Anda di halaman 1dari 12

Mengembalikan nilai-nilai tauhid sebagai fitrah awal manusia melalui rujukan

al-Qur’an dan sunah

Soni Harsono Hamdanish451@gmail.com

Dr. Relly Prihatin, M.Pd, Trimansyah, M.Pd

A. Latar Belakang

Tujuan daripada penulisan artikel ini adalah untuk menyadarkan kepada setiap stake
holder akan pentingnya penanaman kembali akan nilai-nilai aqidah. dalam pengamatan saya
banyak sekali penyimpangan-penyimpangan terjadi ditengah-tengah masyarakat, lingkungan
sekolah bahkan sampai kepada tingkat perguruan tinggi. Bagaimana maraknya pergaulan bebas
yang terjadi pada generasi mudah saat ini. Hal inilah yang menjadi alasan uatama bagi saya
untuk mengankat judul ini. Kalo kita melihat dari berbagai sudut pandang terkait daripada upaya
yang dilakukan para generasi terdahulu dalam upaya penanaman nilai-nilai tauhid. Semua itu
dilakukan atas dasar kesadaran karena akan pentingnya aqidah dalam meniti kehidupan di dunia.

Hal ini dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam prose perjalanan dakwanya untuk
menanamkan nilai-nilai tauhid kepada bangsa arab. Sejarah mencatat bahwa peroses penanaman
tauhid yang dilakukan oleh rasulullah adalah kurang lebih selama 13 tahun pada periode mekah.
Karena tauhid merupakan sebagai landasan dasar dalam segala aspek kehidupan manuia. Maka
dalam hal ini tauhid sangat berperan penting terhadap segala bentuk tindakan dan perbuatan
manuisa baik dalam hal hablumminaullah maupun hablumminannas. Hari ini kita bias melihat
secara kasat mata bagaimana tingkat kesadaran akan kewajiban yang sudah diabaikan. Ini semua
disebabkan karena telah melunturnya nilai tauhid atau keyakinan dalam diri manusia itu sendiri.

Maka untuk mengembalikan daripada kesadaran akan eksistensi luhur yang ada didalam
diri setiap individu akan ketauhidannya yang telah Allah tanamkan semenjak di dalam Rahim
seorang ibu. Maka disinilah peran aktif dari setiap lembaga pendidikan untuk betul-betul
membina dan mendidik serta menanamkan kembali nilai-nilai tauhid tersebut sebagai upaya
untuk mengurangi terjadinya pergaulan bebas yang sebebas-bebasnya. Adapun penyimpangan
manusia yang menyebabkan dirinya keluar daripada aqidah yang benar adalah kesyirikan. Hal ini
merupakan unsur luar yang masuk kedalam diri manusia melalui pintu hawa nafsu.
abstrak
Tauhid merupakan sebagai pondasi dasar yang menjadi pegangan bagi seorang muslim.
Sewalaupun pada hakikat dasarnya tauhid merupakan suatu hal yang sudah melekat dalam diri
setiap manusia. Namun Seiring berjalannya waktu hal ini seakan sudah tak ada nilainnya lagi
dalam pandangan kebanyakan manusia. Kalo kita sadari betul bahwa tauhid merupakan sebagai
pengikat bagi seorang anak manusia pada umumnya lebih-lebih umat muslim dalam
menjalankan ibadah kepada tuhannya. Karena berbicara tentang tauhid maka tidak dapat dilepas
daripada peranannya sebagai salah satu tolak ukur seorang muslim dalam menjalankan ibadah.
Karena jika dalam diri seorang muslim tidak memiliki nilai-nilai daripada tauhid tersebut maka
bukan tidak mungkin dia pasti akan mengabaikan apa yang sudah menjadi kewajiban atas dirinya
dari tuhan sebagai salah satu sarana pendekatan diri.

Kajian tauhid tidak bias dipisahkan daripada ibadah karena ini merupakan dua hal yang
tidak bias dipisahkan oleh apapun. Jika berbicara tauhid tentu hal ini dengan sendirinya akan
menjelaskan terkait dengan ibada karena ibadah itu sendiri adalah bagian daripada ceriman
tauhid atau keyakinan seorang muslim kepada tuhannya. Karena setiap bentuk ibadah yang
dilakukan oleh manusia adalah bagian daripada cerminan tauhid itu sendiri. adapun bentuk
pegaplikasian daripada tauhid yang baik itu adalah selalu memperbaiki hubungannya denga
allah, manusia dan juga alam semesta.

Tahuid juga merupakan sebagai lambang kefitrahan manusia. hal ini digambarkan
didalam al qur’an surat al a’raf ayat 172 disana dijelaskan bahwa bagaimana allah telah terlebih
dahulu mengambil kesaksian atas manusia tentang pengakuannya akan ketuhanan Allah.
Disamping daripada itu tujuan daripada allah mengambil kesaksian tersebut adalah untuk
menghindri daripada alasan manusia di hari kiamat nanti mengatakan bahwa allah telah lengah
terhadap hal tersebut. Tauhid merupakan sebagai suatu tolak ukur bagi setiap amalan yang
dikerjakan oleh setiap manusia. Karena hanya amalan yang didasari oleh nilai tauhidlah yang
akan bias sampai kepada allah. Dengan demikian akan memperoleh kehidupan yang lebih baik
dan kebahagiaan yang haiki yakni dunia dan akhiratnya.

Kalo kita melihat bahwa pada hakikat dasarnya manusia itu adalah dalam keadaan
membawa ketauhidan atau dengan kata lain dalam keadaan fitrah (suci). Adapun jika seorang
manusia dalam menjalani kehidupannya nanti terjebak kedalam perbuatan kesyirikan maka hal
ini adalah unsur luar yang masuk kedalam diri manusia melalui pintu hawa nafsu. Sehingga hal
ini tidak bias kita katakana bahwa itu sebagai takdir atau kehendak allah yang menyebabkannya
menjadi musyrik. Karena jelas bahwa allah telah memberikan kebebasan kepada setiap manusia
untuk biasa memilih jalan hidupnya sendiri-sendiri. Tauhid juga bukan hanya mengenal dan
mengetahui akan adanya allah sebagai pencipta alam semesta. Namun harus ada bukti tindakan
secara nyata sebagai penerapan daripada nilai-nilai tauhid itu sendiri yakni dalam bentuk ibadah.
A. Pengertian Tauhid

Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar dari kata wahhada(wahid)
yuwahhidu Yang bermakna satu.
Secara etimologi, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, iktikad atau keyakinan bahwa
Allah adalah Esa; Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang
digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti
“mengakui tentang keesaan Allah; mengesakan Allah.” Secara istilah syar‟i, tauhid
berarti mengesakan Allah dalam hal penciptaannya atas segala sesuatu, menguasai
seluruh isi alam semesta, mengatur dan memurnikan (mengikhlaskan) peribadahan hanya
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan asma‟ul
husna dan sifat al-„ulya bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat1.
Jika kita mencoba untuk memahami daripada definisi tauhid tersebut tentu hal ini
akan menyadarkan diri kita bahwa tauhid itu adalah bermakana mengesakan allah
dengan cara memurnikan ketaatan hanya kepadanya saja dalam segala bentuk
peribadatan. Namun secara realitanya selama ini kebanyakan dari pada kaum musimin
hanya sebatas meyakini dengan hati tentang adanya allah sebagai pencipta alam semesta
serta mengatu seluruh peredaran tatasurya yang ada. Jika kadar keyakinan atau akidah
seseorang hanya sebatas kepada hal demikian tanpa dilandasi dengan pembuktian melalui
tindakan dengan melakukan berbagaimacam bentuk peribadatan sesuai dengan ketentuan
izin syara’.
Melihat daripada sejarah bangsa arab pada saat itu sebelum datangnya islam
sangata memperihatinkan. Hal ini sebagaimana digambarkan diberbagai ayat al qur’an
dengan ungkapan-ungakapan negatif seperti al-jahiliyah yang berarti dalam keadaan
bodoh (QS. Al-Maidah: 50), dzulumat yang berarti berbuat durhaka atau berbuat dzalim
mengabaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya (QS. Al-Baqarah: 257), fasad
yang berarti berbuat kerusakan di muka bumi (QS. Ar-Rum: 41), a‟da‟an yang berarti
bermusuhan (QS. Ali Imran: 103) dan fi dlalal-al mubin yang artinya dalam kesesatan
yang nyata (QS. Ali Imran: 164). Karena sebab dan kondisi inilah sehingga nabi
Muhammad diutus oleh allah ditengah-tengah mereka sebagai pembawa risalah
kebenaran untuk mengajarkan kepada mereka terkait persoalan tauhid yang telah hilang
dari jiwa bangsa arab pada saat itu2.

Sehingga dengan demikian perlunya kita untuk menyadari betapa pentingnya tauhid bagi
kehidupan seorang manusi dalam mengarungi kehidupan didunia ini. Jika tauhid itu hanya
terbatas kepada keyakinan tentu hal ini tidak ada bedanya dengan iblis dan mungkin
keimanan iblis jauh lebih tinggi daripada manuia. Karena pada hakikat dasarnya iblis
1
Saidul Amin, ‘Eksistensi Kajian Tauhid Dalam Keilmuan Ushuluddin’, TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman Dan
Ushuluddin, 22.1 (2019), 71–83 <https://doi.org/10.15548/tajdid.v22i1.282>.
2
Indah Khozinatun Nur, ‘MODEL SEJARAH DAN POLA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW DAN
IMPLEMENTASINYA’, Jurnal Manajemen Pendidikan Al Hadi, 2.1 (2022)
<https://doi.org/10.31602/jmpd.v2i1.6325>.
meyakini akan adanya Allah. Namun dengan segala kemuliaannya allah melebihkan manuia
dengan iblisAmin, Saidul, ‘Eksistensi Kajian Tauhid Dalam Keilmuan Ushuluddin’,
TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman Dan Ushuluddin, 22.1 (2019), 71–83
<https://doi.org/10.15548/tajdid.v22i1.282>
Fauzi Lubis dkk, ‘Menanamkan Aqidah Dan Tauhid Kepada Anak Usia Dini’, Jurnal Al-
Abyadh, 2.2 (2019), 83
Nur, Indah Khozinatun, ‘MODEL SEJARAH DAN POLA PENDIDIKAN ISLAM PADA
MASA RASULULLAH SAW DAN IMPLEMENTASINYA’, Jurnal Manajemen
Pendidikan Al Hadi, 2.1 (2022) <https://doi.org/10.31602/jmpd.v2i1.6325>
Oktarianti, D., ‘Jurnal Aqidah’, Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif IslM (Studi Tafsir
Tarbawi), 14.1 (2014), 105–27
Prastiwi, Galih, and Supian Sauri, ‘Penerapan Pendidikan Tauhid Dalam Pembelajaran Aqidah
Akhlaq’, 2021, 299–307
Saputro, Ichsan, ‘Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullah Dan Implikasinya Terhadap
Tujuan Pendidikan Islam’, At Ta’Dib, 11.2 (2016) <https://doi.org/10.21111/at-
tadib.v11i2.779>
Shafik, Siti Sa’adiah, and Nor suhaily Abu bakar, ‘Tauhid Membina Keutuhan Akidah Islam’,
Jurnal Islam Dan Masyarakat Kontemporari, 2 (2009), 81–101
Sihabuddin, M Amin, ‘Email : Amin_sihabuddin@radenfatah.Ac.Id Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi UIN Raden Fatah’, 2.1 (2018), 52–61
Siregar, Nur Asyiah, ‘Aqidah Islam, Analisa Terhadap Keshohihan Pemikirannya’, Wahana
Inovasi: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU, 9.1 (2020), 99–105
Sritama, Wayan, ‘Konsep Dasar Dan Teori Pendidikan Agama Islam’, Inovatif, 5.1 (2019), 132–
46
Sudiro, Achmad, ‘Tugas Akhir Mata Kuliah Perilaku Organisasi’, Ddi, 2020
melalui perintah yang melekat atas diri manusia sebagai sarana pendekatan diri kepadanya, juga
sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk yang lainnya. Sehingga untk memperkuat
daripada pondasi keimanan seseorang tentunya dengan cara memperdalam pemahamannya
terkait ilmu yang membahas secara khuus terkait hal ini yakni ilmu tauhid. Yang dalam hal
ini membahas tentang tiga pokok persoalan diantaranya:
1) Tauhid rububiyah dalam hal ini membahas terkait dengan masalah mengatur
segala bentuk yang ada dialam semesta baik langit maupun yng ada di bumi.
2) Tauhid uluhiyah dalam hal ini ia lebi menitik beratkan kepada persoalan ibadah
yang semuanya dilakukan oleh manusia semata-mata hanya karena Allah. Hal ini
dapat kita temui dalilnya didalam al-qur’an surah Al-an’am: 162. Sebagai wujud
kepasrahan seorang hamba kepada tuhannya dalam semua jenis ibadah yang ia
lakukan.
3) Tauhid asma wa sifat hal ini membahas terkait dengan nama dan sifat-sifat Allah
yang perlu diyakini oleh manusia bahwa hanya Allah lah yang memiliki nama-
nama dan sifat-sifat yang mulia dibandingkan dengan yang lainnya. Yang dengan
nama-nama itulah manusia setiap memohon pertolongan dan perlindungan dari
segala bentuk mala petaka dan musibah.

B. Hakikat dan kedudukan tauhid

Mengesahkan allah merupakan suatu kewajiban bagi seluruh manusia dengan


meniadakan persamaan atas Zat nya dengan makhluk. Karena pada dasarnya allah tidak
sama dengan makhluq hal ini sebagaimana allah mengungkapkan tentan dirinya didalam
kalamnya yang mulia dalam surat Asy-syura:11

Artinya: tidak ada sesuatupun yang serupa dengan nya,dan dia allah maha mendengar
lagi maha melihat.

Dari kutipan ayat ini dapt kita pahami bahwa bagaiman allah memberikan keyakinan
kepada manusia bahwa tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia karena dia maha
sempurna dari segala bentuk kekurangan. Pentingnya kedudukan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari karena tauhid merupakan suatu hal yang menjadi alasan yang sangat mendasar
diciptakannya adam, diutusnya para nabi dan rasul sebagai pembawa risalah islam
ditengah umat manusia dan sebagai tujuan pokok dalam kehidupan manusia3.

Kalo kita melihat kepada sejarah bagaimana perjuangan rasulullah SAW bersama
para sahabatnya dalam upaya menyebarkan kalimat tauhid sebagai pegangan hidup dan
matinya seorang manusia. Bahkan awal mula dakwah yang dilakukan oleh raulullah
adalah tentang penanaman tauhid. Selama kurun waktu kurang lebih 13 tahun pada
periode mekah. Hal ini menandakan bagaimana pentingnya tauhid bagi kehidupan
manusia. Dalam hal ini tidak serta merta rasulullah mengunakan akal pemikirannya
sebagai sumber rujukan dalam membina dan membimbing manusia kepada agama tauhid
tersebut melainkan atas dasar wahyu-wahyu yang datang dari Allah melalui perantara
malaikat jibril.

Artinya: Allah telah menerangkan kepada kamu - di antara perkara-perkara agama yang
ia tetapkan hukumnya - apa yang telah diperintahkanNya kepada Nabi Nuh, dan yang
telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu (wahai Muhammad), dan juga yang telah Kami
perintahkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa serta Nabi Isa, iaitu; "Tegakkanlah
pendirian agama, dan janganlah kamu berpecah belah atau berselisihan pada
dasarnya." Beratbagi orang-orang musyrik (untuk menerima agama tauhid) yang
Engkau seru mereka kepadaNya. Allah memilih serta melorongkan sesiapa yang
dikehendakiNya untuk menerima agama Tauhid itu, dan memberi hidayah petunjuk
3
Siti Sa’adiah Shafik and Nor suhaily Abu bakar, ‘Tauhid Membina Keutuhan Akidah Islam’, Jurnal Islam Dan
Masyarakat Kontemporari, 2 (2009), 81–101.
kepada agamanya itu sesiapa yang rujuk kembali kepadanya (dengan taat)
(al-Shura: 13)
dari kutipan ayat ini dapat kita pahami bahwa segala bentuk sendi keagamaan
tidak terlepas daripada nilai-nilai tauhid. Hal ini menandakan betapa pentingnya tauhid
bagi kehidupan manusia. Bahkan jika kita merujuk kepada firman allah didalam qs. Al-
a’raf:172. Yang mengambarkan bagaimana terjadinya dialog antara allah dengan sang
bayi yang hendak dilahirkan kedunia. sehingga dapat kita pahami bahwa aqidah adalah
ucapan hati yang meyakini akan keesaan Allah. Sebagai alat untuk pembenaran terhadap
sesuatu yang bersifatnya materi dan immateri4. Tauhid juga memiliki eksistensi sebagai
alat pemusnah toghut yang selama ini dianggap benar oleh kebanyakan manusia. Hal ini
kita bias merujuk kepada dalil Al-Qur’an surat Ar-Rum:30
Artinya: maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah tetaplah atas
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah (Qs. Ar-Rum:30).
Ayat ini sebagai penguat daripada argumentasi yang menjelaskan bahwa aqidah
merupakan bagian dari salah satu alat pemusnah kesyirikan. Karena dalam pengajarannya
adalah mengajak manusia kepada ketauhidan yang telah dibawa oleh setiap manusia itu
sendiri sebelum dia dilahirkan kealam dunia yang fana ini. Dalam hal ini pula nabi
pernah menyampaikan kepada kita semua dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan
oleh abu huraurah. bahwa setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah
(tauhid) mengesakan Allah.
Artinya: setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama islam)mentauhidkan
Allah maka kedua ibu bapaknyalah yag akan menjadikannya dia yahudi, nasrani dan
majusi. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian dapat memperjelas bahwa dalam menjalani kehidupan ini
seorang muslim tidak dapat dilepas daripada tauhid sebagai asas dasar dalam
mewujudkan janjinya dihadapan Allah sebelum dia dilahirkan. Namun dengan berbagai
fenomena yang terjadi hari ini melihat manusia telah jauh daripada fitrah awalnya yang
memiliki eksistensi luhurnya yang dibawa sejak lahir yakni tauhid. Namun hal ini tidak
bias kita pungkiri karena persoalan penyelewengan aqidah ini telah terjadi jauh sebelum
kita ada. Hal ini telah terjadi pada kaum Nabi Nuh. Yang mereka lakukan disana adalah
menyembah patung-patung dengan anggapan bahwa itu adalah tuhan. Ditengah maraknya
terjadi penyimpangan aqidah lalu datanglah salah seorang dari kaum nabi nuh yang
bernama Amir Bin Luhay al-khuzai yang mengubah ajaran agama Ibrahim menjadi
agama berhala. Serta ia membawa ajaran ini ditengah-tengah negri hijaz. Sehingga
manusia melakukan penyembahan terhadap tuhan-tuhan yang dibawa oleh Amir bin
Luhay al-khuzai. Dengan alasan inilah Allah mengutus Nabi Muhammad ditengah-tengah
bangsa arab yang penuh dengan kesyirikan dengan membawa visi yang sangat muliya
yakni memurnikan kembali nilai-nilai tauhid sebagai fitrah seorang manusia.

4
M Amin Sihabuddin, ‘Email : Amin_sihabuddin@radenfatah.Ac.Id Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Raden
Fatah’, 2.1 (2018), 52–61.
Menurut Abdul karim Amirullah tauhid bukan hanya sekedar mengatur terkait
hubungan antara makhluq dengan allah dengan kata lain hablumminaullah namun tauhid
juga mengatur terkait dengan persoalan hubungan sesame manusia dan alam sekitar yang
biasa disebut dengan kata hablim minannas dan juga habblum minal alam 5. Inilah sebagai
salah satu bukti kuat bahwa agama islam adalah agama rahmatan lil alamin yang
menjunjung tinggi nilai-nilai solidaritas, sikap toleransi, saling menghargai dalam
perbedaan.
C. Penanaman nilai-nilai tauhid pada anak usia didni dimulai dari lingkungan keluarga,
lembaga pendididkan dan masyarakat.

Anak terlahir dalam keadaan fitrah, seperti kain putih yang dapat dengan mudah
dicoreti tinta warna apapun dengan bentuk gambar apapun, sehinnga orangtua bias
melukis apa saja hal-hal yang ingin dia torehkan kepada anak-anaknya 6. Karena anak
yang terlahir tadi diibaratkan seperti kertas putih tak berisi apa-apa melainkan aqidah.
Hal inilah yang akan dapat memudah orang tua untuk melukis dengan corak, warna apa
saja yang akan ditanamkan dalam diri seorang anak. Serta memberikan otoritas penuh
kepada orangtua tanpa adanya campur tangan dari pihak lain dalam peroses mendidik dan
membina anak-anaknya. Inilah hal yang digambarkan oleh nabi terkait dengan haditsnya
yang menjelaskan tentang masa depan agama bagi anak-anaknya. Jika sebagai orang tua
mampu untuk menjaga serta membimbing maka pastinya akan tetap terjaga daripada
akidah seorang anak.
Dalam hal ini orang tua sangat berperan aktif dalam upaya penanaman aqidah
terhadap anak. Sewalaupun pada hakikat dasarnya setiap anak terlahir dalam keadaan
fitrah atau membawa nilai tauhid tersebut namun dalam hal ini harus ada upaya
penjagaan terhada nilai itu melalui keterlibatan orang tua untuk menjaganya. Dalam hal
ini kita bias merujuk kedalam al qur’an surat at-tahrim ayat:6
Artinya: wahai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Ayat ini sebagai salah satu pesan allah kepaa orang tau yang memiliki tangung jawab
besar atas setiap anggota keluargana. Dalam upaya menjaga kemurnian aqidah sebagai
fitrah awal semua makhluk dengan cara memberikan pendidikan terhadap setiap anggota
keluarga terkat dengan pentingnya tauhid sebagai pijakan dasar bagi seorang manusia
dalam menjalani kehidupannya di dunia. Karena jika kita meliha bagaiman
perkembangan teknologi yang semakin maju. Tentunya kita akan terjebak kepada hal-hal
yang negatif apabila tidak kita tanamkan dalam diri kita nilai-nilai aqidah yang baik.
Sebagai tameng dalam menghadapi perkembangan zaman yang ada. Tauhid adalah
bentuk mashdar dari kata kerja aktif Wahhada- Yuwahhidu–
Tauhidan artinya “meng-esakan” atau “menjadikan sesuatu itu esa”. Sedangkan
menurut istilah syar’i ialah peng-esaan terhadap Allah SWT dengan cara yang khusus
bagi Allah. Pengesaan itu mencakup rububiyah, uluhiyah serta asma wa sifat-Nya

5
Ichsan Saputro, ‘Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullah Dan Implikasinya Terhadap Tujuan Pendidikan
Islam’, At Ta’Dib, 11.2 (2016) <https://doi.org/10.21111/at-tadib.v11i2.779>.
6
Fauzi Lubis dkk, ‘Menanamkan Aqidah Dan Tauhid Kepada Anak Usia Dini’, Jurnal Al-Abyadh, 2.2 (2019), 83.
(Kamaluddin, 2012: 13). Kalo kita melihat bagaimana kondisi kaum muslimin pada hari
ini tentu sangat memperihatinkan. Bagaimana mereka meninggalkan apa yang menjadi
kewajibannya dalam hidup. Karena kalo kita mencoba untuk flash back kembali ke
belakang melihat daripada tujuan awal daripada manusia dan jin adalah untuk beribadah
kepada allah. Sehingga hal ini tentu sekali perlu dibentengi dengan berbagai pemahaman
akan ajaran agama yang menjadi tameng bagi kita dalam menghadapi berbagaimacam
aliran serta doktrin pemikiran yang dapat menyebabkan kita keluar daripada fitrah awal
sebelum kita dilahirkan kea lam dunia7.
Sehingga hal ini menjadi tugas dan tangung jawab besar bagi semua stake holder
untuk bias mengambil bagian dalam upaya menjaga daripada nilai-nilai aqidah yang
selama ini kita melihat bagaimana nilai itu sudah mulai hilang secara perlahan dari diri
setiap muslim. Kewajiban setiap lembaga pendidikan islam untuk melakukan penanaman
kembali terhada aqidah setiap siswa bahkan sampai kepada tingkat mahasiswa sekalipun
sangat perlu sekali untuk menanamkan kembali nilai aqidah tersebut. Secara sadar kita
bias melihat disekeliling kita terjadinya tindakan anarkis, asusila dan penyelewengan
lainnya yang melangar daripada ketentuan nilai dan norma-norma agama yang ada serta
menyimpang dari aqidah islam yang selama berabad-abad telah diperjuangkan oleh para
nabi dan rasul dalam upaya menanamkan nilai akida tersebut8.
Dalam hal ini perlunya ada kesadaran yang perlu dibangun dalam diri masing-
masing akan pentingnya pendidikan terhadap penanaman aqidah. Dalam hal penanaman
nilai-nilai tauhid terebut dimulai dari lingkungan keluarga, pendidikan yang
bernuansakan islam serta lingkungan masyarakat. Tanpa kita menyadarinya bahwa
pendidikan merupakan bagian daripada proses pengembangan diri bagi manusia. Hal ini
sejalan dengan pesan daripada islam yang menjunjung tinggi terkait dengan ilmu
pengetahuan lebih-lebih pada ilmu aqidah. Karena kalo kita melihat daripada sejarah
dimana ketika rasulullah menerima wahyu pertama yang berisikan tentang ilmu. Dalam
hal ini Allah memerintahkan kepada nabi untuk bias membaca terkait situasi dan kondisi
umata manusia pada saat itu lebih-lebih di kota mekah sebagai tempat dimana nabi
Muhammad diutus oleh Allah. Peroses penanaman aqidah ini dilakukan oleh rasulullah
bersama para sahabatnya selama kurang lebih 13 tahun.
Hal ini menandakan betapa pentingnya aqidah sebagai salah satu pondasi dasar
yang menjadi pijakan dalam menjalani kehidupan. Dalam menjalani kehidupan tentunya
kita semua berjalan atas dasar konsep keyakinan sebagai sebuah rel dalam berjalan
supaya perjalanan tersebut tidak terjadi penyimpangan atau penyelewengan yang akan
memyebabkan kita keluar daripada aqidah yang benar. Sehingga sangan penting sekali
bagi kita sebagai generasi mudah untuk selalu memperbaiki pondasi keimanan kita
dengan melalui pendekatan al qur’an dan juga hadits nabi sebagai corong untuk sampai
kepada tingkatan keyakinan yang benar-benar mantap dan kokoh sehingga tidak dapat
digoyahkan oleh apapun, siapapun dan dimanapun kita berada. Karena kita selalu berada
diatas pijakan yang sudah kita banging dengan pemikiran dengan melalu pendekatan al

7
Galih Prastiwi and Supian Sauri, ‘Penerapan Pendidikan Tauhid Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq’, 2021, 299–
307.
8
D. Oktarianti, ‘Jurnal Aqidah’, Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif IslM (Studi Tafsir Tarbawi), 14.1 (2014), 105–
27.
Qur’an dan hadits9.
Dalam hal ini sebagai upaya untuk menjaga daripada kemurnian aqidah tersebut
tentunya dengan pendekatan pendidikan agama islam karena didalam nya akan menkaji
terkait dengan persoalan agama. Karena kalo kita melihat sudah sejauh ini bagaimana
pendidikan islam mampu menjadi sarana dalam upaya filtrasi hegemoni budaya dengak
kata lain melakukan penyaringan terhadap budaya-budaya yang ada di Indonesia. Hanya
saja sejauh ini pendidikan agama islam masih menjadi pendidikan yang hanya bersifatnya
formal saja. Hanya sekedar menjalankan daripada nilai-nilai pancasila pada sila pertama
yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah berdasarkan ketuhanan 10. Dan kita
semua bias melihat secara kaat mata bagaimana peran aktif dari etiap lembaga pendidikan
agama islam lebih-lebih pondok pesanteren yang ada di seluruh Indonesia telah
memberikan warnanya sebagai lembaga pendidikan yang sangat berperan penting dalam
upaya pemurnian aqidah islam sebagai fondasi dasar bagi setiap manusia yang mengaku
beriman kepada allah dengan dibarengi tindakan nyata sebagai pembuktian daripada
keimana atau keimana yang baik.
Hal ini juga tidak bias kita pungkiri bahwa bagaimana peran pondok pesanteren
sebagai salah satu lembaga pendidikan pertama di Indonesia yang telah ada sejak tahun
1743 M. sehingga kalo kita melihat dalam arti yang luas bahwa pendididkan telah
ditempatkan sebagai bagian dari missi pokok Nabi Saw. dalam mengajarkan dan
menyebarkan risalah yang diperintahkan Allah Swt padanya. Hal ini terlihat sangat jelas
dengan wahyunya yang pertama diturunkan kepada Nabi Saw. yang dimulai dengan Iqra’
(perintah membaca)11. Maksudnya, Islam menegaskan bahwa proses pendidikan sudah
terjadi sejak awal adanya manusia, meskipun bukan dalam bentuk yang seperti kita lihat
dan alami sekarang. Lalu yang berikut adalah bagaimana kesohihan berfikir dalam islam
itu sendiri dengan melalu literarur terpercaya diantaranya adalah Al-Qur’an dan sunah.
Hal ini menandakan bahwa bagaimana islam itu akan tetap terjaga kemuliaannya serta
keluhurannya disetiap masa dan zama.

9
Achmad Sudiro, ‘Tugas Akhir Mata Kuliah Perilaku Organisasi’, Ddi, 2020.
10
Wayan Sritama, ‘Konsep Dasar Dan Teori Pendidikan Agama Islam’, Inovatif, 5.1 (2019), 132–46.
11
Nur Asyiah Siregar, ‘Aqidah Islam, Analisa Terhadap Keshohihan Pemikirannya’, Wahana Inovasi: Jurnal
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU, 9.1 (2020), 99–105.
Kesimpulan
tauhid merupakan sebagai pondasi dasar pijakan bagi seorang muslim yang dalam
hal ini dia berbicara tentang keyakinan seorang manusia kepada tuhan dengan cara
mentauhidkan Allah bahwa dialah atu-satunya tuhan yang berhak di ibadahi. Melihat dari
sisi sejarah tentang perjalanan tauhid maka hal ini telah ada dalam diri setiap manusia
jauh sebelum dia dilahirkan. Sehingga hal ini menjadi suatu hal yang melekat bahwa pada
dasarnya manusia dalam keadaan mentauhidkan allah. Adapun jika dalam menjalani
kehidupannya di dunia terjadi penyelewengan dengan melakukan kesyirikan atau
menyekutukan Allah dari pada akidah yang telah dibawanya sejak lahir maka hal ini
merupakan unsur luar yang masuk kedalam diri manusia melalui pintu hawa nafsu.
Sehingga dengan demikian munculah yang disebut dengan upaya pemurniaan
tauhid kembali. Dengan cara memperdalam ilmu-ilmu tauhid sebagai tameng bagi
manusia daripada penyimpangan aqidah. Melalui berbagai macam lembaga pendidikan
yang ada sebagai jembatan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini tentunya
sangat diharapkan agar sekiranya setiap lembaga pendidikan untuk menanamkan nilai-
nilai tauhid kepada setiap pelajar. Sehingga dengan demikian mereka tidak mudah
dipengaruhi oleh berbagai macam doktrin pemikiran yang dapat menyesatkan mereka
karena sudah terlebih dahulu ditanamkan tauhid sebagai pondasi dasar dalam menghadapi
berbagaimacam persoalan yang hadir ditengat-tengah mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Saidul, ‘Eksistensi Kajian Tauhid Dalam Keilmuan Ushuluddin’, TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman Dan
Ushuluddin, 22.1 (2019), 71–83 <https://doi.org/10.15548/tajdid.v22i1.282>

Fauzi Lubis dkk, ‘Menanamkan Aqidah Dan Tauhid Kepada Anak Usia Dini’, Jurnal Al-Abyadh, 2.2 (2019),
83

Nur, Indah Khozinatun, ‘MODEL SEJARAH DAN POLA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
DAN IMPLEMENTASINYA’, Jurnal Manajemen Pendidikan Al Hadi, 2.1 (2022)
<https://doi.org/10.31602/jmpd.v2i1.6325>

Oktarianti, D., ‘Jurnal Aqidah’, Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif IslM (Studi Tafsir Tarbawi), 14.1
(2014), 105–27

Prastiwi, Galih, and Supian Sauri, ‘Penerapan Pendidikan Tauhid Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq’,
2021, 299–307

Saputro, Ichsan, ‘Konsep Tauhid Menurut Abdul Karim Amrullah Dan Implikasinya Terhadap Tujuan
Pendidikan Islam’, At Ta’Dib, 11.2 (2016) <https://doi.org/10.21111/at-tadib.v11i2.779>
Shafik, Siti Sa’adiah, and Nor suhaily Abu bakar, ‘Tauhid Membina Keutuhan Akidah Islam’, Jurnal Islam
Dan Masyarakat Kontemporari, 2 (2009), 81–101

Sihabuddin, M Amin, ‘Email : Amin_sihabuddin@radenfatah.Ac.Id Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN


Raden Fatah’, 2.1 (2018), 52–61

Siregar, Nur Asyiah, ‘Aqidah Islam, Analisa Terhadap Keshohihan Pemikirannya’, Wahana Inovasi: Jurnal
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU, 9.1 (2020), 99–105

Sritama, Wayan, ‘Konsep Dasar Dan Teori Pendidikan Agama Islam’, Inovatif, 5.1 (2019), 132–46

Sudiro, Achmad, ‘Tugas Akhir Mata Kuliah Perilaku Organisasi’, Ddi, 2020

Anda mungkin juga menyukai