Anda di halaman 1dari 9

KARTU IDENTITAS KONTAMINAN/POLUTAN

Nama Kontaminan/Polutan : PESTISIDA


Spesifikasi : Insektisida (DDT)

Secara harfiah pestisida berarti pembunuh hama (pest: hama dan cide:
membunuh). Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor. 434.1/Kpts/TP.270/7/2001,
tentang syarat dan tata cara pendaftaran pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah
semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
beberapa tujuan berikut :
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian
tanaman, atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian- bagian tanaman
(tetapi tidak termasuk golongan pupuk).
5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak.
6. Memberantas hama- hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang- binatang dan jasad- jasad renik dalam rumah
tangga, bangunan, dan alat- alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang- binatang yang bisa menyebabkan penyakit
pada manusia.
Pada kenyataannya, tidak semua pestisida bekerja dengan cara membunuh
organisme sasarannya. Sebagai contoh, afraktan (penarik), repelan (pengusir), dan plant
growth regulator (zat pengatur tumbuh/ZPT).
Berdasarkan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasarannya, pestisida
dikelompokkan menjadi :
1. Insektisida, yang digunakan untuk mengendalikan hama berupa serangga. Kelompok
insektisida dibedakan menjadi dua, yaitu ovisida (mengendalikan telur serangga) dan
larvisida (mengendalikan larva serangga)
2. Akarisida, yang digunakan mengendalikan akarina (tungau atau mites)
3. Moluskisida, digunakan untuk mengendalikan hama dari bangsa siput.
4. Rodentisida, untuk mengendalikan hewan pengerat (tikus)
5. Nematisida, mengendalikan nematoda
6. Fungisida, mengendalikan penyakit tanaman yang disebakan oleh cendawan.
7. Bakterisida, mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan bakteri.
8. Herbisida, mengendalikan gulma (tumbuhan pengganggu)
9. Algisida, mengendalikan ganggang
10. Piskisida, mengendalikan ikan buas.
11. Avisida, meracuni burung perusak hasil pertanian
12. Repelen, pestisida yang tidak bersifat membunuh, hanya mengusir hama
13. Atraktan, menarik atau mengumpulkan serangga
14. ZPT, mengatur pertumbuhan tanaman yang efeknya bisa memcu pertumbuhan atau
menekan pertumbuhan.
15. Plant activator, merangsang timbulnya kekebalan tumbuhan sehingga tahan terhadap
penyakit tertentu.
1. Sifat – sifat Fisik
Salah satu pestida yang disebutkan di atas adalah insektisida. Insektisida yang
umum adalah senyawa hidrokarbon terklorinasi, atau organoklor, serta senyawaan-
senyawaan organofosfor. Salah satu jenis insektisida yang tergolong senyawa
hidrokarbon terklorinasi adalah Dikloro Difenil Trikloroetana (DDT).
DDT mempunyai berat molekul 354,49 g/mol, massa jenis 0,99 g/cm 3, titik didih

1
109C. Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan
hidup adalah:
1. Sifat apolar DDT.
DDT tak larut dalam air tapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu insektisida
dalam lemak (semakin lipofilik) semakin tinggi sifat apolarnya. Hal ini merupakan
salah satu faktor penyebab DDT sangat mudah menembus kulit.
2. Sifat DDT yang sangat stabil dan persisten.
DDT sukar terurai sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk
rantai makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup. Itu sebabnya
DDT bersifat bioakumulatif dan biomagnifikatif.
Karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam
tanah, bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.
Dalam ilmu lingkungan, DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik
yang persisten (Persistent Organic Pollutants, POP), yang memiliki sifat-sifat berikut:
 tak terdegradasi melalui fotolisis, biologis maupun secara kimia,
 berhalogen (biasanya klor),
 daya larut dalam air sangat rendah,
 sangat larut dalam lemak,
 semivolatile,
 di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh,
 bioakumulatif,
 biomagnifikatif (toksisitas meningkat sepanjang rantai makanan)
Senyawa DDT memiliki struktur sebagai berikut:

Gambar 1.1 Struktur DDT

2. Sumber (Asal Kontaminan/Polutan)

Senyawa DDT terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2-bis-(p-


chlorophenyl) ethane yang secara awam disebut juga Dichoro Diphenyl Trichlorethane
(DDT). DDT diproduksi dengan cara mencampurkan chloralhydrate dengan
chlorobenzene.
Pencemaran DDT dalam lingkungan adalah akibat dari penggunaan pestisida secara
berlebihan. DDT dalam jumlah besar dilepaskan ke udara dan di tanah atau air ketika
disemprotkan pada tanaman dan hutan untuk mengendalikan serangga.
Diklorodifenildikloroetilena (DDE) dan diklorodifenildikloroetana (DDD) membentuk
keseimbangan. DDD dan DDE merupakan metabolit utama dan produk pemecahan dari
DDT dalam lingkungan. DDE hanya terdapat di dalam lingkungan sebagai akibat dari
kontaminasi atau kerusakan DDT. DDD juga memasuki lingkungan selama pemecahan
DDT. DDT juga disemprotkan di lingkungan untuk mengendalikan nyamuk.

2
3. Reaksi-Reaksi yang relevan (Karakter Kimia)

 DDT tidak terjadi secara alami, tetapi dihasilkan oleh reaksi khloral (CCl 3 CHO)
dengan khlorobenzene (C6H5Cl) dihadapan asam sulfat, yang bertindak sebagai
katalis.
 DDT-teknis terdiri atas campuran tiga bentuk isomer DDT (65-80% p,p'-DDT, 15-
21% o,p'-DDT, dan 0-4% o,o'-DDT, dan dalam jumlah yang kecil sebagai
kontaminan juga terkandung DDE [1,1-dichloro-2,2- bis(p-chlorophenyl) ethylene]
dan DDD [1,1-dichloro-2,2-bis(p-chlorophenyl) ethane].
 Pada mekanisme kerja enzim, DDT-dehidroklorinase adalah enzim yang mengkatalis
reaksi kimia, sebagaimana dituliskan dibawah ini:
1,1,1,-trikloro-2,2-bis(4-klorofenil)etana 1,1-dikloro-2,2-bis(4-
klorofenil)etilen + klorida

4. Perubahan-perubahan spesies
 Diklorodifenildikloroetilena (DDE) dan diklorodifenildikloroetana (DDD)
membentuk keseimbangan. DDD dan DDE merupakan metabolit utama dan produk
pemecahan dari DDT dalam lingkungan. Istilah "total DDT" sering digunakan untuk
merujuk pada jumlah semua senyawa terkait DDT (p, p-DDT, o, p - DDT, DDE, dan
DDD) dalam sampel.

Gambar 1.2 Beberapa jalur pembentukan hasil degradasi pestisida DDT.

3
 DDT sangat perlahan berubah dalam sistem hewan. Awal degradasi dalam sistem
mamalia adalah, Dikloro Difenil Trikloroetana (DDT) mengalami oksidasi menjadi
dikofol, dan mengalami dehidroklorinasi menjadi 1, 1-dichloro-2, 2-bis (p-
dichlorodiphenyl) ethylene (DDE) serta mengalami deklorinasi reduktif menjadi 1,1-
dichloro-2, 2-bis (p-chlorophenyl) etana (DDD), yang sangat mudah disimpan dalam
jaringan lemak. DDD dapat menjadi senyawa unsym-bis (4'-Chlorophenyl) ethylene
(DDNU) dan senyawa 2, 2-dikloro-1, 1-bis(4-klorofenil)etanol (FW 152), FW 152
akan berubah menjadi 4, 4-diklorofenil benzidrol (DBP), kemudian DDD itu sendiri
juga akan berubah menjadi 1-kloro-2, 2-bis (4'-chlorophenyl) etana (DDMS) karena
penggantian gugus Klorin oleh gugus Hidrogen, setelah menjadi DDMS, ia akan
berubah lagi menjadi 2, 2-bis (4'-chlorophenyl) etana (DDNS). DDNS berubah
menjadi 2, 2-bis (p-chlorophenyl) etanol (DDOH) dan Senyawa ini pada akhirnya
berubah menjadi bis (dichlorodiphenyl) asam asetat (DDA) melalui metabolit yang
sangat lambat. DDA dengan mudah diekskresikan melalui urin.

Perpindahan
5
(Jejak di Sistem dan Lingkungan Air, Udara, atau Tanah)
Atmosfer dinyatakan sebagai jalur utama untuk penyebaran DDT ke seluruh dunia.
DDT dalam jumlah besar dilepaskan ke udara dan di tanah atau air ketika disemprotkan
pada tanaman dan hutan untuk mengendalikan serangga. DDT lepas ke lingkungan baik
dalam bentuk partikulat atau sebagai suatu uap dari daerah penggunaan.. Partikulat
mungkin sebagai cairan (aerosol) atau padatan.
Transformasi fotokimiawi DDT terjadi dengan mudah dalam atmosfer. Transformasi
fotokimiawi di atmosfer adalah DDT diubah menjadi CO 2 dan HCl. Akan tetapi, dalam
kasus tertentu transformasi fotokimiawi menghasilkan senyawa yang lebih beracun dan
stabil, diantaranya adalah DDE (1,1-dichloro-2 ,2-bis (p-dichlorodiphenyl) ethylene) dan
DDD (1,1-dichloro-2 ,2-bis (p-chlorophenyl) etana). DDT yang terjebak di atmosfer akan
dibawa turun ke bumi oleh air hujan.
Pada air permukaan, DDT akan mengikat partikel di dalam air, tenang, dan disimpan
dalam sedimen. Kebanyakan DDT terurai perlahan menjadi DDE dan DDD, umumnya
dengan aksi mikroorganisme. Bahan kimia ini juga dapat menguap ke udara dan disimpan
di tempat lain. Mereka tetap kuat ke tanah, dan karena itu umumnya tetap di lapisan
permukaan tanah. Beberapa partikel tanah yang telah terkontaminasi DDE dan DDD
dapat masuk ke dalam sungai atau danau. Hanya jumlah yang sangat kecil, jika ada, akan
meresap ke dalam tanah dan masuk ke dalam tanah. DDT yang masuk ke perairan akan
diambil oleh organisme kecil dan ikan di dalam air. Ini terakumulasi ke tingkat tinggi
pada ikan dan mamalia laut. Pada hewan ini, tingkat tertinggi DDT ditemukan dalam
jaringan adiposa. DDT dalam tanah juga dapat diserap oleh beberapa tanaman dan
binatang atau orang-orang yang makan tanaman tersebut. DDE dan DDD, pada
gilirannya, memecah zat lain (disebut metabolit). Metabolit DDT meninggalkan tubuh
melalui urin.

6. Efek toksikologi
1. Efek pada satwa liar
Penipisan cangkang telur
 Mekanisme biologis penipisan cangkang telur yang disebabkan oleh DDE adalah
sebagai berikut, p, p'-DDE shell mengganggu kemampuan kelenjar untuk
mengeluarkan kalsium karbonat ke telur berkembang. Ada juga bukti bahwa o, p'-
DDT mengganggu perkembangan saluran reproduksi hewan betina, sehingga
merusak kualitas kulit telur yang dihasilkan oleh burung setelah jatuh tempo.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa meskipun tingkat DDE telah
mengenai telur, ketebalan kulit telur tetap 10-12 persen lebih tipis dari

4
sebelumnya DDT pertama kali digunakan.
 DDT adalah racun bagi berbagai macam binatang selain serangga. Hal ini sangat
beracun bagi kehidupan perairan, termasuk udang karang, daphnids, udang laut
dan berbagai jenis ikan. DDT juga beracun untuk beberapa spesies amfibi,
terutama dalam tahap larva. Yang paling terkenal, itu adalah racun reproduksi
spesies burung tertentu, dan merupakan alasan utama penurunan jumlah populasi
dari elang botak, cokelat Pelican, elang pemburu, dan osprey. Burung pemangsa,
dan burung air lebih rentan terhadap penipisan kulit telur.
2. Efek-efek pada kesehatan manusia
 Akut toksisitas
DDT diklasifikasikan sebagai "racun moderat" oleh Amerika Serikat National
Toxicology Program (NTP) dan cukup berbahaya oleh WHO, berdasarkan lisan
tikus LD 50 dari 113 mg / kg.
 Kronis toksisitas
Diabetes
Organochlorine senyawa, umumnya, dan DDT dan DDE, khususnya, telah
dikaitkan dengan diabetes, karena DDT dapat merusak organ pankreas sehingga
hormon insulin menurun. Sejumlah penelitian dari Amerika Serikat dan Swedia
telah menemukan bahwa prevalensi penyakit dalam sebuah populasi meningkat
dengan DDT atau DDE serum level.
Perkembangan dan toksisitas reproduksi
DDT dan DDE, seperti organoklorin lain, telah terbukti mempunyai
xenoestrogenic aktivitas, yang berarti mereka secara kimiawi cukup serupa
dengan estrogen untuk memicu respons hormonal pada hewan. Ini mengganggu
kerja endokrin. Aktivitas toksikologi telah diamati peneliti yang melibatkan tikus,
dan menunjukkan bukti bahwa efek ini dapat terjadi pada manusia sebagai akibat
dari eksposur DDT. Oleh karena itu, DDT dapat menyebabkan keracunan
perkembangan dan reproduksi seperti, kelahiran premature, dapat
membahayakan kemampuan seorang ibu untuk menyusui, keguguran, penyebab
dari kretinisme. Selain itu, DDE juga mengganggu fungsi tiroid.
 Karsinogenik
DDT menyebabkan kanker hati, pancreas, payudara, darah (yaitu Leukemia),
Testis, dan sistem limfatik (yaitu non-Hodgkin Limfoma).

7. Identifikasi kualitatif

Uji warna terhadap asam nitrat-belerang


Reagen : campuran 1 ml asam nitrat dengan 30 ml hidrogen sulfida
Metode : Menambahkan 1 ml etanol dan sedikit NaOH pada sampel. Menguapkan pada
suhu 100ºC dalam wadah. Menambahkan 0,5 ml air dan 1 ml karbon
tetraklorida pada residu. Mengocok, memisahkan endapan karbon tetraklorida
dan kocok dengan 1 ml reagen.
Indikasi : Warna merah pada larutan asam menunjukkan adanya DDT atau DDE. Warna
merah berubah menjadi orange, kemudian hijau. Warna merah juga dapat
disebabkan adanya DDD, tetapi warna ini tidak berubah.
Uji kuantitatif terhadap kadar residu pestisida pada buah tomat
Prinsip kerja: Eksperimen dilakukan dengan berbagai cara seperti perebusan, pencucian
menggunakan air suling dan detergen. Penentuan residu dilakukan
dengan cara kromatografi gas dilengkapi detektor fotometri nyala,

5
o
kolom OV-17 pada suhu 220 C, laju alir gas pembawa nitrogen 35
o
mL/menit, suhu injektor dan detektor 230 C. Pada kondisi tersebut
akan diperoleh waktu retensi metidation rata-rata. Buah tomat yang
telah diperlakukan tersebut, diekstraksi dengan etilasetat.
Prosedur:
1. Perlakuan tomat praekstraksi
Sampel yang digunakan adalah tomat yang tidak disemprot pestisida, disemprot
pestisida pada 2 hari seblumnya dan 6 hari sebelumnya. Tomat yang disemprot
dicuci dengan air suling kemudian direbus selama 30 menit.
2. Ekstraksi
300 g tomat dari hasil perlakuan pra ekstraksi dicincang lalu ditimbang sebanyak
25 g, ditambah 25 g natrium sulfat anhidrat dan 50 ml etilasetat, kemudian
diekstraksi selama 10 menit dengan alat ekstraksi khusus. Ekstrak disaring
dengan penyaring vakum, ampas diekstraksi kembali dengan 25 ml etilasetat
selama 10 menit, kemudian disaring kembali dengan penyaring vakum, filtrat
kedua dicampur dengan filtrat pertama. Hasil kedua campuran kemudian
o
dipekatkan pada suhu 35 C hingga menghasilkan ekstrak pekat sebanyak 1-3 ml.
3. Penentuan kondisi optimum sistem kromatografi gas
Sistem KG dengan detektor fotometri nyala menggunakan filter fosfor kolom
o
OV-17 suhu 220 C, fase gerak gas nitrogen dengan kecepa-tan aliran 35 mL/
o
menit, suhu detektor dan injektor 230 C, tekanan nitrogen, oksigen, hidrogen
berturut-turut 20, 250, 75 kPa dan FPD amplifier1000.
4. Penentuan kecermatan
Kecermatan diukur dengan cara spike recovery sampel. Untuk penentuan
kecermatan dibuat larutan baku metidation dengan konsentrasi 1 ; 2,5; 5 bpj
dalam etilasetat. Kemudian 25 g sampel tomat yang telah dicincang halus di
spike dengan larutan baku metidation tersebut, lalu diekstraksi sesuai dengan
prosedur ekstraksi, lalu disuntikkan pada kromatografi gas dan perolehan
kembali dari sampel terhadap kadar larutan baku yang ditambahkan dapat
dihitung menurut persamaan berikut ini :
% PK = (Xr/Xa) × 100 %
dengan Xr adalah kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran ekstrak sampel
dan Xa adalah kadar sebenarnya larutan baku yang ditambahkan. Prasyarat
metode ini me-miliki kecermatan yang baik apabila persen perolehan kembali
berada pada rentang 80%-110%.
5. Pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dari larutan baku pembanding metidation dengan
kadar 0,1 ; 0,5 ; 1 ; 5 ; 10 bpj di dalam pelarut etilasetat, jumlah penyuntikan
adalah 2 μL kemudian dibuat kurva kalibrasi (persamaan garis antara area
kromatogram terhadap kadar)
6. Penentuan linearitas, batas deteksi, kuantisasi dan determinasi
Linearitas dari metode diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi (r) dari
persamaan garis yang diperoleh dari pembuatan kurva kalibrasi dan harga r yang

6
menunjukan linearitas metode yang masih dapat digunakan adalah r > 0,99.
7. Penetapan kadar residu pestisida metidation
1-2 μL ekstrak disuntikkan pada KG, yang sebelumnya telah diatur pada kondisi
optimum pengukuran kadar residu pestisida. Detektor yang digunakan fotometri
nyala dengan filter fosfor, diatur pada penguatan 1000 x. Sebelum ekstrak
sampel disuntikkan pada injektor KG, tekanan gas hidrogen pada generator harus
o
stabil pada 1,5 bar, kolom harus dipanaskan pada suhu 220 C. Selanjutnya
penen-tuan kuantitatif dilakukan dengan membandingkan area kromatogram
antara larutan baku dan sampel dengan persamaan :

R = (Au/Ab) × [(Cb • Vb)Vu] × (Ve/Wu)

Dengan R kadar residu pastisida (mg/kg), Au area kromatogram sampel, Ab area


kromatogram standar/baku, Cb konsentrasi standar (bpj),Vb volume larutan
standar yang disuntikan (μL),Vu volume larutan sampel yang disuntikkan (μL),
Ve volume ekstrak sampel (mL) dan Wu berat sampel (g).
8. Hasil penetapan kadar residu pestisida metidation dalam tomat
Hasil pengujian dari ekstrak sampel tomat tersebut menunjukkan adanya
pengurangan residu pestisida. Pengurangan atau degradasi residu pestisida dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain penguapan, perlakuan mekanis dan
fisis, dan disebabkan oleh peristiwa kimia. Kandungan residu pestisida awal
(tomat 2 hari setelah penyemprotan) 0,86 mg/kg setelah dicuci dengan detergen
pencuci sayuran menjadi 0,07 mg/kg (penurunan 92 %), dengan air suling
menjadi 0,08 mg/kg (penurunan 91 %), sedang dengan direbus menjadi 0,15
mg/kg (penurunan 83 %).
9. Perundang-undangan yang terkait dan tuntutan yang diberlakukan

1. Secara umum Undang-undang No. 12/ 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja mengedarkan pestisida yang tidak
terdaftar, tidak sesuai dengan label, atau tidak memusnahkan pestisida yang dilarang
peredarannya, tidak memenuhi standar mutu, rusak atau tidak terdaftar dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 250 juta.
Sedangkan bagi yang kelalai dikenakan pidana kurungan paling lama 12 bulan dan
denda paling banyak 50 juta.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 tentang pengesahan


Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm
Tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten) menjelaskan:
a. bahwa pada tanggal 23 Mei 2001 Pemerintah Indonesia ikut serta menandatangani
Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm
tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten), yang bertujuan melindungi
kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan pencemar organik yang
persisten;
b. bahwa berdasarkan Konvensi Stockholm, telah teridentifikasi 12 bahan yang
dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, salah satunya adalah
DDT.
Peraturan produksi dan penggunaan DDT secara garis besar adalah sebagai
berikut:
- Produksi dan penggunaan DDT wajib dihentikan kecuali bagi Para Pihak yang

7
telah memberitahu Sekretariat maksudnya memproduksi dan/atau
menggunakan bahan tersebut. Suatu Daftar DDT dengan ini ditetapkan dan
wajib tersedia bagi publik. Sekretariat wajib memelihara Daftar DDT
tersebut.
- Setiap Pihak yang memproduksi dan/atau menggunakan DDT wajib
membatasi produksi dan/atau penggunaannya untuk pengendalian terhadap
vektor pembawa penyakit sesuai rekomendasi dan pedoman dari Organisasi
Kesehatan Dunia mengenai penggunaan DDT dan dalam hal alternatif yang
aman, efektif dan terjangkau di daerah setempat tidak tersedia bagi Pihak
bersangkutan.
- Dalam hal bahwa suatu Pihak yang tidak tercantum dalam Daftar DDT
menentukan bahwa Pihak tersebut memerlukan DDT untuk mengendalikan
vektor pembawa penyakit, Pihak tersebut wajib memberitahukan kepada
Sekretariat sesegera mungkin agar namanya ditambahkan segera ke dalam
daftar DDT. Pihak tersebut wajib pada saat yang bersamaan memberitahukan
Organisasi Kesehatan Dunia.
10. Ide penanganan (preventif dan kuratif)

Preventif :
Eksternal: penataan tata ruang kawasan pemukiman, pertambangan, industri dan lain-lain
di sekitar area pertanian menggunakan instrument hukum dan nonhukum.
Penegakan dan pengetatan implementasi undang-undang, peraturan dan
keputusan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah tentang pengelolaan
lingkungan hidup, termasuk optimalisasi fungsi pengawasan dan pengendalian
oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan perlu dilakukan.
Internal : Usaha mengurangi residu di lapangan dapat dilakuan dengan beberapa cara,
diantaranya:
1. Pemilihan jenis insektisda yang efektif terhadap hama, aman bagi manusia
dan lngkungan, serta memilki persistensi yang rendah, sehingga
meninggalkan residu yang serendah mungkin.
2. Penggunaan dan pengembangan jenis-jenis insektisida yang baru, yang
lebih spesifik dan aman seperti insektisida biolgis, insect Growh
Regulator, atrakan dan lain-lain.
3. Penggunaan dosis dan cara aplikasi yang tepat sesuai dengan rekomendasi.
4. Frekuensi penyemprotan pestisida dikurangi, hanya apabila perlu, yaitu
sewaktu aras populasi hama melebihi tingkatan yang merugikan secara
ekonomis.
Kuratif :
Peneliti mengatakan bahwa keberadaan DDT cukup stabil dan tidak sepenuhnya dapat
dihilangkan dari lingkungan. Metode menghilangkan DDT dilakukan dengan
menggunakan CO2. Pada suhu dan tekanan yang sangat rendah, CO 2 bekerja sangat baik
sebagai pelarut DDT, dan dapat digunakan untuk membersihkan DDT dari bahan-bahan
yang tercemar.

8
Partikel DDT

dilepaskan ke

Perairan Tanah Udara


Mengalami transformasi fotokimiawi menjadi
DDT terurai
menjadi
DDT berikatan dengan partikel lain

tersimpan dalam DDE & DDT CO2 & HCl


terurai
Terakumulasi dalam tubuh hewan &Sedimen
manusia menjadi

urin

Anda mungkin juga menyukai