Anda di halaman 1dari 64

MODUL PEMBELAJARAN

BLOK DASAR

DISUSUN UNTUK BAHAN PEMBELAJARAN

MATA KULIAH : GATROINTESTINAL


SEMESTER :
PROGRAM STUDI : FARMASI

TIM PENYUSUN

Dr. HJ GEMY NASTITY HANDAYANY, S.SI,M.SI,APT

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR
2019
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla atas segala karunia dan

nikmatyang telah Allah Subhanahu wa Ta'Ala berikan kepada kami sehingga dapat

menyusun modulpembelajaran Peracikan dan Penyerahan ini. Salawat dan salam atas

junjugan kita, NabiMuhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabatnya serta orang-

orang yang mengikutimereka dengan baik.

Pada modul farmakoterapi sistem Gastrointestinal, memuat dua modul yaitumodul

pedoman untuk dosen dan Modul pedoman untuk mahasiswa di jurusan Farmasi FKIKUIN

Alauddin Makassar. Modul ini sebagai panuan mahasiswa dalam peracikan dan

penyerahansediaan obat racikan. Modul ini disusun untuk membantu mahasiswa farmasi

dalam memahamiprinsip bentuk-bentuk sediaan obat yang dijumpai dalam peresepan

sediaan obat racikan.

Termasuk didalamnya adalah ringkasan poin-poin penting yang berkaitan

denganpelabelan dan pengemasan sediaan, serta ringkasan formulasi setiap bentuk sediaan.

Untukpenyempurnaan modul ini pada edisi mendatang, tangan terbuka dari semua kritik

yang sifatnyamembangun.

Akhirnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi

dosendan mahasiswa dalam proses belajar mengajar.

Makassar, Agustus 2019

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

VISI DAN MISI ............................................................................................ iv

PERANCANGAN PEMBELAJARAN ......................................................... v

A. CPL ................................................................................................... v

B. CPMK ............................................................................................. viii

C. SUB CPMK .................................................................................... viii

D. PRE-ASSESMENT.......................................................................... xii

E. STRATEGI PEMBELAJARAN & RANCANGAN KEGIATAN . xii

F. EVALUASI..................................................................................... xiii

PETUNJUK TEKNIS .................................................................................. xv

TABEL RENCANA PEMBELAJARAN FARMAKOTERAPI ................. xx

SKENARIO 1 ................................................................................................ 1

SKENARIO 2 ................................................................................................ 5

SKENARIO 3 ................................................................................................ 9

MODUL KULIAH I GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE ....... 12

A. PENGERTIAN GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE ... 12


iii

B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS ................................................. 12

C. MANIFESTASI KLINIK ................................................................ 14

D. DIAGNOSIS .................................................................................... 15

E. PENATALAKSANAAN ................................................................. 17

F. OBAT-OBAT GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE ..... 18

MODUL KULIAH II DIARE ...................................................................... 21

A. PENGERTIAN DIARE ................................................................... 21

B. ETIOLOGI DIARE .......................................................................... 21

C. PATOFISIOLOGI............................................................................ 22

D. DIAGNOSIS .................................................................................... 24

E. TANDA DAN GEJALA DIARE..................................................... 24

F. CARA MENCEGAH PENYAKIT DIARE..................................... 25

MODUL KULIAH III KONSTIPASI ......................................................... 27

A. PENGERTIAN KONSTIPASI ........................................................ 27

B. JENIS-JENIS KONSTIPASI ........................................................... 28

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONSTIPASI .......................... 28

D. PATOFISIOLOGI KONSTIPASI .................................................. 29

E. MANIFESTASI KONSTIPASI ....................................................... 29

F. OBAT-OBAT KONSTIPASI .......................................................... 30


iv

VISI DAN MISI PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR

VISI :

“ Pusat Pencerahan dan Pengembangan Ilmu Farmasi Berbasis Peradaban Islam yang

Berdaya Saing Tinggi di Tingkat Internasional pada Tahun 2039”

MISI :

Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, Program Studi Peradaban FKIK UIN

Alauddin Makassar Menetapkan misi sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang

merefleksikan ilmu farmasi berbasis peradaban islam , merupakan penjabaran visi

dalam upaya mewujudkan jurusan farmasi sebagai pusat pencerahan bagi sarjana

farmasi yang berbasis peradaban islam.

2. Menciptakan admosfir yang kondusif bagi pengembangan ilmu farmasi

yang unggul dan bermutu merupakan penjabaran visi terkait upaya menjadi jurusan

farmasi sebagai pusat pengembangan ilmu farmasi dalam

mewujudkan integritas keilmuan dan spiritualitas.

3. Mewujudkan jurusan farmasi yang mandiri, bertata kelola baik dan berdaya saing

tinggi merupakan penjabaran visi terkait upaya menjadikan jurusan farmasi yang

berdaya saing di tingkat nasional.

4. Menjalin kerjasama dalam bidang kefarmasian sesuai kebutuhan masyarakat kini dan

dimasa datang merupakan penjabaran visi terkait upaya mewujudkan pengembangan

keterampilan kefarmasian yang unggu dan berdaya saing.


v

RANCANGAN PEMBELAJARAN

A. CPL

U.S.9 Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri.

U.S.10 Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.

U.KU.1 Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam

konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan/atau teknologi

yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai

dengan bidang keahliannya.

U.KU.2 Mampu mengkaji implementasi pengembangan atau implementasi ilmu

pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai

humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara

dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, atau rancangan dan

mengkomunikasikannya secara efektif, melalui berbagai bentuk media kepada

masyarakat akademik.

U.KU.5 Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian

masalah di bidang keahliannya berdasarkan hasil analisis informasi dan data.

U.KU.7 Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan

melakukansupervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang

ditugaskankepada pekerja yang berada di bawah tanggungjawabnya.

U.KU.9 Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan

menemukankembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.


vi

U.KK.1 Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat menggunakan

pendekatan berbasis bukti dalam perancangan, pembuatan/penyiapan,

pendistribusian, pengelolaan dan/atau pelayanan sediaan farmasi untuk

mengoptimalkan keberhasilan terapi.

U.KK.2 Mampu menelusur, menganalisis secara kritis, mengorganisasikan informasi

tentang sediaan farmasi dan mengkomunikasikan secara efektif pada individu

dan masyarakat.

U.KK.3 Mampu melakukan pekerjaan kefarmasian disupervisi oleh apoteker secara

bertanggungjawab sesuai ketentuan perundang-undangan dan kode etik yang

berlaku.

P.KM.1 Mampu mengelola pekerjaan kefarmasian secara mandiri disupervisi apoteker,

memimpin dan mengelola pekerjaan kelompok, serta bertanggung jawab atas

pencapaian hasil kerja kelompok.

P.KM.3 Mampu menganalisis secara kritis masalah dalam pekerjaan kefarmasian,

menyusun informasi/ide/laporan/pemikiran, dan secara efektif

mengkomunikasikannya dalam berbagai bentuk media, kepada sejawat tenaga

kesehatan lain dan atau masyarakat umum.

P.P.1 Menguasai teori, metode, aplikasi ilmu dan teknologi farmasi (farmasetika,

kimia farmasi, farmakognosi, farmakologi), konsep dan aplikasi ilmu biomedik

(biologi, anatomi manusia, mikrobiologi, fisiologi, patofisiologi, etik biomedik,

biostatistik, biokimia), konsep farmakoterapi, pharmaceutical care, pharmacy


vii

practice, serta prinsip pharmaceutical calculation, farmakoepidemiologi,

pengobatan berbasis bukti, dan farmakoekonomi.

C.S.2 Memiliki karakter akhlaqul karimah dalam memberikan pelayanan kesehatan

khususnya dalam pelayanan kefarmasian.

C.KU.1 Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

pengembangan keilmuan dan kemampuan kerja.

C.KU.2 Mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulisan menggunakan bahasa Inggris,

dalam perkembangan dunia akademik dan dunia kerja (dunia non akademik).

C.KH.3 Mampu menerapkan penggunaan obat tradisional dan thibbun nabawi dalam

upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan keamanan, efikasi dan

mutu yang terjamin

C.KH.4 Mampu melakukan pengelolaan dan pelayanan farmasi klinis produk biologi

yang efektif dan efisien berbasis bukti

C.KH.5 Mampu mendesain dan mengaplikasikan bisnis kefarmasian yang bercirikan

inovasi dan kemandirian yang berlandaskan etika Islam, keilmuan, dan

profesional.

C.P.4 Menguasai pengetahuan terkait dengan pengembangan kemampuan berfikir

kritis, logis, kreatif, inovatif dan sistematis serta memiliki keingintahuan

intelektual untuk memecahkan masalah pada tingkat individual dan

kelompokdalam komunitas akademik dan non akademik

C.P.6 Menguasai pengetahuan terkait dengan integrasi ilmu kesehatan khususnya

farmasi dengan ajaran Islam sebagai paradigma keilmuan.


viii

B.CPMK

1. Mampu menangani, mengelola, melayani dan menyelesaikan masalah terkait

terapi penyakit Gastroesophageal reflux disease (GERD) secara mandiri, tuntas,

bertanggung jawab dan berakhlakul karimah, dan profesional.

2. Mampu menangani, mengelola, melayani dan menyelesaikan masalah terkait terapi

penyakit Diare secara mandiri, tuntas, bertanggung jawab dan berakhlakul karimah, dan

profesional.

3. Mampu menjelaskan hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas obat – obat Diare.

4. Mampu menangani, mengelola, melayani dan menyelesaikan masalah terkait terapi

penyakit Konstipasi secara mandiri, tuntas, bertanggung jawab dan berakhlakul

karimah, dan profesional.

5. Mampu menangani, mengelola, melayani dan menyelesaikan masalah terkait terapi

penyakit Gastrointestinal Infection secara mandiri, tuntas, bertanggung jawab dan

berakhlakul karimah, dan profesional.

6. Mampu menangani, mengelola, melayani dan menyelesaikan masalah terkait terapi

penyakit Irritable Bowel syndrome secara mandiri, tuntas, bertanggung

jawab dan berakhlakul karimah dan profesional.

C. SUB CPMK

1.1 Mampu menjelaskan patofisiologi dan melakukan interpretasi data klinik terkait terapi

penyakit Gastroesophageal reflux disease (GERD).


ix

1.2 Mampu menjelaskan prinsip penatalaksanaan terapi farmakologi dan non farmakologi,

farmakogenomik, fitoterapi, thibbun nabawi dan asuhan kefarmasian terkait penyakit

Gastroesophageal reflux disease (GERD).

1.3 Mampu melakukan upaya penggunaan obat yang rasional dengan didasari

pertimbangan ilmiah (khususnya biofarmasi-farmakokinetik), pedoman, dan berbasis

bukti terkait penyakit Gastroesophageal reflux disease (GERD)

1.4 Mampu melakukan monitoring dan evaluasi terkait efikasi dan efek samping terapi

penyakit Gastroesophageal reflux disease (GERD)

1.5 Mampu melakukan pengkajian dan pelayanan resep, analisis Drug Related Problem,

Visite, konsultasi dan Konseling sediaan farmasi, pelayanan swamedikasi, Pelayanan

Informasi Obat atau Promosi Kesehatan (komunitas dan rumah sakit), pengelolaan

sediaan farmasi (khususnya produk biologi), rekonsiliasi obat Gastroesophageal reflux

disease (GERD) secara mandiri, tuntas, bertanggung jawab, berakhlakul karimah,

profesional dan inovatif.

1.6 Mampu melakukan diskusi dan membuat laporan terkait terapi Gastroesophageal reflux

disease (GERD) menggunakan bahasa Inggris

2.1 Mampu menjelaskan patofisiologi dan melakukan interpretasi data klinik terkait terapi

penyakit Diare.

2.2 Mampu menjelaskan prinsip penatalaksanaan terapi farmakologi dan non farmakologi,

farmakogenomik, fitoterapi, thibbun nabawi dan asuhan kefarmasian terkait penyakit

Diare.
x

2.3 Mampu melakukan upaya penggunaan obat yang rasional dengan didasari

pertimbangan ilmiah (khususnya biofarmasi-farmakokinetik), pedoman, dan berbasis

bukti terkait penyakit Diare

2.4 Mampu melakukan monitoring dan evaluasi terkait efikasi dan efek samping terapi

penyakit Diare

2.5 Mampu melakukan pengkajian dan pelayanan resep, analisis Drug Related Problem,

Visite, konsultasi dan Konseling sediaan farmasi, pelayanan swamedikasi, Pelayanan

Informasi Obat atau Promosi Kesehatan (komunitas dan rumah sakit), pengelolaan

sediaan farmasi (khususnya produk biologi), rekonsiliasi obat Diare secara mandiri,

tuntas, bertanggung jawab, berakhlakul karimah, profesional dan inovatif.

2.6 Mampu melakukan diskusi dan membuat laporan terkait terapi Diare menggunakan

bahasa Inggris

3.1 Mampu mengaplikasikan hubungan struktur kimia obat dalam terapi penyakit Diare.

3.2 Mampu menjelaskan hubungan struktur kimia obat dengan metabolisme terapi

penyakit Diare.

3.3 Mampu mengembangkan obat baru berdasarkan perubahan struktur kimia

terapipenyakit Diare.

4.1 Mampu menjelaskan patofisiologi dan melakukan interpretasi data klinik terkait

terapipenyakit Konstipasi

4.2 Mampu menjelaskan prinsip penatalaksanaan terapi farmakologi dan non

farmakologi,farmakogenomik, fitoterapi, thibbun nabawi dan asuhan kefarmasian

terkait penyakitKonstipasi
xi

4.3 Mampu melakukan upaya penggunaan obat yang rasional dengan didasari

pertimbangan ilmiah (khususnya biofarmasi-farmakokinetik), pedoman, dan berbasis

bukti terkait penyakit Konstipasi

4.4 Mampu melakukan monitoring dan evaluasi terkait efikasi dan efek samping terapi

penyakit Konstipasi

4.5 Mampu melakukan pengkajian dan pelayanan resep, analisis Drug Related Problem,

Visite, konsultasi dan Konseling sediaan farmasi, pelayanan swamedikasi, Pelayanan

Informasi Obat atau Promosi Kesehatan (komunitas dan rumah sakit), pengelolaan

sediaan farmasi (khususnya produk biologi), rekonsiliasi obat Konstipasi secara

mandiri, tuntas, bertanggung jawab, berakhlakul karimah, profesional dan inovatif.

4.6 Mampu melakukan diskusi dan membuat laporan terkait terapi Konstipasi

menggunakan bahasa Inggris.

5.1 Mampu menjelaskan patofisiologi dan melakukan interpretasi data klinik terkait terapi

penyakit Gastrointestinal Infection.

5.2 Mampu menjelaskan prinsip penatalaksanaan terapi farmakologi dan non

farmakologi, farmakogenomik, fitoterapi, thibbun nabawi dan asuhan kefarmasian

terkait penyakit Gastrointestinal Infection.

5.3 Mampu melakukan upaya penggunaan obat yang rasional dengan didasari

pertimbangan ilmiah (khususnya biofarmasi-farmakokinetik), pedoman, dan berbasis

bukti terkait penyakit Gastrointestinal Infection.

5.4 Mampu melakukan monitoring dan evaluasi terkait efikasi dan efek samping terapi

penyakit Gastrointestinal Infection


xii

5.5 Mampu melakukan pengkajian dan pelayanan resep, analisis Drug Related Problem,

Visite, konsultasi dan Konseling sediaan farmasi, pelayanan swamedikasi, Pelayanan

Informasi Obat atau Promosi Kesehatan (komunitas dan rumah sakit), pengelolaan

sediaan farmasi (khususnya produk biologi), rekonsiliasi obat Gastrointestinal

Infection secara mandiri, tuntas, bertanggung jawab, berakhlakul karimah, profesional

dan inovatif.

5.6 Mampu melakukan diskusi dan membuat laporan terkait terapi Gastrointestinal

Infection menggunakan bahasa Inggris.

D. Pre-assessment
Kegiatan pembelajaran dalam blok harus diikuti mahasiswa sebagai syarat untuk dapat
mengikuti ujian akhir blok. Minimal keikutsertaan pada kegiatan pembelajaran:
a. Kuliah : 80 %
b. Tutorial : 80 %
c. Praktikum Keterampilan farmasi : 80 %

E. Strategi Pembelajaran Dan Rancangan Kegiatan


Senin 08.00-11.20 Kuliah I
Selasa 10.00-11.40
10.00- Tutorial II
11.40 (Step 1-5)
Rabu 08.00-11.20
13.00-
Praktikum 2
16.20
Kamis 08.00-11.20
13.00-
Praktikum 3
16.20
Jumat 09.00-10.40
08.00- Tutorial II
09.40 (Step 7)
Senin 08.00-11.20
Selasa 10.00-11.40
xiii

13.00-
Praktikum 4
16.20
Rabu 10.00-12.00
13.00-
Praktikum 6
15.20
Kamis 08.00-09.40
Jumat 10.00-11.40
Senin 08.00-11.20
13.00-
Praktikum 8
16.20
Selasa 08.00-11.20
13.00-
Praktikum 10
16.20
Rabu 08.00-11.20
13.00- Plenary
16.30 Discussion
Kamis 08.00-11.20
Jumat 09.00-11.00
09.00- Remedial
10.40 Tutorial
F. Evaluasi

Penilaian hasil belajar menggunakan penilaian formatif dan sumatif. Penilaian

formatif adalah penilaian aktivitas harian menggunakan checklist, laporan, kuis, dan lain-

lain. Penilaian sumatif menggunakan ujian berbasis komputer (CBT), nilai OSCE, dan

nilaiplenary discussion. Nilai akhir dari Blok terdiri atas:

25 % hasil CBT

40 % hasil Tutorial + Plenary Discussion

35 % hasil Praktikum + OSCE/OSPE

Mahasiswa dinyatakan lulus dari Blok Biofarmasi Farmakokinetika Farmakologi

Farmakodinamika jika memenuhi kriteria berikut:

Skor minimal dari CBT adalah 75


xiv

Skor minimal dari Tutorial + Plenary Discussion adalah 75

Skor minimal dari Praktikum + OSCE adalah 75


xv

PETUNJUK TEKNIS

1.Kuliah

Metode pembelajaran yang digunakan dalam kuliah pada Mata Kuliah Biofarmasi

Farmakokinetika Farmakologi Farmakodinamika adalah ceramah. Ceramah

adalahpelaksanaan pembelajaran yang dituturkan secara lisan oleh dosen dengan

menggunakanalat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada

mahasiswa.Sementara, pembicara ceramah disebut penceramah.Tahapan dalam metode

ceramah:

A. Persiapan

1. Berdoa dan mengaji.

2. Pertemuan pertama dimulai dengan kontrak kuliah (bila dilakukan diawal kuliah).

3. Dosen memberi penjelasan kepada mahasiswa tentang tujuan pelajaran dan pokok-

pokok masalah yang akan dibahas dalam pelajaran tersebut.

4. Mahasiswa telah membaca modul dan sumber referensi lain yang berhubungan

dengan meteri pelajaran.

5. Dosen mempersiapkan alat bantu (bila dibutuhkan).

B. Penyajian

1. Pembukaan, dosen dapat menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan

materipelajaran yang akan disampaikan.

2. Penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. dosen harus menjaga

perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang

disampaikan.
xvi

C. Evaluasi

1. Dosen mengamati dan melakukan pengamatan belajar mahasiswa satu persatu.

2. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk menanggapi materiyang

sudah di jelaskan.

3. Dosen memberikan kesimpulan bersama sama-sama dengan mahasiswa

4. Dosen memberi test (pre-test, quis dan atau post-test) dalam bentuk pilihan gandayang

memiliki vignette.

5. Dosen menutup pembelajaran dengan doa.

2. Tutorial

Dalam Modul Biofarmasi Farmakokinetika Farmakologi Farmakodinamika terdapat

skenario dalam bahasa Indonesia. Setiap skenario diseselsaikan dalam dua kali

pertemuanselama satu pekan. Mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, setiap

kelompokterdiri dari sekitar 10 orang sampai 15 orang mahasiswa dan dibimbing oleh

seorang tutorsebagai fasilitator. Dalam diskusi tutorial perlu ditunjuk satu orang sebagai

ketua diskusidan satu orang sebagai sekretaris, keduanya akan bertugas sebagai pimpinan

diskusi. Ketuadiskusi dan sekretaris ditunjuk secara bergiliran untuk setiap skenario agar

semua

mahasiswa mempunyai kesempatan berlatih sebagai pemimpin dalam diskusi. Oleh

karenaitu perlu dipahami dan dilaksanakan peran dan tugas masing-masing dalam

tutorialsehingga tercapai tujuan pembelajaran.

Sebelum diskusi dimulai tutor akan membuka diskusi dengan perkenalan

antaratutor dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa. Setelah itu tutor
xvii

menyampaikanaturan main dan tujuan pembelajaran secara singkat. Ketua diskusi dibantu

sekretarismemimpin diskusi dengan menggunakan 7 langkah atau seven jumps untuk

mendiskusikanmasalah yang ada dalam skenario. Seven jumps meliputi:

1. Mengklarifikasi Istilah atau Konsep

Istilah-istilah dalam skenario yang belum jelas atau menyebabkan timbulnya

banyak interpretasi perlu ditulis dan diklarifikasi lebih dulu dengan bantuan kamus

umum,kamus kedokteran, farmakope dan tutor agar setiap anggota kelompok

mengerti.

2. Menetapkan Permasalahan

Masalah-masalah yang ada dalam skenario diidentifikasi dan dirumuskan denganjelas

dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.

3. Brainstorming

Pengetahuan yang sudah dimiliki oleh tiap anggota kelompok dikeluarkan dan

dikumpulkan tanpa dianalisis. Pada proses ini dibuat sebanyak mungkin penjelasan

danhipotesis

4. Menganalisis Masalah

Penjelasan dan hipotesis yang sudah ditetapkan didiskusikan secara mendalam

dandianalisis secara sistematis. Pada langkah ini setiap anggota kelompok

dapatmengemukakan penjelasan tentative, mekanisme, hubungan sebab akibat, dan

lain-laintentang permasalahan.

5. Menetapkan Tujuan Belajar

Pengetahuan atau informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menjawab


xviii

permasalahan dirumuskan dan disusun secara sistematis sebagai tujuan belajar. Hal

inidijadikan landasan aktivitas pembelajaran tiap anggota kelompok.

6. Mengumpulkan Informasi Tambahan (Belajar Mandiri)

Kebutuhan pengetahuan yang ditetapkan sebagai tujuan belajar untuk

memecahkanmasalah dicari dalam bentuk belajar mandiri melalui akses informasi

melalui internet,jurnal, perpustakaan, kuliah dan konsultasi pakar. Setelah studi

literatur, anggota kelompokmempersiapkan diri untuk melaporkan yang telah

diperoleh kepada kelompok tutorial.

7. Melaporkan

setiap anggota kelompok melaporkan hasil belajar mandiri, dilakukan

diskusi berdasarkan literatur yang digunakan. Anggota kelompok mensistesis,

mengevaluasi dan menguji informasi baru hasil belajar mandiri setiap anggota

kelompok.

Langkah 1 s/d 5 dilaksanakan pada pertemuan pertama, langkah 6

dilakukandiantara pertemuan pertama dan kedua. Langkah 7 dilaksanakan pada

pertemuan kedua.Tutor yang bertugas sebagai fasilitator akan mengarahkan diskusi

dan membantumahasiswa dalam cara memecahkan masalah tanpa harus memberikan

penjelasan ataukuliah mini.

Dalam diskusi tutorial, CPMK dan sub CPMK dapat digunakan sebagai

pedomanuntuk menentukan tujuan belajar.ketua diskusi memimpin diskusi dengan

memberikesempatan setiap anggota kelompok untuk dapat menyampaikan idedan

pertanyaanmengingatkan bila ada anggota kelompok yang mendominasi diskusi serta


xix

memancing anggota kelompok yang pasif selama proses diskusi. Ketua dapat

mengakhiribrainstorming apabila dirasa sudah cukup dan memeriksa sekretaris

apakah semua halpenting sudah ditulis. Ketua diskusi dibantu sekretaris bertugas

menulis hasil diskusi dalam white board atau flipchart.

Dalam diskusi tutorial perlu dimunculkan learning atmosphere disertai

iklimketerbukaan dan kebersamaan yang kuat. Mahasiswa bebas mengemukakan

pendapat tanpakhawatir apakah pendapatnya dianggap salah, remeh dan tidak bermutu

oleh teman lain,karena dalam tutorial yang lebih penting adalah bagaimana berproses

memecahkanmasalah dan bukan kebenaran pemecahan masalahnya.

Proses tutorial menuntut mahasiswa agar aktif dalam mencari informasi atau

belajarmandiri untuk memecahkan masalah. Belajar mandiri dapat dilakukan dengan

aksesinformasi baik melalui internet (jurnal ilmiah terbaru), perpustakaan (text book

& laporan penelitian), kuliah dan konsultasi pakar.


xx

Rencana Pembelajaran

Pert Kemampuan Akhir Pokok Sub Pokok Metode Unit Indikator Bobo Teknik Wakt Sumber
Ke- Yang Bahasan Bahasan Pembel Tugas Penilaian t Penilaian u Materi
Diharapkan (Sub (Materi Ajar) ajaran Mahasisw Nilai
CPMK) a

1. 1.1Mampu 1. Gastroeso - Patofisiologi TBL 1. Tugas 1.1 Ketepatan dalam 50 % Mengacu pada 200
menjelaskan phageal - Interpretasi terstrukt menjelaskan teknik penilaian menit
Patofisologi dan reflux data klinik ur patofisologi dan dibagian atas
disease - Farmakoterapi 2. Tugas melakukan
melakukan
(GERD). - EBM mandiri interpretasi data
interpretasi data 2. Diare - Farmakologi- klinik terkait
klinik terkait 3. Konstipasi lance obat- terapi penyakit
terapi penyakit obat Gastroesophage
Gastroesophageal - Asuhan al reflux disease
reflux disease kefarmasian (GERD).
(GERD). pasien kondisi 1.2 Ketepatan
khusus dan dalam
1.2 Mampu
obat dengan menjelaskan
Menjelaskan intruksi prinsip
prinsip khusus penatalaksanaa
penatalaksanaan n terapi
terapi farmakologi farmakologi,
dan non farmakogenomi
farmakologi, k, fitoterapi,
thibbun nabawi
farmakogenomik,
dan asuhan
fitoterapi, thibbun kefarmasian
nabawi dan terkait penyakit
asuhan Gastroesophag
kefarmasian eal reflux
xxi

terkait penyakit disease


Gastroesophageal (GERD).
reflux disease 2.1 Ketepatan dalam
menjelaskan
(GERD).
patofisiologi dan
2.1 Mampu melakukan
menjelaskan interpretasi data
patofisiologi dan klinik terkait
melakukan terapi penyakit
interpretasi data Diare.
klinik terkait 2.2 Ketepatan dalam
menjelaskan
terapi penyakit
prinsip
Diare. penatalaksanaan
2.2 Mampu terapi
menjelaskan farmakologi dan
prinsip no farmakologi,
penatalaksanaan farmakogenomi
terapi farmakologi k, fititerapi,
thibbun nabawi
dan non
dan asuhan
farmakologi, kefarmasian
farmakogenomik, terkait penyakit
fitoterapi, thibbun Diare.
nabawi dan 3.1 Ketepatan dalam
asuhan menjelaskan
patofisiologi dan
kefarmasian
melakukan
terkait penyakit interpretasi data
Diare. klinik terkait
3.1 Mampu terapi penyakit
Menjelaskan Konstipasi.
patofisiologi dan
xxii

melakukan 3.2 Ketepatan dalam


interpretasi data menjelaskan
klinik terkait terpi prinsip
penatalaksanaan
penyakit
terapi
Konstipasi. farmakologi dan
3.2 Mampu non
menjelaskan farmakologi,
prinsip farmakogenomi
penatalaksanaan k, fitoterapi,
terapi farmakologi thibbun nabawi
dan asuhan
dan non
kefarmasian
farmakologi, terkait penyakit
farmakogenomik, Konstipasi.
fitoterapi, thibbun
nabawi dan
asuhan
kefarmasian
terkait penyakit
Konstipasi.
2. 2.1 Mampu 1. Gastroeso - Patofisiologi Problem 1. Responsi 2.1 Ketepatan dalam 5%, Mengacu pada 100 1-7
menjelaskan phageal - Interpretasi Base 2. Tugas melakukan teknik penilaian menit,
upaya reflux data klinik Learnin terstrukt upaya 5% di bagian atas 100
disease - Farmakoterapi ur
penggunaan obat g (PBL) penggunaan menit
(GERD). - EBM 3. Tugas
yang rasional 2. Diare - Farmacovigi- – Mandiri oabat yang
dengan didasari 3. Konstipasi lance obat- Tutorial rasional dengan
perimbangan obat 1 (step didasari
ilmiah (khususnya - Asuhan 1-5) pertimbangan
biofarmasi- kefarmasian ilmiah
farmakolkinetik), pasien kondisi (khususnya
xxiii

pedoman, dan khusus dan Belajar biofarmasi-


berbasis bukti obat dengan mandiri farmakokinetik),
terkait penyakit instruksi (step 6) pedoman dan
khusus.
Gastroesophageal berbasis bukti
reflux disease terkait penyakit
(GERD). Gastroesophage
al reflux disease
2.2 Mampu (GERD).
melakukan 2.2 Ketepatan
monitoring dan dalam
evaluasi terkait melakukan
efikasi dan efek monitoring dan
samping terapi evaluasi terkait
penyakit efikasi dan efek
Gastroesophageal samping terapi
reflux disease penyakit
(GERD). Gastroesophage
2.3 Mampu al reflux disease
melakukan upaya (GERD).
penggunaan obat 2.3 Ketepatan
yang rasional dalam
dengan didasari melakukan
pertimbngan upaya
ilmiah (khususnya penggunaan
biofarmasi- obat yang
farmakokinetik), rasional dengan
pedoman dan didasari
berbasis bukti pertimbangan
ilmiah
xxiv

terkait penyakit (khususnya


Diare. biofarmasi-
farmakokinetik),
2.4 Mampu pedoman, dan
melakukan berbasis bukti
monitoring dan terkait penyakit
evaluasi terkait Diare.
efikasi dan fek 2.4 Ketepatan
samping terapi dalam
penyakit Diare. melakukan
2.5 Mampu monitoring dan
menjelaskan evaluasi terkait
upaya efikasi dan efek
penggunaan obat samping terapi
yang rasional penyakit Diare.
dengan didasari 2.5 Ketepatan
perimbangan dalam
ilmiah (khususnya melakukan
biofarmasi- upaya
farmakolkinetik), penggunaan
pedoman, dan obat yang
berbasis bukti rasional dengan
terkait penyakit didasari
Konstipasi. pertimbangan
ilmiah
2.6 Mampu (khususnya
melakukan biofarmasi-
monitoring dan farmakokinetik),
evaluasi terkait pedoman, dan
xxv

efikasi dan fek berbasis bukti


samping terapi terkait penyakit
penyakit Konstipasi.
Konstipasi. 2.6 Ketepatan
dalam
melakukan
monitoring dan
evaluasi terkait
efikasi dan efek
samping terapi
penyakit
Konstipasi.

3. 3.1 Mampu 1. Pengkajian 1. Pengkajian dan 1. Prakt 1. Respon 3.1 Ketepatan dalam 8,4 % Mengacu pada 210 1-7
melakukan dan pelayanan resep ikum si melakukan 8,4 % teknik penilaian menit
pengkajian dan pelayanan GERD. (1) 2. Tugas pengkajian dan di bagian atas. 210
2. Prakt Terstru pelayanan resep
pelayanan resep, resep 2. PIO dan PKRS menit
ikum ktur obat GERD
analisis Drug 2. PIO dan PUD (2) 3. Tugas secara mandiri,
Related Problem, PKRS Mandiri tuntas,
Visite, konsultasi tanggungjawab,
dan konseling berakhlatul
sediaan farmasi, karimah,
pelayanan profesional dan
inovatif.
swamedikasi,
Pelayanan
Informasi Obat atau
Promosi Kesehatan
(komunitas dan
xxvi

rumah sakit),
rekonsiliasi obat
Gastrointestinal
Infection secara
mandiri, tuntas,
tanggung jawab,
berakhlatul
karimah,
profesional dan
inovatif.
3.2 Mampu
melakukan
pengkajian dan
pelayanan resep,
analisis Drug
Related Problem,
Visite, konsultasi
dan konseling
sediaan farmasi,
pelayanan
swamedikasi,
pelayanan informasi
obat atau promosi
kesehatan
(komunitas dan
rumah sakit).
Pengelolaan sediaan
farmasi (khususnya
produk biologi),
xxvii

rekonsiliasi obat
Gastrointestinal
Infektion secara
mandiri, tuntas,
tanggung jawab,
berakhlatul
karimah,
profrsional dan
inovatif.
4. 4.1 Mampu UJIAN - Patofisiologi CBT Menjawab Ketepatan 30 % Mengacu pada 200 1-7
menjelaskan TENGAH - Interpretasi data soal teknik penilaian menit
patofisiologi dan Kejujuran
SEMESTE klinik di bagian atas.
melakukan - Farmakoterapi
R
interpretasi data - EBM
klinik terkait - Farmakovigi-
terapi penyakit lance obat-obat
Gastrointestinal - Asuhan
reflux disease kefarmasian
(GERD). pasien kondisi
4.2 Mampu khusus dan obat
menjelaskan dengan instruksi
prinsip khusus.
penatalaksanaan
terapi
farmakologi dan
non farmakologi,
farmakogenomik
, fitoterapi,
thibbun nabawi
dan asuhan
kefarmasian
terkait penyakit
xxviii

Gastrointestinal
reflux disease
(GERD).
4.3 Mampu
menjelaskan
patofisiologi dan
melakukan
interpretasi data
klinik terkait
tepai penyakit
Diare.
4.4 Mampu
menjelaskan
prinsip
penatalaksanaan
terapi
farmakologi dan
non farmakologi,
farmakogenomik
, fitoterapi,
thibbun nabawi
dan asuhan
kefarmasian
terkait penyakit
Diare.
4.5 Mampu
menjelaskan
patofisiologi dan
melakukan
interpretasi data
klinik terkait
penyakit
Konstipasi.
xxix

4.6 Mampu
menjelaskan
prinsip
penatalaksanaan
terapi
farmakologi dan
non farmakologi,
farmakogenomik
, fitoterapi,
thibbun nabawi
dan asuhan
kefarmasian
terkait penyakit
Konstipasi.
5. 5.1 Mampu 1. Gastrointe - Patofisiologi Problem 1. Respon 5.1 Ketepatan 5 % Mengacu pada 150 1-7
melakukan upaya stinal - Interpretasi data Base si dalam melakukan 5% teknik penilaian menit
penggunaan obat reflux klinik Learning 2. Tugas upaya penggunaan di bagian atas. 150
yang rasional disease - Farmakoterapi terstrukt
obat yang rasional menit
dengan didasari (GERD). - EBM (PBL), ur
pertimbangan 2. Diare. - Farmakovigi- dengan didasari
Tutorial 3. Tugas
ilmiah lance obat-obat. mandiri pertimbangan
1 ilmiah (khususnya
(khususnya - Asuhan
biofarmasi- kefarmasian Laporan biofarmasi-
farmakokinetik), pasien kondisi farmakokinetik),
(step 7)
pedoman dan khusus dan obat pedoman dan
berbasis bukti dengan instruksi
berbasis bukti
terkait penyakit khusus
Gastrointestinal terkait penyakit
reflux disease Gastrointestinal
(GERD). reflux disease
5.2 Mampu (GERD).
melakukan
monitoring dan
xxx

evaluasi terkait 5.2 Ketepatan


efikasi dan efek dalam monitoring
samping terapi dan evaluasi terkait
penyakit
efikasi dan efek
Gastrointestinal
reflux disease samping terapi
(GERD). penyakit
5.3 Mampu Gastrointestinal
melakukan upaya reflux disease
penggunaan obat (GERD).
yang rasional
dengan didasari 5.3 Ketepatan
pertimbangan dalam melakukan
ilmiah upaya penggunaan
(khususnya
obat yang rasional
biofarmasi-
farmakokinetik), dengan didasari
pedoman dan pertimbangan
berbasis bukti ilmiah (khususnya
terkait penyakit biofarmasi-
Diare. farmakokinetik),
5.4 Mampu pedoman dan
melakukan
monitoring dan berbasis bukti
evaluasi terkait terkait penyakit
efikasi dan efek Diare.
samping terapi
penyakit Diare. 5.4 Ketepatan
dalam monitoring
dan evaluasi terkait
efikasi dan efek
xxxi

samping terapi
penyakit Diare.
1

I. SASARAN PEMBELAJARAN

II.SKENARIO 1

Seorang anak usia 12 tahun dengan riwayat asma selama 1 tahun terakhir. Pasien mengeluh

rasa panas di dada, muntah di pagi hari dan susah menelan. Pasien menebus resep dengan

keterangan sebagai berikut :

Nama : Asti

Usia : 12 tahun

Resep : tablet ranitidin

Petunjuk : 2 kali sehari 1 tablet

Jumlah : 20 tablet

III. KLARIFIKASI ISTILAH ASING

a. Resep

b. Asma

c. Muntah

d. Ranitidin

e. Tablet

IV. Menetapkan permasalahan

f. Kegunaan sediaan

g. Apakah kadar tepat dan aman sesuai tujuan ?


2

h. Ketentuan pelabelan

i. Nasihat untuk pasien

2. Brainstorming

a. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter , dokter gigi, dokter hewan

yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada

apoteker pengelola apotik untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik, serta

menyerahkan obat kepada pasien.

b. Asma adalah kondisi ketika saluran udara meradang, sempit, dan membengkak,

dan menghasilkan lendir berlebih sehingga menyulitkan bernapas.

c. Muntah adalah kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa melalui mulut.

d. Ranitidin adalah suatu obat golongan antagonis H2, adalah obat yang menurunkan

produksi asam lambung. Obat ini umumnya digunakan dalam pengobatan

penyakit ulkus peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, dan sindrom Zollinger-

Ellison.

e. Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa

bahan pengisi.

V. ANALISIS MASALAH

a. Kegunaan sediaan
3

b. Apakah kadar tepat dan aman sesuai tujuan ?

c. Ketentuan pelabelan

d. Nasihat untuk pasien

VI. MENETAPKAN TUJUAN BELAJAR

a. Mengetahui kegunaan sediaan

b. Mengetahui ketepatan kadar dan keamanan sesuai tujuan

c. Membuat label yang sesuai untuk sediaan tablet

VII. KEPUSTAKAAN

VIII. Mengumpulkan informasi tambahan (Belajar Mandiri)

IX. Melaporkan

Laporan dibuat dalam bentuk presentasi jurnal lengkap dan naskah dikumpulkan.

f. Kegunaan sediaan :

Ranitidin digunakan untuk menurunkan produksi asam lambung.

g. Ketepatan dan keamanan sesuai tujuan :

Ranitidin dengan dosis 1-2 mg/kg/dosis 2-3x sehari (2-6 mg/kg/hari) pada umumnya

dianjurkan sebagai dosis awal, tergantung dari beratnya gejala. Efek samping meliputi

sakit kepala dan malaise, tetapi secara keseluruhan mempunyai efek samping pada

sistem saraf pusat yang kurang bila dibandingkan dengan simetidin. GERD pada anak
4

dapat ditangani dengan pemberian ranitidin dosis 5-10 mg/kg/hari, dalam 2 dosis

terbagi, maksimal 300 mg/hari.

h. Ketentuan pelabelan :
APOTEK ………
Jl. …………….. , Makassar
Telp. (0411) ………..
Apoteker: ……………, S. Farm., Apt.
No. 0…. Tgl : …/…./20…
Asti
Nama Pasien :
Ranitidin 150 mg

Diminum 2 kali sehari 1 tablet

Sesudah makan

i. Nasihat untuk pasien :

Menegaskan isi label kepada pasien. Menjelaskan kepada pasien bahwa tablet

diminum setiap 12 jam atau 2 kali sehari. Obat diminum sebaiknya 30 menit setelah

makan.

SKENARIO 2
5

Seorang ibu hamil berusia 35 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan perih saat makan,

muntah darah dan feses berdarah. Berdasarkan anamnesisnya sejak 7 hari sebelum masuk

rumah sakit, penderita mengalami muntah darah. Pasien mendapatkan terapi obat ranitidin

150 mg 2 kali sehari dan sukralfat 100 mL 3 kali sehari.

1. Mengklarifikasi istilah atau konsep

a. Hamil

b. Muntah

c. Feses

d. Anamnesis

e. Ranitidin

f. Sukralfat

2. Menetapkan permasalahan

1. apakah penyakit px?

2. apakah tx obat sesuai untuk pasien?

3. apakah faktor kehamilan px brhub dg penyakit?

4. apakah fungsi sukralfat dan ranitidin?

5. etio dan pato penyakit px

6. penatalaksanaan tx?

a. Kegunaan obat

b. Mekanisme kerja obat


6

c. Pelayanan informasi obat

3. Brainstorming

a. Hamil adalah proses yang terjadi dari pembuahan sampai kelahiran, dimulai dari

prosedur sel telur yang dibuahi oleh sperma, lalu tertanam di dalam lapisan rahim,

dan kemudian menjadi janin.

b. Muntah adalah kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa melalui mulut.

c. Feses adalah limbah tubuh padat yang dibuang dari usus besar melalui anus saat

buang air besar.

d. Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan paling awal dalam pelayanan

kedokteran yang dilakukan lewat percakapan atau wawancara antara

dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan pasien baik secara langsung atau

melalui orang lain yang paling mengetahui tentang kondisi kesehatan pasien

e. Ranitidin adalah suatu obat golongan antagonis H2, adalah obat yang menurunkan

produksi asam lambung. Obat ini umumnya digunakan dalam pengobatan

penyakit ulkus peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, dan sindrom Zollinger-

Ellison.

f. Sukralfat adalah obat antiulcerant, yang digunakan untuk mengobati dan

mencegah tukak lambung yang bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung

pada lambung.

4. Menganalisis masalah

a. Kegunaan obat

b. Mekanisme kerja obat


7

c. Pelayanan informasi obat

5. Menetapkan tujuan

a. Mengetahui kegunaan obat

b. Mengetahu mekanisme kerja obat

c. Mengetahui pelayanan informasi obat ulkus peptikum

6. Mengumpulkan informasi tambahan (Belajar Mandiri)

7. Melaporkan

Laporan dibuat dalam bentuk presentasi jurnal lengkap dan naskah dikumpulkan.

a. Kegunaan sediaan :

Ranitidin digunakan untuk menurunkan produksi asam lambung.

Sukralfat digunakan untuk mengobati dan mencegah tukak lambung yang bekerja

dengan cara membentuk lapisan pelindung pada lambung.

b. Mekanisme kerja obat :

• Ranitidin : Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel

parietal lambung, yang menghambat sekresi asam lambung; volume lambung dan

konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak mempengaruhi sekresi pepsin, sekresi

faktor intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin.

• Sukralfat :Sukralfat bereaksi dengan asam hidroklorik dalam lambung membentuk

sebuah cross-linked yang memiliki konsistensi kental seperti bahan perekat yang

mampu bereaksi sebagai buffer asam untuk waktu yang lama, yaitu 6-8 jam setelah

dosis tunggal. Sukralfat mengikat protein (albumin dan fibrinogen) pada


8

permukaan ulkus dengan stabil dan tidak dapat dipecahkan atau tahan terhadap

hidrolisis pepsin. Perlindungan fisik atau kompleks itu besifat melindungi

permukaan ulkus dan mencegah kerusakan lebih lanjut oleh asam, pepsin dan

empedu.

c. Pelayanan informasi obat ulkus peptikum :

• Pasien sedang mengkonsumsi sukralfat sehingga perlu dihindari jika pasien juga

dalam pengobatan dengan anasida. Interaksi sukralfat dengan antasida

menyebabkan penurunan efek obat (absorbsi menurun dan membentuk kelat

dengan logam antasida).

• Ranitidin kategori B untuk hamil, dan berhati-hati untuk ibu menyusui (crosses

breast milk). Sukralfat termasuk kategori B.


9

SKENARIO 3

Seorang bapak datang ke apotik dengan membeli obat untuk anaknya yang berumur 10

bulan yang dicurigai mengalami diare karena memiliki keluhan BAB cair, berlemak, tanpa

lendir dan darah, kadang muntah. Badannya agak demam, rewel, tetapi tidak batuk atau

pilek. Diare terjadi baru 1 hari setelah si anak diberikan tambahan susu formula oleh

bapaknya karena akhir-akhirnya ini ASI dari si ibu keluar hanya sedikit.

1. Mengklarifikasi istilah atau konsep

a. Diare

b. BAB

c. Lendir

d. Muntah

e. Demam

f. Batuk

g. Pilek

h. ASI

2. Menetapkan permasalahan

a. Swamedikasi diare

3. Brainstorming

a. Diare adalah penyakit yang membuat penderitanya menjadi sering buang air

besar, dengan kondisi tinja yang encer.


10

b. BAB (buang air besar) adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup

untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal

dari sistem pencernaan mahkluk hidup.

c. Lendir adalah sekresi sangat kental yang dihasilkan dari kelenjar membran lendir.

d. Muntah adalah kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa melalui mulut.

e. Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas angka 38 derajat celsius.

f. Batuk adalah respon alami dari tubuh sebagai sistem pertahanan untuk

mengeluarkan zat dan partikel dari dalam saluran pernapasan, serta mencegah

benda asing masuk ke saluran napas bawah.

g. Pilek adalah kondisi ketika hidung mengeluarkan ingus atau lendir, baik sesekali

maupun terus-menerus.

h. ASI adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi dan

merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat.

4. Menganalisis masalah

a. Swamedikasi diare

5. Menetapkan tujuan

a. Mengetahui swamedikasi pada diare

6. Mengumpulkan informasi tambahan (Belajar Mandiri)


11

7. Melaporkan

Laporan dibuat dalam bentuk presentasi jurnal lengkap dan naskah dikumpulkan.

Pada kasus ini tidak disarankan untuk member obat. Cukup dengan pemberian oralit

dikarenakan anaknya baru berumur 10 bulan. Tatalaksana diare pada anak yaitu

dengan rehidrasi dengan oralit dan pemberian ASI.


12

MODUL KULIAH I

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE

A. Pengertian Gastroesophageal Reflux Disease

Gangguan dimana isi lambung mengalami ferluks secara berulang ke dalam

esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/ atau komplikasi yang mengganggu

(Asakandar, 2015; 211).

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/ GERD) adalah

suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke adalam esofagus,

dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran

nafas. Telah diketahui bahwa refluks saluran lambung ke esofagus dapat menimbulkan

berbagai gejala di esofagus maupun ekstraesofagus, dapat menyebabkan menyebabkan

komplikasi yang berat seperti striktur, Barrett’s esophagus bahkan adeno karsinoma di

kardia dan esofagus. Banyak ahli yang menggunakan istilah esofagitis refluks, yang

merupakan keadaan terbanyak dari penyakit refluks gastroesofageal (Sudoyo, 2014; 1750).

B. Etiologi dan Patogenesis

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi

sebagai akibat dari refluks gastroesophageal apabila: 1) terjadi kontak dalam waktu yang

cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus. 2) terjadi penurunan resistensi

jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus

tidak cukup lama (Sudoyo, 2014; 1750).

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)

yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal,
13

pemisahan ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang

terjadinpada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau

muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus LES hanya terjadi apabila tonus LES yang ada

atau sangat rendah (<3mmhg) (Sudoyo, 2014; 1750).

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: 1) refluks

spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2) aliran retrograd yang mendahului

kembalinya tonus LES setelah menelan, 3) meningkatnya tekanan intra abdomen (Sudoyo,

2014; 1750).

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD

menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor efensif dari

bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus (Sudoyo, 2014; 1750).

Pemisahan antirefluks, pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES.

Menurunnya tonu LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat

terjadinya peningkatan tekanan intrabdomen. Nikotin dapat menghambat transport ion Na+

melalui epitel esofagus, sedagngkan alkohol dan asopirin meningkatkan permeabilitas

epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak

refluksat. Kandungan lambung yang menambahn potensi daya rusak refluksat terdiri dari

HCl pepsin, garam, empedu, ensim pankreas (Sudoyo, 2014; 1751).

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya.

Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada pH <2 atau adanya pepsin atau

garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi

adalah asam (Sudoyo, 2014; 1751).


14

Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah

kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara dilatasi

lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. Peranan Helicobacter

pylori (HP) dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang

ada. Pengaruh dari infeksi HP terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dan gastritis

serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eridikasi infeksi Hp sangat

trgantung kepada dsitribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh

refluks pra-infeksi HP dengan predominant antral gastritis.

C. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau

retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar

(heartburn) kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan

makanan) mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walaupun demikian dejarat berat

ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkolerasi dengan temuan endoskopik.

Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada

serangan angina pektoris (Sudoyo, 2014; 1752).

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan

sangat bervariasi, mual dan nyeri dada non-kardiak, suara serak, laringitis, batuk karena

aspirasi sampai timbulnya bronkiekstrasi atau asma. Beberapa penyakit paru dapat menjadi

faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di

daerah gastroesophageal higt pressures zone akibat penggunaan obat-obatan yang

menurunkan tonus LES (misalnya teofilin). Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-
15

lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang mengancam nyawa. Oleh sebab

itu, umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik (Sudoyo,

2014; 1752).

D. Diagnosis

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama beberapa pemeriksaan

penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu:

1. Endoskopi saluran cerna bagian atas

Pemeriksaan Endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk

diagnosis GERD dengan ditemukannya mukosa break di esofagus (esofagitis refluks).

Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai pebuhanan makroskopik dari

mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat

menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemerikasaan

endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan

ini disebut sebagai non-erasive frefluks disease (NERD).

2. Esofagografi dengan barium

Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak

menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih

berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau

penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitif untuk diagnosis

GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari

endoskopi, yaitu pada: 1) stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik

dengan gejala disfangia. 2) hiatus hernia.


16

3. Pemantauan pH 24 jam

Epiode refluks gastroesopageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus.

Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada

bagian distal dapat memastikan ada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk

refluks gastroesopageal.

4. Tes Bernstein

Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan

melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M, dalam waktu kurang dari satu

jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien dengan gejala

yang tidak khas.

5. Manometri esofagus

Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala

nyeri epigastrum dan reguritasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan endoskopi

yang normal.

6. Sintigrafi gastroesofageal

Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang

dilabel dengan radiosotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutnya sebuah

penghitung gamma eksternal akan memonitor transit dari cairan/makanan yang dilabel

tersebut. Sensitivitas dan spesifisitas tes ini masih digunakan.

7. Tes penghambat pompa proton (proton pump inhibitor) ppi test (tes supresi asam) acid

supression test.
17

Tes ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala dari GERD dengan

memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang terjadi. Tes

ini terutama dilakukan jika tidak bersedia modalitas diagnostik seperti endoskopi, pH metri

dan lain-lain. Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari 50%-75% gejala yang

terjadi.

(Sudoyo, 2014; 1752-1753).

E. Penatalaksanaan

Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan

timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, struktur esofagus ataupun esofagus.

Barett yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat

penatalaksanaan yang adekuat.

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi

medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.

Terget penatalaksanaan GERD adalah: a) menyembuhkan lesi esofagus, b)

keluhan, c) mencegah kekambuhan, d) memperbaiki kualitas hidup, e) mencegah

timbulnya komplikasi.

(Sudoyo, 2014; 1753).

1. Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,

namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat

memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk


18

mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal-hal yang dapat dilakukan

dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut:

a). Meninggikan posisi kepala saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur

dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah

refluks asam dari lambung ke esofagus.

b). Berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol.

c). Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makan yang dimakan

karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.

d). Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian

ketat sehingga dapat menurangi tekanan intra abdomen.

e). Menghindari makan dan minuman seperti coklat, teh, pippermint, kopi dan

minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam.

f). Hindari obat-obatan yang dapat menurunkan tonus LES.

F. Obat-Obat GERD

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa
GERD:
1. Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD

tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.

2. Antagonis Reseptor H2

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai

sedang serta tanpa komplikasi.


19

3. Obat-Obatan Prokinetik

Obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih

condong ke arah gangguan motolitas. Namun pada prakteknya, pengobatan GERD

sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam.

4. Sukralfat

Obat ini bekerja dengan meningkatkan pertahanan mukosa esofagus serta

esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan

garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal

(sitoproteksi).

5. Penghambat Pompa Proton

Golongan obat-obatan ini bekerja secara langsung pada pompa proton sel pariental

dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses

pembentukan asam lambung.

6. Terapi Terhadap Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah struktur dan pendarahan. Sebagai

dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat

terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang

metaplastik. Keadaan tersebut disebut sebagai esofagus Barrett dan merupakan suatu

keadaan premaligna. Resiko terjadinya karsinoma pada Barrett’ss esophagus adalah

sampai 30-40 kali dibandingkan populasi normal.


20

7. Stiktur Esofagus

Jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur kurang dari 13 mm, dapat

dilakukan dilatasi busi.

8. Esofagus Barrett

Dapat diobati secara medikamentosa. Berikut ini adalah algoritme

penatalaksanaan barrett’s esophagus pada pasien GERD.

(Sudoyo, 2014; 1755-1756).


21

MODUL KULIAH II

DIARE

A. Pengertian Diare

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi

buang air besar dari biasanya disertai dengan adanya perubahan bentuk dan konsistensi

tinja dari penderita yang bersangkutan ( Depkes RI, 2002).

Pengertian diare secara oprasional adalah buang air besar lebek/ cair bahkan dapat

berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya lebih 3 kali sehari)

dan berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes RI, 2002).


Jenis penyakit Diare sebenarnya terbagi atas Diare Akut dan Kronis. Diare akut

biasanya berlangsung selama beberapa hari dan biasanya disebabkan oleh infeksi yang

disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit. Diare kronis berlangsung lebih lama daripada

diare akut, umumnya lebih dari empat minggu. Diare kronis dapat mengindikasikan adanya

gangguan yang serius, seperti kolitis ulserativa atau penyakitsindrom iritasi usus.

B. Etiologi Diare

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare


Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oralantara lain melalui

makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja

penderita. Beberapa perilaku yang menyebabkan enyebaran kuman enterik dan

meningkatkan resiko terjadinya diare, yaitu: Menyimpan makanan pada suhu kamar.

Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan

kuman akan berkembang biak. Menggunakan air minum yang tercemar, tidak

mencuci tangan sesudah buang iar besar dan sesuadah membuang tinja anak atau

sebelum makan dan menyuapi anak


2. Faktor lingkungan dan perilaku
22

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua faktor

yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat karena trcemar kuman diare serta bekumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat, yaitu melalui makanan dan minuman maka menumbulkan

diare.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkandalam 6 golongan, yaitu:

1. Infeksi

a) Bakteri (shigella, salmonella, e.coli dan golongan vibrio).


b) Virus (rotavirus, norwalk+norwalk like agent dan adenovirus)

c) Parasit (cacing perut, ascaris. Trichuris, basillus careus)

2. Malabsorpsi

3. Alergi

4. Keracunana

a) Keracunan bahan kimia

b) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi (jasad renik, algae,

ikan buah-buahan dan sayur-sayuran).

5. Imunisasi Defisiensi
6. Sebab-sebab lain

(Depkes RI, 2002)

C. Pathophysiology

Pada orang dewasa sehat berat faeces bervariasi antara 100-300 gm/hari, tergantung

dari diet yang masuk yang tidak tercerna) khususnya karbohidrat. Diare sebaiknya

dikategorikan berdasarkan kenaikan berat faeses yang menyebabkan perubahan.

Patofisiologis

1. Osmotic diarrhea
23

2. Secretory diarrhea

3. Malabsorption

4. Exudative diarrhea

5. Altered intestinal transit

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare:

1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan meyebabkan

tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
roongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya

sehingga timbul diare.

2. Gangguan Sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare

timbul karena terdapat peningkatan di rongga usus.

3. Gangguan Motilitas Usus

Hiperperistaktik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaiknya jika peristaltik menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan

diare.

Patogenesis diare akut, yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus

halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang baik di dalam

usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin, akibat toksin tersebut terjadi

hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Patogenesis diare kronik, lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya

adalah infeksi bakteri, parasit, molabsorpsi, malnutrisi dan lain-lain. Sebagai akibat diare
24

akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (asidosis metabolik,

hipokalemia, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (kurangnya asupan

makanan, bertambahnya pengeluaran), hipokalemia, gangguan sirkulasi darah.

Konsekuensi akibat Diare:

1. Hilangnya cairan elektrolit (sodium, potasium, magnesium, anion organik,

chlorid).

2. Hilangnya cairan dapat menyebabkan keadaan dehidrasi dan vascular colaps.

3. Colaps lebih cepat terjadi pada penderita yang masih sangat muda, tua, atau yang
mengalami diare hebat.

4. Dapat terjadi metabolik asidosis, hilangnya bikarbonat.

5. Hipokalemi dapat terjadi pada diare kronik yang hebat.

6. Dapat terjadi kejang akibat yang berkepanjangan.

D. Diagnosis

Keadaan klinik sebagian besar tergantung dari penyebab, lama, kehebatan, serta

keadaan kesehatan secara umum dari individu tersebut. Perjalanan penyakit diperhatikan

dari riwayat penyakit, yaitu waktu, tempat, durasi dan kehebata penyakit, hubungannya

dengan keskitan perut, vomiting, terdapatnya darah pada faeces, frekuensi dan waktu BAB,
terdapatnya lemak dan bau pada faeses, hubungannya dengan nefsu makan, perubahan

berat badan, serta terjadinya kejang pada rectum. Pemeriksaan raeces secara makroskopis

maupun mikroskopis, apabila penyakit pada mukosa rectum, diare lebih frequen, jumlah

paeces sedikit, rasa sakit pada daerah rectum, pH dari faeces mengalami penurunan yang

biasanya <6, akibat fermentase bakteri. Dapat terjadi vaskular kolaps, dehidrasi,

berkurangnya kadar elektrolit serta anemia.

E. Tanda dan Gejala Diare

Menurut Depkes RI, 2002, tanda dan gejala diare adalah:


25

1. Pada anak-anak mengalami diare tanpa dehidrasi tanda-tandanya adalah: berak

cair 1-2 kali sehari, muntah tidak ada, haus tidak ada, masih mau makan dan

bermain.

2. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang tanda-tandanya

adalah: berak cair 4-9 kali sehari, kadang muntah 1-2 kali sehari, kadang panas,

haus, tidak mau makan, dan badan lemas.

3. Pad ank yang mengalami diare dengan dehidrasi berat tanda-tandanya adalah:

berak cair terus-menerus, haus sekali, mata cekung, bibir kering dan bau, tangan
dan kaki dingin, sangat lemah.

F. Cara Mencegah Penyakit Diare

Cuci tangan sesring mungkin untuk mencegah penyebaran virus diare. Cuci

tangan anda setelah menyiapkan makanan, memegangg daging mentah, dari toilet,

mengganti popok, bersin, batuk dan buang ingus.

Peningkatan motilitas saluran cerna dan oenurunan absorpsi caira merupakan faktor

utama diare. Obat-obat antidiare meliputi agen-agen antimotilitas, penyerap (adsorbent)

dan obat-obat yang mengubah transpor cairan dan elektrolit. Obat-obat yang digunakan

untuk mengobati diare: Aluminium hydroxide, Bismuth subsalicylate, Diphenoxilate,


Loperamide, Metylcellulose

1. Agen-agen antimotilitas

Dua obat yang digunakan secara luas untuk mengendalikan diare adalah

diphenoxylate dan loperamide. Keduanya merupakan analog meperadine dan

memiliki kerja mirip opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid prasinaps dalam

sistem saraf enterik untuk menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan

peristaltik. Pada dosis lazim, obat ini kurang berefek analgesia. Efek samping

meliputi mengantuk, kram perut, dan pusing. Karena obat ini dapat menyebabkan
26

megakolon toksin, obat ini tidak boleh digunakan pada anak kecil atau pasien dengan

kolitis berat.

2. Penyerap

Agen-agen peyerap, seperti bismuth subsalicylate, metylcellulose dan aluminiun

hydroxide dugunakan untuk mengendalikan diare. Diperkirakan agen ini bekerja

dengan menyerap racun atau mikroorganisme intestinal dan/atau dengan melapisi

atau melindungi mukosa usus.agen-agen ini jauh kurang efektif dibandingkan agen-

agen antimotilitas. Agen-agen ini dapat mengganggu absorpsi obat-obat lain.


3. Agen-agen yang mengubah transpor cairan dan elektrolit

Bismuth subsalicylate, digunakan untuk traveler’s diarrhea, menurunkan

sekresi cairan dalam usus. Kerjanya dapat disebabkan akibat komponene salisilatnya

dan kerja pelapisannya.

(Ricard, 2014; 400).


27

MODUL KULIAH III

KONSTIPASI

A. Pegertian Konstipasi

Konstipasi (penimbunan bahan tinja yang keras di dalam usus besar) adalah

keluhan yang sering terjadi dan merupakan keluhan yang utama pada lansia. Kurangnya

masuknya cairan dan kebiasaan makan yang buruk merupakan faktor penunjang. Penyebab

lain yaitu:

1. Pengerasan tinja

2. Obstruksi usus

3. Pemakaian laksatif kronik

4. Gangguan neurologik (paralegia)

5. Menunda keinginan buang air besar

6. Kurang olahraga

7. Obat-obat tertentu

(Joyce, 1996; 526)

Laksatif juga meningkatkan potensi kehilangan efek farmakologis sediaan oral

yang diabsorbsi buruk, bekerja lambat, dan lepas lambat dengan cara mempercepat transit

sediaan oral melalui usus (Ricard, 2014; 400).

Konstipasi berarti pelannya pelannya pergerakan tinja melalui kolon. Kondisi ini

sering berhubungan dengan sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon disedens

yang menumpuk karena penyerapan cairan berlangsung lama (Guyton & Hall, 1996).
28

B. Jenis-Jenis Konstipasi

1. Konstipasi koloni, defekasi yang tidak teratur yang abnormal, dan juga

pengerasan feses tak normal yang membuat fasesnya sulit dan kadang

menimbulkan nyeri.

2. Konstipasi dirasakan/ persepsi (perceived constipation) adalah masalah subjektif

yang terjadi bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan apa yang

dirasakan orang tersebut.

3. Konstipasi Idiopatik terjadi apabila tidak didapatkan penyakit organik yang

menimbukan konstipasi.

Hasil konsensus nasional penatalaksanaan konstipasi si Indonesia tahun 2006

membagi konstipasi menjadi konstipasi primer dan konstipasi sekunder.

Konstipasi primer terdiri dari konstipasi dengan transit normal, konstipasi dengan

transit lambat, dan difungsi anorektal. Konstipasi sekunder merupakan konstipasi

yang disebabkan oleh penyakit lain, yaitu penyakit endokrin dan metabolik,

kondisi psikologis, kondisi miopatik, abnormalitas struktural, penyakit

neurulogis, kehamilan dan penyalahgunaan laksansia (Sudoyo, 2006).

C. Faktor-Faktor Penyebab Konstipasi

1. Gangguan fungsi yang meliputi, kelemahan otot abdomen, kebiasaan defekasi tidk

teratur, dan perubahan lingkungan.

2. Psikologis/ psikogenik yang meliputi, depresi, stres emosional, dan konfusi

mental.
29

3. Farmakologis: penggunaan antasida, antidepresan, antikolinergik, antipsikotik,

barium sulfat, suplemen zat besi dan penyalagunaan laksatif.

4. Mekanis; ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, megakolon, gangguan

neurologis, obesitas, obstruksi pascaoperasi, kehamilan, pembesaran prostat, obses

rektal atau ulkus, fisura anal rektal, struktur anal rektal, prolaps rektal, dan tumor.

5. Fisiologis; perub ahan pola makan dan makanan yang biasa dikonsumsi,

penurunan motilitas saluran gastrointestinal, dehidrasi, insufisiensi asupan serat,

pila makan buruk.

D. Patofisiologi Konstipasi

Patofisiologi konstipasi belum dipahami. Konstipasi di yakini berhubungan dengan

pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon yaitu; transpor mukosa (sekresi mukosa

pengaruh dari gerakan isi kolon), aktivitas mioelektrik (pencampuran massa rektal), atau

proses defekasi. Dorongan defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui

empat tahap: rangsangan refluks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal,

relaksasi sfingter dan otot dalam region pelvik dan peningkatan tekanan intra-abdomen.

Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi (Smeltzer dan

Bare, 2008).

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik mencakup distensi abdomen, gemuruh usus, rasa nyeri dan

tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi

pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, serta eliminasi volume feses sedikit,

keras dan kering (Smeltzer dan Bare, 2008).


30

F. Obat-Obat Konstipasi

1. Pengiritasi dan Perangsang

Senna merupakan laksatif perangsang yang banyak digunakan. Bahan aktifnya

adalah sekelompok sennoside, suatu kompleks anthraquinone glycoside alamiah.

Ketika digunakan peroral, obat ini menyebabkan pengosongan usus besar dalam 8-10

jam. Obat ini menyebabkan sekresi air dan elektrolit dalam usus besar. Dalam bentuk

kombinasi dengan pelunak tinja mengandung decusate, obat ini berguna dalam

mengobati konstipasi yang diinduksi-opioid. Bisacodyl yang tersedia sebagai

suppositoria dan tablet salut enterik, merupakan perangsang kolon yang kuat. Efek

samping meliputi kaku otot abdomen dan berpotensi kolon atonik dengan penggunaan

lama. Antasida tidak boleh digunakan pada saat yang sama dengan tablet salut enterik.

Antasida akan menyebabkan lapisan salut larut lebih dulu dalam lambung, yang

menyebabkan iritasi lambung dan nyeri.

2. Bulk Laxative

Bulk Laxative meliputi koloid hidrofilik (dari bagian buah atau sayuran yang tidak

dicerna). Agen ini membentuk gel dalam usus besar, menyebabkan retensi air dan

distensi usus sehingga meningkatkan aktivitas peristaltik. Kerja yang sama dihasilkan

oleh methylcelullose, benih psyllium, dan kulit padi. Agen ini harus digunakan secara

hati-hati pada pasien yang hanya terbaring karena ada potensi abstruksi usus.

3. Salin dan Laksatif Osmotik

Salin katartik, seperti magnesium citrate, magnesium sulfate, sosium phosphate,

magnesium hydroside, merupakan garam (anion dan kation) yang tidak diserap dan
31

menhan air dalam usus dengan cara osmosis dan distensi usus, meningkatkan aktivitas

usus dan menyebabkan defekasi dalam beberapa jam. Laktuse merupakan produk yang

tidak dapat dihidrolisis oleh enzim usus. Dosis oral didegradasi dalam kolon oleh

bakteri kolon menjadi asam laktat, format dan asetat. Hal ini akan menimbulkan

tekanan osmotik sehingga mengumpulkan cairan, melebarkan kolon, menciptakan

fases yang lunak dan menyebabkan defekasi.

4. Pelunak Feses (laksatif emolien atau surfaktan)

Agen aktif permukaan yang teremulsikan dengan feses menghasilkan feses yang

lunak dan mudah dibuang. Afen-agen ini meliputi decusate, decusate calcium, dan

decusate potasium. Agen-agen ini dapat memerlukan beberapa hari untuk menjadi

efektif. Agen ini tidak boleh digunakan bersama dengan minyak mineral karena

berpotensi penyerapan minyak mineral.

5. Laksatif Pelumas

Minyak mineral dan suppositoria gliserin dianggap sebagai pelumas. Agen ini

memudahkan pengembangan feses yang keras. Minyak mineral harus digunakan per

oral dalam posisi tegak untuk menghindari aspirasi dan kemungkinan pneumonia lipid

atau lipoid.

(Ricard, 2014; 400-402)


32

DAFTAR PUSTAKA

Asakandar Tjokoprowiro, dkk. Buku aAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya: 2015.

Depkes RI. Buku Pedoman Pelaksanaan P2 Diare. Ditjen PPM dan PL. Jakarta:
2002.

Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta: 1996.

Kee, Joyce L. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC. Jakarta: 1996.

Havey, Ricard A, Pamela C, Champe, dkk. Farmakologi ulasan bergambar.


Penertbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta: 2014.

Sudoyo, Aru W, dkk. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika. Jakarta:
2006.

Sudoyo, Aru W, dkk. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika. Jakarta:
2014.

Smeltzer, Suzane C, and Bare Brenda G. Buku Ajar Kesehatan Medical Bedah
Volume 2 Edisi 8. Buku Kedoktern EGC. Jakarta: 2008.

Anda mungkin juga menyukai