Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA II

“SUPPOSITORIA KETOPROFEN”

OLEH:
NAMA : ANDI NYIMAS ANNISA AR (70100120001)
_DALILAH AMANI DAHMADI (70100120002)
_NURUL MUTHIA MURSALIM (70100120017)
_NURAFIFAH TADAENG (70100120023)
_SINARWATI PUTRI (70100120024)
KELAS : FARMASI A1
ASISTEN : SUJASMIN KURNIAWAN S,farm
_WINNI ALFIONITA S,farm
KOORDINATOR : Apt. NUR AZIZAH SYAHRANA, S. Farm., M.Farm

LAB FARMASETIKA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LOGO PABRIK

B. MAKNA LOGO

1. Lingkaran hitam : Melambangkan konsentrasi, arahan dan ketepatan target

perusahaan, dengan warnanya yang hitam mengartikan bahwa kita memiliki

tujuan yang satu.

2. Garis : Garis pada logo ini memiliki arti ketenangan, stabilitas, serta
kemegahan yang melambangkan para pendiri PT. PHARMACON FARMA

dengan 5 wanita pendirinya yang tenang dan elegan.

3. Segi 7 : Dalam geometri disebut dengan patogen yakni sebuah poligon

dengan tujuh sisi dan tujuh sudut. 7 sisi melambangkan misi dari perusahaan

ini, sedangkan 7 sudut di ambil dari tanggal terbentuknya perusahaan.

4. F : Inisial dari kata Farma yang berarti "tentang/terkait" obat dan alat medis

kesehatan.
5. Pharmacon : Singakatan dari kata Farmasi yang dalam bahasa Yunani

berarti racun dan obat. Maksudnya obat sebagai penawar jika di gunakan

dengan tepat dan dapat menjadi racun jika di salahgunakan.

6. Warna : Hitam berarti simbol kekuatan dan keunggulan yang di ibaratkan

sebagai kesatuan dari karyawan atau pekerja pada perusahaan, sedangkan

putih berarti kebaikan, kesucian yang bermakna akan membantu

masyarakat dengan seluruh upaya untuk menciptakan obat-obat yang

berkualitas

C. SEJARAH PABRIK

PT Pharmacon Farma adalah perusahaan farmasi yang merupakan anak

perusahaan PT Kimia Farma Tbk yang saat ini menguasai saham sebesar 56,7%

dan sisanya dipegang oleh publik termasuk karyawan.

Sejak didirikan pada 7 Juni 2000 PT Pharmacon Farma yang semula

merupakan bagian dari pengembangan usaha AFDINUSILAH singkatan dari

(Afifah, DIza, Numu, Sinar, Dalilah) dengan nama NV Pharmaceutical Processing

Industries sejak awal menumbuhkan budaya perusahaan yang berbasis pada

profesionalisme dan berorientasi pada kualitas.

Komitmen yang tinggi pada standar kualitas serta lingkungan dibuktikan

dengan terus mengikuti perubahan standar mutu melalui implementasi dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik/CPOB terkini (Current Good Manufacturing

Practices), Pembuatan Obat Tradisional yang Baik terkini (Current Herbal Good

Manufacturing Practices), serta persyaratan penyaluran alat kesehatan dan Cara

Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB), Persyaratan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) serta system Manajemen Mutu yang terintegrasi yang meliputi

standar ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001, ISO/IEC 17025 dan Manajemen

Risiko.
Saat ini, perusahaan telah memproduksi lebih dari 250 macam obat,

sebagian besar diantaranya adalah hasil pengembangan sendiri (non-lisensi) yang

diklasifikasi dalam kelompok produk etikal, generic, OTC, dan Agromed. Selain

memproduksi obat yang diperdagangkan sendiri, PT Pharmacon Farma dipercaya

industri farmasi lain untuk memproduksi obat melalui kerjasama kontrak

pembuatan produk. Produk tersebut selain untuk kebutuhan nasional juga untuk

kebutuhan negara lain melalui kerjasama ekspor yang dirintis sejak tahun 2015

hingga saat ini sudah ada lebih dari 6 produk yang diizinkan untuk beredar di negara

Kamboja, Myanmar, dan Peru. Hingga saat ini sudah ada 6 produk yang diizinkan

untuk beredar di negara tetangga, yaitu Kamboja. Selain itu, perusahaan mulai

memperluas lingkup bisnisnya pada sektor non obat berupa alat kesehatan non

elektromedik yang telah memperoleh izin pendistribusiannya dari Kementerian

Kesehatan RI.

Untuk meletakkan fondasi bisnis yang kuat, manajemen berupaya

menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance,

GCG). Dan, yang tak kalah penting, manajemen akan terus berupaya membangun

kompetensi personel yang professional melalui program pengembangan sumber

daya manusia yang terarah, sehingga mampu membawa perusahaan memasuki era

perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi terkemuka di kawasan regional.


Adapun Visi dan misi dari perusahaan ini ialah :

1. Visi

Menjadi perusahaan farmasi terkemuka yang menghasilkan produk

kesehatan terbaik guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2. Misi

a. Menyediakan produk dan jasa dengan kualitas terbaik dan inovasi yang

berkelanjutan;
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat dan peralatan kesehatan yang

mempunyai keunggulan kompetitif

c. Memberi pelayanan pada konsumen secara maksimal sehingga keberadaan

perusahaan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan semua pihak yang

berhubungan dengan perusahaan.

d. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme karyawan untuk proses bisnis

yang lebih baik mengacu pada prinsip Good Corporate Governance;

e. Memberikan nilai tambah dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan

untuk seluruh stakeholder.

f. Melakukan aktivitas usaha di bidang-bidang industri kimia dan farmasi,

perdagangan dan jaringan distribusi, ritel farmasi dan layanan kesehatan serta

optimalisasi aset.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM

1. Suppositoria

Supositoria adalah bentuk sediaan padat di mana satu atau lebih API

tersebar di tempat yang sesuai dasar dan dicetak atau dibentuk menjadi bentuk yang

cocok untuk dimasukkan ke dalam rektum untuk memberikan efek lokal atau

sistemik. Supositoria adalah bentuk sediaan padat yang dimaksudkan untuk

dimasukkan ke dalam lubang tubuh di mana mereka meleleh, melunak, atau larut

dan memberikan efek lokal atau sistemik. Kata supositoria berasal dari kata

supponere Latin, yang berarti "menempatkan di bawah," sebagai turunan dari sub

(bawah) dan ponere (to tempat) . Jadi, supositoria berarti keduanya secara linguistik

dan terapeutik untuk ditempatkan di bawah tubuh, seperti ke dalam

rektum.(Ansel,2014).

Sisipan adalah bentuk sediaan padat yang dimasukkan ke dalam rongga

tubuh yang terjadi secara alami (nonsurgical) selain mulut atau rektum, termasuk

vagina dan uretra.Supositoria memiliki berbagai bentuk dan beban; bentuk dan

ukuran supositoria harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah

dimasukkan ke dalam lubang yang dimaksudkan tanpa menyebabkan distensi yang


tidak semestinya, dan setelah dimasukkan, itu harus dipertahankan untuk periode

yang sesuai. Supositoria rektal dimasukkan dengan jari. Supositoria rektal biasanya

sekitar 32 mm (1,5 inci), berbentuk silinder, dan memiliki salah satu atau kedua

ujungnya meruncing. Beberapa tempat sup rektal berbentuk seperti peluru, torpedo,

atau jari kelingking. Tergantung pada kepadatan basis dan obat-obatan dalam

supositoria, beratnya dapat bervariasi. (Ansel,2014)


2. Ketoprofen

Ketoprofen adalah obat dengan kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi

berada di bawah Obat kelas I BCS. Ketoprofen umumnya diresepkan untuk radang

sendi yang berhubungan dengan nyeri inflamasi atau sakit gigi parah yang

mengakibatkan radang gusi. Hal ini digunakan dalam muskuloskeletal dan

gangguan sendi seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis, alkylosing spondylitis,

asam urat akut, kram perut yang berhubungan dengan menstruasi dan juga

menunjukkan aktivitas analgesik-antipiretik. Ketoprofen diserap dengan cepat

terlepas dari rute pemberian. Mencapai puncak maksimum pada jam pertama

pemberian jika diambil melalui rute oral, rektal dan parentral (Nagendra, 2016).

Ketoprofen adalah NSAID dengan sifat analgesik dan antipiretik. Seperti semua

NSAID, dasar fisiologis aktivitas farmakodinamik ketoprofen dihasilkan dari

penghambatan jalur siklooksigenase dari metabolisme asam arakidonat. Asam

arakidonat adalah yang paling melimpah dan mungkin yang paling penting dari

prekursor eikosanoid. Pelepasan bebas asam arakidonat dari fosfolipid membran

dikatalisis oleh aktivasi enzimatik fosfolipid A2. Kemudian diubah menjadi

berbagai bentuk prostaglandin. Ketoprofen adalah salah satu penghambat

siklooksigenase yang paling kuat pada konsentrasi yang baik dalam kisaran

konsentrasi plasma terapeutik (EC502ug/L) (Nagendra, 2016).


Ketoprofen adalah 60-90% terikat protein plasma dan konsentrasi

substansial obat ditemukan dalam cairan sinovial. Waktu paruh eliminasi

ketoprofen dilaporkan dari 1,5 hingga 2 jam. Kinetika eliminasi adalah orde

pertama dan konstanta laju adalah 0,35 jam. Ekskresi minimal terjadi di wajah,

tingkat menjadi pengecualian. Ketoprofen menghambat sintesis prostaglandin

dengan menurunkan aktivitas enzim siklooksigenase, yang mengakibatkan

penurunan pembentukan prekursor prostaglandin. Ketoprofen diformulasikan


dengan menggunakan bahan dasar berikut dan metode fusi digunakan untuk

pembuatan dan Laju pelepasannya untuk supositoria ketoprofen dalam buffer fosfat

Sorenson pH- 7,4 ditentukan & ditemukan menjadi cocoa butter>Witepsol

H15>witepsol W25 > suppocire AML >witepsol W35 >hydrokote AP5-1>witepsol

E75. Metode Metode fusi umumnya digunakan dalam pembuatan supositoria untuk

tujuan pengeluaran. Basis supositoria meleleh; obat dimasukkan ke dalamnya dan

diisi dengan cetakan yang dilumasi. Pada pendinginan, supositoria terbentuk yang

dikeluarkan dari cetakan supositoria. (B.Nagendra, 2016)

3. Polietilen Glikol

Polietilen glikol adalah polimer etilen oksida dan air yang disiapkan untuk

berbagai panjang rantai, molekul berat badan, dan keadaan fisik. Mereka tersedia

dalam sejumlah rentang berat molekul,yang paling umum digunakan adalah polietil

ena glikol 300, 400, 600, 1.000, 1.500, 1.540, 3.350, 4.000, 6.000, dan 8.000.

numeric sebutan mengacu pada molekul rata-rata berat masing-masing polimer.

Polietilena glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 300, 400, dan 600 adalah

cairan bening dan tidak berwarna. Mereka yang memiliki berat molekul rata-rata

lebih dari 1.000 adalah padatan putih seperti lilin yang kekerasannya meningkat

dengan peningkatan dalam berat molekul. Rentang leleh, untuk contoh, polietilen

glikol, adalah PEG 300 (−15°C hingga 18°C), PEG 1000 (37°C hingga 40°C), PEG
3350 (54°C hingga 58°C), dan PEG 8000 (60°C hingga 63°C). (Ansel,2014).

Dengan mengkombinasikannya dalam berbagai macam perbandingan akan

diperoleh hasil yang memuaskan baik kekerasan maupun kecepatan pelarutannya.

Jumlah cairan rektum yang sedikit dan luas permukaan suppositoria yang kecil

menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk proses pelarutan menjadi lama, dengan

demikian onset dan aksi terapetiknya akan lambat tetapi efek durasinya lama.

(Ansel,2014)
B. TINJAUAN ISLAMI

1. Sejarah Perkembangan Farmasi Dalam Islam

Islam adalah agama yang didasarkan pada wahyu, berasal dari Allah SWT

dan merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk

menyempurnakan agama yang dibawa oleh para nabi Sebelumnya. Farmasi dalam

bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani: pharmacon, yang berarti: obat adalah

salah satu bidang Profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu

Kesehatan dan ilmukimia, yang mempunyai tanggung jawab memastikan

efektivitas dan keamanan penggunaan obat.Ruang lingkup dari Praktik farmasi

termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat,

serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien

(patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan

penggunaan Obat, dan penyediaan informasi obat. Kata farmasi berasal dari Kata

farma (pharma).

Farma merupakan istilah yang dipakai pada Tahun 1400 – 1600an. Institusi

farmasi Eropa pertama kali berdiri di Trier, Jerman, pada tahun 1241 dan tetap eksis

sampai dengan sekarang. Peradaban islam dikenal kare-na perkembangan ilmu

pengetahuan, salah satunya adalah farmasi. Ilmu tentang obat-obatan ini menjadi

acuan perkembangan kedokteran di berbagai peradaban. Dengan Menguasai tradisi


farmasi dan kedokteran, kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Banyak orang

terlindungi dari serangan penyakit dan ancaman kesehatan. Islam merupakan

peradaban yang sangat Memperhatikan perkembangan farmasi (Nasution, 2020: 5).

Menurut Abu Al-Wafar Abdul Akhir, sejarah farmasi islam terbagi dalam

empat fase, yaitu: Fase pertama adalah hasil kerja keras pakar kimia muslim,

sekaligus perintis ilmu farmasi Jabir bin Ibnu Hayyan (720 M-815 M). Fase kedua,

ilmu farmasi dikembangkan oleh Yuhanna Ibnu Masawayh (777-857 M), Al-Kindi
(809-873), Sabur Ibnu Sahl (Wafat 869 M), Abu Hasan Ali bin Shal Rabani

AtTabari (838-870 M), dan Zakariya Ar-Razi (864 M-930 M). Fase ketiga, ilmu

kedokteran dan farmasi melalui tangan Al-Zahrawi (936-1013), Ibnu Sina (980-

1037 M), Abu Raihan Muhammad Al-Biruni (973-1050 M), Ibnu Aldan Abu Ja’far

Al-Ghafiqi (Wafat 1165 M). Fase keempat, para ilmuwan farmasi muslim mulai

memperluas studi mereka mulai memperluas studi mereka lewat perindustrian di

bidang farmasi. Hasil akhir dari studi tersebut adalah seni menyajikan obat-obatan.

Empat dari dari mereka adalah Ibnu Zuhr (1091-1131 M, Ibnu Thufayl (1112-1186

M, Ibnu Rusyd (1128-1198 M), dan Ibnu Al-Baythar (11971248 M). Fase keempat

ini merupakan fase kebangkitan ilmuwan muslim era kekhalifaan yang terakhir.

Setelah fase ini, umat Islam mengamai kemunduran drastis. Eksistensi ilmu

farmasi tidak bisa dilepaskan dari kejayaan peradaban Islam di masa dinasti

Abbasiyyah yang melakukan gerakan penerjemahan secara besar-besaran. Salah

satu karya penting yang diterjemahkan pada waktu itu adalah De Material Medica

karya Dioscorides. Selain itu, para ilmuwan muslim juga melakukan transfer

pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang berasal dari Yunani,

China, Persia. Pada abad ke-7 sampai ke-17, para ilmuwan muslim secara khusus

memberi perhatian khusus untuk melakukan investigasi atau pencarian, terhadap

beragam produk alam yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Apa yang
dilakukan oleh para ilmuwan muslim ini adalah bentuk dari manifestasi dari sabda

Rasulullah SAW, “Bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya”. Sabda Rasulullah

SAW yang begitu populer di kalangan umat Islam itu, nampaknya memicu para

ilmuwan muslim di era kekhalifahan Abbasiyah, untuk berlomba-lomba meracik

dan menciptakan bermacam Obat-obatan.

Pencapaian umat Islam yang begitu gemilang dalam bidang kedokteran dan

kesehatan, tidak bisa dilepaskan dari kejayaan islam dalam bidang farmasi.
Peradaban islam adalah peradaban yang telah merintis bidang farmasi, serta

menjadikan farmasi tetap bertahan sampai sekarang. Banyak para ilmuwan muslim

di era kejayaan Islam, sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi,

dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran. Seperti adas

manis, kayu manis, cengkeh, sulfur, merkuri dan lain sebagainya. Selain menguasai

bidang farmasi, masyarakat muslim tercatat sebagai peradaban pertama yang

mempunyai apotek dan toko obat. Apotek pertama yang ada di dunia berdiri di kota

Baghdad pada tahun 754 M, dimana pada waktu itu Baghdad menjadi pusat

pemerintahan Dinasti Abbasiyah sekaligus pusat peradaban dunia. Hal ini menepis

anggapan bahwa apotek dan ilmu farmasi berasal dari Barat, tetapi kenyataannya

apotek di barat baru ada sekitar tahun 1400 M atau akhir Abad ke-14 M. Masa

perkembangan farmasi pada kejayaan Islam ini melahirkan tokoh-tokoh muslim

yang berperan penting dalam ilmu kedokteran dan farmasi. Hal ini tergambar dalam

kitab-kitab yang dihasilkan oleh para ilmuwan muslim seperti Jabir Ibnu Hayyan

yang mengarang kitab yang Berjudul al-Khama’ir (Fermentasi), al-Khawash al-

Kabir (buku besar Tentang sifat kimiawi) (Nasution, 2020: 6).

Banyak tokoh-tokoh besar Islam, yang mempunyai andil besar dalam

kemajuan bidang farmasi. Diantaranya adalah Muhammad Ibnu Zakariya al-Razi

yang mengembangkan obat-obatan, Abu al-Qosim Al-Zahrawi yang merintis


tentang distiliasi dan sublimasi, al-Biruni Yang menulis buku tentang farmakologi

yang bernama al-Saydalah (kitab tentang obat-obatan) dan berbagai ilmuwan

muslim lainnya yang menekuni bidang farmasi. Perkembangan farmasi menurut

Abu al-Wafar Abdul Akhir ada Empat fase. Fase pertama yaitu antara tahun 720-

776 M, fase kedua terjadi antara tahun 777-930 M, fase ketiga berlangsung diantara

tahun 936-1165 M, adapun fase keempat terjadi direntang tahun 1095-1248 M. pada
setiap fase inilah, muncul ulama-ulama besar Islam yang menekuni dunia farmasi

dan melakukan ijtihad dalam bidang farmasi (Nasution, 2020: 7).

2. Islam Dan Kefarmasian

Ilmu kefarmasian termasuk ilmu yang sangat canggih dan mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa. Kecanggihan ilmu Ini antara lain

dapat dilihat dari cabangnya yang sangat banyak , seperti ilmu farmakologi farmasi,

biologi farmasi, kimia farmasi, farmasetika farmasi, farmasi klinik dan lain-lain.

Sains Islami sebagai sains yang berlandaskan pada nilai-nilai universal secara

kontruktif dapat dilihat bagaimana ia meletakan peran Al-qur’an dalam kaitan

Islam. Inilah yang membedakannya dengan pandangan dunia muslim. Teori-teori

ilmiah yang dimunculkan sains dilandaskan pada metafisika yang bertentangan dan

menyudutkan keyakinan kaum beragama, seperti teori penciptaan alam semesta,

manusia, hubungan alam dengan tuhan, dan sebagainya.

Islam berbeda dengan agama lain yang datang sebelumnya. Islam datang

sebagai agama dan untuk kepentingan duniawi serta ukhrowi secara simultan. Tidak

sekedar terbatas jalur hubungan antara hamba dengan tuhan saja (vertikal) akan

tetapi islam adalah satu-satunya agama yang menegakan daulat dan pemerintahan

(horizontal), yakni pemerintahan Rasulullah saw di madinah (Nasution, 2020: 31).

Hal-hal pokok yang terkandung dalam syariat Islam tentang Kesehatan


adalah sebagai berikut:

a. Sanition and personal hygiene (kesehatan lingkungan dan Kesehatan

perorangan) yang meliputi kebersihan badan,tangan, Gigi, kuku dan rambut.

Demikian juga kebersihan lingkungan, Jalan, rumah, tata kota, saluran irigasi,

sumur serta tebing-tebingnya.

b. Epidemiologi (preventif penyakit menular) melalui karantina preventif

kesehatan tidak memasuki suatu daerah yang terjangkit wabah penyakit, tidak
lari dari tempat itu, mencuci tangan sebelum menjenguk orang sakit dan

sesudahnya, berobat kedokter dan mengikuti semua petunjuk preventif dan

terapinya.

c. Memerangi binatang melata, serangga, dan hewan yang menularkan penyakit

kepada orang lain. Oleh karena itu, diperintahkan agar membunuh tikus,

kalajengking, dan musang serta membunuh serangga yang berbahaya seperti

catak, kutu, lalat, dan makruh memelihara anjing dirumah, dan menajiskan air

liurnya, diperintahkan membunuh anjing liar dan anjing gila. Sedangkan babi

secara mutlak dimasukkan sebagai binatang yang Haram.

d. Nutrition (Kesehatan makanan) masalah ini terbagi pada 3 bagian, yaitu:

1) Menu makanan yang berfaidah terhadap kesehatan jasmani, seperti tumbuh

tumbuhan, daging binatang darat dan laut, dan segala sesuatu yang

dihasilkan dari daging, kurma, susu, dan semua yang bergizi.

2) Tata makanan. Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal makanan, makan

bukan karena lapar hingga kekenyangan, diet ketika sedang sakit,

memrintahkan berpuasa agar usus dan perut besarnya dapat beristirahat dan

tidak berbuka dengan berlebih-lebihan atau melampaui batas.

3) Mengharamkan segala sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan seperti

bangkai, darah dan daging babi. Hubungan sains dan agama dapat
dipertemukan kembali melalui interpretasi yang sehat.

3. Upaya Farmasis Dalam Implementasi Uu No. 33 Tahun 2014 Tentang

Jaminan Produk Halal

Islam memiliki aturan yang sangat jelas terkait kehalalan suatu Produk. Bagi

seorang muslim mengkonsumsi produk halal dan Baik (thayibah) merupakan

manivestasi dari ketakwaan kepada Allah. Produk halal yang dimaksud adalah

segala jenis benda yang terbuat dari unsur-unsur yang diperbolehkan secara syariat,
sehingga boleh digunakan, baik itu sifatnya konsumsi, pemakaian, maupun

keperluan yang digunakan sehari-hari. Hal ini berimplikasi pada konsumsi sediaan

farmasi, khususnya konsumsi obat-obatan. Penggunaan obat dalam upaya

peningkatan kualitas kesehatan tidak cukup sekedar menjamin keamanan, mutu,

dan khasiat, akan tetapi juga harus tersedia jaminan halal.

Kata halal memilki arti diizinkan, diperbolehkan, legal, diperkenankan.

Halal adalah sesuatu yang dibolehkan menurut ajaran Islam.


ٍ ‫السم ۤا ِء فَس ّٰو ُىه َّن س ْبع ََس ّّٰٰو‬
‫ت ۗ َو ُه َو بِ ُك ِل‬ ِ ِ ‫ُه َو الَّ ِذ ْي َخلَ َق لَ ُك ْم َّما ِِف ْاْلَ ْر‬
َِ ‫ض‬
َ َ َ َ َّ ‫استَ ّٰوٰٓى ا ََل‬
ْ َّ‫َج ْي ًعا ُُث‬
‫ࣖ َش ْي ٍء َعلِْيم‬
Terjemahan :
“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu
kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Baqarah
:29).
Terminologi halal merupakan bagian yang penting dan fundamental, karena

merupakan kewajiban (syariat) yang harus dipatuhi oleh setiap umat Islam. Hal ini

sebagaimana termaktub Dalam QS. Al-Baqarah [2]:168, yakni firman Allah

‫الش ْي ّٰط ِۗن اِنَّه لَ ُك ْم َع ُدو‬


َّ ‫ت‬ِ ‫ض ح ّٰل ًًل طَيِبا َّۖوَْل تَتَّبِعُوا ُخطُ ّٰو‬
ْ ً
ِ
َ ِ ‫َّاس ُكلُ ْوا ِمَّا ِِف ْاْلَ ْر‬
ُ ‫ّٰٰٰٓيَي َها الن‬
‫مبِ ْن‬
‫ي‬
Terjemahan :
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]:168).
Pelanggaran kewajiban (syariat) dengan mengkonsumsi produk non halal,

dipercaya oleh umat Islam sebagai kesalahan besar yang akan berefek negatif pada

kehidupan di dunia maupun kehidupan sesudah mati. “Tidaklah tumbuh daging dari

makanan haram kecuali neraka lebih utama untuknya” (perkataan Nabi Muhammad

yang dinarasikan oleh Ahmad dalam Al Musnad). Selain makanan, umat Muslim

kini juga mulai memperhatikan Industri farmasi.


Dalam QS al-Nahl: 114 Allah SWT. Juga berfirman
ۖ
‫اّلل اِ ْن ُكنْ تُ ْم اِ َّٰي ُه‬
ِّٰ ‫ت‬ ّٰ ‫فَ ُكلُ ْوا ِِمَّا َرَزقَ ُكم‬
َ ‫اّللُ َح ّٰل ًًل طَيِبًا َّوا ْش ُك ُرْوا نِ ْع َم‬ ُ
‫تَ ْعبُ ُد ْو َن‬
Terjemahan :
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah
kepada-Nya.” (QS al-Nahl: 114).
Selanjutnya dalam QS al-Maidah: 88 disebutkan:

‫اّللَ الَّ ِذ ْٰٓي اَنْتُ ْم بِه ُم ْؤِمنُ ْو َن‬ ّٰ ‫وُكلُ ْوا ِِمَّا َرَزقَ ُكم‬
ّٰ ‫اّللُ َح ّٰل ًًل طَيِبًا َّۖواتَّ ُقوا‬
ُ َ
Terjemahan :
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai
rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya.” (QS al-Maidah: 88).
Obat-obatan halal ini diproduksi dengan mematuhi hukum Syariah, bahkan

terdapat kejelasan dari bahan bakunya yang tidak mengandung sesuatu yang

diharamkan. Lebih khusus, obat-obatan halal merujuk kepada obat-obatan yang

seharusnya tidak mengandung bagian-bagian dari hewan seperti anjing, babi dan

yang terutama dengan gigi runcing, serangga, alkohol dan zat lainnya yang dilarang

atau disebut haram dan berada di bawah hukum Syariah.

Dasar penetapan apa yang dimaksud dengan pengertian halal dan haram dari

hadis yaitu riwayat dari Salman al-Farisi bahwa Nabi Saw. Ditanya tentang minyak

samin, keju, dan jubah dari kulit binatang dapat dicatat mengenai “halal, haram, dan

syubhat yang memiliki keterkaitan dengan makanan dan minuman. Beliau

menjawab: Yang halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya,

dan yang haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam Kitab-Nya.

Sedangkan apa yang didiamkan-Nya maka ia termasuk yang dimaafkan kepada

kalian.” (H.r. al-Tirmidzî dan Ibn Mâjah).

Terdapat Hadis lain yang menyuruh mematuhi ketentuan halal dan haram,

termasuk dalam mengonsusmi makanan dan minuman halal yaitu: Dari Muhammad
bin Abdillah ibn Numair al-Hamdani, dari ayahku dari Zakariyya dari Sya‟ bi dari

al-Nu‟ man bin Basyir telah berkata saya telah mendengar Rasulullah Saw. Dan dia

bahwa dengan telunjuk nya ke arah telinganya, “Sesungguhnya yang Halal itu jelas,

yang haram jelas. Dan di antara keduanya ada masalah syubhat, kebanyakan

manusia/orang tidak mengetahuinya. Karena itu maka barang siapa

menjaganya/bertakwa terjerumus dalam syubhat, berarti dia telah membebaskan

agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerumus pada sesuatu di dalam

Syubhat, berarti hampir terjerumus ke dalam yang haram. Sebagaimana jika

Seseorang menggembala ternaknya disekitar hima (tempat/area milik raja yang

dijaga / dilind-ungi dan terlarang dimasuki orang lain dan siapa yang memasukinya

maka akan dijatuhi saksi hukuman). Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja

memiliki hima, ketahuilah bahwa hima Allah adalah larangan-larangan-Nya”.

(H.R. Muslim).

Lembaga pengolahan obat dan makanan di berbagai negara umumnya

memberikan pemisahan yang lebih baik mengenai klasifikasi obat sebagai halal

atau haram di seluruh dunia. Sementara farmasi halal juga harus mengikuti pra-

pemasaran dan pasca-pemasaran yang dikontrol oleh regulator farmasi nasional

yang relevan seperti Biro Pengawasan Farmasi Nasional seperti halnya malaysia.

Dilansir dari publikasi Medgadget (02/12), pasar produk halal untuk obat-obatan
memiliki potensi yang besar secara global dalam hal meningkatkan pendapatan

yang didukung oleh meningkatnya permintaan untuk obat-obatan halal yang berasal

dari populasi muslim yang berkembang namun, obat halal ini juga harus disetujui

oleh badan sertifikat obat halal seperti Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan

Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) di Indonesia dan Jabatan

Kemajuan Islam di Malaysia, serta diharapkan untuk dapat menstimulus

meningkatnya konsumsi global untuk produk obat-obatan halal. Saat ini, obat-
obatan halal diperkirakan telah menyumbangkan hampir sepertiga dari total

pendapatan dari pasar halal global. Hal ini merupakan peluang yang sangat baik

untuk pelaku industri obat halal.

Produk farmasi yakni obat-obatan dan kosmetik dikategorikan Halal jika

memenuhi 5 kriteria antara lain:

1) Bahan baku (bukan bahan haram dan tidak tercampur najis)

2) Proses produksi (halal supply chain)

3) Branding produk

4) Infrastuktur

5) Realitas peredaran

Lima kriteria tersebut menjadi PR terbesar bagi apoteker untuk bisa

mewujudkan produk farmasi yang halal walaupun secara bertahap. Bukan hal yang

tidak mungkin semua produk farmasi berlabel halal. Sekarang ini menjadi sebuah

permasalahan yakni mencari atau menemukan alternatif pengganti bahan baku

ataupun proses yang masih belum sesuai dengan kriteria halal, sampai sekarang ini

kita masih terkunci pada kata “darurat”. Menjadi sebuah pertanyaan besar, sampai

kapan darurat tersebut? Apakah darurat itu kita biarkan saja? Hingga berlarut-larut

Dan tanpa ujung waktu? Ataukah kita sudah mulai perlahan-lahan memikirkan dan

mencari alternatif pengganti agar kedaruratan tersebut segera berakhir. Kita ketahui
bersama bahwa hal-hal yang haram hanya sedikit. Tetapi menjadi sebuah persoalan

ketika kita masih menggunakan turunan dari hal-hal yang haram tersebut. Jika

ditelusuri lebih banyak hal-hal yang halal dari pada hal-hal yang haram.

Di dalam Al-Qur’an di berbagai surah disebutkan 8 hal yang Haram antara

lain:

1) Bangkai

2) Darah
3) Babi

4) Binatang sesajen

5) Khamr

6) Judi

7) Berhala

8) Mengundi nasib.

Sementara ini berbagai obat-obatan dan kosmetik masih ada yang

menggunakan turunan dari berbagai hal di atas salah satunya dari babi. Namun,

masih banyak masyarakat bahkan apoteker sendiri masih ada yang belum tahu,

terlebih untuk kosmetik. Begitu banyak kosmetik yang beredar di pasaran yang

masih terpapar dengan produk tidak halal. Kembali kepada sang produsen yang

membuat produk. Jika memang sudah tahu itu tidak halal, maka tidak melanjutkan

menggunakannya untuk menjadi sebuah produk. Namun, jika sebaliknya masih

tetap bersikukuh keras tetap memakai maka tinggal menunggu ditinggal oleh

konsumen. Begitu pula dengan sang konsumen, jika sudah memahami dan

menyadari suatu produk tidak memiliki sertifikat halal maka akan lebih memilih

meninggalkan produk tersebut dan mencari produk yang sudah jelas kehalalannya

(Nasution, 2020: 75)


BAB III

FORMULASI

A. FORMULA ASLI

Ketoprofen 100 mg

B. RANCANGAN FORMULA

Nama produk : PROFENORIA

Jumlah produk : 1000

Tanggal formulasi : 14 07 2022

Nomor registrasi : DKL2310100107A1

Nomor Bets : 2301001

Komposisi : Tiap 3 g suppositoria mengandung:

Ketoprofen 100 mg = 0,1 gram

PEG 6000 60 % = 1,74gram

PEG 400 40 % = 1,16 gram

C. MASTER FORMULA

Di produksi Tanggal Tanggal Disetujui


Dibuat oleh
oleh formulasi produksi oleh

PT.FENORIA 14 juli Winni Alfionita,


14 juli 2022 Kelompok 2
FARMA 2023 S.Farm

Per 3 gram
Kode Bahan Nama Bahan Fungsi Per Batch
suppositoria
001-Kp Ketoprofen Zat aktif 100 mg 100 mg
002-PEG6 Polietilen glikol Basis 1,74 gr 1.160 gr
6000
003-PEG4 Polietilen Glikol Basis 1,16 gr 1.740 gr
400
D. ALASAN PEMBUATAN PRODUK

Suppositoria,beberapa obat diberikan secara rektal untuk etek lokal nya dan

yang lain untuk efek sistemiknya. Suppositoria adalah benda padatan dengan

berbagai berat dan bentuk yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam lubang

tubuh. (biasanya dubur, vagina, atau uretra). Rektum dan Usus besar dapat

menyerap banyak obat terlarut Pemberian rektal untuk aksi sistemik mungkin lebih

disukai untuk obat yang dihancurkan atau dinaktivasi oleh lingkungan lambung dan

usus. Pemberian obat tidak sadar atau tidak mampu menelan obat dengan aman

tanpa tersedak melalui rute rektal juga dapat diındıkasıkan ketika rute oral dihalangi

Karena muntah atau ketika pasien tidak sadar (Ansel,2014)

E. ALASAN PENGGUNAAN ZAT AKTIF

Ketoprofen yang dimana,ketoprofen merupakan golongan NSAID dengan

sifat analgesic dan antipiretik.

Ketoprofen mudah diserap dari saluran cerna sistem plasma puncak

konsentrasi terjadi sekitar 0,5 ke 2 jam setelah sebuah dosis. Selain itu ketoprofen

diserap dengan baik dari itu intramuscular dan dubur rute (Sweetman SC, 2009:

73).

Hasil penelitian pemberian ketopropen suppositoria sebagai preemptive

analgesik dapat menurunkan intensitas nyeri postoperative. NRS postperative pada


kelompok ketepropen Suppositoria lebih rendah dibandingkan kelompok control (p

<0,05) dimana pada 30 menit (p=0,005), 60 menit (p=0,002) 120 menit (p=0,001)

dan 2-6 jam (p=0,005). Jumiah penggunaan analgesik durate dan postoperative di

ruang pulih sadar berbeda secara significan di antara dua kelompok (po, os).

Ketoprofen suppositoria sebagai preemptive analgesik efektif dalam memblok

stimulus (Lestari et al, 2020).


Berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2008

Ketoprofen suppositoria sebagai analgesik non narkotik dengan dosis 100 mg

digunakan pada pasien pasca operasi yang berum bisa menerima pemberian doat

secara oral dan tidak mengiritasi lambung Pemberian ketopropen melalui oral

memiliki efek samping pada gastrointestinal seperti pendarahan saluran cerna

bagian atas (Imami et al, 2019).

Terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian ketoprofen suppositoria

terhadap penurunan intensitas nyeri saat pelepasan keteter (Ismy, 2022).

Ketoprofen dalam pemberian oral diketahui bahwa biovabilitas. Ketoprofen

yang diberikan secara peroral hanya sebesar 85%, sehingga diperlukan jalur

pemberian alternative yang mampu meningkatan biovaibilitas ketoprofen (Fadilah,

2018 : 46-47).

F. ALASAN PENGGUNAAN ZAT TAMBAHAN

PEG memiliki keunggulan titik leleh suppositoria dapat dibuat lebih tinggi

untuk tahan terhadap paparan iklim yang lebih hangat: pelepasan obat tidak

tergantung pada titik leleh; stabilitas fisik pada penyimpanan adalah lebih baik dan

suppositoria mudah bercampur dengan cairan rektal (Rowe, 2009 : 514).

Suppositoria dengan polietilen glikol tidak membutuhkan pelumas pada

cetakan dan lebih mudah dibuat daripada supportoria dengan minyak coklat.
(Lachman 1989: 1975). Jenis PEG 400 dan PEG 6000 merupakan kombinasi PEG

yang sering digunakan untuk pembuatan sirtem dispersi padat (Sweetman, 2005).

Suppositoria dengan basis PEG tidak melebur ketika terkena suhu tubuh,

tetapi perlahan-lahan melarut dalam cairan tubuh (Arvel, 1989). Basis PEG

memiliki beberapa kelebihan diantaranya basis ini tidak mudah terhidrolisis

menjadi buruk, mendukung pertumbuhan mikroba atau tidak menyebabkan iritasi

pada membran mukosa (Scovile 1957: 371).


Dalam konsentrasi hingga 30% PEG 400 telah digunakan sebagai pembawa

untuk bentuk sediaan parenteral (Rowe, 2009).

G. URAIAN BAHAN

1. Ketoprofen

Nama resmi : KETOPROFEN


Nama lain : ketoprofeni, ketoprofen, ketoprofenas, ketoprofenum.
Rumus molekul : C16H14O3
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih, hampi putih, tidak berbau


Stabilitas : Suhu : suhu ruang 250 c
Titik leleh : 920-970 c
PH : 6.5 – 8,5
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, klorofrom dan eter, tidak
larut air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Titik leleh : -
pH : -
Mekanisme kerja : Ketoprofen adalah NSAID dengan sifat analgesik dan
antipiretik. Seperti semua NSAID, dasar fisiologis
aktivitas farmakodinamik ketoprofen dihasilkan dari
penghambatan jalur siklooksigenase dari metabolisme
asam arakidonat. Asam arakidonat adalah yang paling
melimpah dan mungkin yang paling penting dari
prekursor eikosanoid. Pelepasan bebas asam arakidonat
dari fosfolipid membran dikatalisis oleh aktivasi
enzimatik fosfolipid A2. Kemudian diubah menjadi
berbagai bentuk prostaglandin (Babu, 2017: 934).
Indikasi : Ketoprofen digunakan pada gangguan muskuloskeletal
dan sendi seperti ankylosing spondylitis, osteoarthritis,
dan rheumatoid arthritis, dan pada gangguan
periartikular seperti bursitis dan tendinitis. Hal ini juga
digunakan dalam dismenorea, nyeri pasca operasi,
dalam kondisi nyeri dan inflamasi seperti asam urat akut
atau gangguan jaringan lunak, dan untuk mengurangi
demam (BNF, 2020 : 1209).
Farmakodinamik : Aktivitas anti-inflamasi NSAID dimediasi terutama
melalui penghambatan biosintesis prostaglandin
Berbagai NSAID memiliki mekanisme aksi tambahan
yang mungkin, termasuk penghambatan kemotaksis,
penurunan regulasi produksi interleukin-1, penurunan
produksi radikal bebas dan superoksida, dan
interferensi dengan kejadian intraseluler yang dimediasi
kalsium (Katzung, 2013 : 637).
Dosis : 100 mg 2×1 pada malam hari (Brayfield, 2014 : 80).
Interaksi : Interaksi yang terkait dengan NSAID, Probenesid
menunda ekskresi ketoprofen dan menurunkan tingkat
ikatan protein yang mengakibatkan peningkatan
konsentrasi plasma-ketoprofen (Brayfield, 2014 : 80).
Efek samping : Supositoria ketoprofen dapat menyebabkan iritasi lokal;
penggunaan rektal harus dihindari pada pasien dengan
riwayat proktitis atau wasir (BNF,2020 : 1207).
Kontra indikasi : Dengan penggunaan sistemik Perdarahan gastro-
intestinal aktif- ulserasi gastro-intestinal aktif.gangguan
koagulasi riwayat perdarahan gastrointestinal-riwayat
perforasi gastrointestinal-riwayat gastro-intestinal
ulserasi gagal jantung parah (BNF, 2020 : 1207).
Peringatan dan : Dengan penggunaan sistemik Gangguan alergi
perhatian gangguan jantung (NSAID dapat mengganggu fungsi
ginjal)-penyakit serebrovaskular- gangguan jaringan
ikat-dehidrasi (risiko kerusakan ginjal) - lanjut usia
(risiko efek samping serius dan kematian) gagal
jantung-riwayat gastro- gangguan usus (misalnya kolitis
ulserativa, penyakit Crohn) - penyakit jantung iskemik
- penyakit arteri perifer - faktor risiko kejadian
kardiovaskular - tidak terkontrol hipertensi- Dengan
penggunaan topikal Hindari kontak dengan mata-
hindari kontak dengan kulit yang meradang atau rusak-
hindari kontak dengan selaput lendir - tidak untuk
digunakan dengan pembalut oklusif. topikal aplikasi
dalam jumlah besar dapat mengakibatkan efek sistemik,
termasuk hipersensitivitas (BNF, 2020 : 1208).
Kategori kehamilan Hindari kecuali jika potensi manfaatnya lebih besar
daripada risikonya. Hindari selama trimester ketiga
(risiko penutupan duktus arteriosus janin dalam rahim
dan mungkin persisten) hipertensi pulmonal pada bayi
baru lahir); permulaan persalinan mungkin tertunda dan
durasi dapat ditingkatkan (BNF, 2020 : 1208).
Farmakokinetik : Absorbsi : Ketoprofen 99% terikat pada protein plasma
dan di temukan konsentrasi obat yang subtansial.
Distribusi : Didistribusikan dalam cairan synovial dan
protein dan plasma.
Metabolisme : Dimetabolisme terutama oleh konjugasi
dengan asam glukoronat dan di dieksresikan dalam urin
Eliminasi : Di eliminasi dalam plasma sekitar 1,5-4 jam.
(Brayfield, 2014 : 79)
2. PEG 6000

Nama resmi : POLYETHYLENE GLYCOL 6000


Nama lain : PEG, Makrogol Polyethylene Glycol
Rumus molekul : H(OCH2CH2)nOH
Rumus struktur :

Pemerian : Umumnya ditentukan dengan bilangan yang


menunjukkan bobot molekul rata-rata. Bobot _molekul
rata-rata menambah kelarutan dalam air, tekanan uap,
higroskopisitas, dan mengurangi _kelarutan dalam
pelarut organik, suhu beku, berat _jenis, suhu nyala dan
naiknya kekentalan.
Kelarutan : Semua kadar polietilen glikol larut dalam air dan larut
dalam semua proporsi dengan polietilen _glikol lainnya
(setelah meleleh, jika perlu). Larutan _berair dengan
kadar berat molekul yang lebih _tinggi dapat
membentuk gel. Polietilen glikol cair _larut dalam
aseton, alkohol, benzena, gliserin, dan _glikol.
Polietilen glikol padat larut dalam aseton,
diklorometana, etanol (95%), dan metanol; mereka
sedikit larut dalam hidrokarbon alifatik dan eter, tetapi
tidak larut dalam lemak, minyak tetap, dan _minyak
mineral.
Incompatibilitas : Reaktivitas kimia polietilen glikol terutama terbatas
pada dua gugus hidroksil terminal, yang dapat
diesterifikasi atau dieterifikasi. Namun, semua _kadar
dapat menunjukkan beberapa aktivitas _pengoksidasi
karena adanya pengotor peroksida dan _produk
sekunder yang dibentuk oleh autoksidasi.
Stabilitas : Suhu : Polietilen glikol secara kimiawi stabil di udara
dan dalam larutan, meskipun kadar dengan berat
molekul kurang dari 2000 bersifat higroskopis. _Suhu
harus dijaga seminimal mungkin untuk _memastikan
fluiditas; oksidasi dapat terjadi jika _polietilen glikol
terpapar dalam waktu lama pada _suhu melebihi 508C.
Namun, penyimpanan _dibawah nitrogen mengurangi
kemungkinan _oksidasi.
Titik leleh : 37–40 C untuk PEG 1000
pH : 4,5–7,5 dalam larutan dengan konsentarasi 5% b/v
Kegunaan : Sebagai basis dalam suppositoria
Penyimpanan : Polietilen glikol harus disimpan dalam wadah tertutup
baik di tempat yang sejuk dan kering. _Wadah baja
tahan karat, aluminium, kaca, atau baja _berlapis lebih
disukai untuk penyimpanan kadar _cair.
Range : Nilai PEG 6000 dan di atasnya tersedia sebagai bubuk
giling yang mengalir bebas
(Rowe, RC, 2009 : 517 -521).

3. PEG 400
Nama resmi : POLIETILEN GLIKOL 400
Nama lain :
Carbowax; Carbowax Sentry; Lipoxol; Lutrol E;
macrogola; PEG; Pluriol E; polyoxyethylene _glycol.
Rumus molekul : HOCH2 (CH2OCH2)m CH2OH / H(OCH2CH2)nOH
Rumus struktur :
Pemerian :
Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak
berwarna; bau khas lemah; agak higroskopik.

Kelarutan :
Larut dalam air, dalam etanol, dalam aseton, dalam
glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik; praktis
tidak larut dalam eter dan dalam hidrokarbon _alifatik.

Incompatibilitas :
Reaktivitas kimia polietilen glikol terutama terbatas
pada dua gugus hidroksil terminal, yang dapat
diesterifikasi atau dieterifikasi. Namun, semua _kadar
dapat menunjukkan beberapa aktivitas _pengoksidasi
karena adanya pengotor peroksida dan _produk
sekunder yang dibentuk oleh autoksidasi. _Efek fisik
yang disebabkan oleh basa polietilen _glikol termasuk
pelunakan dan pencairan dalam _campuran dengan
fenol, asam tanat, dan asam _salisilat. Perubahan warna
sulfonamida dan ditranol _juga dapat terjadi, dan
sorbitol dapat diendapkan _dari campuran.
Stabilitas :
Secara kimiawi stabil di udara dan dalam larutan,
meskipun kadar dengan berat molekul kurang dari 2000
bersifat higroskopis. Polietilen glikol tidak mendukung
pertumbuhan mikroba, dan tidak _menjadi tengik.
Polietilen glikol dan larutan _polietilen glikol berair
dapat disterilkan dengan _autoklaf, filtrasi, atau iradiasi
gamma.
Titik beku :
4-8°C
pH : Antara 4-7
Kegunaan : Zat Tambahan (Basis)
Range : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

(Depkes, FI ed VI, 2020 : 1409-1410)

H. PERHITUNGAN

1. Perhitungan Dosis: 1 suppositoria × 1 sehari

2. Perhitungan Bahan

Berat suppositoria = 3 gr

Berat zat aktif (ketoprofen) = 100mg

Basis = 3gr – 0,1 gram = 2,9 gram

Basis = PEG 400 : PEG 6000 (40 : 60)

PEG 400 = 40/100 × 2,9 = 1,16 gram

PEG 6000 = 60/100 × 2,9 = 1,74 gram

Perhitungan bahan yang digunakan dalam produksi

- ketoprofen = 0,1 g × 1000 = 100 gram

- PEG 400 = 1,16 × 1000 = 1.160 gram

- PEG 6000 = 1,740 × 1000 = 1740 gram

I. CARA KERJA

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang semua bahan (zat aktif dan basis)

3. Dimasukkan ketoprofen kedalam lumpang kemudian digerus sampai

halus.

4. Dileburkan PEG 6000 di waterbath pada suhu 55 - 63°C.

5. Ditambahkan PEG 400 kedalam ketoprofen yang telah halus.

6. Dicampurkan PEG 6000 kedalam campuran PEG 400 dan ketoprofen.

7. Dituangkan campuran tersebut kedalam cetakan.

8. Didiamkan pada suhu kamar beberapa menit.

9. Dimasukkan kedalam lemari pendingin suhu 7 - 10°C selama ±20 menit.


10. Dikeluarkan dari lemari pendingin kemudian dibungkus alumunium

foil.

11. Dimasukkan kedalam kemasan.

12. Diberikan etiket biru dan sisa campuran homogen dilakukan evaluasi.

J. EVALUASI

Menurut Farmakope Indonesia suppositoria yang sudah dicetak dapat

dilakukan evaluasi sebagai berikut :

1. Kisaran Leleh

Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu

ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan

dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C). Sebaliknya uji kisaran meleleh

mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak.

Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari supositoria

adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP. Supositoria dicelupkan seluruhnya

dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan supositoria untuk

meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur.

2. Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal

Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas supositoria sampai

penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai
temperatur dari 35,5 sampai 370C sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu,

dan dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air

dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin

pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,1 0C.

3. Uji Kehancuran

Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau

kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu
ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada

370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke

dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang

dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban

digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada

interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria

rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan

dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-

masing bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang

menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan

yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan

untuk pasien.

4. Uji disolusi

Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang

mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka

massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk

memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa

dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk

menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru
dengan manic-manik gelas.

5. Uji keseragaman bobot

Timbang suppositoria satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen

kelebihan masing-masing suppositoria terhadap bobot rata-ratanya.

Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih dari ±5% .

(Depkes, 2020 : 50)


DAFTAR PUSTAKA

Allen, Loyd V. ; Ansel, Howard C, Ansel's Pharmaceutical Dosage Froms and Drug
Delivery System edition 10th pharmaceutical press, Philadelphia, 2014.

B.Negandra babu, Formulation And Evaluation Of Ketoprofen Suppositories By


Fushion Method,International of Trends in Pharmacy And Life
Sciences,Vol 2. 2017.

BNF. British National Formulary 80th ed. Royal Pharmaceutical Society. 2020.

Depkes, R. (Ed.). Farmakope Indonesia Edisi VI. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2020.

Fadhila, Qonita Zahra., Mita, Soraya Ratnawulan., Dan Milanda, Tiana. Review:
Studi In-Vivo Sediaan Transdermal Ketoprofen Sebagai Antiinflamasi.
Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 3. 2018.

Ismy, Jufriady., Andreas., Dan Aulia, Yudhi. Pengaruh Pemberian Ketoprofen


Supposituria Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Pelepasan Kateter
Uretra Menetap. Journal Of Medical Science Vol. 3, No. 1, Hlm. 46 - 51,
April 2022.

Imami, Sulfia., Hendriati, Lucia., Dan Widodo, Teguh. Formulation Of Ketoprofen


Rectal Gel With Tween 80 As Solubility Enhancer. Journal Of Pharmacy
Science And Practice I Volume 6 I Number 1 I Februari 2019.

Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik,
Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Lachman, L., Schwartz, J.B., and Lieberman H.A., 1989, Pharmaceutical Dosage
Forms., Tablets, 2nd Ed, 492, Marcell Dekker Inc., New York.

Lestari, Lupi., Hanindito, Elizeus., Dan Utariani, Arie. Effectiveness Of


Ketoprofen Suppositoria As Preemptive Analgesia For Postoperative Pain
In Patients Undergoing Elective Surgery With General Anesthesia.
Indonesian Journal Of Anesthesiology And Reanimation Volume 2 Number
1, January 2020 : 20-26.

Rowe, R.C. et Al. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The


Pharmaceutical Press, London. 2009.

Scoville, The Art of Compounding, In McGraw-Hill Book Company second


edition, New York, 66. 1957
Sweetman, SC. Martindale: The Complete Drug Reference, 34 th ed. London, UK
: Pharmaceutical Press. 2005.

Siti Lestari. Buku Farmakologi Dalam Keperawatan, Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Badan
Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2016
LAMPIRAN

A. EWB
1. Etiket

2. Wadah
3. Brosur
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai