Anda di halaman 1dari 46

TUGAS RESUME

MATA PELAJARAN KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

1. Konsep perawatan paliatif


2. Etik dalam perawatan paliatif
3. Kebijakan nasional terkait perawatan paliatif
4. Teknik menyampaikan berita buruk
5. Prinsip komunikasi dalam perawatan paliatif
6. Patofisiologi berbagai penyakit kronik dan penyakit terminal
7. Pengkajian fisik dan spikologis
8. Asuhan keperawatan pada pasien terminal ilnes (paliatif care )

Oleh : Sri Novalinda


NIM: 121812022

Dosen Pembimbing:

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNG


PINANG – BATAM

T.A 2018/ 2019


KONSEP PERAWATAN PALIATIF

Menurut WHO Palliative care (perawatan paliatif) merupakan suatu cara


pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam
kehidupan, melalui pencegahan dan mengurangi penderitaan dengan identifikasi
awal, penanganan yang benar, pengobatan rasa sakit dan masalah yang lain,yaitu
fisik, psikososial dan spiritual.

Perawatan paliatif:
 Mengurangi rasa sakit dan gejala-gejala lain yang menyusahkan
 Menggabungkan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan
pasien
 Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup
secara aktif sebisa mungkin sampai meninggal
 Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga
mengatasi kesukaran selama pasien sakit
 Menggunakan pendekatan dengan suatu tim untuk memenuhi
keperluan pasien dan keluarganya, termasuk konseling
 Akan meningkatkan kualitas kehidupan, dan dapat secara positif
mempengaruhi perjalanan penyakit
 Dapat diterapkan dini pada perjalanan penyakit, berhubungan
dengan terapi-terapi lain yang bertujuan untuk memperpanjang
kehidupan, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan termasuk
pemeriksaan lain yang diperlukan untuk lebih memahami dan
mengatur komplikasi klinis yang lain

Tujuan akhir dari perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup yang
terbaik untuk pasien dan keluarganya. Pada pasien paliatif, prioritas pelayanan
kesehatan berubah dari pengobatan ke perawatan (from cure to care), dari
intervensi ke pencegahan dan rehabilitasi. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif
bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dulu perawatan ini hanya diberikan
kepada pasien kanker yang secara medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi,

2
tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga pada penderita
penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan
berbagai kelainan yang bersifat kronis.

Perawatan yang memadai bagi pasien menjelang ajal disebut perawatan


hospice/hospitium. Hospice care adalah sebuah konsep perawatan bagi pasien
terminal yang dirancang untuk membebaskan penderitaan dan meringankan
gejala-gejala yang tidak diinginkan. Perawatan hospice sendiri dibagi dua, yaitu
inpatient hospice adalah

perawatan yang memberikan harapan bagi pasien–pasien dengan gejala


yang tidak terkendali dengan baik, sedangkan Outpatient hospice menyediakan
pelayanan yang terkoordinasi bagi pasien menjelang ajal yang berada di rumah
atau dalam fasilitas perawatan jangka panjang.

Perawatan hospice terdiri dari suatu “team work“, yaitu dokter, psikolog,
perawat, terapi rehabilitasi, ahli gizi, pekerja sosial, dll yang bersama–sama
memberikan tindakan yang terpadu atas tahapan–tahapan psikologis penderita
dengan cara yang berbeda–beda.

Palliative medicine (Kedokteran Paliatif) merupakan bagian dari ilmu


kedokteran yang mempelajari dan melaksanakan tindakan medis secara aktif dan
progresif untuk pasien dengan penyakit lanjut yang mempunyai prognosis buruk
dengan fokus perawatan pada upaya untuk mempertahankan kualitas hidup
pasien.

Tim perawatan paliatif

1. Pasien /penderita = core


2. Medis = cure
3. Perawatan = care
4. Sosial : keluarga, petugas sosial, dll
5. Spiritual : rohaniwan

3
Bagan kepemimpinan perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut, melainkan
berbentuk lingkaran dengan pasien sebagai titik sentral.
Core , cure , dan care merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan
berpengaruh satu sama lain. Sebagian besar pasien kanker pada suatu waktu akan
menghadapi keadaan stadium paliatif di mana pengobatan sudah tidak
menghasilkan kesembuhan dan diupayakan berbagai tindakan yang dapat
mengurangi penderitaan pasien kanker sehingga kualitas hidupnya tetap baik.
Keberhasilan perawatan paliatif tidak ditentukan oleh adanya dokter ,
paramedis , serta perawatan dokter yang canggih, tetapi terutama oleh peran
keluarga , rohaniwan , dll. Prinsip kerja tim perawatan paliatif yang terdiri dari
tim yang terintegrasi antara dokter, perawat, ahli gizi, psikolog, pekerja sosial,
rohaniwan, relawan, keluarga, dll adalah memberikan perawatan paripurna kepada
pasien.
Prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
3. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
4. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
5. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam
perawatan pasien dan keluarga.
6. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
7. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif
sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.
8. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.

ETIK DALAM PERAWATAN PALIATIF

A. Pengertian

Perawatan paliatif adalah adalah kesehatan terpadu yang aktif dan


menyeluruh, degan pendekatan multidisiplin yang terintregrasi. Tujuannya
untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidup nya,juga memberikan support kepada

4
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, sebelum meninggal
sudah siap secara psikologis dan spiritual.

Etik adalah Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai,


standar perilaku individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa
yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa
yang merupakan kejahatan, apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak.

Etika Keperawatan adalah Kesepakatan / peraturan tentang penerapan


nilai moral dan keputusan keputusan yang ditetapkan untuk profesi
keperawatan (Wikipedia,2008).

B. Dasar hukum keperawatan paliatif

Dasar hukum keperawatan paliatif diantanya meliputi :

1. Aspek Medikolegal dalam perawatan paliatif ( Kep. Menkes NOMOR :


812/Menkes/SK/VII/2007 )
a) Persetujuan tindakan medis/infomed consent untuk pasien paliatif.

Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan


perawatan paliatif.

b) Resusitasi/Tidak resisutasi pada pasien paliatif.

Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan resusitasi dapat


dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim perawatan paliatif.
Informasi tentang hal ini sebaiknya telah di informasikan pada saat
pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif.

c) Perawatan pasien paliatif di ICU

Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti


ketentuan umum yang berlaku.

d) Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif.

5
Tindakan yang bersifat kedokteran harus dkerjakan oleh tenaga
medis, tetapi dengan pertimbangan yang mempertimbangkan
keselamatan pasien tindakan tindakan tertentu dapat didelegasikan
kepada tenaga kesehatan yang terlatih.

2. Medikolegal Euthanasia

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk


memperpanjang hidup seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu
untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.

C. Kajian etik tentang perawatan palatif

1. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif terkait dengan sluruh bidang perawatan mulai dari


medis, perawatan, psikologis sosial, budaya dan spiritual, sehingga secara
praktis, prinsip dasar perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan
prinsip pada praktek medis yang baik.

Prinsip dasar perawatan paliatif : ( Rasjidi,2010 )

a) Sikap peduli terhadap pasien

Termasuk sensifitas dan empati. Perlu dipertmbangkan segala aspek dari


penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan. Pendekatan yang
dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi .Faktor karakteristik,
kepandaian, suku, agama, atau faktor induvidal lainnya tidak boleh
mempengaruhi perawatan.

b) Menganggap pasien sebagai seorang individu.

Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-


gejala yang sama, namun tidak ada satu pasienpun yang sama persis
dengan pasien lainnya. Keunikan inilah yang harus inilah yang harus

6
dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan paliatif untuk tiap
individu.

c) Pertimbangan kebudayaan

Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi
mempengaruhi penderitaan pasien. Perbedaan ini harus diperhatikan dalam
perencanaan perawatan .

d) Persetujuan

Persetujuan dari pasien adalah mutlakdiperlukan sebelum perawatan


dimulai atau diakhiri. Pasien yang telah diberi informasi dan setuju dengan
perawatan yang akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha
perawatan.

e) Memilih tempat dilakukannya perawatan

Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus


ikut serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa
mungkin diberi perawatan di rumah.

f) Komunikasi

Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga
adalah hal yang sangat penting dan mendasr dalam pelaksanaan perawatan
paliatif.

g) Aspek klinis : perawatan yang sesuai

Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis dari
penyakit yang diderita pasien .hal ini penting karena karena pemberian
pareawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan
menambah penderitaan pasien. Pemberian perawatn yang berlebihan
beresiko untuk memberikan harapan palsu kepada pasien.

7
Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian.
Perawatan yang diberikan hanya karena dokter merasa harus melakukan
sesuatu meskipun itu sia sia adalah tidak etis.

h) Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi


perawtan palitif memberikan perawtan yang bersifat holistik dan intergratif
sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup
pasien serta koordinasi yang baik dari masing masing anggota tim tersebut
untuk memberikan hasil yang maksimal kepada pasien dan keluarga .

i) Kualitas perawatan yang ebaik mungkin

Perawtan medis secara konsisten, terkoordinasi dan berkelanjutan.


Perawatn medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya
perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan sangat
mengganggu baik pasien maupun keluarga.

j) Perwatan yang berkelanjutan.

Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir


merupakan dasr tujuan dari parawtan paliatf.

Masalah yang sering terjadi adalah pasien dipindahkan dari satu tempat
ketempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan komunitas perawtan .

k) Mencegah terjadinya kegawatan

Perwatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah


terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam
perjalanan penyakit. Pasien dan keluarga harus diberituaukan sebelumnya
mengenai masalah yang sering terjadi dan membentuk rencana untuk
meminimalisasi stress fisik dan emosional.

l) Bantuan kepada sang perawat

Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan terhadap stress
fisik dan emosianal terutama apabila pasien dirawat di rumah sehingga

8
perlu diberikan perhatian khusus kepada mereka, mengingat keberhasilan
dari perawatan paliatif tergantung dari pemberi perawatan.

m) Pemeriksaan ulang

Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus


menerus mengingat pasien dengan penyakit lanjut karena kondisinya akan
cenderung dari waktu ke waktu.

2. Prinsip –prisip Etik

a). Autonomy (otonomi )

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir


logis dan mampu membuat keputusan sendiri.prinsip otonomi merupakan
bentuk respek terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional.

b). Non maleficienci (tidak merugikan )

Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya / cedera fisik dan psikologis pada
klien. Prinsip tidak merugikan, bahwa kita berkwaiban jika melakukan suatu
tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain.

c). Veracity ( kejujuran )

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran .Nilai ini diperlikan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien
dan untuk menyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.

d). Beneficienec ( berbuat baik )

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang yang baik. Kebaikan


memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.Terkadang
dalam situsi pelayanan kesehatan, terjadi konflikantara prinsip ini dengan
otonomi.

9
e). Justice ( keadilan )

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang
lain yang enjunjung prinsip–prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum,standar praktek dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

f). Kerahasiaaan ( Confidentiality )

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien
harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
pasien hanya boleh dibacadalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu
orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien
dengan bukti pesetujuannya.

g). Akuntabilitas (accountability )

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung
jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk enilai orang lain.
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang man tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT PERAWATAN PALIATIF

Dalam pelaksanaan program paliatif perlu adanya dukungan kebijakan

dan strategi. Untuk itu kebijakan dan strategi yang diperlukan adalah:

A. Kebijakan

Program Paliatif yang efektif akan tercapai jika didukung komitmen

pemangku kebijakan dengan pendekatan kesehatan masyarakat,

melalui:

10
1. Integrasi layanan paliatif dalam sistem kesehatan nasional.

2. Ketersediaan layanan professional serta pemberdayaan masyarakat.

3. Ketersediaan sarana dan prasarana terutama untuk

pengelolaan nyeri dan gejala psikologis.

4. Aksesibilitas setiap pasien yang memerlukan program paliatif.

5. Program paliatif dilakukan mulai dari RS hingga masyarakat.

B. Strategi

1. Menjamin pelayanan paliatif pada institusi fasyankes.

2. Mendorong sistem pembiayaan kesehatan bagi program paliatif.

3. Menyiapkan tenaga profesional pada program paliatif.

4. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam

program paliatif.

5. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan

peran masyarakat untuk menyebarluasan informasi kepada

masya-rakat tentang program paliatif.

6. Menjamin aksesibilitas masyarakat terhadap program paliatif

yang berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia

dan penguatan institusi serta standarisasi pelayanan.

11
TEKNIK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK

A. Komunikasi

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan


nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi
tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan
hubungan. Kebisuan juga merupakan sebuah makna komunikasi. Misalnya
seorang perawat yang yang menyimak kesedihan seorang suami yang ditinggal
mati istrinya.Komunikasi menyampaikan informasi , dan merupakan suatu aksi
saling berbagi. Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting, yang
digunakan untuk menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
(Suryani., 2006)

B. Berita Buruk

1. Berita buruk adalah sebuah berita yang kurang menyenangkan untuk


didengar, dan mungkin juga dapat merubah sikap seseorang yang
mendapatkan berita tersebut.
2. Berita buruk dapat juga diartikan sebagai suatu situasi di mana tidak ada
lagi, adanya ancaman terhadap kesejahteraan fisik seseorang, sesuatu yang
menuntut perubahan gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan , ataupun
sesuatu yang membuat seseorang memiliki lebih sedikit pilihan di dalam
hidupnya. (Sugiharto, 2011)
3. Berita buruk ini seringkali juga diasosiasikan dengan penyakit-penyakit
terminal yang sudah tidak mungkin lagi disembuhkan.

12
Hal Yang Dianggap Penting Dalam Penyampaian Berita Buruk

A.Isi

Yang dimaksud disini adalah apa yang di bicarakan, dan seberapa banyak
informasi atau keterangan yang diberikan oeh perawat. Item ini sangat
berhubungan dengan anggapan/kepercayaan pasien terhadap kompetensi
perawat memahami kondisi dan perkembangan penyakit pasien.

B.Support

Yang dimaksud disini adalah aspek supportif dalam komunikasi seorang


perawat, dalamhal ini komunikasi yang dimaksud adalah kemampuan perawat
dalam mempraktikkan komunikasi teraputik serta mampu memberikan
dukungan tidak hanya pada pasien namun juga keluarganya . Aspek penting
dalam memberikan support adalah dengan mendengarkan pasien, serta
memberikan jawaban atas pertanyaan yang di ajukan oleh pasien.

C. Fasilitas

Yang di maksud fasilitas disini adalah kapan dan dimana informasi akan
diberikan. Umumnya dalam penyampaian berita buruk, fasilitasilah pasien
dengan ruang yang terjaga privacy nya, lingkungan yang bersih serta nyaman
bagi pasien.

D. Cara Penyampaian

Dalam berkomunikasi dengan pasien, perawat harus memberi informasi


dengan singkat, jelas dan juga jujur sehingga dapat dimengerti serta infomasi
yang ingin perawat sampaikan dapat diterima dengan baik oleh pasien. Perlu
juga memperhatikan intonasi yang lembut,mendengarkan pasien, memberikan
support dan meyakinkan pasien dalam menjalani terapi.

Teknik Menyampaikan Berita Buruk

Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang
traumatik menunjukkan, bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk

13
adalah attitude (sikap dan perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas,
privasi dan kemampuan penyampai berita menjawab pertanyaan. Terdapat enam
langkah dalam menyampaikan berita buruk:

A. Melakukan persiapan

1. Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang
akan disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium
atau pun pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga
pengetahuan dasar tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait
penyakit pasien.
2. Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman.
Pastikan bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis lain
atau pun dering telepon.
3. Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir.
Perkenalkan diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan
mereka dengan pasien.
4. Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah
kata-kata spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus
dihindari dalam penyampaian.

B. Menanyakan Apa yang Pasien Tahu Tentang Penyakitnya

Mulailah diskusi dengan menanyakanapakah pasien tahu bahwa dirinya sakit


parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya
tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga apakah pasien atau keluarganya
dapat memahami berita buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang
dapat diajukan:

1. Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda?


2. Bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda saat ini?
3. Apakah Anda khawatir mengenai sakit atau kondisi Anda?
4. Apakah petugas medis Anda sebelumnya mengatakan apa penyakit Anda?
Atau menyarankan Anda melakukan suatu pemeriksaan?

14
5. Dengan gejala2 yang ada, menurut Anda penyakit apa yang mungkin
terjadi?
6. Apakah menurut Anda ada hal serius ketika berat badan Anda turun
drastis?

C. Menanyakan Seberapa Besar Keingin Tahuan Pasien Tentang Penyakitnya

Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien,
orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang
dapat berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing.
Setiap orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih
lanjut. Jika pasien menunjukkan tanda tidak menginginkan informasi yang
lebih detail, maka petugas medis harus menghormati keinginannya dan
menanyakan pada siapa informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat
diajukan untuk mengetahui berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa:

1. Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah Anda ingin
mengetahui lebih lanjut?
2. Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci mengenai
kondisi Anda? Jika tidak, apakah Anda ingin saya menyampaikannya pada
seseorang?
3. Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang terjadi pada
diri mereka, sementara keluarga justru sebaliknya. Mana yang Anda pilih?
4. Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan
menjelaskan dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan?
5. Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini?

Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak


menyampaikan pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara
petugas medis mempunyai kewajiban secara hukum untuk memberikan inform
consent pada pasien dan disisi lain hubungan terapetik yang efektif juga
membutuhkan kerjasama dengan keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian,
tanyakan mengapa mereka tidak menginginkan petugas medis memberikan
informasi pada pasien, apa yang mereka takutkan akan apa yang petugas medis

15
sampaikan, dan apa pengalaman mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa
petugas medis bersama keluarga menemui pasien dan menanyakan apakah pasien
ingin informasi mengenai kesehatannya dan apa pertanyaan yang mungkin
diajukan.

D. Menyampaikan berita

Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan
penuh empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu
kesempatan. Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata
sederhana yang mudah dipahami. Hindari kata-kata manis (eufemisme)
ataupun istilah-istilah kedokteran. Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti
“meninggal atau kanker”. Jangan meminimalkan keparahan penyakit. Sering-
sering memberikan jeda setelah penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien
dapat memahami apa yang disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang
sesuai diskusi. Hindari kalimat “Saya minta maaf atau Maafkan saya” karena
kalimat tersebut dapat di interpretasikan bahwa petugas medis bertanggung
jawab atas apa yang terjadi, atau bahwa semua ini karena kesalahan petugas
medis. Lebih baik gunakan kalimat “Maafkan saya harus menyampaikan pada
Anda mengenai hal ini”. Beberapa kalimat lain yang dapat dipilih untuk
menyampaikan berita buruk:

1. Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan Anda
terkena kanker leher Rahim
2. Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah meninggal
3. Hasil pemeriksaan laboratorium yag ada tidak sesuai dengan apa yang
kita harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium awal penyakit
kanker
4. Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum
tulang belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia

16
E. Memberikan Respon Terhadap Perasaan Pasien

Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya petugas medis diam untuk


memberi jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi. Respon pasien
dan keluarga dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang
menangis, marah, sedih, cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah, tidak
percaya, takut, merasa tidak berharga, malu, mencari alasan mengapa hal ini
terjadi, bahkan bisa jadi pasien pergi meninggalkan ruangan. Siapkan diri
dalam menghadapi berbagai reaksi. Dengarkan dengan tenang dan perhatian
penuh. Pahami emosi pasien dan ajak pasien untuk menceritakan perasaannya.
Contoh kalimat yang dapat digunakan untuk merespon perasaan pasien:

1. Saya dapat merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit


2. Anda terlihat sangat marah. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda
rasakan?
3. Apakah berita ini membuat Anda takut?
4. Sampaikan saja perasaan Anda tentang apa yang baru saya sampaikan
5. Saya berharap hasil ini berbeda
6. Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?’
7. Saya akan coba membantu Anda
8. Saya akan bantu Anda untuk menyampaikannya pada anak-anak Anda

Pasien atau anggota keluarga tidak suka disentuh, bersikap sensitif


terhadap perbedaan budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau komentar
yang tidak pada tempatnya. Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan
perasaan mereka. Jangan mendesak dengan terburu-buru menyampaikan
informasi lebih lanjut. Jika emosi sudah dikeluarkan, biasanya pasien atau
keluarga lebih mudah diajak pada langkah berikutnya.

F. Merencanakan tindak lanjut

Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa:

1. Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi


2. Pengobatan gejala-gejala yang ada

17
3. Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang penyakit dan
pengobatannya
4. Tawarkan harapan yang realistis. Walaupun tidak ada kemungkinan untuk
sembuh, bangun harapan pasien dan sampaikan tentang pilihan terapi apa
saja yang tersedia.
5. Mengatur rujukan yang sesuai
6. Menjelaskan rencana untuk terapi lebih lanjut
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan dukungan
secara emosi dan praktis, misal keluarga, teman, tokoh yang disegani,
pekerja sosial, konselor spiritual, peer group, atau pun terapis profesional

Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga, bahwa
petugas medis tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka, dan petugas medis
akan terlibat aktif dalam rencana yang akan dijalankan. Katakan mereka dapat
menghubungi petugas medis jika ada pertanyaan lebih lanjut. Tentukan waktu
untuk pertemuan berikutnya. Petugas medis juga harus memastikan bahwa pasien
akan aman dan selamat saat pulang. Cari tahu: apakah pasien dapat
mengemudikan sendiri kendaraan saat pulang? Apakah pasien sangat cemas atau
khawatir, merasa putus asa atau ingin bunuh diri? Apakah ada seseorang di rumah
yang dapat memberikan dukungan pada pasien?

G. Mengomunikasikan Prognosis

Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana


perjalanan penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin
mempunyai kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan hidup
mereka, atau pasien merasa ketakutan dan berharap bahwa Petugas medis akan
mengatakan penyakitnya tidak serius.

Sebelum langsung menjawab pertanyaan pasien tentang prognosis,


sebaiknya Petugas medis mengumpulkan informasi tentang alasan mereka
menanyakan hal tersebut. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:

1. Apa yang Anda harapkan akan terjadi?

18
2. Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan penyakit
seperti ini?
3. Apa yang Anda harapkan terjadi?
4. Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan?
5. Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?

Petugas medis harus mempertimbangkan dampak pemberian informasi


prognosis. Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka biasanya
mengharapkan informasi yang lebih rinci. Sedangkan pasien yang sangat khawatir
atau cemas, mungkin akan lebih baik mendapat informasi secara umum saja.
Jawaban Petugas medis yang definitif seperti : “Anda hanya mempunyai usia
harapan hidup sampai 1 tahun” akan berisiko menyebabkan kekecewaan jika
ternyata terbukti usia harapan hidupnya lebih singkat. Jawaban seperti ini juga
dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustasi jika dokter merendahkan usia
harapan hidup pasien. Kalimat berikut lebih disarankan dalam menjawab
pertanyaan tentang prognosis: Sekitar sepertiga pasien dengan kasus seperti ini
dapat bertahan hidup sampai satu tahun, separuhnya bertahan hidup dalam 6
bulan, apa yang akan terjadi sesungguhnya pada diri Anda, saya sungguh tidak
tahu

Setelah jawaban tersebut Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan


menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap
berencana untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke pasien dan keluarga
bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih
mempersiapkan mental untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi
penderitaan. Petugas medis harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas
medis akan siap mendukung dan membantu mereka (Wahyuliati SpS, 2016).

Menurut survei yang dilakukan mulai tahun 1950 hingga 1970, terkait
penyakit kanker. Di ungkapkan jika pengobatan kanker memiliki prospek yang
suram. Sebagian besar dokter mengungkapkan bahwa penyampaian kabar buruk
di anggap tidak manusiawi dan memiliki konsekuensi negative pada pasien dan
kelurga.

19
Teknik penyampaian berita buruk menurut penelitian yang telah di
lakukan Baile, F (2000) yaitu dengan menggunakan 6 tahapan sebagai berikut :

A. Tahap 1: Mengantur Wawancara

Melatih mental sebelum menyampaikan berita buruk merupakan cara yang


berguna untuk mempersiapkan diri sebelum bertemu dengan pasien. Ini
dilakukan untuk meninjau dan merencanakan bagaimana memberitahu pasien
dan bagaimana meninjau reaksi emosional pasien terkait pertanyaan yang sulit.
Selain itu memberikan informasi terkait berita buruk sangat penting untuk
segera di berikan karena ini akan membantu meskipun kabar buruk
memungkinkan mereka untuk merencanakan masa depannya. Dan berikut
beberapa panduan bermanfaat saat wawancara:

1. Atur ruang privasi. Gunakan tirai di sekitar tempat tidur untuk membatasi
area privasi pasien.
2. Libatkan orang lain yang signifikan. Kebanyakan pasien ingin di damping
seseorang. Dan serahkan pilihan itu pada pasien.
3. Posisi duduk santai yang terkesan bahwa anda tidak akan terburu buru.
Ketika anda duduk usahakan tidak ada penghalang antara anda dan pasien.
4. Bina hubungan dengan pasien dengan mempertahankan kontak mata tidak
nyaman tetapi merupakan cara penting membangun hubungan. Menyentuh
pasien di lengan atau memegang tangan (jika pasien merasa nyaman
dengan ini) adalah cara lain untuk membina hubungan.

B. Tahap 2: Menilai Persepsi Pasien

Langkah 2 dan 3 SPIKES adalah poin dalam wawancara di mana anda


menerapkan aksi oma "Before you tell,ask." Itu di lakukan sebelum membahas
temuan medis, perawat akan menggunakan pertanyaan terbuka untuk
menciptakan gambaran yang cukup akurat bagaimana pasien merasakan situasi
medis apa itu dan apakah itu serius atau tidak. Sebagai contoh, “Apa yang telah
kamu ketahui tentang penyakitmu?" atau " Apa pemahaman anda tentang
alasan yang kami lakukan seperti melakukan MRI itu?”. Setelah mengetahui
jawaban pasien dan informasi terkait pengetahuan pasien, perawat dapat

20
menilai persepsi pasien terkait penyakitnya. Sehingga dari sini perawat dapat
memperbaiki kesalahan informasi dan menyesuaikan berita buruk sampai
pasien mengerti.

C. Tahap 3: Obtaining the patients Invitation

Mencaritahu berapa banyak yang ingin diketahui pasien. Dalam


percakapan apa pun terkait kabar buruk, masalah sebenarnya bukan "apakah
anda ingin tahu?" Tetapi "di tingkat apa yang ingin anda ketahui?” Ini adalah
masalah yang berpotensi kontroversial. Pedoman untuk informed consent
menunjukkan informasi yang pasien butuhkan untuk membuat keputusan.
Menghormati otonomi pasien juga berarti bahwa pasien memiliki hak untuk
tidak mengetahui atau ingin mendengari informasi.

Tantangan dalam komunikasi adalah bagaimana mengetahui apa yang


diinginkan pasien dan juga bagaimana caranya memastikan bahwa ada peluang
lain jika seorang pasien memutuskan saat ini bahwa dia melakukannya dan
tidak ingin tahu semua detailnya. Rob Buckman mengilustrasikan cara kerja
komunikator yang terampil sensitif dengan situasi seperti itu di mana pasien
secara eksplisit mengatakan tidak ingin tahu, sementara membiarkan pintu
terbuka dan memberikan informasi tentang perawatan dan manajemen yang
mana pasien perlu membuat keputusan.

D. Tahap 4: Memberikan Pengetahuan dan Informasi kepada Pasien

Pertama putuskan tujuan anda untuk konsultasi. Ini tidak berarti anda
menempa dengan membabi buta maju dengan agenda anda sendiri dan
mengabaikan tanggapan pasien.Tapi itu artinya bahwa anda ingat apa yang
ingin anda cakup dan bagaimana anda maju untuk memenuhi agenda anda.
Empat judul penting adalah: Diagnosis ,Rencana Perawatan, Prognosis, dan
Dukungan Periksa apakah tujuan anda sah. Terkadang dokter mungkin
menginginkan sabar untuk menerima saran mereka tentang perawatan, tidak
menjadi marah dan merasa optimis dan diyakinkan tentang masa depan. Tidak
mungkin memprediksi bagaimana pasien akan menanggapi berita. Salah satu
kesulitan bagi dokter adalah menerima yang kompeten secara mental dan diberi

21
informasi pasien memiliki hak untuk (a) menerima atau menolak pengobatan
yang ditawarkan dan (b) untuk bereaksi terhadap berita dan mengekspresikan
perasaan mereka dengan cara apa pun (legal) yang dipilihnya. Menyelaraskan
(Mulai dari titik awal pasien) – Setelah mengetahui apa yang dilakukan pasien.
Sudah mengerti, memperkuat bagian-bagian yang benar menggunakan kata-
kata mereka jika memungkinkan ini membangun kepercayaan pasien bahwa
mereka telah didengar dan ditanggapi dengan serius. Proses penyelarasan ini
membantu tahap berikutnya dalam memodifikasi, mengoreksi atau mendidik
sabar dengan informasi baru.

Mendidik – Mengubah pemahaman pasien dalam langkah-langkah


kecil dan mengamati tanggapan pasien, memperkuat mereka yang membawa
pasien lebih dekat ke medis fakta dan menekankan informasi medis yang
relevan jika pasien menyimpang dari pemahaman yang akurat.

E. Tahap 5: Mengatasi Emosi Pasien dengan tanggapan empatik

Menanggapi Perasaan Pasien.

Ini adalah tantangan yang sulit dalam memecahkan berita buruk.


Tanggapan pasien dapat bervariasi dari diam hingga kesusahan, penolakan atau
kemarahan. Amati pasien dan beri mereka waktu. Akui kejutan apa pun dan
tanya kanapa yang mereka pikirkan atau rasakan. Dengarkan dan jelajahi, jika
anda tidak jelas dengan apa yang pasien ekspresikan yang perlu anda lakukan
yaitu dengan merespon secara empatik.

Refleksi empati memungkinkan pasien mengetahui bahwa anda telah


mendengarkan apa yang mereka sampaikan. Sementara seseorang mengalami
emosi yang kuat, sulit untuk terus mendiskusikan apa pun lebih jauh karena
mereka akan menemukan kesulitan untuk mendengar apa pun. Biarkan diam.
Empati memungkinkan pasien untuk mengekspresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka dan memberikan dukungan. Jangan berdebat. Biarkan
ekspresi emosi tanpa kritik.

22
F. Tahap 6: Strategi dan Ringkasan

Perencanaan dan Tindak Lanjut. Pasien akan mencari profesional kesehatan


untuk membantu dalam memahami kebingungan dan menawarkan rencana
untuk masa depan. Strategi yang dapat di lakukan yaitu:

1. Tunjukkan pemahaman tentang daftar masalah pasien


2. Tunjukkan anda dapat membedakan yang dapat diperbaiki dari yang tidak
bisa diperbaiki
3. Buat rencana atau strategi dan jelaskan.
4. Mempersiapkan yang terburuk dan berharap yang terbaik
5. Identifikasi strategi penanggulangan pasien dan dukung mereka
6. Identifikasi sumber dukungan lain untuk pasien dan gabungkan mereka
7. Ajukan pertanyaan
8. Beritahu mereka apa yang terjadi selanjutnya

PRINSIP KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF

Agar komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif, seseorang harus


memahami prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada lima prinsip komunikasi
yang efektif yang harus dipahami. Lima prinsip tersebut disingkat dengan
REACH, yaitu Respect, Empathy, Audible, Clarity,dan Humble.Lima prinsip
komunikasi yang efektif itu adalah sebagai berikut:

o Respect (sikap menghargai)

Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan
yang akan kita sampaikan. Berarti rasa hormat & saling menghargai orang lain.
Pada prinsipnya, manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita
membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama.

o Empathy (kemampuan mendengar)

Komunikasi yang efektif akan dengan mudah tercipta jika komunikator memiliki
sikap empathy. Empathy artinya kemampuan seorang komunikator dalam

23
memahami dan menempatkan dirinya pada situasi atau kondisi yang dihadapi
orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah
kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelm
didengarkan atau dimengrti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengar
orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan
yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Sikap empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan
(message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan
(receiver) menerimanya.

o Audible (dapat didengarkan atatu dimengerti dengan baik)

Audible mengandung arti dapat didengar atau dimengerti dengan baik. Jika empati
berarti kita harus mendengar terlebih dahuluataupun mampu menerima umpan
balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima
oleh penerima pesan. Penyampaian informasi agar mudah diterima dapat
menggunakan media yang cocok, sehingga penerima pesan betul-betul mengerti
apa yang disampaikan oleh pemberi informasi atau komunikator.

o Clarity

Clarity adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Kesalahan penafsiran dapat
menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan. Clarity juga dapat diartikan
sebagai keterbukaan dan tranparansi. Harapannya dengan mengembangkan sikap
terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), maka dapat menimbulkan
rasa percaya (trust) penerima pesan terhadap pemberi informasi.

o Humble (rendah hati)

Humble adalah sikap rendah hati untuk membangun rasa saling menghargai.
Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan prinsip pertama. Untuk
membangun rasa menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah hati
yang kita milik

24
PENGKAJIAN FISIK DAN SPIKOLOGIS

1. Faktor Fisik

Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri.

Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.

2. Faktor Psikologis

Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat


harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus
bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali
tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.

25
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL ILNES
(PALIATIF CARE )

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga,


dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau
memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai
mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang
menghadapi proses sakaratul maut?

Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran


perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral
dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-
psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri
manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang
Hawari, 1999 ).

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan


WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu
unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu
dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual
pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa
mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir
hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi)
agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan
kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.
Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal

26
yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul
maut.

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal


dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,
krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat
klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.

Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah
akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya
ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat.

B. Tujuan

1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang mendekati


kematian.

2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang ajal.

3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal.

4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien yang menjelang


ajal.

27
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap
mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan.
Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam
masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian
semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker
dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu
proses pengobatan dan perawatan yang panjang.

Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium


terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak
berdayaan, dan akhirnya kematian. Sebagin besar kematian di rumah sakit
adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada
umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang
muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik untuk
berhadapan dengan ancaman kematian.

Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan


segalanya yang bisa dilakukan...” Namun kini telah mulai disadari untuk
pasien terminal pun profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika
upaya kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk upaya
paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.

Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak


hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan

28
dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau
palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah
memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu
pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.

B. Konsep Materi

1. Pengertian

· Keadaan Terminal

Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada
harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan
oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

· Kematian

Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan


mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat
dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.

2. Tahap-tahap Menjelang Ajal.

Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap


menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :

a. Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi
dan menunjukkan reaksi menolak.
b. Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
c. Menawar (Bargaining)

Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya.

29
d. Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
e. Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu
kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang
ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat
wasiat.

3. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian.

Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu :

a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya


perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi
pada kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu, terjadi pada pasien
dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.

4. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian.

a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :


1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea,
muntah, perut kembung, obstipasi dan sebagainya.
4) Penurunan control spinkter urinari dan rectal.

30
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga
dan hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
1) Nadi lambat dan lemah.
2) Tekanan darah turun.
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4) Gangguan Sensoria : Penglihatan kabur.
5) Gangguan penciuman dan perabaan.

5. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal :

a. Pupil mata melebar.

b. Tidak mampu untuk bergerak.

c. Kehilangan reflek.

d. Nadi cepat dan kecil.

e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.

f. Tekanan darah sangat rendah.

g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

6. Tanda-tanda Meninggal secara klinis.

Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-


perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :

a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.


b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan
c. Tidak ada reflek.

31
d. Gambaran mendatar pada EKG.

7. Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya


terhadap Kematian.

Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type :

a. Closed Awareness atau Tidak Mengerti.

Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi
perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan
sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang dan sebagainya.

b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.

Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala
sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

c. Open Awareness atau Sadar akan keadaan dan Terbuka.

Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya
ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun
dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang
dapat melaksanaan hal tersebut.

8. Bantuan yang dapat Diberikan.

· Bantuan Emosional:

a. Pada Fase Denial.

Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.

32
b. Pada Fase Marah atau anger.

Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya


yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me
rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.

c. Pada Fase Menawar.

Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan


mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.

d. Pada Fase Depresi.

Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non
verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-
reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi
pasien.

e. Pada Fase Penerimaan.

Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.

9. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis : Kebersihan Diri.

a. Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas


kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan
sebagainya.

33
b. Mengontrol Rasa Sakit.

Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan
sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien.
Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.

c. Membebaskan Jalan Nafas.

Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim
dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.

d. Bergerak.

Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,


seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun

e.Nutrisi.

Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat


diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin.
Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu
menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu
diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Invus.

f. Eliminasi.

Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi.

34
Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet,
harus diberikan salep.

g. Perubahan Sensori.

Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

10. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial.

Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:

a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu


dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-
teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila
klien mampu membacanya.

11. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual.

 Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-


rencana klien selanjutnya menjelang kematian.

· Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal


untuk memenuhi kebutuhan spiritual.

· Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual


sebatas kemampuannya.

35
C. Asuhan Keperawatan

· Tanda-tanda Kematian :

1. Dini :

- Pernafasan terhenti, penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi.

- Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

- Kulit pucat.

- Tonus otot menghilang dan relaksasi.

- Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian.

- Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang


dengan penyiraman air.

2. Lanjut (Tanda pasti kematian)

- Lebam mayat (livor mortis).

- Kaku mayat (rigor mortis).

- Penurunan suhu tubuh (algor mortis).

- Pembusukan (dekomposisi).

- Adiposera (lilin mayat).

- Mumifikasi

· Gejala dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai sistem Organ.

- Sistem Gastrointestinal: Anorexia, konstipasi, mulut kering dan bau,


kandidiasis dan sariawan mulut.

- Sistem Genitourinaria : Inkontinensia urin.

- Sistem Integumen : Kulit kering (pecah-pecah) dan dekubitus.

- Sistem Neurologis : Kejang.

36
- Perubahan Status Mental : Kecemasan, halusinasi dan depresi.

1. Pengkajian :

Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga
pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit
yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :

a. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko
penyakit.

b. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.

Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis,


interpersonal, maupun psikologis.

c. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. pasti


terjadi.

d. Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik,
psikologis, maupun social-spiritual.

Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :

· Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan


cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah,
tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.

· Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat


peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi,
inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis
Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran
atau kondisi penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.

37
· Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi
karena asupan cairan menurun.

· Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai


selimut.

· Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat


mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.

· Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara


intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.

· Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan


masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang
sering.

· Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya


mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali
ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup,
kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier
komunikasi.

· Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi


akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan
bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.

38
Faktor-faktor yang perlu dikaji :

1. Faktor Fisik

Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri.

Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.

2. Faktor Psikologis

Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat


harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus
bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali
tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.

3. Faktor Sosial

Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,


karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat
harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat
memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat
untuk selalu menemani klien

39
4. Faktor Spiritual

Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,


bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya.
Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.

Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal nilai,
sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien
terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi
harus dihindari.

Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan.


Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian
dapat terpenuhi.

2. Diagnosa Keperawatan :

I. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan


diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.

II. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan


kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri
dari orang lain.

III. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan


gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya
penuh dengan stres ( tempat perawatan ).

40
IV. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

3. Intervensi :

Diagnosa I :

1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :

· Berikan kepastian dan kenyamanan.

· Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari


pertanyaan.

· Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang


berhubungan dengan pengobtannya.

· Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas


mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk
belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada
lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.

2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah


atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan
dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas
berat atauparah tidak menyerap pelajaran.

3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan


mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn
kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.

4. Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif


Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif
yang akan datang.

41
Diagnosa II :

1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan,


didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari
kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat
Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak
berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya.
Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima
dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.

2. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang


memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu
penerimaan dan pemecahan masalah.

3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan
penerimaan kematian yang terjadi.

4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak
dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.

5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan


ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit
terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :

· Membantu berdandan.

· Mendukung fungsi kemandirian.

· Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.

· Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).

42
Diagnosa III :

1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap
perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan
pembelajaran.

2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan,


ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk
mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi
untuk mengatasinya.

3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu


mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.

4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan


dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.

5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan


perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi
keluarga berkelanjutan.

6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber


lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping
yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber
tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga.

Diagnosa IV :

1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual


keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada
klien untuk melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do’a
atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan
dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.

2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan


dan praktik religius atau spiritual klien menunjukkan sikap tak menilai dapat

43
membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya.

3. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien
dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang
memudahkan refresi dan perenungan.

4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau
membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau
keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan
spritualnya.

5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah


sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan
injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual
dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 ).

4. Evaluasi :

1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.

2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.

3. Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa dan selalu bertawakkal.

4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan yang maha Esa akan
kembali kepadanya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit


atau sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat
dengan proses kematian.

44
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap
individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal.

Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan
orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan
perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan
sepanjang hidup.

Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,


merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri
yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan
perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.

B. Saran

Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga
pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai.

Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.

Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan
untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.

Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk
meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang

45
ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien
harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan
keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi
tentang perawatan diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills.
Basic to Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.

Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.

Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice,


Ethics and Values.

California : Addison Wesley

46

Anda mungkin juga menyukai