
dengan proses penuaan yang mereka alami, antara lain pada sistem
kardiovaskular, pernapasan, metabolisme, endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan
muskuloskeletal. Perubahan pada individu lanjut usia berisiko memiliki beberapa
kondisi medis kronis dimana dalam salah satu penanganannya membutuhkan
tindakan operasi, namun tindakan tersebut dapat memiliki konsekuensi
mengalami penyakit akut pasca operasi. Walaupun usia bukan sebagai
kontraindikasi dari anestesia dan tindakan operasi, tetapi tingkat kematian dan
penyakit perioperatif pada pasien lanjut usia cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien usia muda, maka dari itu pemahaman tehadap perubahan anatomi,
fisiologi, dan respon terhadap agen farmakologi pada pasien lanjut usia menjadi
hal yang penting untuk manajemen anestesi yang optimal dan dapat
mengakomodasi faktor usia (Butterworth et al. 2013).
Proses penuaan adalah menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan strukur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan ini membuat manusia
secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk
makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif,
(hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Perubahan fisiologis penuaan dapat
memengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor
risiko. Secara umum, pada geriatri terjadi penurunan cairan tubuh total, lean body
mass, dan juga respons regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi
obat dan hipotermia (Satya, 2015).
1
Perbaikan dalam anestesi dan teknik bedah telah sangat mengurangi angka
kematian karena pembedahan pada populasi umum tetapi anestesi terkait kematian
pada pasien yang lebih tua masih cukup tinggi. Populasi individu lanjut usia
(lansia) sangat sensitif terhadap obat-obat anestesi dan membutuhkan penggunaan
obat anestesi yang tepat untuk mencapai efek tujuan dan menghindari efek
samping yang mungkin terjadi (Kakkar 2017). Karena itu, ahli anestesi perlu
mempersiapkan diri untuk tantangan baru dan untuk ini mereka harus sepenuhnya
menyadari kemungkinan perubahan karena perubahan fisiologis pada usia terkait
dan tambahan dampak dari komorbiditas terkait (Butterworth et al. 2013; Kumra
2008).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
aspirasi. Perubahan pada sistem pernafasan tersebut menyebabkan komplikasi
pasca operasi, seperti peningkatan usaha pasien untuk bernafas akibat penurunan
compliance dinding paru, gangguan mekanisme pertukaran udara dan kapasitas
penutupan yang kecil dapat mengarah pada terjadinya atelektasis. Pemberian
premedikasi sebagai profilaksis aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya
dengan pemberian natrium sitrat, simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik,
metoclopramide hidroklorida (Kanonidou & Karystianou 2007; Alvis & Hughes
2015).
Penuaan juga mempengaruhi fungsi ginjal, yang menyebabkan penurunan
aliran darah dan berat dari ginjal, meningkatkan risiko gagal ginjal akut pada
periode pasca operasi dan mempengaruhi farmakokinetik obat. Fungsi ginjal yang
ditentukan oleh laju filtrasi glomerular dan eliminasi kreatinin mengalami
penurunan sekitar 45%, saat fungsi ginjal menurun, maka kemampuan eleminasi
obat ikut menurun, dan pemberian obat relaksan (doxacurium chloride,
pancuronium bromida) akan bekerja lebih lama (Kanonidou & Karystianou 2007;
Kakkar 2017).
Pada sistem gastrointestinal, massa hepar dan aliran darah hepar menurun
1% per tahun hingga sekitar 40% setelah 60 tahun. Perubahan lainnya seperti
penurunan motilitas lambung, peningkatan pH lambung, penurunan aliran darah
hepar dan massa hepar serta penurunan fungsi enzim mikrosomal hepar yang
mempengaruhi farmakokinetik obat. Waktu pengosongan lambung yang menurun
menyebabkan perlambatan penyerapan obat dan tingginya insiden aspirasi
(Butterworth et al. 2013; Kakkar 2017).
Selanjutnya pada sistem saraf, penuaan dikaitkan dengan peningkatan
ambang batas untuk hampir semua modalitas sensorik, termasuk sentuhan, sensasi
suhu, propriosepsi, pendengaran, dan penglihatan. Disfungsi otonom
meningkatkan potensi terjadinya penurunan respon fisiologis kompensasi
terhadap hipotensi dan termoregulasi, sehingga lansia lebih rentan mengalami
shivering atau menggigil dan hipotermia. Pasien lanjut usia lebih mudah
mengalami confussion, akibat stres karena infeksi, dehidrasi, hipotensi atau
prosedur anestesi atau bedah. Pemeliharaan cairan, terapi antibiotik profilaksis
4
dan perawatan bedah yang baik dapat mengurangi terjadinya hal tersebut pasca
operasi (Butterworth et al. 2013; Kumra 2008).
Penuaan mempengaruhi sistem muskuloskeletal pasien lansia, terdapat
kenaikan jumlah lemak tubuh, penurunan dalam massa dan kekuatan otot karena
kehilangan serat otot dan perubahan hormon pertumbuhan, atrofi pada kulit
sehingga rentan mengalami trauma akibat plester, elektrokauter, dan elektroda
elektrokardiografi (Kumra 2008; Butterworth et al. 2013).
5
profilaksis aspirasi harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan pemberian
natrium sitrat, simetidin hidroklorida dan gastro prokinetik, metoclopramide
hidroklorida (Kumra 2008).
6
mengalami disorientasi perioperatif. Pasien lansia sensitif terhadap obat
antikolinergik yang bertindak terpusat. Dikatakan bahwa insiden delirium pada
regional anestesi jarang terjadi, jika tidak ada sedasi tambahan (Kanonidou &
Karystianou 2007).
7
Tabel 2.1 Farmakologi Klinis Agen Anestesi pada Geriatri
Agen inhalasi ↑ ↓
Thiopental ↔ ↓(↓volume) ↓
Etomidate ↔ ↓(↓volume) ↓
Propofol ↑ ↓(↓clearance) ↓
Midazolam ↑ ↓(↓clearance) ↓
Morphine ↑ ↓(↓clearance) ↓
Ramifentanil ↑ ↓(↓clearance) ↓
Atracurium - - ↔
Cis-atracurium - - ↔
8
Penting untuk menentukan status kognitif pasien geriatri. Defisit kognitif
dikaitkan dengan prognosis yang buruk dan morbiditas perioperatif yang lebih
tinggi. Masih kontroversial apakah anestesi umum mempercepat perkembangan
senile dementia.
Pasien geriatri memerlukan dosis premedikasi yang lebih rendah.
Premedikasi opioid hanya diperlukan jika pasien mengalami nyeri hebat pada saat
penilaian praoperatif. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada geriatri terjadi
atrofi kelenjar saliva. Antagonis H2 bermafaat untuk mengurangi risiko aspirasi.
Metoclopramide juga dapat digunakan untuk pengosongan lambung, meskipun
risiko efek ektrapiramidal lebih tinggi pada pasien geriatri (Kanonidou &
Karystianou 2007).
9
Mengingat bahwa pada geriatri terjadi perubahan anatomi, namun blok perifer
tetap menunjukkan efek yang lebih panjang.
Managemen fisiologis yang optimal diperlukan untuk menghasilkan hasil
operasi yang terbaik (Kanonidou & Karystianou 2007).
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan utama benjolan pada payudara kanan.
Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan tersebut
awalnya berukuran kecil sebesar kelereng, dan dalam waktu terakhir dirasakan
semakin membesar dan teraba keras. Pasien mengatakan benjolan tidak nyeri
ketika ditekan, tidak kemerahan, tidak ada luka terbuka maupun nanah. Riwayat
penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluhkan adanya
sesak napas, demam, dan gangguan BAB serta BAK. Nafsu makan pasien
dikatakan baik. Pasien mengatakan bahwa ia masih dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan nyeri dada ataupun sesak napas.
Riwayat alergi obat dan makanan : Tidak ada
Riwayat pengobatan : Hipertensi dengan Valsartan dan
Propanolol, penyakit jantung dengan
Furosemid dan Spironolakton
Riwayat penyakit sistemik : Riwayat HHD (Hypertensive Heart
Disease) dengan hipertensi stage I
terkontrol
11
Riwayat operasi : Eksisi biopsi pada tanggal 26 Februari
2019 dengan GA tanpa komplikasi
Riwayat penyakit lain : Tidak ada
Riwayat social : Pasien sehari-hari beraktivitas di rumah
tanpa mengalami keluhan nyeri dada,
ataupun sesak nafas.
12
• Elektrolit (15/04/19)
Na 144 mmol/L (136-145), K 4,48 mmol/L (3,50-5,10)
• Foto Thorax PA (15/04/2019)
Cor prominen dengan aortosklerosis
Pulmo tak terdapat kelainan
Lesi blastik pada costae 5 kanan posterior susp MBD
• Echocardiography (28/01/2019)
Dimensi ruang jantung LA dilatasi, kontraktilitas LV baik dengan EF
70%, normokinetik, MR mild-moderate, TR mild-moderate, katup lain
normal.
• Mammography (25/01/2019)
Breast composition sesuai klasifikasi C, lesi hypodense pada kuadran
superolateral mammae dextra dengan cluster calcification menyokong
gambaran malignant mass (BIRADS 4).
• EKG
Normal sinus rhythm, HR 70x/menit, axis normal, ST-T changes tidak ada
13
Kesimpulan : Status Fisik ASA III
3.6 Persiapan Anestesi
Persiapan di Ruang Perawatan:
• Evaluasi identitas penderita
• Persiapan psikis
− Anamnesis pasien
− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang
rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan,
ruang operasi sampai di ruang pemulihan
• Persiapan fisik
− Puasa 8 jam sebelum operasi
− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi
− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan
penunjang
− Memeriksa surat persetujuan operasi
− Memasang IV line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan
20 tetes per menit
Persiapan di Ruang Persiapan OK IBS:
• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi
• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan
• Evaluasi ulang status present dan status fisik
• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi
Persiapan di Kamar Operasi:
• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas
• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi
• Mempersiapkan obat dan alat anestesi
• Menyiapkan obat dan alat resusitasi
• Evaluasi ulang status present penderita
14
3.7 Manajemen Operasi
➢ Teknik Anestesi: GA-LMA + Epidural Anesthesia
Pre medikasi : Dexamethasone 10 mg IV
Dipenhidramine 10 mg IV
Midazolam 0,5 mg IV
Analgetik : Fentanyl 75 mcg IV
Bupivacain plain 0,5% vol 10mL
Induksi : Propofol 75 mg titrasi
Maintenance : O2: Air 1,8:2 lpm, Sevoflurane 1,5 Vol %
Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV
Durante operasi
Hemodinamik : TD 120-140/ 60-80 mmHg, Nadi 50-70x/menit, RR
16-20x/menit, SpO2 99-100%
Cairan masuk : RL 700 ml
Cairan keluar : Urin tidak diukur, perdarahan 200 ml
Lama operasi : 3 jam
➢ Post Operasi
Analgetik : Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10
mL tiap 10-12 jam
Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO)
Perawatan : Ruangan
15
BAB IV
DISKUSI KASUS
16
jenis operasi yang dilakukan. Analisis terhadap tindakan pembedahan atau operasi
pada pasien ini adalah (1) lokasi operasi akan dilakukan di daerah abdominal atas,
(2) manipulasi operasi, dimana pada kasus ini membutuhkan relaksasi lapangan
operasi yang optimal. Dan kombinasi dengan regional anestesi diperlukan untuk
mengurangi penggunaan obat-obat sistemik pada pasien geriatri.
Selain itu dikatakan bahwa regional anestesi seperti teknik TEA (Thoracic
Epidural Anesthesia) memberikan beberapa keuntungan, terutama dalam menjaga
hemodinamik pasien durante operasi, serta profil pemulihan post operasi yang
lebih baik. Dikatakan bahwa dengan blok simpatis segmental sementara pada
TEA efektif dalam mengatasi respon stress yang terjadi pada tubuh pasien. Blok
secara segmental ini dikompensasi dengan aktivitas simpatis pada segmen yang
tidak terblok. Keuntungan dari berkurangannya respon stres ini adalah dilengkapi
dengan stabilitas miokardial dan hemodinamik oleh TEA. Pada TEA akan
meningkatkan repolarisasi dan memperpanjang refraktori miokardium yang
melindungi terhadap aritmia, khususnya yang berasal dari ventrikel. Hasil studi
menunjukkan bahwa TEA menjaga demand dan supply oksigen dengan menjaga
perfusi koroner termasuk pada jaringan miokardium yang mengalami iskemi. Jadi
dengan simpatektomi pada TEA akan berpotensial mendilatasi pembuluh darah
koroner yang mengalami konstriksi, mengurangi workload dan mengoptimalkan
penghantaran oksigen ke miokardium yang memberi dampak positif terhadap
status kardiovaskular (Lahiry, 2016).
Dalam manajemen operasi pasien ini dilakukan teknik anestesi GA-LMA +
Epidural Anesthesia. Saat di ruang persiapan operasi, pasien diberikan pre
medikasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien, dimana
pemberian midazolam 0,5 mg untuk menghilangkan rasa cemas, diphenhydramine
10 mg untuk sedasi agar membantu memudahkan dan memperlancar induksi serta
dapat mengurangi resiko terjadinya aspirasi, dan dexamethasone 10 mg untuk
mencegah mual dan muntah.
Anestsesi regional dilakukan dengan pemasangan kateter epidural di Th4-
Th5 dengan LOR (Loss of Resistance) 4 cm, panjang kateter 10 cm. Regimen
anestesia epidural menggunakan bupivacaine plain 0,5% volume 10 mL. Setelah
itu dilakukan pemasangan LMA. Sebagai langkah awal dimulainya proses induksi
17
dan anestesi umum, preoksigenasi dengan fraksi oksigen 100% diberikan pada
pasien dan dilakukan pemberian analgetik fentanyl 75 mcg dibantu dengan
induksi propofol 75 mg secara titrasi. Selanjutnya, sebagai pemeliharaan sedasi,
pada pasien ini dilakukan pemberian agen inhalasi berupa Sevoflurane 1,5 Vol%
yang diberikan dengan oksigen serta compressed air. Induksi inhalasi
direkomendasikan pada pasien usia lanjut terutama sevoflurane yang dikatakan
sangat cocok untuk induksi inhalasi dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien
usia lanjut. Selain itu, Sevoflurane juga efektif dan optimal diberikan pada pasien
usia lanjut sebagai pemeliharaan atau maintenance anestesi (Owczuk 2013;
Kakkar 2017). Pada pasien ini juga dilakukan pemberian fentanyl sebelum
dilakukan insisi (25 mcg).
Pemantauan hemodinamik pada pasien ini menunjukkan kestabilan dimana
tidak terjadi lonjakan penurunan maupun peningkatan mendadak. Mengelola
volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari kelebihan
dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,
penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon
vasokonstriksi menyebabkan pasien geriatri sangat tergantung pada preload yang
memadai. Oleh sebab itu, terapi pemeliharaan cairan yang cukup dapat
menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia.
Pada pasien ini diberikan cairan berupa Ringer Laktat sebanyak 700 ml selama
operasi.
Pada kasus ini pasien terdiagnosis dengan Ca Mammae Dextra. Ca mammae
merupakan pertumbuhan abnormal pada jaringan payudara. Beriringan dengan
pertambahan usia, terjadi beberapa perubahan biologi pada geriatri yang dapat
memengaruhi risiko kanker, aktivitas kanker, serta respon terhadap terapi.
Peningkatan risiko kanker pada geriatri terjadi melalui dua proses, yaitu terjadi
kerusakan DNA secara perlahan dan penurunan progresif pada kemampuan host
melawan pertumbuhan tumor (Tesarova, 2013). Pada pasien ini dilakukan
tindakan MRM (Modified Radical Masectomy) sebagai modalitas penatalaksanaan
kanker payudara. MRM saat ini menjadi pilihan untuk tumor dengan ukuran > 5
cm. MRM melibatkan penghilangan payudara, kompleks nipple areolar, kulit
untuk menghilangkan penutup kulit untuk pendekatan tanpa tekanan, pektoralis
18
fascia dan kelenjar getah bening aksila (Harapan, 2015). Tindakan MRM yang
dilakukan akan menimbulkan stres yang disebabkan oleh tindakan bedah tersebut
dan juga nyeri yang dialami oleh pasien. Untuk mengkontrol nyeri pada kasus ini,
maka dilakukan pemberian analgetik berupa fentanyl sebelum dilakukan insisi (25
mcg).
Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah geriatri, dimana
nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Bila tidak dilakukan
kontrol terhadap nyeri, dimana nyeri itu sendiri dapat merangsang saraf simpatis
yang akan berdampak pada peningkatan denyut jantung, maka hal tersebut akan
memperberat kinerja jantung pada pasien geriatri. Hal ini dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada geriatri dengan salah satu penyakit komorbiditas
seperti penyakit jantung iskemik. Sebagai analgetik post operasi, diberikan
kombinasi Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10 mL tiap 10-12 jam
serta Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO) pada pasien ini. Perawatan pasca
operasi dilakukan di ruangan.
19
BAB V
KESIMPULAN
Menurut WHO, geriatri atau orang lanjut usia dikategorikan dalam rentang
usia 65 tahun sampai 80 tahun. Pasien lanjut usia umumnya memiliki beberapa
perubahan anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan proses penuaan yang
mereka alami, antara lain pada sistem kardiovaskular, pernapasan, metabolisme,
endokrin, pencernaan, sistem saraf, dan muskuloskeletal. Perubahan pada individu
lanjut usia berisiko memiliki beberapa kondisi medis kronis dimana dalam salah
satu penanganannya membutuhkan tindakan operasi, namun tindakan tersebut
dapat memiliki konsekuensi mengalami penyakit akut pasca operasi. Penuaan juga
dapat menyebabkan perubahan pada farmakokinetik (dosis obat dengan
konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (konsentrasi plasma dengan efek klinis)
obat sehingga diperlukan pemilihan obat anestesi yang tepat. Oleh karena itu,
meminimalkan risiko perioperatif pada pasien geriatri sangat diperlukan melalui
penilaian operatif terhadap fungsi organ dan memperhatikan manajemen
intraoperatif terhadap penyakit penyerta pada pasien, serta kontrol nyeri post
operasi. Pemilihan teknik anestesi pada geriatri akan cenderung dipilih anestesi
regional, kecuali jika tindakan pembedahan yang akan dikerjakan tidak
memungkinkan untuk anestesi regional.
20
DAFTAR PUSTAKA
21