Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID
A. DEFINISI
Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutaman
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan
oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii
(semula S. Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan
demam enterik yang lain (Widagdo, 2011, hal: 197).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, dan C. Penyakit ini menjadi penyakit
penting pada negara miskin dan berkembang yang memiliki populasi penduduk yang
banyak serta sanitasi dan pengelolaan makanan yang buruk. Penyakit ini juga berbahaya
bagi wisatawan-wisatawan yang mengunjungi daerah yang endemik (Crump, 2010).
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) atau yang biasanya disebut tifus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonellatyphiyang menyerang
bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, bakteri tersebut bermultiplikasi dalam
sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Algerina,
2010)
B. ETIOLOGI
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di
kalangan masyarakat adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan. Kuman ini masuk ke dalam tubuh
melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik saat memasak ataupun melalui
tangan dan alat masak yang kurang bersih. Selanjutnya, kuman itu diserap oleh usus
halus yang masuk bersama makanan, lantas menyebar ke semua organ 25 tubuh, terutama
hati dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan dan nyeri. Setalah berada di
dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke dalam peredaran darah dan kelenjar limfe,
terutama usus halus. Dalam dinding usus inilah, kuman itu membuat luka atau tukak
berbentuk lonjong. Tukak tersebut bisa menimbulkan pendarahan atau robekan yang
mengakibatkan penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Jika kondisinya sangat parah,
maka harus dilakukan operasi untuk mengobatinya. Bahkan, tidak sedikit yang berakibat
fatal hingga berujung kematian. Selain itu, kuman Salmonela Typhi yang masuk ke
dalam tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang dapat menimbulkan gejala demam
pada anak. Itulah sebabnya, penyakit ini disebut juga demam tifoid (Fida & Maya, 2012)
C. PATOFISIOLOGI
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada
ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui barier usus
yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement, dan internalisasi
dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid
mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia
primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah
biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14
hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan
sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah
periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan
menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri
abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati
dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s
patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan
iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ system
retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya
Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier
(Linson et al., 2012).
D. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit Typhoid Fever (TF) atau masyarakat awam mengenalnya dengan tifus
ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri Salmonella typhi yang menyebar ke
seluruh tubuh. Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam
tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung
lama, adanya bacteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-organ
hati. Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai dua minggu setelah seorang
pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala umum yang terjadi pada penyakit tifoid
adalah Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Demam merupakan
keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid.
Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang
menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi.
Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di
sisi lain S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis.
Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor,
psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada
tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus. (JNH (Journal of
Nutrition and Health) Vol.7 No.2 2019).
E. KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2011, hal: 220-221) Komplikasi dari demam tifoid dapat
digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.
1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a. Perdarahan Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama
dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan
denyut nadi.
b. Perforasi usus 11 Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului
oleh perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai
dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis.
2. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :
a. Sepsis Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic
b. Hepatitis dan kholesistitis Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada
pemeriksaan amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya
komplikasi pankreatitis
c. Pneumonia atau bronkhitis Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %,
umumnya disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
d. Miokarditis toksik Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan
segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan
nekrosis
e. Trombosis dan flebitis Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan
gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat, trombosis
serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna rungu, mielitis tranversal, dan
psikosis f. Komplikasi lain Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang,
nefritis, sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis,
dan artritis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
- Pemeriksaan darah tepi
- Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
- Uji serologis
- Rapid tes
- Tes widal
b. Radio Diagnostic
G. PENATALAKSAAAN
a. Medik
b. Farmakologi
c. Keperawatan
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
b. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
I. TUJUAN (NOC)

Tgl No TUJUAN
Dx

27 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


nutrisi klien teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Status Nutrisi
Indikator A T
-Asupan makanan 1 4
-Rasio berat badan/tinggi badan 2 4
-Energi 1 5
-Mual 2 4
-TTV normal 2 4

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


28
hipertermia teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Status kenyamanan : Fisik
Indikator A T
-Baju yang nyaman 1 4
-Mual 2 4
-Suhu tubuh 1 4
-Sakit kepala 3 4
-Tingkat energi 2 4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
29
intoleran aktivitas teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Status pernafasan : Pertukaran gas
Indikator A T
-Dispnea saat istirahat 1 4
-Dispnea saat aktivitas 1 4
-Lemah 2 4
-Mengantuk 2 4
-Perasaan kurang istirahat 2 4

J. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL

No
Dx
1

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai