Anda di halaman 1dari 44

PENDALAMAN MATERI : PENDIDKAN KHUSUS (PKh)/

PENDIDIKAN LUAR BIASA (PLB)


MODUL 2
PENDIDIKAN BAGI ANAK DENGAN HAMBATAN
PENGLIHATAN
KEGIATAN BELAJAR 3:
PROGRAM KEBUTUHAN ORIENTASI MOBILITAS, SOSIAL,
& KOMUNIKASI (OMSK)

Penulis
Marja

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Tahun 2019

Halaman 1 dari 44
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Modul 2 Pendalaman Materi Bidang
Pendidikan Khusus bagi Anak Dengan Hambatan Penglihatan untuk pendidikan
dan latihan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam Jabatan tahun 2020.
Penulisan modul ini berorientasi pada program kegiatan Diklat yang bersifat
daring (online), untuk para mahasiswa dengan latar belakang pendidikan khusus
atau pendidikan luar biasa (PKh/PLB). Pada modul 2 ini berkaitan dengan layanan
pendidikan bagi anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), yang terdiri dari
kegiatan belajar (KB) 1 sampai dengan 4. Pada KB 1 dibahas tentang konsep dasar
anak dengan hambatan penglihatan, KB 2 tentang Braille, KB 3 tentang oreintasi
dan mobilitas, serta KB 4 tentang pembelajaran bagi anak dengan hambatan
penglihatan.
Di dalamn modul ini berisi paparan materi dari setiap kegiatan belajar (KB),
yang dilengkapi dengan paparan dalam bentuk power point (ppt), juga media
pembelajaran penyertanya berupa video animasi dan video pembelajaran. Hal
tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para mahasiswa peserta
diklat yang mempelajari materi pendalaman ini secara daring, mudah dalam
membaca dan memahaminya, serta mempraktikkannya secara mandiri.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang telah memberikan kesempatan menulis dan mengembangkan
bahan diklat pendalaman materi dalam bentuk modul ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Penyelia yang penuh dedikasi memberikan masukan
arahan yang konstruktif, kepada Tim Media yang telah membantu membuatkan
media pembelajaran yang baik, juga kepada SLB A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta yang telah berkenan dalam pembuatan video pembelajaran. Tidak
terlupakan untuk para penulis modul pendidikan khusus yang telah memberikan
masukan dan dorongan dalam penyelesaian penyusunan modul ini.
Penulis menyadari bahwa modul ini masih belum sempurna, kritik dan
saran perlu terus dilakukan untuk perbaikan dan penyempurnaannya. Semoga

Halaman 2 dari 44
kebaikan dari semua pihak diterima oleh Allah SWT, Tuhan YME sebagai amal
jariyah, aamiin.
Jakarta, November 2019
Penulis

Halaman 3 dari 44
DAFTAR ISI

Cover ........................................................ i
Kata pengantar ........................................................ ii
Daftar Isi ........................................................ iii

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat ..................................................... 1
2. Relevansi ..................................................... 1
3. Petunjuk Belajar ..................................................... 2

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran ..................................................... 3
2. Pokok-pokok Materi ..................................................... 4
3. Uraian Materi ...................................................... 5
a. Hakikat orientasi dan mobilitas .............................. 6
b. Teknik pendamping awas dan
melindungi diri ...................................................... 14
c. Pelaksanaan Teknik-Teknik Bergerak
dan Melawat Mandiri .......................................... 25
d. Teknik bepergian dengan tongkat .............................. 27
e. Keterampilan sosial dan komunikasi .............................. 38
4. Contoh, non-contoh, ilustrasi .......................................... 39

C. Penutup
1. Rangkuman ..................................................... 43
2. Daftar Pustaka ..................................................... 44

Halaman 4 dari 44
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Kemampuan komunikasi, menerima informasi, bergerak, dan berpindah
tempat bagi anak dengan hambatan penglihatan menjadi hal yang penting.
Terhambatnya/hilangnya kemampuan melihat, beberapa informasi visual
bagi anak dengan hambatan penglihatan dapat diakses dengan baik, ketika
mereka memiliki kemampuan kompensatoris dalam hal ini berkaitan dengan
kemampuan sosial, komunikasi, yang dalam KB 3 dikenal dengan OMSK
(Orientasi Mobilitas, Sosial, dan Komunikasi).

2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan merupakan guru
yang sudah mengajar di Sekolah Khusus/Sekolah Luar Biasa (SKh/SLB),
melalui PPG ini diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi
pedagogik dan profesional dalam bidang ilmu pendidikan
khusus/pendidikan luar biasa, khususnya kajian hambatan penglihatan.
Setelah mengikuti PPG ini, diharapkan mahasiswa yang merupakan guru di
SKh/SLB dapat lebih profesional dalam memberikan pembelajaran di kelas
dengan memperhatikan karakteristik anak dengan hambatan penglihatan.
Melalui modul ini yang merupakan bahan belajar mandiri, diharapkan
mahasiswa PPG dapat lebih memperdalam dan menguasai konsep-konsep
dasar secara teoritis maupun praktis, pada Kegiatan Belajar 3 terkait dengan
Program khusus OMSK.

3. Petunjuk belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh
mahasiswa PPG untuk materi Program khusus OMSK. Sebaiknya modul ini
dibaca dan dipahami secara cermat dan berurutan mulai dari Kegiatan
Belajar 1 sampai Kegiatan Belajar 4, sehingga diperoleh pemahaman yang
menyeluruh terkait anak dengan hambatan penglihatan dan pendidikannya.

Halaman 5 dari 44
B. Inti :
1. Capaian Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat orientasi dan mobilitas.
b. Mahasiswa dapat mempraktikkan teknik pendamping awas dan melindungi diri
dengan baik.
c. Mahasiswa dapat mempraktikkan teknik bepergian dengan tongkat dengan
baik.
d. Mahasiswa dapat menjelaskan kemampuan sosial dan komunikasi anak
hambatan penglihatan dengan baik.

2. Pokok-Pokok Materi
Materi yang dapat dipelajari dalam kegiatan belajar 3 meliputi:
f. Hakikat orientasi dan mobilitas.
1) Pengertian orientasi
2) Prinsip orientasi
3) Tahapan orientasi
4) Komponen orientasi
5) Pengertian orientasi dan mobilitas
g. Teknik pendamping awas dan melindungi diri;
1) Teknik Dasar Untuk Pendamping Awas
2) Teknik Melewati Jalan Sempit
3) Teknik Melewati Pintu Tertutup
4) Teknik Memindahkan Pegangan Tangan
5) Teknik Berbalik Arah
6) Teknik Duduk Di Kursi
7) Teknik Naik Tangga
8) Teknik Turun Tangga
9) Teknik Memasuki Kendaraan
h. Pelaksanaan Teknik-Teknik Bergerak dan Melawat Mandiri
1) Teknik Tangan Menyilang ke Atas
2) Teknik Tangan Menyilang Ke Bawah
3) Teknik Merambat/Menelusuri
4) Teknik Tegak Lurus Dengan Benda
5) Teknik Mencari Benda Jatuh

Halaman 6 dari 44
i. Teknik bepergian dengan tongkat
1) Tehnik menyilang tubuh (tehnik diagonal)
2) Teknik Trailing
3) Teknik di luar ruangan (out door technique), meliputi:
a) Teknik sentuhan (Touch technique)
b) Teknik Dua Sentuhan (Two Touch Technique)
c) Teknik Menggeserkan Tip (Slide Technique)
d) Teknik Naik dan Turun Tangga
j. Keterampilan sosial dan komunikasi bagi anak hambatan penglihatan.

3. Uraian Materi:
A. Konsep Dasar Orientasi Dan Mobilitas
1. Hakikat Orientasi
a. Pengertian Orientasi
Dalam bergerak dan berpindah tempat yang efektif, di dalamnya mengandung
dua unsur yaitu unsur orientasi dan unsur mobilitas. Orientasi adalah proses
penggunaan indera-indera yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri dan
hubungannya dengan objek-objek yang ada dalam lingkungannya. Untuk dapat
mengorientasikan dirinya dalam lingkungan, orang dengan hambatan penglihatan harus
terlebih dahulu faham betul tentang konsep dirinya. Apabila ia dapat dengan baik
mengetahui konsep dirinya, akan mudah membawa dirinya memasuki lingkungan atau
membawa lingkungan ke arah dirinya.
Citra tubuh (body image) adalah suatu kesadaran dan pengetahuan tentang
bagian tubuh, fungsi bagian-bagian tubuh, nama bagian tubuh, dan hubungan antara
bagian tubuh yang satu dengan lainnya. Kesadaran dan pengetahuan ini akan
mengakibatkan gerak orang dengan hambatan penglihatan dalam ruang akan efisien,
dan ini pula merupakan dasar dalam mengenal siapa dia, dimana dia, dan apa dia.
Selanjutnya agar orientasi orang dengan hambatan penglihatan lebih mantap dan luas,
maka dia harus mempunyai pengetahuan tentang lingkungan dan dia harus mampu
menghubungkan dirinya dengan lingkungan. Akhirnya orang dengan hambatan
penglihatan harus mampu menghubungkan lingkungan satu dan lingkungan lainnya
dalam suatu aktifitas.

Halaman 7 dari 44
b. Prinsip Orientasi
Kemampuan orientasi seseorang berhubungan erat dengan kesiapan mental dan
fisiknya. Tingkat kemampuan mental seorang dengan hambatan penglihatan akan
berakibat pada proses kognitifnya. Orientasi merupakan proses berfikir dan mengolah
informasi yang mengandung tiga pertanyaan pokok/prinsip, yaitu:
1.Where am I ( di mana saya)?
2. Where is my objective (di mana tujuan saya)?
3. How do I get there (bagaimana saya bisa sampai ke tujuan tersebut)?
Jadi dengan demikian, sebenarnya orientasi itu mencari informasi untuk menjawab
pertanyaan: (1) di mana posisinya dalam ruang, (2) di mana tujuan yang dikehendaki
oleh seorang dengan hambatan penglihatan dalam ruang tersebut, dan (3) susunan
langkah/jalan yang tepat dari posisi sekarang sampai ke tujuan yang dikehendaki itu.

c. Tahapan Orientasi
Proses kognitif merupakan suatu lingkaran dari lima proses yang dilakukan oleh
seorang dengan hambatan penglihatan ketika dia melakukan kegiatan orientasi. Kelima
tahapan dalam proses kognitif tersebut adalah sebagai berikut:
1) Persepsi. Proses asimilasi data dari lingkungan yang diperoleh melalui indera-indera
yang masih berfungsi seperti penciuman, pendengaran, perabaan, persepsi
kinestetis, atau sisa penglihatan.
2) Analisis. Proses pengorganisasian data yang diterima ke dalam beberapa kategori
berdasarkan ketetapannya, keterkaitannya, keterkenalannya, sumber, jenis dan
intensitas sensorisnya.
3) Seleksi. Proses pemilihan data yang telah dianalisis yang dibutuhkan dalam
melakukan orientasi yang dapat menggambarkan situasi lingkungan sekitar.
4) Perencanaan. Proses merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan data
hasil seleksi sensoris yang sangat relevan untuk menggambarkan situasi
lingkungan.
5) Pelaksanaan. Proses melaksanakan hasil perencanaan dalam suatu tindakan.

Halaman 8 dari 44
d. Komponen Orientasi
Untuk mempergunakan proses kognitif ini secara efektif, seorang dengan hambatan
penglihatan harus memiliki pemahaman fungsional tentang komponen khusus
orientasi, seperti:
1) Landmarks (ciri medan)
Definisi:
Setiap benda, suara, bau, suhu, atau petunjuk taktual yang mudah dikenali, menetap,
dan telah diketahui sebelumnya, serta memiliki lokasi yang permanen dalam
lingkungan.
Prinsip:
Landmark bersifat menetap dan permanen. Landmark sekurang-kurangnya mempunyai
satu karakteristik yang unik untuk membedakannya dari benda-benda lain di
lingkungan tersebut. Landmark mungkin dikenali melalui karakteristik visual, taktual,
penciuman, kinestetik, pendengaran, atau gabungan dari indera-indera tersebut.
Prasyarat:
Ingatan sensori; konsep relativitas posisi; kesadaran hubungan ruang; konsep benda-
benda bergerak dan menetap; kesadaran akan jarak; lokalisasi suara; penggunaan arah-
arah mata angin; kemampuan menggunakan pola mencari secara sistematis dan dapat
membedakan karakteristik benda-benda yang mungkin dipergunakan sebagai
landmark.
Kegunaan:
Landmark dapat dipergunakan:
a) Menentukan dan menjaga arah orientasi;
b) Sebagai titik referensi;
c) Menentukan dan menjaga jarak yang berhubungan;
d) Menentukan tujuan tertentu;
e) Melakukan orientasi dan reorientasi diri dalam lingkungan;
f) Menentukan garis lawat, baik tegak lurus atau paralel;
g) Untuk memperoleh informasi tentang hubungannya dengan daerah-daerah lain,
misalnya: lantai atas, perempatan, atau air terjun.

2). Clue (petunjuk)

Halaman 9 dari 44
Definisi:
Setiap rangsangan suara, bau, perabaan, kinestetis, atau visual yang mempengaruhi
penginderaan yang dapat segera memberikan informasi kepada siswa tentang informasi
penting untuk menentukan posisi dirinya atau sebagai garis pengarah.

Prinsip:
Clue mungkin bergerak atau menetap. Setiap rangsangan tidak mempunyai nilai yang
sama sebagai clue, sebagian mungkin akan sangat mencukupi pemenuhan kebutuhan
(dominant clues), beberapa akan berguna tetapi tingkatannya kurang, dan sebagian lagi
mempunyai nilai yang negative (masking sound).

Prasyarat:
Indera-indera berkembang dengan baik; kesadaran penginderaan, akrab dengan
berbagai rangsangan penginderaan; lokalisasi, identifikasi, dan diferensiasi bunyi;
kemampuan menginterpretasikan pola lalu lintas (pejalan kaki dan kendaraan);
kesadaran jarak; persepsi obyek, kemampuan menginterpretasikan dan/atau
mengidentifikasi rangsangan.

Kegunaan:
Kemampuan untuk memahami dan mempergunakan berbagai clue mungkin secara
khusus akan sangat dirasakan manfaatnya. Clue mungkin akan membantu dalam hal:
a). menentukan arah;
b). menentukan posisi diri dalam lingkungan;
c). menjaga arah orientasi;
d). menentukan garis lawat;
e). menemukan obyek tertentu;
f). orientasi dan reorientasi dalam lingkungan;
g). memperoleh informasi tentang lingkungan;
h). memperoleh informasi tentang daerah yang berhubungan, misalnya: lantai atas
dengan mempergunakan suara elevator sebagai clue.

3). Indoor Numbering System (sistem penomoran di dalam ruangan)


Definisi:
Pola dan susunan nomor-nomor ruangan di dalam suatu bangunan.
Prinsip:

Halaman 10 dari 44
Titik fokal biasanya dekat pintu utama atau dimana dua gang bersimpangan. Nomor
genap biasanya berada di satu sisi dan nomor ganjil berada di sisi lainnya. Nomor
biasanya maju dari titik fokal dengan urutan dua-dua. Rentang nomor 0-99 ada di lantai
dasar atau lantai satu, 100-199 di lantai satu, 200 -299 di lantai dua, dan seterusnya.
Prasyarat:
Kemampuan berhitung, kemampuan menggeneralisasi dan meneruskan; konsep angka
genap dan ganjil, urutan, dan pola; keterampilan sosial untuk minta bantuan secara
efektif; pengetahuan dasar dan/atau pemahaman tentang susunan bangunan umum
atau koridor; keterampilan berjalan mandiri secara efektif; kesadaran jarak;
kemampuan melakukan dan memahami putaran 90 dan 180 derajat; kemampuan
mempergunakan teknik melindungi diri dan memilihnya sesuai kebutuhan; konsep
ruang; konsep arah.
Kegunaan:
Pengetahuan tentang sistem penomoran berguna:
a. meminimalkan alternatif dan bantuan dalam menentukan obyek tertentu secara
lebih efisien;
b. sebagai dasar untuk menggeneralisir ke lantai-lantai lainnya dan bangunan-
bangunan lainnya.
c. membantu dalam memahami dan mendeskripsikan secara verbal lokasi tujuan
tertentu.

Beberapa konsep yang mungkin dapat diperkenalkan dan/atau berkembang


kemudian setelah praktek melakukan dan mempergunakan sistem penomoran
adalah: urutan, tegak lurus, sejajar, garis lurus, mulai, akhir, menyebrang, aray,
dekat, jauh, belok, atas, bawah, naik, turun, ukuran, sambungan (elevator, tangga,
dsb.). Berbagai keterampilan yang mungkin dapat diperkenalkan atau kemudian
berkembang adalah: lokalisasi bunyi, berjalan garis lurus, teknik berjalan dan
melindungi, meminta bantuan, menghitung, kesadaran jarak, berputar (90 dan 180
derajat), kemampuan menggeneralisir dan meneruskan, menentukan dan
mempergunakan landmark dan clue, dan pengukuran.

Outdoor Numbering System (sistem penomoran luar ruangan)

Halaman 11 dari 44
Pemahaman tentang sistem penomoran luar ruangan di satu kota bagi seorang
dengan hambatan penglihatan dapat memberikan dasar untuk mengembangkan
metoda yang sistematik dalam mengorientasikan dirinya dan menentukan tujuan
khusus, seperti nomor rumah atau bangunan, pada jalan tertentu. Pengetahuan
seperti ini dapat memungkinkan seorang siswa dengan hambatan penglihatan
menempatkan dirinya pada alamat tertentu di suatu jalan. Dia dapat
mempergunakan teknik bertanya untuk menentukan alamat pasti.

4). Measurement (pengukuran)


Definisi:
Tindakan atau proses mengukur. Mengukur merupakan suatu keterampilan untuk
menentukan suatu dimensi secara pasti atau kira-kira dari suatu benda atau ruang
dengan mempergunakan alat.

Prinsip:
Segala sesuatu yang ada di lingkungan dapat diukur. Alat ukur standar mempunyai
ukuran yang pasti dan menetap serta mempunyai hubungan antara yang satu dengan
yang lainnya, misalnya: satu meter sama dengan seratus sentimeter. Selain itu alat
ukur harus dipilih sesuai dengan apa yang akan diukur, misalnya: panjang pensil
dengan centimeter, panjang jalan dengan kilometer, dan sebagainya.
Mengukur dapat dibagi kedalam tiga bagian besar, yaitu: (1) mengukur dengan
mempergunakan alat ukur standar, (2) mengukur dengan membandingkan, dan (3)
tidak standar (selangkah, setinggi lutut, dan sebagainya).
Mengukur dengan membandingkan adalah membandingkan panjang atau jarak dari
dua obyek, misalnya: lebih panjang dari, lebih lebar dari, kurang dari.
Pengukuran linear dipergunakan untuk mengukur benda tiga dimensi: panjang,
tinggi, lebar.
Alat ukur standar atau tidak standar dapat dipergunakan untuk mengukur perkiraan,
misalnya: kurang lebih 5 meter, setinggi pinggang, 3 langkah.
Prasyarat:
Kemampuan berhitung; konsep tentang nilai relatif; kemampuan menambah,
mengurang, mengali, dan membagi; memiliki gambaran tubuh yang bagus; konsep
dimensi dan kemampuan menerapkannya; pengetahuan tentang alat ukur standar

Halaman 12 dari 44
dan hubungannya satu dengan yang lain; pemahaman tentang konsep kurang dari,
lebih besar dari, dan sama dengan; kesadaran kinestetik; kesadaran taktual.

Kegunaan:
Pengukuran dapat dipergunakan untuk:
1) menentukan atau memperkirakan dimensi daerah dimana ukurannya akan
mempengaruhi fungsi siswa di daerah tersebut.
2) Menentukan teknik mobilitas yang sesuai dipergunakan di daerah tersebut.
3) Memperoleh konsep yang tepat tentang benda tertentu dan hubungannya
dengan posisi di antara benda-benda tersebut.
4) Mendapatkan konsep yang jelas tentang ukuran dari suatu daerah atau benda
dalam hubungannya dengan ukuran badan.

5). Compass Directions (arah-arah mata angin)


Definisi:
Arah-arah mata angin adalah arah-arah tertentu yang ditentukan oleh medan
magnetik dari bumi. Empat arah pokok ditentukan oleh titik-titik yang pasti,
dengan interval 90 derajat setiap sudutnya. Keempat arah tersebut adalah utara,
timur, selatan, dan barat.

Prinsip:
Arah-arah mata angin adalah bersifat menetap.
Arah-arah mata angin adalah saling berhubungan antara lingkungan yang satu
dengan lainnya. Arah-arah mata angin memungkinkan siswa untuk
menghubungkan jarak dalam lingkungan. Arah-arah mata angin
memungkinkan siswa untuk menghubungkan antara lingkungan dengan konsep
lingkungan secara lebih positif dan meyakinkan.
Ada empat arah mata angin yang utama. Prinsipnya adalah berlawanan: timur
dan barat adalah berlawanan, demikian juga utara dan selatan adalah
berlawanan.
Garis arah timur-barat adalah tegak lurus dan mempunyai sudut yang jelas
dengan garis utara-selatan.
Semua garis timur-barat adalah parallel, demikian juga semua garis utara-
selatan juga paralel.

Halaman 13 dari 44
Perjalanan mungkin dilakukan dari arah timur atau barat pada garis timur-barat,
dan utara atau selatan pada garis utara-selatan.

Prasyarat:
Pemahaman tentang terminologi posisi dasar, seperti: kiri, kanan, depan,
belakang; mengambil arah; konsep garis lurus; pemahaman dan kemampuan
melakukan putaran 90 dan 180 derajat; pemahaman sejajar, tegak lurus, dan
sudut; pemahaman posisi relatif dan menetap serta bagaimana benda-benda
berhubungan posisinya antara yang satu dengan lainnya; konsep benda-benda
yang dapat bergerak dan bagaimana benda-benda tersebut dapat menyebabkan
perubahan dalam posisi hubungannya dengan benda-benda dan dirinya dengan
benda-benda; pemahaman tentang bagaimana gerakan akan merubah posisi
hubungannya dengan benda dan tempat; konsep berlawanan; pengetahuan
tentang empat arah mata angin utama; kesadaran tubuh yang baik, pemahaman
tentang akibat dari putaran dalam hubungannya dengan arah.

Kegunaan:
Arah-arah mata angin mempunyai makna bagi orang dengan hambatan
penglihatan karena:
a. Arah memberikan sistem orientasi personal bagi orang dengan hambatan
penglihatan – cara untuk mengontrol gerakan dan diri dalam hubungannya
dengan lingkungan.
b. Arah lebih nyata dan efisien ketika memasuki lingkungan yang lebih luas.
c. Arah merupakan alat yang sistematis ketika berjalan dan menjaga orientasi
terhadap lingkungan. Pada esensinya, penggunaan kompas sangat efisien,
karena arah-arah dalam kompas adalah menetap dan memberikan ketetapan
di dalam lingkungan.

Arah-arah dapat dipergunakan untuk:


a. Merencanakan, menggambarkan dan mengikuti rute menuju suatu obyek;
b. Merencanakan rute alternatif menuju suatu tujuan;
c. Memfasilitasi komunikasi yang berhubungan dengan lokasi obyek atau
tempat;

Halaman 14 dari 44
d. Mendapatkan dan menjaga orientasi (menjaga untuk tetap pada arah yang
benar untuk menghindari kemungkinan tersesat);
e. Menentukan dan membuat penggunaan landmark atau titik referensi secara
lebih optimal;
f. Menggambarkan garis arah dan garis lawat; dan
g. Memformulasikan hubungan antara titik-titik (benda atau tempat) dalam
lingkungan atau antara dirinya dengan titik-titik tersebut dalam lingkungan.

6). Self Familiarization (pengakraban diri) – merupakan pelajaran khusus.


Siswa kadang-kadang menghadapi kesulitan ketika bepergian di lingkungan
yang sudah dikenalnya. Tes yang benar untuk keterampilan orientasi siswa
adalah ketika dia dihadapkan dengan melakukan pengenalan dirinya dengan
lingkungan yang belum dikenalnya. Proses pengakraban diri merupakan
“pelajaran khusus” sebagai upaya untuk memadukan kelima komponen
orientasi dan menunjukkan saling keterhubungannya.
Kelima komponen orientasi merupakan dasar dari proses pengakraban diri.
Kelima komponen tersebut adalah: arah mata angin, pengukuran, clue,
landmark, dan sistem penomoran. Siswa sebaiknya tidak hanya memiliki
kesadaran intelektual saja tentang komponen tersebut, tetapi juga harus mampu
menerapkannya, baik secara terpisah maupun gabungan. Jika komponen
tersebut dipergunakan dengan baik, maka akan memberikan makna dalam
proses pengakraban diri dan membuat siswa melakukan orientasi secara
sistematis.
Ketika melakukan pengakraban diri terhadap lingkungannya, siswa sebaiknya
tetap mengingat tiga pertanyaan mendasar, yaitu: (a) Informasi apa yang saya
butuhkan untuk bisa dipergunakan dalam lingkungan ini?, (b) Bagaimana saya
mendapatkan informasi tersebut? (c) Bagaimana saya akan mempergunakan
informasi tersebut?
Rincian prosedur proses pengakraban diri dikemukakan di bawah ini.
Ketika siswa akan memasuki suatu bangunan sesuai dengan rencana kunjungan
yang dibuat, maka hendaknya:
a). Catatlah posisi arah pintu, misalnya: pintu berada di sebelah selatan gedung.
Sehubungan dengan itu siswa mempergunakan petunjuk-petunjuk
lingkungan yang ada di luar, seperti: mata hari, lalu lintas, dan sebagainya.
Halaman 15 dari 44
b). Catatlah setiap karakteristik yang dapat dengan mudah diidentifikasi tentang
gerbang yang akan dijadikan sebagai landmark, juga catat setiap petunjuk
yang dapat membantu dalam berpindah tempat.
c). Catatlah posisi pintu atau gerbang dalam hubungannya dengan koridor
utama. Hal ini akan mengarahkan siswa pada koridor.
d). Amati setiap landmark atau clue yang ada di lingkungan sekitar, seperti:
tangga, elevator, eskalator, toilet, telepon, bau-bauan, perubahan temperatur
atau cahaya.
e). Mulai memasuki lingkungan dengan bergerak sepanjang koridor, menelusuri
dinding koridor, mengklasifikasi informasi lingkungan baik clue atau
landmark dan menentukan posisi diri dalam hubungannya dengan
lingkungan dan titik awal pemberangkatan (landmark).
f). Catat jenis bangunan, apakah bangunan sekolah, kantor pos, dan sebagainya.
g). Perhatikan landmark atau clue yang mungkin mempunyai hubungan dengan
lantai lain di gedung yang sama, seperti: tangga, elevator, dan sebagainya.
h). Lanjutkan prosedur tersebut dengan memasuki koridor yang lebih panjang
dan kembali lagi ke sisi yang berlawanan secara berulang-ulang. Lakukan
kegiatan tersebut sebanyak lima atau tujuh kali sampai siswa memahami
perjalanan yang dia lakukan di koridor tersebut dalam hubungannya dengan
landmark.
i). Setelah menyelesaikan prosedur di atas siswa dapat meminta bantuan tentang
sistem penomoran di gedung tersebut, hubungan sistem antara penomoran
dengan informasi lingkungan yang sebelumnya sudah dia miliki (landmark,
clue, arah mata angin, dan pengukuran). Informasi yang berhubungan dengan
sistem penomoran mungkin dapat diperoleh lebih awal pada saat proses
pengakraban diri dilakukan.
j). Lanjutkan informasi lingkungan yang dapat dipergunakan di lantai lain (jika
gedung tersebut lebih dari satu lantai) dan mulai lagi untuk proses
pengakraban diri.

2. Pengertian Orientasi dan Mobilitas


Mobilitas merupakan suatu kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak.
Bergerak di sini tidak hanya diartikan berjalan tetapi lebih luas dari itu. Bergerak bisa
dari suatu posisi ke posisi yang lain atau dari suatu tempat ke tempat lain. Bergerak dari
Halaman 16 dari 44
suatu posisi ke posisi lain misalnya mengggerakkan tangan dari posisi menggenggam
ke posisi tangan terbuka atau dari posisi badan duduk ke posisi badan berdiri. Bergerak
dari suatu tempat ke tempat lain mengandung arti adanya perpindahan. Misalnya
seorang berjalan dari ruang tamu ke ruang makan dan sebagainya.
Mobilitas diartikan sebagai kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak tidak
hanya kelihatan di saat ia melakukan gerak tetapi mobilitas diartikan sebagai daya dan
kesiapan untuk melakukan gerak. Misalnya seorang tunanetra tidak bisa menggerakkan
kakinya, tetapi ia punya daya, kemampuan dan kesiapan menggunakan kursi roda atau
alat bantu lainnya untuk bergerak.
Kemampuan untuk bergerak dalam suatu lingkungan "the ability to move within
one's environment" banyak mendatangkan manfaat. Bila seorang tunanetra melakukan
mobilitas, berarti ia memfungsikan organ tubuhnya.
Ini berarti akan meningkatkan ketahanan, stamina dan kelenturan tubuhnya. Di samping
itu, melakukan mobilitas. akan menambah pengalaman serta informasi baru yang bisa
disimpan ke dalam persepsinya. Banyaknya data yang tersimpan dalam persepsi
seseorang berarti ia akan mudah berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan
lingkungan mengandung hubungan dua arah. Pertama bagaimana agar tunanetra bisa
masuk dan menyatu dengan lingkungan dan kedua bagaimana lingkungan bisa masuk
dan menyatu dengan tunanetra.
Mobilitas merupakan "physical locomotion'' yang mana merupakan suatu gerakan
organisme dari suatu tempat atau posisi ke suatu tempat atau posisi lain dengan
mekanisme organismenya sendiri. Degan mekanisme organismenya sendiri diartikan ia
mempunyai kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak dari dalam diri sendiri.
Artinya mobilitas merupakan suatu kemampuan untuk bergerak dalam lingkungannya
dengan selamat dan semandiri mungkin. Semandiri mungkin artinya tidak terlalu
banyak meminta bantuan dari orang lain. Tidak ada seorangpun didunia ini yang tidak
memerlukan bantuan orang lain. Yang lebih penting, bagaimana kita berusaha untuk
mengurangi bantuan orang lain.
Pada penjelasan tentang pengertian Orientasi dan pengertian Mobilitas sudah jelas
bahwa orientasi dan mobilitas mempunyai pengertian yang berbeda dan memang dua
unsur yang berbeda. Akan tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan. Mobilitas adalah
bagaimana ia dapat melakukan gerak dan berpindah dari posisi dirinya semula ke posisi
objek yang dikehendaki dengan selamat. Orientasi banyak berhubungan dengan mental
dan Mobilitas berhubungan dengan dengan fisik, sehingga orientasi dengan mobilitas
Halaman 17 dari 44
harus terintegrasi di dalam satu kesatuan pada diri kita. Gerakan dalam mobilitas tidak
mesti berpindah tempat (locomotor movement) tetapi bisa hanya gerakan berpindah
posisi (non-locomotor movement). Apabila kita satukan pengertian dari orientasi
dengan pengertian mobilitas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Orientasi dan
mobilitas adalah: kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak dan berpindah dari
suatu posisi atau tempat ke suatu posisi atau tempat lain yang dikehendaki dengan
selamat, efisien, dan abik, tanpa banyak meminta bantuan orang lain.
Bergerak dan berpindah dengan selamat artinya pergerakan dan perpindahan
menuju tujuan itu tanpa mengalami bahaya dan mampu mengatasi rintangan. Mampu
mengubah rintangan menjadi sesuatu yang dapat memberikan petunjuk dan pengarah
dalam bergerak dan berpindah. Bergerak dan berpindah efisien artinya tunanetra dapat
mencapi tujuan yang dikehendaki dengan waktu yang terpendek, menggunakan tenaga
sesuai dengan yang dibutuhkan. Bergerak dan berpindah dengan baik artinya gerakan
dan perpindahan dilakukan dengan lentur dan luwes. Tidak ada kekakuan dan
ketegangan dalam bergerak dan berpindah. Bergerak dan berpindah dengan sikap tubuh
(posture) yang tegap dan gaya jalan ( gait) yang baik.

B. Tehnik Pendamping Awas Dan Melindungi Diri

Dalam melakukan Orientasi dan Mobilitas anak dengan hambatan penglihatan


menggunakan teknik. Teknik merupakan suatu cara untuk mempermudah. Dengan
demikian teknik Orientasi dan Mobilitas merupakan suatu cara yang digunakan dengan
hambatan penglihatan untuk mempermudah dirinya dalam melakukan perpindahan dari
satu tempat ke tempat yang lain. Dalam hal ini dikenal dua cara, yaitu teknik yang
menggunakan alat bantu seperti manusia disebut ”pendamping awas” dan teknik tanpa
menggunakan alat bantu disebut perjalanan mandiri (Independent Travel). Teknik yang
menggunakan alat bantu tongkat disebut teknik penggunaan tongkat.
Di bawah ini akan dijelaskan satu persatu teknik-teknik tersebut di atas, melalui
keterangan dengan disertakan gambar-gambar diharapkan akan mempermudah para
pembaca untuk mengerti dan mempraktekan teknik-teknik tersebut.
1. Pelaksanaan Teknik-Teknik Pendamping Awas
Ada kecenderungan orang awas akan mengajak anak dengan hambatan
penglihatan berpergian bersama dengan menarik tangannya. Hal ini akan membuat
kesukaran-kesukaran di kedua belah pihak, baik bagi anak dengan hambatan penglihatan

Halaman 18 dari 44
sendiri maupun bagi orang awas yang akan mengejaknya. Untuk mempermudah kedua
belah pihak, maka disusun sedemikian rupa teknik pendamping awas ini sehingga lebih
manusiawi.
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana anak dengan hambatan penglihatan
menggunakan pendamping awas di dalam melakukan perpindahan tempat, serta
bagaimana hubungan yang harus ada di antara anak dengan hambatan penglihatan dan
pendampinagnya sehingga tercipta kemudahan di kedua belah pihak dalam melakukan
gerak (mobilitas).
a. Teknik Dasar Untuk Pendamping Awas
1) Membuat Kontak
Untuk membuat kontak dengan seorang tunaentra (mengajak dengan hambatan
penglihatan), pendamping awas harus menyentuh tangan dengan hambatan
penglihatan dengan punggung tanganya.
Apabila dengan hambatan penglihatan yang akan mengajak pendamping
awasnya maka si dengan hambatan penglihatan dapat pula menyentuhkan
tangannya atau dengan ucapan.
2) Cara Anak dengan hambatan penglihatan Memegang Pendamping Awasnya
Setelah mendapat kontak dari pendampingnya dengan sentuhan, dengan
hambatan penglihatan segera memegang dengan erat lengan pendamping di atas
siku. Ibu jari dengan hambatan penglihatan berada di sebelah luar lengan
pendamping dan jari-jari yang lain berada di sebelah dalam lengan dari
pendamping. Lengan tunanetera tetap lentur pada siku, sedangkan lengan dengan
hambatan penglihatan tetap rapat pada badannya.
3) Posisi Anak hambatan penglihatan dengan Pendamping
Dengan hambatan penglihatan harus berposisi setengah langkah di belakang
pendamping awas dengan bahu lurus sejajar di belakan bahu pendamping awas.
Penting bagi dengan hambatan penglihatan untuk diperhatikan agara tetap menjaga
lengan atasnya rapat dengan badan terutama dalam berjalan dan membelok ke kiri
atau ke kanan, maupun dalam kembali. Hal ini untuk menghindari gerakan yang
berlebihan dari pendamping.

Halaman 19 dari 44
b. Teknik Melewati Jalan Sempit
Teknik jalan sempit ini digunakan apabila pendamping melewati suatu jalan yang
lebarnya tidak memugkinkan untuk di lalui secara normal oleh dua orang. Sikap dengan
hambatan penglihatan dan sikap pendamping dalam teknik ini adalah sebagai berikut:
1) Pendamping menarik ke belakang langannya yang dipegang anak dengan hambatan
penglihatan ke sebelah dalam.
2) Tunaneta memberikan respons dengan meluruskan tangannya yang memegang
lengan pendamping, sehingga posisi badan dengan hambatan penglihatan berada
tepat di belakang badan pendamping dengan jarak satu langah penuh.
3) Apabila pendamping kembali pada posisi biasa yaitu mengembalikan posisi
lengannya seperti biasa, maka dengan hambatan penglihatan pula kembali pada
posisi semula dan berada setengah langkah di belakang pendamping dengan posisi
di samping pendamping.

c. Teknik Melewati Pintu Tertutup


Dilihat dari membuka dan menutupnya pintu, maka ada empat macam pintu. Setiap
macam pintu tersebut mempunyai teknik tersendiri sesuai dengan kemana pintu itu
membuka.
1) Pintu membuka menjauh dari kita ke sebelah kanan
2) Pintu membuka mendekat ke arah kita ke sebelah kanan.
3) Pintu membuka menjauh dari kita ke sebelah kiri
4) Pintu membuka mendekat dari kita ke sebelah kiri.
Bagi dengan hambatan penglihatan yang baru belajar teknik ini prosedurnya
sedikit kompleks, akan tetapi yang penting bagi dengan hambatan penglihatan adalah
memperhatikan ke arah mana pintu itu akan membuka (ke kiri atau kanan) menjauh
dari arah kita atau mendekat.
Dilihat dari kedudukan atau posisi anak hambatan penglihatan dengan
pendamping dihubungkan dengan membukanya pintu maka ada dua kemungkinan,
yaitu anak hambatan penglihatan berada di sebelah pendamping (kiri/kanan) dan searah
dengan membukanya pintu atau dengan hambatan penglihatan berada di sebelah
pendamping (kiri/kanan) dan tidak searah dengan membukanya pintu.
Posisi anak hambatan penglihatan hubungannya dengan membukanya pintu
mengakibatkan penggunaan teknik melewati pintu berbeda.

Halaman 20 dari 44
a) Teknik melewati pintu tertutup apabila anak hambatan penglihatan berada searah
dengan membukanya pintu.
(1) Setelah anak hambatan penglihatan dan pendampingnya sampai di depan
pintu, maka keduanya harus berhenti sejenak.
(2) Setelah berhenti atau jalan pelan-pelan pendamping menjelaskan kepada anak
hambatan penglihatan tentang ke arah mana pintu itu membuka (membuka
menjauh atau mendekat dan ke arah kiri atau kanan). Jelaskan pula kalau ada
ciri-ciri khusus dari pintu tersebeut, terutama yang berkenaan dengan
keselamatan anak hambatan penglihatan.
(3) Selesai memberikan informasi tentang membukanya pintu, pendamping
membuka pintu melalui pegangan pintu. Tangan yang membuka pintu adalah
tangan yang se arah dengan membukanya pintu. Kalau pintu membuka ke
sebelah kiri, maka pendamping harus membuka dengan tangan kiri.
(4) Dengan memanfaatkan tangan pendamping yang memegang pegangan pintu
(kalau ada), anak dengan hambatan penglihatan mengkedepankan tangan
bebasnya untuk mencari pegangan pintu yang dipegang pendamping. Sikap
ini dilakukan setelah pintu yang dipegang sudah dalam keadaan sudah dibuka
oleh pendamping. Hal ini untuk menghindarkan posisi anak hambatan
penglihatan terlalu rapat dengan pendamping terutama bagi dengan hambatan
penglihatan yang tidak sama jenis kelaminnya dengan pendamping, di
samping menghindarkan anak hambatan penglihatan berbenturan dengan
daun pintu atau kusen. Posisi pendamping tetap lurus ke depan, apabila badan
pendamping serong atau menggeser, maka anak hambatan penglihatan akan
ikut pula menggeserkan badannya untuk menyesuaikan dengan badan
pendampingnya. Hal yang demikian mengakibatkan anak hambatan
penglihatan membentur daun pintu atau kusen pintu.
(5) Setelah pendamping mengetahui bahwa tangan anak hambatan penglihatan
telah memegang pegangan pintu, maka sambil bergerak maju pendamping
melepaskan tangannya yang memegang pintu dan tugas selanjutnya
pendamping memberi kesempatan atau waktu kepada anak hambatan
penglihatan untuk menutup kembali pintu tersebut.
(6) Dengan memberi waktu dan kesempatan, dengan hambatan penglihatan akan
menutup kembali pintu tersebut dengan baik dan pelan (tidak berbunyi).

Halaman 21 dari 44
b) Teknik melewati pintu tertutup apabila pintu berada tidak searah dengan
membukanya pintu.
Apabila anak hambatan penglihatan berada di sebelah pendamping dengan
posisi tidak searah dengan membukanya pintu, maka taknik melewati pintu tertutup
ada dua cara,yaitu:
(1) Cara Pertama
Langkah-langkah kegiatan cara pertama ini tidak jauh berbeda dengan
teknik melewati pintu tertutup dengan posisi dengan hambatan penglihatan
searah dengan membukanya pintu, hanya setelah keduanya berada di depan
pintu dan pendamping menjelaskan ke arah mana pintu membuka, maka sikap
anak hambatan penglihatan adalah pindah pegangan sehingga posisinya
searah dengan membukanya pintu.
Jika dengan hambatan penglihatan sudah pindah pegangan yaitu sudah
berada pada posisi searah dengan membukanya pintu, maka langkah
selanjutnya adalah sama dengan cara seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
(2) Cara Kedua
(a) Setelah pendamping dan anak hambatan penglihatan sampai di depan
pintu, pendamping menjelaskan tentang ke arah mana pintu membuka.
Setelah itu langsung pendamping memegang pegangan pintu dengan
tangan yang searah dengan membukanya pintu.
(b) Dengan kesempatan waktu yang diberikan pendamping, anak hambatan
penglihatan bergeser ke arah dalam untuk pindah pegangan. Dengan
teknik pindah pegangan anak dengan hambatan penglihatan bergeser
dan hanya melakukan pindah pegangan sampai ”langkah kedua” dari
teknik ini sehingga posisinya adalah: anak dengan hambatan penglihatan
tepat berada di belakang pendamping dengan tangan kanan anak
hambatan penglihatan memegang tangan kanan pendamping dan tangan
kiri anak hambatan penglihatan memegang tangan kiri pendamping.
(c) Tangan anak hambatan penglihatan yang searah dengan membukanya
pintu mencari pegangan pintu yang dipegang pendamping.
(d) Setelah anak hambatan penglihatan memegang pegangan pintu, maka
sambil bergerak maju perlahan-lahan pendamping melepaskan
tangannya yang memegang pegangan pintu dan memberikan
Halaman 22 dari 44
kesempatan pada anak hambatan penglihatan untuk menutup pintu
dengan baik.
(e) Setelah anak hambatan penglihatan menutup pintu dengan baik, maka
anak hambatan penglihatan melepaskan tangannya pada peganngan
pintu dan bersiap untuk kembali pada posisi semula, dengan cara yang
sama dengan langkah ketiga dan keempat pada teknik pindah pegangan.
Catatan :
Cara kedua teknik melewati pintu tertutup dengan posisi anak dengan hambatan
penglihatan tidak searah dengan membukanya pintu hanya dapat dilakukan apabila
anak hambatan penglihatan berjenis kelamin sama dengan pendampingnya. Kalau tidak
sama jenis kelaminnya maka akan kelihatan kurang etis sebab anak hambatan
penglihatan dengan pendamping akan terlalu rapat.

d. Teknik Memindahkan Pegangan Tangan


Memindahkan pegangan tangan anak hambatan penglihatan ke arah posisi yang
berlawanan, misalnya semula dengan hambatan penglihatan berada disebelah kanan
pendamping akan berpindah ke sebelah kiri pendamping, maka hal ini bisa terjadi
karena beberapa kemungkinan.
Pertama, kemungkinan perpindahan ini dikehendaki atau atas permintaan anak
dengan hambatan penglihatan dikarenakan ada alasan tertentu misalnya capek atau ada
keingianan lain. Kedua, perpindahan tangan bisa terjadi atas permintan pendamping
karena alasan-alasan tertentu misalnya alasan keamanan atau juga karena alasan lelah.
Apabila anak hambatan penglihatan yang menghendaki perpindahan pegangan,
maka amak hambatan penglihatan jangan sekali-kali pindah sebelum mendapat ijin dari
pendamping. Hal ini untuk menghindari adanya kejadian yang tidak diinginkan, sebab
yang tahu apakah baik dan tidak ditinjau dari segi keamanan dan keselamatan
perjalanan adalah pendamping awas.
Mengenal langkah-langkah dari teknik memindahkan pegangan tangan adalah
sebagai berikut:
1) Tangan anak hambatan penglihatan yang bebas memegang lengan pendamping
sehingga tangan kiri dan kanan anak hambatan penglihatan bersatu pada lengan
pendamping.
2) Tangan anak hambatan penglihatan yang pertama memegang lengan pendamping
dilepaskan, sambil menggeser ke arah dalam pendamping. Tangan anak hambatan
Halaman 23 dari 44
penglihatan yang dilepaskan selanjutnya mencari lengan pendamping yang bebas
sehingga posisi anak hambatan penglihatan berada tepat di belakang pendamping
dengan posisi tangan kanan anak hambatan penglihatan memegang lengan kanan
pendamping dan tangan kiri anak hambatan penglihatan memegang lengan kiri
pendamping.
3) Tangan yang kedua memegang lengan pendamping dilepaskan sambil menggeser
ke arah luar pendamping tangan anak hambatan penglihatan kedua memegang
lengan pendamping pertama sehingga kedua tangan anak hambatan penglihatan
bersatu pada lengan pendamping.
4) Setelah kedua tangan bersatu pada lengan pendamping anak hambatan
penglihatan melepaskan tangan yang sebelah luar dari lengan pendamping,
sehingga terjadilah perpindahan pegangan posisi anak hambatan penglihatan.

e. Teknik Berbalik Arah


Teknik berbalik arah dilakukan oleh karena berbagai sebab, antara lain:
- Situasi jalan yang tidak memungkinkan untuk dilalui sehingga mengharuskan untuk
kembali, miisalnya karena jalan buntu.
- Karena kehendak pendamping, atau kehendak anak hambatan penglihatan sendiri.
Adapun cara dan prosedur teknik berbalik arah adalah sebagai berikut:
1) Pendamping berhenti sejenak, kemudian pendamping dan keduanya berputar 45
derajat ke arah dalam (ke arah dimana lengan pendamping dipegang dan tangan
anak hambatan penglihatan memegang).
2) Lengan anak hambatan penglihatan dibengkokan sehingga membentuk siku 90
derajat (lengan yang bebas).
3) Lengan yang bebas digerakan ke arah dalam untuk mencari lengan pendamping
yang bebas dan memegangnya.
4) Sambil pendamping melangkah ke arah yang berlawanan dengan arah semula,
maka anak hambatan penglihatan melepaskan tangan yang pertama yang
memegang lengan pendamping.
5) Setelah lepas pendamping berjalan seperti biasa.

f. Teknik Duduk Di Kursi


Sering terjadi kecanggungan dari orang awas bila akan mendudukan anak hambatan
penglihatan pada sebuah kursi, sehingga sering menimbulkan beberapa tindakan yang
Halaman 24 dari 44
kurang enak dilihat, bahkan tidak aman. Sering tindakan ini menimbulkan kesan
seolah-olah anak hambatan penglihatan tidak mampu untuk duduk sendiri.
Ada beberapa perbedaan dalam cara mendudukan anak hambatan penglihatan di
kursi dengan meja dan kursi tanpa meja.
1) Teknik duduk di kursi tanpa meja
(a) Pendamping membawa anak hambatan penglihatan mendekati kursi jika
pendamping datang dari depan kursi, maka dekatkan anak hambatan
penglihatan sehingga tulang keringnya menyentuh kursi.
(b) Pegangkan salah satu tangan taunanetra ke sandaran kursi dan setelah itu
biarkan anak hambatan penglihatan sendiri melakukan langkah selanjutnya.
(c) Tanpa melepaskan tangan yang memegang sandaran kursi anak hambatan
penglihatan memriksa kursi bagian yang akan diduduki, hal ini menjaga
kemungkinan terdapat binatang atau benda-benda yang berbahaya.
(d) Tanpa melepaskan kontak dengan kursi, anak hambatan penglihatan
menempatkan dirinya di depan kursi dengan paha menyentuh bagian depan
kursi.
(e) Setelah terasa lurus posisi badannya dengan kursi maka anak hambatan
penglihatan duduk. Dengan meraba tangan kursi dan pinggiran kursi, maka
anak hambatan penglihatan akan mengerti hubungan badan dengan keadaan
kursi.
Catatan:
Bagi pendamping perlu diperhatikan bahwa dalam membawa anak hambatan
penglihatan mendekati kursi, pendampngnya perlu menjelaskan keadaan kursi
tersebut baik bentuk maupun arahnya. Teknik ini dapat dipakai pula kala
pendamping datang dari arah samping atau belakang kursi. Hanya jika pendamping
datang dari arah samping atau belakang kursi maka tidak perlu pendamping
mendekatkan anak hambatan penglihatan sampai pada menyentuh tulang kursinya
ke kursi tetapi cukup setengah langkah dari kursi, setelah itu teknik selanjutnya
adalah sama seperti di atas.

2) Teknik duduk di kursi dengan meja


Jika akan mendudukan anak hambatan penglihatan di kursi yang menggunakan
meja, maka cara mendekati kursi sama dengan mendekati kursi dari belakang.

Halaman 25 dari 44
Langkah-langkah duduk di kursi dengan menggunakan meja adalah sebagai
berikut:
(a) Pendamping membawa anak hambatan penglihatan mendekati kursi sehingga
berjarak setengah langkah.
(b) Pendamping memegang salah satu tangan anak hambatan penglihatan dan
tangan tersebut dipegangkan pada pinggiran meja dan pendamping
memegang tangan yang satu lagi dan dipegangkan pada sandaran kursi. Cara
pendamping memegangkan anak hambatan penglihatan tidak harus
kepinggiran meja terlebih dahulu, tetapi tergantung dari posisi dengan anak
penglihatan dan pendamping hubungannya dengan letak meja dan kursi.
(c) Tangan anak hambatan penglihatan yang memegang sandaran kursi menarik
kursi ke luar dari bawah meja sehingga ada jarak yang cukup dengan meja.
(d) Tangan yang memegang sandaran kursi menelusuri kursi dan mengecek
tempat duduk yang akan diduduki untuk mengetahui apakah tempat duduk
tersebut kosong dari benda-benda atau keadaanya baik untuk diduduki. Dalam
mengecek tempat duduk tersebut anak hambatan penglihatan tidak boleh
melepaskan tangan yang memegang pinggiran meja, karena hal ini akan
mengakibatkan anak hambatan penglihatan kehilangan control posisi dirinya
dengan meja, sehingga memungkinkan terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki.
(e) Setelah mengontrol tempat duduk, tanpa melepas kontak tangan dengan
pinggiran meja dan kursi anak hambatan penglihatan langsung duduk.
(f) Setelah anak hambatan penglihatan duduk, maka anak hambatan penglihatan
mengecek tempat duduknya apakah sudah lurus dengan meja atau belum.
Caranya ialah dengan mengkedepankan kedua tangannya dan keduanya
memegang pinggiran meja. Dengan cara demikian anak hambatan penglihatan
akan mengetahui posisi duduknya dengan meja.
Catatan:
- Apabila anak hambatan penglihatan duduk dikursi dengan meja untuk makan atau
disuguhi makanan, maka sebaiknya jarak antara pinggiran meja dengan dada/badan
cukup dekat sehingga apabila makanan jatuh tidak ke lantai
- Jika sebelum duduk posisi kursi rapat dengan meja, maka anak hambatan penglihatan
diharapkan untuk mengembalikan posisinya semula.

g. Teknik Naik Tangga


Halaman 26 dari 44
Teknik anak hambatan penglihatan menaiki tangga bersama pendamping awas adalah
sebagai berikut:
1) Pendamping mendekati pinggiran tangan sambil menjelaskan pada anak hambatan
penglihatan bahwa akan naik tangga.
2) Setelah mendekati tangga dan kaki pendamping menyentuh pinggiran tangga,
pendamping berhenti. Posisi anak hambatan penglihatan tetap berada setengah
langkah di depan pendamping.
3) Salah satu kaki pendamping naik menginjak anak tangga pertama, dengan naiknya
salah satu kaki pendamping pada tangga pertama, badan dengan hambatan
penglihatan tertarik ke depan sehingga kaki anak hambatan penglihatan maju
setengah langkah dan diharhapkan menemukan pinggiran tangga.
4) Setelah pendamping mengetahui dan yakin anak hambatan penglihatan telah
menyentuh pinggiran tangga pertama dan sadar maka selanjutnya pendamping
melangkahkan kaki berikutnya (yang satu) ke tangga berikutnya dan di ikuti oleh anak
hambatan penglihatan melangkahkan satu kakinya ke tangga pertama. Demikian
seterusnya, dan posisi anak hambatan penglihatan tetap berada satu tangga di
belakang pendamping.
5) Setelah pendamping berada di puncak tangga, maka pendamping berhenti sejenak dan
mengatakan bahwa tangga sudah habis. Hal ini untuk menjaga adanya salah langkah
bagi anak hambatan penglihatan.
Catatan:
Pada waktu kaki menaiki tangga, maka berat badan hendaknya tertumpu pada ujung
kaki.

h. Teknik Turun Tangga.


Prosedur teknik menuruni tangga hampir sama dengan prosedur menaiki tangga, perlu
diperhatikan bahwa keseimbangan badan sewaktu menuruni tangga bagi anak hambatan
penglihatan yang baru akan terasa lebih berat bila dibandingkan dengan menaiki tangga.
Karena itu pendamping harus hati-hati sewaktu membawa anak hambatan penglihatan
menuruni tangga.
Mengenai langkah-langkah teknik menuruni tangga adalah sebagai berikut:
1) Pendamping mendekati tangga dan menjelaskan pada anak hambatan penglihatan
bahwa akan menuruni tangga. Setelah dekat dengan bibir tangga pendamping
berhenti. Jika ada hal yang khusus dari tangga tersebut pendamping perlu
Halaman 27 dari 44
menjelaskan pada anak hambatan penglihatan. Posisi anak hambatan penglihatan
tetap berada setengah langkah di belakang pendamping.
2) Setelah berhenti di pinggir tangga pendamping menarik lengan yang dipegang anak
hambatan penglihatan ke depan sehingga tertarik setengah langkah dan posisinya
sejajar dengan pendamping. Pada saat itu juga pendamping menunjukan pada anak
hambatan penglihatan bibir tangga.
3) Setelah pendamping yakin bahwa dengan hambatan penglihatan sudah merasakan
pinggiran tangga, maka pendamping melangkah menuruni tangga. Langkah pertama
dari pendamping, anak hambatan penglihatan masih belum boleh melangkah, baru
setelah pendamping melangkahkan kakinya yang kedua anak hambatan penglihatan
ikut melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga.
4) Sewaktu dalam proses menuruni tangga, anak hambatan penglihatan tetap berada satu
tangga di belakang pendamping.
5) Dengan anak hambatan penglihatan harus menjaga posisi tegak dari badan dengan
titik pusat berat badan jatuh pada tumit.

i. Teknik Memasuki Kendaraan


Mobil terdiri dari bermacam bentuk dan modelnya, karena itu akan lebih lancar bagi
anak hambatan penglihatan apabila ia telah mengetahui lebih dulu model-model dan
interior mobil tersebut. Namun demikian untuk mempermudah bagi anak hambatan
penglihatan memasuki suatu mobil, maka tekniknya sebagai berikut:
1) Setelah sampai di depan pintu mobil, pendamping menjelaskan bagaimana posisi
pintu dan ke arah mana pintu itu akan membuka, apakah ke kiri atau ke kanan dari
posisi anak hambatan penglihatan.
2) Pendamping menunjukan pada dengan anak hambatan penglihatan pegangan pintu
mobil.
3) Dengan tangan yang memegang pegangan pintu mobil tersebut anak hambatan
penglihatan membuka pintu.
4) Setelah pintu terbuka pendamping mengambil tangan anak hambatan penglihatan
yang bebas dan dipegangkan pada pinggiran pintu (kusen) terutama bagian atas pintu
bagi mobil kecil, hal ini untuk menghindari agar tidak terjadi benturan kepada anak
hambatan penglihatan dengan pinggiran pintu mobil (kusen).

Halaman 28 dari 44
5) Setelah tahu posisi masing-masing, anak hambatan penglihatan masuk ke mobil dan
pendamping mengikutinya dari belakang.

2. Pelaksanaan Teknik-Teknik Bergerak dan Melawat Mandiri


Teknik melawat mendiri adalah suatu teknik bagaimana anak dengan hambatan
penglihatan bergerak tanpa menggunakan alat bantu apapun dan teknik ini hanya bisa
dipakai pada daerah atau tempat yang sudah dikenal dengan baik.
Adapun macam-macam teknik melawat mandiri adalah sebagai berikut:
a. Teknik Tangan Menyilang ke Atas
Teknik ini memberikan perlindungan pada bagian dada dan kepala anak dengan
hambatan penglihatan dari benturan-benturan benda-benda atau rintangan-rintangan
yang ada di depannya. Teknik ini sebagaimana teknik lainnya hanya dapat berfungsi
efektif di tempat yang sudah dikenal. Jika diperlukan teknik ini dapat dikombinasikan
dengan teknik melawat mandiri lainnya. Pelaksanaan teknik lengan menyilang di atas
adalah sebagai berikut:
Tangan kanan atau kiri diangkat ke depan setinggi bahu menyilang badan, siku
membentuk 120 derajat dan telapak tangan menghadap ke depan, dengan ujung jari
berlawanan dengan bahu dan melindungi seluruh lebar bahu. Sikap kepala tetap gerak,
tidak menunduk.
b. Teknik Tangan Menyilang Ke Bawah
Teknik ini memberikan perlindungan pada badan bagian bawah terutama bagian
perut dan selangkangan dari kemugkinan benturan dengan objek atau rintangan dan
halangan yang berada di depannya dan berukuran setnggi perut.
Teknik ini hanya dapat berfungsi dengan baik jika anak hambatan penglihatan
berada di lingkungan yang sudah dikenal, dengan demikian posisi rintangan, halangan
dan objek sudah ketahui. Pada tempat yang belum dikenal anak hambatan penglihatan,
teknik ini juga dapat digunakan akan tetapi kurang efektif dan hanya bersifat untung-
untungan.
Pelaksanaan teknik lengan dan tangan menyilang ke bawah adalah sebagai berikut:
1) Lengan (kiri/kanan) diluruskan ke bawah
2) Sentuhkan telapak tangan ke paha yang berlawanan dengan tangan. Misalnya
tangan kanan menyentuh paha kiri.
3) Angkat tangan tersebut dari paha (menjauh paha) kurang lebih 10 – 15 cm.

Halaman 29 dari 44
4) Ujung jari sampai pada pergelangan tangan harus dalam posisi rilek atau
lentur/lemas (tidak tegang).
5) Telapak tangan mengahadap kepala.

c. Teknik Merambat/Menelusuri
Teknik merambat/menelusuri ini digunakan oleh anak dengan hambatan
penglihatan jika ia akan berjalan dan terdapat media atau sarana yang dapat ditelusuri,
misalnya: tembok atau dinding, meja dan objek-objek lainnya. Tujuan penggunaan
teknik merambat/menelusuri adalah untuk mendapatkan garis pengarah di dalam
menuju sasaran.
Cara dari pelaksanaan teknik merambat/menelusuri ini adalah sebagai berikut:
Lengan kanan atau kiri diluruskan mendekati tembok dengan jari-jari dibengkokan
lemas dan jari kelingking serta jari manis menempel di tembok. Sudut lengan dan badan
kurang lebih 60 derajat dan jarak badan dengan objek kurang lebih 10 cm.

d. Teknik Tegak Lurus Dengan Benda


Teknik tegak lurus dengan benda ini digunakan jika anak dengan hambatan
penglihatan ingin lurus dalam berjalan sehingga ia perlu melakukan ancang-ancang.
Dalam ancang-ancang ini anak dengan hambatan penglihatan perlu memanfaatkan
benda atau objek apa saja yang ada. Cara teknik tegak lurus dengan benda bisa
menggunakan tumit, telapak kaki, belakang badan maupun telapak tangan.
Teknik-teknik di atas dapat digunakan oleh anak hambatan penglihatan dalam
melakukan perjalanan secara mandiri yang berarti perjalanan yang tanpa menggunakan
suatu alat bantu apapun kecuali yang ada pada dirinya.

e. Teknik Mencari Benda Jatuh


Sebelum melakukan pencarian benda yang jatuh, anak dengan hambatan
penglihatan harus mendengarkan terlebih dahulu suara benda yang jatuh tersebut
sampai suara terakhir. Setelah itu anak dengan hambatan penglihatan menghadapkan
badannya ke arah suara terakhir dari benda tersebut. Langkahkan kaki anak dengan
hambatan penglihatan mendekati suara terakhir dari benda yang jatuh, dan
berjongkoklah untuk memulai mencari benda yang jatuh. Dalam teknik mencari
hendaknya tangan meraba permukaan lantai yang dimulai dari dekat kaki sampai
melebar di sekitar kaki. Apabila belum ketamu hendaknya anak dengan hambatan
Halaman 30 dari 44
penglihatan melangkah satu langkah ke depan dan mulai mencari kembali. Untuk
menghindari benturan kepala dengan objek sewaktu jongkok, maka ada dua cara dalam
berjongkok:
1) Teknik Jongkok Tegak Lurus
2) Teknik jongkok dengan membungkuk

C. Tehnik Bepergian Dengan Tongkat


1. Sejarah tongkat bagi anak hambatan penglihatan
Titik awal digunakannya tongkat panjang untuk anak dengan hambatan penglihatan
ialah pada tahun 1930, pada latihan-latihan yang diselenggarakan oleh Lions Club USA.
Sedang teknik penggunaan tongkat panjang secara sistimatik baru dimulai pada tahun 1945
di Valley Forge Hospital USA, yang pada waktu itu digunakan untuk merehabilitasi para
anak dengan hambatan penglihatan veteran di bawah asuhan Dr. Richard Hoover.
Richard Hoover pada waktu itu menciptakan tongkat panjang dengan ukuran :
panjang 46 inci, garis tengah 0,5 inci dan beratnya 6 ons.

2. Jenis tongkat
Pada waktu ini anak hambatan penglihatan dalam orientasi dan mobilitasnya mengenal dua
jenis tongkat, yaitu tongkat panjang (long cane) dan tongkat lipat (collapsible cane). Bagi
anak dengan hambatan penglihatan yang ketrampilannya menggunakan tongkat belum
sempurna lebih baik tidak usah menggunakan tongkat lipat lebih dahulu, karena akan lebih
aman dan selamat jika menggunakan tongkat panjang. Tongkat lipat akan lebih baik bila
digunakan oleh anak dengan hambatan penglihatan yang sudah benar-benar sempurna
dalam tehnik penggunaan dan akan efektif dan efisien jika digunakan waktu masuk kuliah,
karena dapat dilipat dan disiapkan di dalam tas.

3. Spesifikasi Tongkat Panjang


Adapun syarat dan ciri-ciri tongkat panjang yang disesuaikan untuk orang Indonesia adalah
sebagai berikut :
a. Panjang : Panjang tongkat yang dibuat oleh pabrik ialah 132 centimeter (52
inci). Tongkat ini boleh dipotong, disesuaikan dengan tinggi badan
dan lebar langkah si anak dengan hambatan penglihatan yang

Halaman 31 dari 44
memakai oleh instruktur atau guru orientasi dan mobilitas yang
sudah berijazah.
b. Batang : Batang tongkat dibuat dari bahan aluminium yang kuat tetapi ringan
dengan garis tengah 12,5 milimeter (5,2 inci).
c. Berat : Berat tongkat keseluruhan kira-kira 175 gram atau antara enam
sampai delapan cunces. Jadi harus ringan, untuk menghindarkan
kelelahan dan ketegangan pada pergelangan tangan serta lengan
anak dengan hambatan penglihatan.
d. Warna : Harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam Penetapan
Lalu-Lintas Jalan Perhubungan Pen L – P (Surat Keputusan Direktur
Perhubungan dan Pengairan tanggal 26 September 1936; Nomor
W.1/9/2, seperti telah dirobah dan ditambah terakhir dengan
penetapan Menteri Perhubungan tanggal 1 Juli 1951 No. 244/Ment.,
Lembaran Tambahan No. 144). Pasal 4 a, yang berbunyi :
Tanda untuk orang-orang berjalan kaki yang kurang penglihatan dan
buta ialah sebatang tongkat putih, yang pada jarak ¾ dari panjangnya
diukur dari bawah, mempunyai ban merah yang lebarnya 8 cm.
e. Ujung : Terbuat dari bahan plastik atau nylon yang keras yang bila sudah
usang dapat dilepas dan diganti dengan mudah oleh anak dengan
hambatan penglihatan. Ukuran ujung tongkat, panjang 8 cm, garis
tengah 18 atau 19 mm dan beratnya tidak lebih dari 20 gram.
f. Daya tahan : Tongkat harus kuat menahan pemakaian yang keras di jalan, tidak
mudah pecah dan bengkok dalam keadaan yang biasa.
g. Kekakuan : Harus benar-benar kaku, sehingga dapat untuk menentukan arah dan
jarak.
h. Daya hantar : Tongkat harus dapat digunakan untuk memeriksa dan meraba
permukaan tanah dan benda-benda lainnya dengan ujungnya. Jadi
harus mampu menyampaikan getaran.
i. Keindahan : Tongkat harus mempunyai keindahan, sehingga menarik bila
dipandang dan tidak merendahkan derajad pemakainya.
j. Kaitan/crook : Dibuat sekecil mungkin, supaya tidak mengkait benda-benda lain,
dengan bahan yang tidak menambah berat tongkat, melainkan hanya
untuk keseimbangan.

Halaman 32 dari 44
k. Pegangan/grip : Pegangan tongkat dapat dibuat dari karet, plastik atau bahan lain
yang enak dipegang dan tidak licin. Panjang pegangan 18,5
centimeter. Bagian kanan pegangan dibuat datar untuk
menempatkan telunjuk dan tepat searah dengan kaitan.

Tongkat lipat atau Collapsible cane, juga mempunyai syarat-syarat dan ciri sendiri.
Antara lain ialah :
a. Sambungan : Sambungan harus dibuat yang kokoh dan kuat untuk melindungi
tali/kabel yang menjadi pegangan serta tidak mudah lepas. Bila
digerakkan sambungan tidak mengalami geseran dan dapat
memperkuat daya hantar.
Jumlah sambungan harus ganjil, misalnya tiga atau lima, supaya kalau
dilipat anak dengan hambatan penglihatan tidak memegang ujung
tongkat yang kotor. Jumlah sambungan juga harus dibuat seminim
mungkin, supaya kalau dilipat tidak terlalu besar.
b. Kabel/tali : Di dalam pipa tongkat lipat kabel/tali untuk bahan penegang harus
dapat dibuat yang kuat, sehingga sambungan benar-benar rapat, kokoh
dan tahan lama dipakai. Kabel ini harus mudah diganti oleh anak
dengan hambatan penglihatan sendiri.
c. Lipatan : Tongkat harus mudah dilipat, sehingga mudah disimpan oleh anak
dengan hambatan penglihatan jika tidak dipergunakan.
Lipatan dibuat yang kecil, agar mudah disimpan di dalam tas atau di
dalam saku jacket.
d. Ciri-ciri lain : Sama dengan tongkat panjang.

Selanjutnya dengan posisi tersebut di atas, anak dengan hambatan penglihatan disuruh
melangkah maju dan bila mengalami kesalahan segera dibetulkan. Jika dalam berjalan maju
menyentuh sesuatu benda harus segera dicek lebih dahulu. Caranya anak dengan hambatan
penglihatan melangkah maju mendekati tongkat, posisi tongkat dibuat tegak lurus dan
crook diputar ke arah depan.

4. Teknik tongkat
a. Teknik menyilang tubuh (tehnik diagonal)

Halaman 33 dari 44
Dengan teknik diagonal ini anak dengan hambatan penglihatan dapat
menyelamatkan sebagian dari tubuhnya dan bila menemui halangan dapat tersentuh
serta tidak mengganggu orang lain.
Dalam hal ini guru/instruktur orientasi dan mobilitas harus selalu memperhatikan
teknik memegangnya. Kalau memegangnya dengan ujung/tip terlalu keluar/ke samping
dan terlalu ke dalam, ini adalah suatu kesalahan yang segera harus dibenarkan.
Demikian pula kalu pergelangan tangan yang memegang tongkat juga terlalu ke luar
atau ke tengah-tengah badan.
Teknik diagonal ini juga digunakan sewaktu anak dengan hambatan penglihatan
naik atau turun tangga.
b. Teknik Trailing
Teknik ini sebetulnya adalah teknik diagonal yang digunakan untuk trailing.
Tujuan penggunaan teknik ini agar anak dengan hambatan penglihatan mampu
berjalan di dalam ruangan yang sudah dikenal dan dengan teknik ini anak dengan
hambatan penglihatan dapat berjalan lurus dalam mencapai tujuan tertentu.
Caranya posisi tongkat sama dengan teknik diagonal, tetapi posisi tip/ujung
tongkat menempel pada permukaan datar yang ada pada tembok atau mungkin
pagar batu yang datar pada pinggiran yang horisontal dan vertikal.
c. Teknik di luar ruangan (out door technique)
Teknik ini dapat digunakan di daerah yang sudah dikenal maupun yang belum
dikenal oleh anak dengan hambatan penglihatan. Panjang tongkat harus sudah diukur
yang sebaik-baiknya dengan anak dengan hambatan penglihatan yang memakainya.
Panjangnya yang paling ideal adalah setinggi tulang dada anak dengan hambatan
penglihatan yang memakainya.
Dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa teknik yang harus dikuasai dengan
baik oleh anak dengan hambatan penglihatan, yaitu :
1) Mengenai cara memegang tongkat (grip).
2) Lebar busur ke kiri dan ke kanan harus selalu sama dan stabil (arc consistent).
3) Sebelum melangkahkan kaki, anak dengan hambatan penglihatan harus mengecek
dulu tempat yang akan diinjak untuk berjalan (clearing before walk).
4) Posisi tangan lentur di depan pada tengah-tengah badan (arm resting on body).
5) Gerak tongkat dan langkah kaki ada koordinasi yang harmonis (coordination/keep
in step).

Halaman 34 dari 44
d. Jenis teknik diluar ruang
Dalam teknik di luar ruangan (out door technique), akan diuraikan beberapa
teknik yang harus dikuasai oleh anak dengan hambatan penglihatan dan mampu
menggunakan teknik dengan trampil pada daerah/tempat yang sedang dilaluinya.
Teknik-teknik itu ialah :
1) Teknik sentuhan (Touch technique)
Teknik ini dapat digunakan di daerah yang sudah dikenal maupun daerah
yang belum dikenal oleh anak dengan hambatan penglihatan, yang masih asing bagi
anak dengan hambatan penglihatan untuk menjelajahi tempat tersebut, namun anak
dengan hambatan penglihatan dapat berjalan dengan selamat.
Prosedur dari teknik sentuhan ini adalah sebagai berikut :
a) Cara memegang tongkat (grip)
Cara memegang grip diharapkan tidak tegang, tetapi harus relax seperti orang
yang sedang berjabat tangan. Dari yang benar-benar berfungsi dalam
memegang tongkat in adalah jari telunjuk yang untuk menahan tongkat dan ibu
jari, untuk menekan pegangan atau grip. Sedang jari-jari yang lain fungsinya
hanya sebagai pembantu saja. Posisi tongkat harus rapat pada telapak tangan
dengan telunjuk lurus pada bagian tongkat atau grip yang datang (rata).
b) Lebar Busur
Lebar busur ke kiri dan ke kanan harus selalu sama atau stabil sehingga dapat
melindungi kaki kiri dan kanan (tip tepat lurus dengan bahu) tidak boleh terlalu
lebar ke kiri atau ke kanan. Posisi pergelangan tangan juga tidak boleh terlalu
ke tepi / sisi kiri atau kanan, terlalu ke atas atau ke bawah.
c) Mengecek sebelum melangkah (clearing)
Sebelum melangkahkan kaki, anak dengan hambatan penglihatan harus
mengecek lebih dulu tempat yang akan diinjak untuk berjalan.
Bila menyentuh sesuatu harus benar-benar diperhatikan apakah jenis benda itu.
Cara mengecek : Ujung tongkat (tip) digeserkan dari samping kiri ke samping
kanan (atau sebaliknya), kemudian digeserkan kembali ke depan pada tengah-
tengah badan, selanjutnya ditarik digeser menuju tengah-tengah ke dua telapak
kaki. Teknik ini digunakan juga waktu akan menyeberang jalan.
d) Posisi tangan

Halaman 35 dari 44
Posisi pergelangan tangan di tengah-tengah badan, sehingga kalau menyentuh /
menabrak sesuatu benda atau terkait tidak menusuk perut dan bagian busurnya
akan menyentuh benda itu lebih dulu.
Pergelangan tangan yang ditengah-tengah ini juga akan membantu anak dengan
hambatan penglihatan untuk dapat bejalan dengan lurus.
e) Gerak tongkat dan langkah kaki ada koordinasi yang harmonis
Gerak tongkat dan langkah kaki harus selalu seimbang, seirama dan stabil.
Dengan posisi kalau kaki kiri melangkah, maka ujung tongkat bergerak ke
kanan dan sebaliknya kalau kaki kanan melangkah maka ujung tongkat bergerak
ke kiri. Sela langkah dapat terjadi jika kaki geraknya tidak seperti tersebut
diatas. Misalnya kaki kiri melangkah dan ujung tongkat ada di depan kaki kiri
melangkah dan ujung tongkat ada di depan kaki kiri tersebut. Demikian pula
pada langkah kaki kanan, juga dapat terjadi salah langkah atau out step. Hal ini
harus segera diingatkan oleh guru (instruktur) orientasi dan mobilitas setelah
terjadi beberapa langkah out step, padahal anak tidak menyadari.
Setelah prosedur tersebut diketahui anak anak dengan hambatan penglihatan
, maka cara berjalan adalah dengan menyentuhkan ujung tongkat di daerah kaki kiri,
kemudian digeser ke kanan ke depan telapak kaki ke kanan sampai menyentuh garis
pengarah (shore line) terus diangkat sedikit dari permukaan tanah dikembalikan ke
kiri atau sebaliknya dari permukaan tanah dikembalikan ke kiri atau sebaliknya
dapat pula dimulai dengan menyentuhkan ujung tongkat pada sisi kanan, terus
digeser ke kiri dan seterusnya.
Secara rasional di jalan yang rata / trotoar bila anak dengan hambatan
penglihatan menggunakan teknik ni akan selamat sampai ke tujuan, karena dengan
ujung tongakt yang digeser ke arah garis pengarah yaitu pada sebelah kiri atau
kanan anak dengan hambatan penglihatan, semua benda akan tersentuh, sehinggga
kaki dan tubuh akan terlindung oleh gerakan tongkat.
Dengan selalu menyentuh garis pengarah anak dengan hambatan
penglihatan selanjutnya akan mengikuti ke arah tujuan yang akan dicapai dengan
selamat.
b) Teknik Dua Sentuhan (Two Touch Technique)
Teknik dua sentuhan ini pada dasarnya adalah sama dengan teknik sentuhan,
perbedaanya hanya pada penggunaan dan geseran tongkat saja.

Halaman 36 dari 44
Teknik dua sentuhan digunakan untuk berjalan di jalan / tempat yang kasar,
dimana kalau tongkat digeser busrnya akan kerap tersangkut / menusuk jalan atau
tanah, sehingga gerakan tongkat ke kiri dan kanannya tidak dengan digeser,
melainkan sedikit diangkat ujungnya dari tanah (jangan lebih dari 10 sentimenter
diatas tanah), dan disentuhkan ke sebelah kiri dan kanan di depan telapak kaki
jaraknya sama dengan teknik sentuhan.
Tujuan penggunaan teknik ini untuk berjalan mengikuti shore line, mencari
belokan, jalan masuk, jalan yang bahaya (kasar) dan untuk mengecek posisi tubuh
berada di pinggir atau tidak.
Teknik sentuhan maupun teknik dua sentuhan ini tidak selalu digunakan
sepanjang perjalanan, tetapi hanya digunakan dalam hal-hal seperti tersebut ditas.
Dengan teknik dua sentuhan ini anak dengan hambatan penglihatan juga
akan aman tidak akan tertabrak kendaraan, tersesat dan akan dapat berjalan dengan
laras.
c) Teknik Menggeserkan Tip (Slide Technique)
Prosedur teknik ini juga sama dengan prosedur kedua teknik tersebut diatas.
Perbedaannya juga hanya pada penggunaan geseran waktu menggerakan tongkat.
Teknik ini digunakan pada jalan / trotoar / tempat yang rata / licin
permukaannya dengan menggunakan ujung tongkat ke kiri atau ke kanan pada jalan
/ trotoar / tanah yang rata, sehingga semua benda, lubang baik besar maupun kecil
dapat tersentuh oleh bagian busur tongkat dan akhirnya tidak ada sesuatu halangan
pun yang tidak tersentuh oleh bagian busur dari geseran tongkat sebelumnya.
Berjalan dengan teknik menggeserkan tip yang besar, akan membawa anak
dengan hambatan penglihatan sampai ke tempat tujuan dengan aman dan sleamat
karena semua halangan akan terdeteksi.
d) Teknik Naik dan Turun Tangga (Up and Down Stair Technique)
Tujuan penggunaan teknik ini, agar anak dengan hambatan penglihatan
mampu berjalan nai dan turun tangga dengan aman dan selamat sampai habis
seluruh tangga yang sedang dilalui.
Sebelum naik atau turun tangga tu harus mengadakan penertiban dulu
(squaring off) pada pinggir tangga yang pertama untuk naik atau turun, dengan
menggunakan ujung ke dua telapak kaki, dirasakan pada bagian pinggir tangga
(lurus dengan tangga).

Halaman 37 dari 44
Setela squaring off, anak dengan hambatan penglihatan mengecek tinggi
angga dan lebar tangan serta posisinya sudah di tengah-tengah jalan atau belum,
untuk menghindari kalau tangga naik atau turunnya tidak menggunakan pegangan
agar anak dengan hambatan penglihatan tidak terjun ke samping tangga. Tetapi
kalau disamping kiri / kanan ada pegangan, anak dengan hambatan penglihatan
lebih baik naik atau turun mendekati pegangan. Anak dengan hambatan penglihatan
dapat naik atau turun denga sebelah tangan memegang tongkat dan sebelumnya
berpegangan pada pegangan tangan.
Cara mengecek anak dengan hambatan penglihatan menggeserkan ujung
tongkatnya dari sisi kiri ke sisi kanan, kemudian digeser kembali ke tengah dan
ditarik ke ara kaki, seperti waktu mencek pada awal perjalanan.
Kalau anak dengan hambatan penglihatan sudah yakin bahwa posisinya
sudah benar dan siap akan naik, anak dengan hambatan penglihatan hendaknya
menggunakan teknik tongkat menyilang tubuh dengan ujung tongkat disentuhkan
pada pinggiran tangga yang kedua dan tegak agak diangkat sehingga ujung tongkat
kira-kira hanya 5 centimeter berada di bawah bibir tangga ke dua. Kemudian mulai
naik dengan posisi tangga dan ujung tongkat yang tidak berubah sampai terasa
tangga naik habis, karena bila tangga naik habis ujung tongkat tidak menyentuh
tangga lagi.
Bila turun tekniknya juga sama, hanya ujung tongkat disentuhjkan pada
tangga ke dua pada bagian bibirnya kemudian sedikit menggantung dan bila tangga
turun nanti sudah habis, ujung tongkat akan menyentuh lantai, selanjutnya anak
dengan hambatan penglihatan berjalan dengan teknik menggeserkan tip (slide
technique).
Untuk berjalan naik dan turun tangga yang lebar permukaan tangganya tidak
sama, tiap-tiap tangga harus dicek, sehingga tiap melangkah satu tangga, anak
dengan hambatan penglihatan tidak boleh lupa mengecek, jadi naik atau turunnya
satu tangga demi satu tangga.
Teknik-teknik tersebut harus dilatihkan pada tu, dimulai dari lingkungan
anak dengan hambatan penglihatan sendiri. Kalau mulai latihan di kompleks
sekolah, maka latihan di lingkungan sekolah ini harus dikuasai dulu, kemudian
diperluas sampai berjalan di keramaian kota yang penuh kesibukan lalu lintas.
Kadang-kadang seorang anak dengan hambatan penglihatan ingin berjalan
menyusuri sesuatu pagar, tembok, tepi parit, sisi jalan dan lain-lain, maka dia harus
Halaman 38 dari 44
tetap mengayunkan tongaktnya ke akan dan ke kiri agar dapat menyentuh benda-
benda tersebut. Anak dengan hambatan penglihatan tidak boleh sama sekali hanya
menggeserkan ujung tongkatnya untuk ditarik sepanjang benda itu, karena
perbuatan yang demikian ini akan membahayakan anak dengan hambatan
penglihatan sendiri, sebab badannya tidak terlindung oleh tongkat.
Dalam melatih anak dengan hambatan penglihatan untuk berjalan dengan
teknik tongkat yang benar-benar dikuasai, guru orientasi dan mobilitas akan
membutukan waktu yang cukup lama, karena harus mengulangi latihan-latihan
sampai beberapa kali, sehinga anak dengan hambatan penglihatan benar-benar
menguasainya.
Bila anak dengan hambatan penglihatan sudah berhasil menguasai sesuatu
teknik, sebaiknya guru mengatakan keapdanya, bahaw dia telah menguasai dan
dapat melakukan dengan baik. Hal ini akan membuat anak dengan hambatan
penglihatan berbesar hati dan akan mendorong untuk mengerjakan yang lebih baik
lagi.
Guru orientasi dan mobilitas hendaknya selalu menyadari bahwa memberi
kesempatan kepada anak dengan hambatan penglihatan untuk menggunakan
tongkat berarti memberi kesempatan kepada anak dengan hambatan penglihatan
untuk bepergian ke tempat yang diinginkan oleh anak dengan hambatan
penglihatan, seperti ingin ke sekolah, ke tempat ibadah, ke pasar, ke toko, ke alun-
alun, ke pusat kota atau ke pertemuan-pertemuan sosial.
Keadaan di lingkungan anak dengan hambatan penglihatan akan
mempermudah anak dengan hambatan penglihatan untuk gerakannya. Anak dengan
hambatan penglihatan harus mampu mengenali suara-suara binatang, bau sampah
dan barang-barang lain yang harus dihindari pada waktu berjalan. Bau-bauan
makanan, sayur-sayuran, buah-buahan atau bunga-bunaan dapat menjadi petunjuk
bagi anak dengan hambatan penglihatan dimana dia berada. Perbedaan suhu dan
tiupan angin di sekeliling anak dengan hambatan penglihatan akan dapat menjadi
petunjuk bagi para anak dengan hambatan penglihatan untuk mengira-ira waktu dan
cuaca pada saat itu.
Seorang anak dengan hambatan penglihatan harus dilatih juga untuk
menyeberang jalan dan menggunakan angkutan umum.
Di jalan yang sempit, anak dengan hambatan penglihatan dapat
mendengarkan apakah ada kendaraan yang akan lalu atau tidak. Bila ternyata tidak
Halaman 39 dari 44
ada kendaraan yang lalu yang berarti keadaan jalan aman, maka sesudah squaring
off anak dengan hambatan penglihatan dapat menyeberang jalan.
Sedang di jalan yang ramai keadaan kendaraannya anak dengan hambatan
penglihatan harus mampu mendengarkan suara kendaraan untuk dapat mengambil
kesempatan yang aman untuk menyeberang jalan. Tetapi kalau anak dengan
hambatan penglihatan tidak mampu menyeberang jalan di tempat yang ramai tidak
ada salahnya juga kalau minta tolong kepada orang lain.
Orang dengan hambatan penglihatan juga sebagaimana halnya orang awas
kalau menyeberang jalan di tempat penyeberang yang ada zebra crossnya, anak
dengan hambatan penglihatan juga harus mampu menggunakan tempat
penyeberangan yang ada zebra crossnya tersebut.
Untuk menyebarang jalan guru orientasi dan mobilitas harus juga melatih
dari tempat yang sepi, kemudian diperluas sampai di tempat yang paling ramai lalu-
lintasnya di pusat keramaian kota.
Sedang untuk latihan naik/menggunakan kendaraan umum, juga dimulai
dengan suatu waktu dimana dan kapan suasana kendaraan tidak terlalu sibuk. Anak
dengan hambatan penglihatan juga harus melatih untuk bertanya kepada orang lain,
mengenai nomor dan tujuan kendaraan yang akan digunakannya, dan dimana dia
harus turun dan sebagainya.
Pada akhirnya anak dengan hambatan penglihatan harus dilatih untuk selalu
bertanya kepada dirinya sendiri sebelum bergerak untuk berjalan tentang :
- Dimana saya berada?
- Kemana saya akan pergi?
- Bagaimana saya dapat sampai ke sana?
Dari jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut, anak dengan hambatan
penglihatan dapat membuat suatu rencana perjalanannya. Anak dengan hambatan
penglihatan harus mengetahui ciri medan dan beberapa petunjuk yang dapat
membantunya. Anak dengan hambatan penglihatan harus juga sudah menguasai
arah mata angin dengan baik dan juga harus mempunyai kemampuan untuk
membaca peta atau denah timbul dengan trampil.
Bila anak dengan hambatan penglihatan bepergian tanpa mengetahui
bagaimana caranya untuk mencapai tujuan, anak dengan hambatan penglihatan
dapat dengan mudah tersesat, sehingga sulit untuk mencapai tujuan perjalanannya
dengan cara yang efektif dan efisien. Karena itu Dari uraian diatas maka dapat
Halaman 40 dari 44
disimpulkan ada 3 (tiga) keterampilan yang harus dikuasai agar anak dengan
hambatan penglihatan dapat bepergian dari suatu tempat ketempat lain yang
dikehendaki dengan tepat, efisien dan selamat tanpa banyak bantuan orang lain
yaitu:
a) Keterampilan Orientasi adalah keterampilan yang membuat dan mengantarkan
anak dengan hambatan penglihatan ketujuan dengan tepat sesuai dengan yang
diinginkan.
b) Keterampilan mobilitas adalah keterampilan yang membuat tnanetra bergerak
dengan baik dan lincah menuju tujuan.
c) Keterampilan menggunakan Tehnik Mobilitas, hal ini membuat anak dengan
hambatan penglihatan bisa bergerak dan sampai ketujuan yang diinginkan
dengan dengan selamat.

D. Keterampilan Sosial
Ketrampilan sosial merupakan keterampilan yang berhubungan dengan aktifitas
seseorang sehari-hari baik dilakukan untuk dirinya maupun dilakukan untuk orang lain
dan lingkungannya. Seorang mempelajari keterampilan sosial ini melalui meniru dan
tidak disengaja. Bagi seseorang yang mengalami ketunanetraan, kemampuan meniru
aktifitas yang diluar jangkauan fisiknya merupakan kesulitan tersendiri dan hampir
dapat dikatakan sulit dan dan sebagian besar anak dengan hambatan penglihatan tidak
bisa melakukannya. Karena itu keterampilan sosial merupakan salah satu kebutuhan
dasar yang harus ada dalam program pendidikan dan rehabilitasi anak dengan hambatan
penglihatan.

E. Keterampilan komunikasi
Akibat dari masalah penglihatannya yang tidak bisa digunakan atau kurang baik untuk
digukan dalam mempelajari orang lain disekitar dirinya dalam melakukan komunikasi
maka tunanetra tidak secara otomatis dapat melakukan komunikasi secara ekspresif.
Karena keterampoilan komunikasi secara ekspresif bagi orang awas bisa dipelajari secara
insidentil atau tidak disengaja sejak anak itu lahir dan telah dapat menggunakan matanya.
Bagi tunanetra yang sejak lahir atau dibawah umur 5 tahun hal tersebut tidak dapat
dilakukan. Oleh karena itu secara otomatis tunanetra membutuhkan pembelajaran khusus
tentang tehnik komunikasi lisan yang ekspresif.

Halaman 41 dari 44
Komunikasi yang ekpresif dari seseorang akan lebih disenangi oleh lawan
komunikasinya, sehingga tujuan komunikasi tersebut akan lebih memungkinkan
mencapai tujuannya. Komunikasi itu sendiri memiliki prinsip:
1. Merupakan proses dua arah yang menyertakan membagikan perasaan, ide dan
informasi lainnya.
2. Berbagai cara interaksi antara pembicara dengan penerima, bisa melalui bicara
dan mendengarkan, (gestures), dan isyarat.
3. Komunikasi bisa melintasi batas ruang dan waktu bila ditulis, direkam dan
terjadi pada media massa dan sosial.
4. Komunikasi terjadi dengan baik bila kedua yang terlibat memiliki kesamaan
pengalaman.
5. Pendidikan dirancang untuk memberikan pengalaman dan mendorong
peningkatan keterampilan komunikasi baca, tulis, bicara dan mendengarkan.
6. Dalam mengembangkan komunikasinya, Tunanetra sangat terbatas
kesempatannya untuk belajar secara insidentil.
7. Komunikasi mengandung unsur reseptve dan ekspresif.
8. Keterampilan Komunikasi Reseptif meliputi membaca termasuk membaca
braille dan awas, mendengar, membaca dengan suara.
9. Keterampilan komunikasi ekspresif, meliputi menulis braille, mengetik,
menulis dengan tangan, Membaca (visual, taktual, aural) membutuhkan
kesiapan keterampilan yang spesifik. Membaca itu memerlukan keterampilan
yang berurutan.
4. Contoh, Non-Contoh, Ilustrasi:
Dengan berpasangan, silakan anda mempraktikkan teknik-teknik OM:
a. Teknik membuat kontak, membuat pegangan, berjalan dengan pendamping.
b. Terknik berjalan di tempat yang sempit, berpindah pegangan, berbalik arah
c. Teknik menelusur, membuka dan menutup pintu, naik dan turun tangga
d. Teknik tongkat, satu, dua, dan tiga sentuhan
e. Teknik tongkat naik dan turun tangga.

Halaman 42 dari 44
C. Penutup
1. Rangkuman
Adanya hambatan penglihatan pada seorang anak akan menyebabkan adanya 3
(tiga) keterbatasan pokok yaitu : Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru,
keterbatasan interaksi dengan lingkungan dan keterbatasan dalam mobilitas. Karena
itu untuk dapat mengatasi keterbatasan sehingga anak tunanetra dapat akses
kedalam berbagai aspek kehidupan dibutuhkan penguasaan keterampilan
kompensatoris.

Keterampilan yang dapat mengkompensasi keterbatasan dasar tunanetra


meliputi: Ketrampilan komunikasi, keterampilan sosial dalam kehidupan sehari-
hari dan keterampilan orientasi dan mobilitas. Keteramillan Komunikasi dan
keterampilan social hanya dapat dilakukan dan berfungsi baik dalam kehidupan bila
anak dapat bergerak dengan bebas mandiri, efektif dan efisien..

Anak awas dengan kemampuan pengliohatannya dapat menguasai ketiga


keterampilan tersebut di atas secara bertahap dan insidentil tampa disengaja. Anak
awas tanpa diperintah akan mengamati secara visual apa yang terjadi
dilingkungannya dan secara tidak disengaja akan meniru apa yang dilakukan oleh
orang yang berada dilingkungan anak. Hal ini tidak terjadi pada anak dengan
hambatan penglihatan. Anak hambatan penglihatan dengan hambatan visual yang
dimiliki, menyebabkan keterampilan tersebut bagi anak tidak dapat dikuasai secara
incidental atau tidak disengaja seperti yang terjadi pada anak yang memiliki
penglihatan.

Karena hambatan penglihatan yang ada, tunanetra mempelajari keterampilan


tersebut harus diajarkan secara sengaja dan kongkrit, terencana, menyeluruh dan
bertahap sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak. Dengan demikian
untuk membuat anak hambatan penglihatan memiliki keterampilan dan
kemandirian yang mendekati dan atau setara dengan anak anak awas maka ketiga
keterampilan tersebut merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan
dalam pendidikan anak hambatan penglihatan.

Halaman 43 dari 44
Daftar Pustaka

Berthold Lowenfeld (terjemahan), Frans Harsana S. (1979), Anak dengan


hambatan penglihatan di Sekolah
(penyesuaian hidup), Jakarta.

Friend, Marilyn (2005). Special Education: Contemporary Perspectives for


School Professionals. New York: Pearson Education Inc.

Irham Hosni, Orientasi dan Mobilitas, Sosial, Komunikasi (OMSK). Makalah.


Bimtek, 2017

Geraldine T. School (Ed.) (1986), Foudations of Education for Blind and Visually
Handicapped Chindren and Youth, New York : American Foundation for
the Blind, Inc.

Samuel A. Kirk, J.J. Gallagher (1986). Education Exceptional Children. New


Jersey: Houghton Mifflin Company.

Halaman 44 dari 44

Anda mungkin juga menyukai