Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Konsep Dasar Sarapan Pagi

2.1.1 Pengertian

Sarapan atau makan pagi berarti berbuka puasa setelah malam hari kita tidak

makan. Sarapan memutus masa “puasa” tersebut, bila puasa tersebut tidak disudahi

dengan makan pagi, cadangan gula darah (glukosa) dalam tubuh seseorang hanya

cukup untuk aktivitas dua-tiga jam di pagi hari. Kadar glukosa normal antara 70

hingga 110 mg/dl. Tanpa sarapan seseorang akan mengalami hipoglikemia atau kadar

glukosa dibawah normal ( Wiharyanti, 2006).

Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangatlah penting karena waktu sekolah

adalah aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Sarapan pagi

harus memenuhi sebanyak 1/4 kalori sehari (Judarwanto, 2008).

Sebagai pemasok energi awal, khususnya sebagai sumber energi glukosa bagi

otak, sarapan sangat dianjurkan terutama pada anak balita, anak-anak, remaja dan

wanita hamil. Glukosa sangat terlibat dalam mekanisme daya ingat kognitif (memori)

seseorang, meskipun tidak mempengaruhi tingkat kecerdasan ( intisari, 2008).


2.1.2 Manfaat sarapan

Berikut adalah manfaat sarapan pagi (Rahmi, 2007, Bagwel, 2008) :

1. Memberi energi untuk otak

Hanya minum teh manis atau makan beberapa potong biskuit hingga

waktunya

makan siang bukan merupakan sarapan. Manfaat sarapan adalah adalah

meningkatkan kemampuan otak, dan lebih mudah untuk berkonsentrasi.

2. Meningkatkan asupan vitamin

Jus buah segar adalah sarapan yang dianjurkan karena mengandung

vitamin dan

mineral yang menyehatkan. Sari buah alami dapat meningkatkan kadar gula darah

setelah semalaman kita tidak dapat makan. Setelah itu bisa dilanjutkan dengan

makan sereal, nasi atau roti. Menu pilihan lain berupa roti dan telur, bubur, susu, mi,

pasta dan lain-lain.

3. Memperbaiki memori/daya ingat

Penelitian terakhir membuktikan bahwa tidur semalaman membuat

otak kita

kelaparan. Jika kita tidak mendapat glukosa yang cukup pada saat sarapan, maka

fungsi otak atau memori dapat terganggu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Suzan E. Bagwel tahun 2008 (Loyola University New Orleans ) pada dua kelompok

populasi dengan kebiasaan sarapan yang rutin pada satu kelompok dan kebiasaan

sarapan yang tidak rutin pada


kelompok lainnya , menggunakan Tes Daya Ingat yaitu dengan cara memberikan 8

(delapan) kata-kata yang sering ditemui oleh kedua kelompok tersebut untuk dihafal

selama lima menit, kemudian menuliskannya kembali dalam waktu satu menit. Hasil

dari tes tersebut didapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi pada kelompok dengan

kebiasaan sarapan rutin dibandingkan dengan kelompok yang kebiasaan

sarapannya tidak rutin.

4. Meningkatkan daya tahan terhadap stress

Dari sebuah survei, anak-anak dan remaja yang sarapan memiliki

performa lebih,

mampu mencurahkan perhatian pada pelajaran, berperilaku positif, ceria, kooperatif,

gampang berteman dan dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Sedangkan anak

yang tidak sarapan, tidak dapat berpikir dengan baik dan selalu kelihatan malas.

2.1.3 Jenis makanan seimbang untuk sarapan

Untuk menu sarapan lebih diutamakan kandungan gula sebaiknya memenuhi

58%

energi (terdiri dari 2/3 gula kompleks dan 1/3 gula cepat terserap). Sedangkan lemak

30% (2/3 lemak tidak jenuh dari nabati dan 1/3 asal hewani, ikan dan ternak) dari

kebutuhan energi harian.

Agar seimbang dan lengkap nilai gizinya, sarapan hendaknya tersusun dari jenis

pangan

seperti berikut:
1. Susu dan produk olahan susu

Susu, keju, dan yoghurt merupakan sumber protein hewani, kalsium,

vitamin A, B2, dan D. Meski susu bergizi, namun masih ada kekurangan asam

amino esensial (penting dan mutlak ada tapi tidak dapat dibuat dalam tubuh)

khususnya metionin. Susu merupakan pangan terbaik sebagai pembawa

kalsium dalam tubuh. Mineral kalsium sangat penting sebagai dasar masa

pertumbuhan tulang dan gizi. Satu liter susu mengandung protein setara

dengan empat butir telur. Susu sebanyak itu mencukupi kebutuhan bayi/balita

sebanyak 40% energi, 70% protein, >100% kalsium, >100% fosfor, 10% besi,

40% vitamin A, 10% vitamin D, 60% vitamin B1, >100% vitamin B2dan 40%

vitamin C. Sedangkan bagi orang dewasa, 1 liter susu identik dengan

pemenuhan kebutuhan sebanyak 22% energi, 45% protein, >100% kalsium,

100% fosfor, 6% zat besi, 40% vitamin A, 30% vitamin B1, 60% vitamin B2

dan hanya 25% vitamin C. Protein sangat penting untuk membangun tubuh

serta pembaruan jaringan dan otot. Sedangkan vitamin B2 berperan dalam

transformasi dan asimilasi berbagai zat gizi (protein, lemak, karbohidrat) oleh

organ tubuh. Susu juga mengandung vitamin A, sehingga penting bagi

penglihatan malam serta kualitas kulit. Sedangkan vitamin D untuk membantu

penglihatan dan penggunaan kalsium oleh organ tubuh.

2. Telur

Dilihat dari kualitas gizi proteinnya telur merupakan pangan standar.

Satu butir setara gizi proteinnya dengan semangkuk susu. Dibandingkan


dengan protein susu, protein telur unggul dalam penyediaan asam amino

esensial treonin dan methionin, namun kalah kandungan isoleusin, leusin,

tyrosin dan ionin. Dibandingkan dengan daging, telur unggul pada semua

asam amino esensial kecuali kandungan lisin dan histidinnya, sedangkan

kedelai, unggul dalam semuanya, kecuali fenilalanin.

3. Nasi, roti, dan produk serealia

Nasi, roti, dan produk serealia merupakan sumber karbohidrat

kompleks, vitamin kelompok B, dan mineral.Roti bisa diolesi margarin,

mentega atau madu kental. Di samping itu mentega juga sebagai sumber

vitamin A. Pagi hari sebaiknya makan makanan yang rendah lemak,

khususnya bagi mereka yang bermasalah dengan kadar kolesterol atau ingin

melangsingkan tubuh. Produk serelia dikenal sebagai sumber energi karena

kandungan gulanya (karbohidrat). Bila dikonsumsi saat makan, gulanya akan

membebaskan energi sepanjang pagi dan akan menghindari menurunnya

tekanan terus (ketegangan otot). Selain sebagai sumber energi, serealia juga

kaya akan protein untuk melengkapi protein susu, khususnya karena kadar

metioninnya cukup tinggi.

2.1.4 Kebutuhan kalori (Angka Kecukupan Gizi)

( Choirul, 2006 )Pada anak usia 7-12 tahun kebutuhan tubuh akan energi

jauh lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya, karena anak lebih banyak
melakukan aktivitas fisik seperti bermain, berolahraga, atau membantu orang tua.

Memasuki usia 10-12 tahun, akan semakin besar lagi kebutuhan energi serta zat-

zat gizinya dibandingkan dengan usia 7-9 tahun. Pada usia ini pemberian

makanan untuk anak laki-laki dan perempuan mulai dibedakan. Biasanya anak

laki-laki lebih aktif dan lebih banyak bergerak sehingga lebih banyak

membutuhkan konsumsi zat gizi dalam makanan mereka Perhatian khusus perlu

diberikan pada anak yang bersekolah, karena umumnya mereka disibukkan

dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler di luar rumah sehingga cenderung

merupakan waktu makan. Yang penting, kebiasaan makan pagi sebelum anak

berangkat ke sekolah jangan sampai ditinggalkan. Makan pagi yang cukup akan

memenuhi kebutuhan energi selama belajar di sekolah, sekaligus mencegah

penurunan kadar gula darah yang berikat pada terganggunya konsentrasi anak

dalam menerima pelajaran di sekolah. Jika anak tidak sempat makan pagi di

rumah, jangan lupa mambawakan bekal makanan yang praktis dan higienis.

Berikan pengertian pada anak bahwa bekal yang dibawa dari rumah lebih sehat

dan bergizi ketimbang jajanan. Hendaknya anak tidak dibekali dengan makanan

yang merepotkan dalam mengkonsumsi. Misalnya, nasi lengkap dengan sayur

dan lauk-pauknya, apalagi ditambah makanan berkuah. Makanan hendaknya

yang praktis dan menarik namun memenuhi kelengkapan gizi yang diperlukan.
2.2 pengertian status gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ, serta menghasilkan energi (Supaiasa 2012).

Zat gizi (nutrient) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk

melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan

memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan

setelah dikonsumsi mengalami proses pensernaan. Bahan makanan diuraikan

menjadi zat gizi atau nutrient. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding

usus dan masuk kedalam cairan tubuh (Almatsier,2004).

2.2.1 Penilaian status gizi

Penilaian status gizi adalah upaya mengiterprestasikan semua

informasi yang diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan,

biokimia, dan klinik (Almatsier,2004).

Pada dasarnya status gizi dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi :

Antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian tidak langsung


meliputi : survei konsumsi makanan, statistic vital dan faktor ekologi

(Supariasa, Bakri, & Fajar,2008).

1) Penilaian secara langsung

Penilaian gizi secara langsung terdiri dari empat kategori

penilaian, antara lain :

a. Antropometri

Antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau

dari sudut pandang gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi, ter;ihat

pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh

seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh

(Proverawati,2011).

Penilaian antropometri menurut buku antropometri

menurut standar WHO (2005) terdiri dari 3 jenis penilaian

yaitu:

1. Berat badan menurut umur (BB/U)


Berat badan adalah salah satu parameter yang

memberikan gambaran masa tubuh, yang sangat sensitf

terhadap perubahan-perubahan yang mendadak misalnya :

terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa,

Bakri & Fajar, 2012).

Keuntungan penilaian status gizi BB/U antara lain :

lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum,

baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat

mendeteksi kegemukan.

2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan menurut antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada

keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring pertambahan

umur. Kelebihan penilaian TB/U antara lain : baik untuk

menilai status gizi masa lampau, ukuran panjang dapat

dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kelemahan

penilaian TB/U antara lain : tinggi badan tidak cepat naik,

pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,


sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukannya dan

ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, Bakri &

Fajar,2008).

3. Berat badan menurut tinggi badan

Kelebihan penilaian BB/TB antara lain : tidak

memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi

badan (gemuk, normal, dan kurus). Kekurangan

penilaian BB/TB antara lain tidak dapat emberikan

gambaran, memberikan apakah anak tersebut pendek,

cukup tinggi dan menurut umurnya karena faktor umur

tidak dipertimbangkan (Supariasa, Bakri & Fajar, 208).

b. Penilaian secara klinis

Metode yang sangat penting untuk menilai perubahan-

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi. Penilaian dapat dilihat pada jaringan

epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada

organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti

kelenjer tiroid.

c. Penilaian secara biokimia


Penilaian status gizi melalui pemerksaan specimen

yang diuji laboratorium yang dilakukan pada berbagai jaringan

tubuh. Antara lain dengan menggunakan urine, darah, tinja dan

juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

d. Penilaian secara biofisik

Penentuab status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan dari struktur dari

jaringan.

2) Penialaian secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas 3

kategori penialaian yaitu :

a) Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode

penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi

berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan

individu.

b) Dengan statistik vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital

adalah dengan menganalisis data beberapa


statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan dan

kematian akibat penyebab tertentu dan data

lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c) Penilaian faktor ekologi

Merupakan penilaian hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan

budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim,

tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi, dan

tingkat ekonomi penduduk (Supariasa, Bakri &

Fajar, 2008).

2.3 Hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi

sesuai dengan pendapat (Almatsier, 2011) bahwa makan pagi

sangat bermanfaat bagi orang dewasa untuk mempertahankan ketahanan

fisik, sedangkan bagi anak-anak sekolah untuk meningkatkan kemampuan

belajar. Tidak makan pagi bagi anak sekolah menyebabkan kurangnya

kemampuan untuk konsentrasi belajar, menimbulkan rasa lelah dan

mengantuk..
Berdaarkan hasil penelitian Wiyono (2008) pada 132 orang anak sekolah dsar

di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru didapatkan sebanyak 41,7 % yang jarang

sarapan pagi dan 58,3 % sering sarapan pagi dan setelah dinilai status gizinya

didapatkan sebanyak 4,5 % yang berstatus gizi gemuk, 94,7 % berstatus gizi normal

dan 0,8 % berstatus gizi kurus. Hasil penelitian tersebut didapatkan adanya hubungan

antara kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan

Bukit Raya Kota Pekanbaru.

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisai

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya atau antara

variabel satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo,2010).

Gambar 1

Kerangka Konsep

Variabel Dependen Variabel Independen

Kebiasaan sarapan Status gizi


pagi
2.4 Hipotesis

Adapun hipotesa penelitian ini adalah :

1. Hipotesis alternatif (Ha): Ada hubungan kebiasaan

sarapan pagi dengan status gizi

2. Hipotesis nihil (Ho): Tidak ada hubungan kebiasaan

sarapan pagi dengan status gizi


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Kuantitatif Analitik Observasional dengan

desain Cross Sectional. Pada penelitian ini variabel independen dan variabel

dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SDN 17 Pekanbaru

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa SDN 17 Pandau Jaya yang berada di kelas V

dan VI yang berjumlah 264 siswa. Dengan jumlah siswa laki-laki 138

siswa dan perempuan berjumlah 126 siswa.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini sebagian dari keseluruhan anak yang

akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi, yaitu siswa/siswi


kelas 5 dan 6 yang berjumlah 73 siswa, menurut pertimbangan peneliti

kelas 5 dan 6 sudah mampu menjawab pertenyaan yang diberikan dalam

kuesioner. Untuk memperoleh sampel didasarkan pada perhitungan

dengan menggunakan rumus :

Menurut Nursalam (2008), dengan menggunakan rumus :

n= N
1 + N (d)2

n= 264

1 + 264 (0,1)2

n= 264

1 + 264 (0,01)

n= 264

3,64

n = 72,52 = 73 orang

keterangan :

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Tingkat Signifikansi (0,1)

D. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah teknik Proportional. dikarenakan jumlah siswa tiap kelas tidak sama
agar perimbangan sampel dari masing-masing kelas memadai.Teknik

sampling proportional yaitu sampel yang dihitung berdasarkan perbandingan

(Usman, 2008).

Dengan rumus :

V −VI
xy
X

Keterangan :

V – VI : Jumlah siswa pertingkat kelas (kelas 5, dan kelas 6)

x : Jumlah populasi keseluruhan

y : Sampel penelitian

sehingga didapatkan hasil perbandingan kelas V dan VI sabagai

berikut :

tabel 3.1

Hasil Perbandingan Tiap Kelas

Kelas Jumlah X Y Hasil

V 121 264 73 34

VI 143 264 73 39

Jumlah 73
E. Definisi Operasional

Menurut Notoatmodjo (2010), definisi operasional yaitu mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur).

Tabel 3.2
Variabel penelitian dan definisi operasional

No Variabel Definisi Cara instrument Skala Hasil Ukur


Operasional memperoleh Ukur
data
1 Status Hasil dari Timbangan Menimbang Ordinal 1. Gizik kurus
gizi penyesuaian dan mikrotoa berat badan IMT <5
growth IMT dan 2. Gizi normal
menurut umur mengukur IMT 5-<85
tinggi badan 3. Gizi gemuk
IMT 85-95

2 Kebiasaa Kegiatan makan Wawacara Kuesioner Ordinal 1. Sering


n sarapan pada setiap pagi dengan anak bersarapan (5-
pagi sebelum berangkat 7 kali
kesekolah semiggu)
2. Kadang-
kadang (3-4
kali seminggu)
3. Jarang (1-2
kali seminggu)
F. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi

yang tinggi. Data tersebut dikumpulkan oleh peneliti melalui kuesioner

yang diisi langsung oleh responden sebanyak 15 pertanyaan yang

dilakukan di SDN 17 Pekanbaru.

b. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari

responden. Data skunder dari penelitian ini adalah catatan yang

ditemui dari hasil penelusuran jumlah angka kejadian obesitas pada

anak dari media yang ditemui yang terkait dengan materi penelitian

dan data jumlah siswa SDN 17 Pekanbaru di dapatkan dari arsip data

siswa di SD tersebut.

G. Metode Pengumpulan Data

Jenis data pada penelitian ini merupakan data primer yang dikumpulkan

langsung dari hasil wawancara terhadap responden, dengan menggunakan

kuesioner yang memuat pertanyaan untuk menggali informasi tentang variabel


dependen dan variabel independen. Data ini dikumpulkan oleh peneliti

melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan dengan cara menghitung

IMT anak berdasatkan kriteria umur dan jenis kelamin.

Untuk medapatkan sampel pada masing-masing kelas, peneliti

menggunakan program komputer da dipilih secara acak, jika sampel yang

telah terpilih namun tidak hadir pada saat pengukuan peneliti melakukan

pengacakan ulang untuk mendapatkan penggantinya.

Pengumpulan data meliputi kuesioner peneliti berisi pertanyaan yang

berkaitan dengan variabel penelitian meliputi pola makan menyimpang.

Dalam melakukan pengumpulan data dan pengukuran, peneliti di bantu oleh

teman-teman serta beberapa guru yang ada ditempat penelitian.

H. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), data yang diperoleh secara manual,

setelah dikumpulkan dipilih dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Setelah instrument dikembalikan oleh responden maka setiap instrument

diperiksa apakah diisi dengan benar dan sudah dijawab oleh responden.

Apabila ada data yang belum lengkap diserahkan kembali kepada

responden pada saat penelitian masih berlangsung.

2. Pengkodean (Coding)
Melakukan pemeriksaan kode pada setiap data yang telah dikumpulkan

dengan memberikan kode untuk masing-masing jawaban menurut kriteria

tertentu.

3. Tabulating (Tabulating)

Setelah dilakukan coding data, data diteliti untuk mendapatkan jumlah dan

frekuensi untuk melakukan analisa data untuk selanjutnya disajikan dalam

bentuk data.

4. Memasukkan Data (Entry Data)

Memasukkan data secara manual melalui pengolahan dengan bantuan

piranti lunak komputer.

I. Analisis Data

Dalam analisis data penelitian menggunakan analisa unvariat, yaitu

analisis yang dilakukan dengan melihat hasil perhitungan frekuensi dan

persentase, hasil dari penelitian nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur

pembahasan dan kesimpulan.

Untuk menghitung nilai persentase hasil yang peneliti gunakan adalah:

F
p= x 100 %
N

Keterangan :
P = Persentase

F = Jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah Soal

Anda mungkin juga menyukai