net/publication/359999660
CITATIONS READS
0 633
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Sentot Imam Wahjono on 16 April 2022.
Sumber: https://www.google.com/search?q=STRESS+JILBAB
Kinerja organisasi di era persaingan yang semakin kompetitif dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantara lingkungan organisasi. Dalam mencapai kinerja yang optimal organisasi dituntut
untuk berubah agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang semakin dinamis.
Perubahan yang dilakukan oleh organisasi tidak akan menghasilkan hal yang positif jika
perubahan tersebut tidak direncanakan dan dikelola dengan baik. Perubahan di dalam organisasi
dapat dilakukan oleh agen perubahan. Dalam melakukan perubahan, agen perubahan akan
dihadapkan kepada penolakan-penolakan yang harus diatasi dan diselesaikan dengan
pendekatan-pendekatan tertentu. Organisasi juga dapat melakukan perubahan dengan cara
mengembangkan organisasi yang inovatif, menciptakan organisasi pembelajaran maupun
melalui manajemen pengetahuan.
Keberadaan organisasi dalam lingkungan yang semakin dinamis juga dapat membawa
dampak kepada tingkat stres individu yang ada di dalam organisasi. Dalam proses perubahan
tersebut, individu dihadapkan kepada kendala, tuntutan, dan hasil yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Stres yang muncul dapat menjadi hal positif bagi organisasi jika dikelola dengan baik.
Pengelolaan stres memerlukan pemahaman tentang stres, faktor-faktor yang mempengaruhi
serta konsekwensi dari stres itu sendiri. Pengelolaan stres dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan tertentu yang mengatasi stres. Pada akhirnya pengelolaan stres yang
dilakukan oleh organisasi dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Konsep teoritis hubungan antar variabel dalam pembahasan tentang perubahan organisasi
dan manajemen stress yang dibahas oleh Robbins (2006) ini perlu divalidasi dengan hasil-hasil
penelitian yang sudah ada atau pendapatan dari pakar lain. Pada satu sisi secara empiris,
landasan teoritis tersebut akan semakin kuat jika didukung oleh hasil penelitian empiris yang
sejalan dengan landasan teoritis tersebut. Namun di sisi lain, hasil penelitian empiris tersebut
mungkin berbeda dan dapat memperlemah landasan teoritis tersebut. Landasan teoritis dan
hasil penelitian empiris hubungan antar variabel yang terkait dengan pembahasan perubahan
organisasi dan manajemen stress ini tentu saja sangat bermanfaat dalam pengembangan kajian
perilaku organisasi.
1. Stres dalam Perilaku Organisasi
Stress adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Stres yang terlalu berat akan mengancam kemapuan seseorang dalam menghadapi
lingkungannya. Gejala-gejala stres biasanya sering marah, tidak dapat rileks, agresi, tidak
kooperatif dan pelariannya adalah minum alkohol, merokok secara berlebihan bahkan narkoba.
Kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Ada 2 kategori stressor yaitu
on the job seperti beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi
yang jelek, ambiguitas, wewenang yang tidak mencukupi, umpan balik yang tidak memadai,
konflik antar pribadi, berbagai bentuk perubahan, dan off the job seperti kekuatiran finansial,
masalah anak, masalah perkawinan, dan lain lain.
Tinggi
Prestasi kerja
Penciptaan stres sampai pada titik tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja. Bila
stres telah sampai pucak yang dicerminkan dengan kemampuan kerja karyawan yang telah
menthok maka stres tambahan akan cenderung untuk tidak menghasilkan peningkatan prestasi
kerja malah sebaliknya, bahkan dengan tambahan stres prestasi kerja akan mencapai titik nol
karena karyawan akan sakit bahkan berhenti kerja.
Reaksi karyawan terhadap stres berbeda, ada yang suka bekerja dibawah stres tertentu
yang biasanya ditunjukkan dengan sikap agresif dan kompetitif bahkan masih giat dalam olahraga
dan kegiatan sosial. Mereka lebih tahan secara psikis namun biasanya lebih rentan terhadap
ganguan fisik seperti mudah terkena penyakit lever, darah tinggi, jantung dsb. Sebaliknya
karyawan yang easygoing, mereka cenderung menerima situasi kerja apa adanya dan tidak
senang bersaing, rileks dengan tenggat waktu sehingga relatif kecil menghadapi masalah.
Konseling atau bimbingan dan penyuluhan juga dapat digunakan sebagai cara
mengurangi stres yaitu dengan dengan membahas suatu masalah dengan karyawan dengan
maksud membantu karyawan agar dapat menangani masalahnya dengan lebih baik. Kegiatan
konseling seperti ; pemberian nasihat, penentraman hati,penegnduran ketegangan emosional,
penjernihan pikiran, dll.
Dalam konteks prilaku organisasi, stres tidak sepenuhnya dapat dilihat sebagai hal yang
negatif. Dari sisi yang positif, stres merupakan peluang bila stres menawarkan potensi perolehan
dalam bentuk meningkatnya kinerja. Secara khusus stres terkait dengan dua hal yaitu kendala
dan tuntutan. Kendala merupakan kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang
sangat diinginkan, sedangkan tuntutan merupakan hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan.
Potensi stres dapat menjadi stres yang sesungguhnya bila ada dua kondisi yang mendukung yaitu
adanya ketidakpastian mengenai hasil atau keluaran dan hasil tersebut haruslah penting. Dalam
sebuah organisasi, stres harus dikelelola dengan baik sehingga stres menjadi yang positif bagi
kinerja organisasi.
Ada beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai potensi sumber stres yaitu:
1) Tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak kerja
fisik.
2) Tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang
sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah organisasi.
3) Tuntutan antar-pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain
seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan antar pribadi para karyawan.
4) Struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan
dan peraturan, dan di mana keputusan di ambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya
partisipasi individu dalam pengambilan keputusan merupakan potensi sumber stres.
5) Kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan atau manajerial dari
eksekutif senior organisasi. Gaya kepemimpinan tertentu dapat menciptakan budaya
yang menjadi potensi sumber stres.
Dalam kenyataan setiap individu memiliki tingkat stress yang berbeda meskipun diasumsi
berada dalam faktor-faktor pendorong stress yang sama. Robbins (2006:798-790)
mengemukakan bahwa perbedaan individu dapat menentukan tingkat stress yang ada. Secara
teoritis faktor perbedaan individu ini dapat dimasukan sebagai variabel intervening. Ada lima hal
yang dapat menjadi variabel atau indikator yang dapat digunakan dalam mengukur kemampuan
individu dalam menghadapi stres, yaitu pengalaman kerja, dukungan sosial, ruang (locus) kendali,
keefektivan diri, dan tingkat kepribadian orang dalam menyingkapi permusuhan dan kemarahan.
Tingkat stress juga terkait dengan penerapannya pengelolaan stress di dalam sebuah
organisasi. Pendekatan pengelolaan stress ini dapat dijadikan variabel penelitian, untuk melihat
pengaruh penerapan pendekatan ini terhadap tingkat stress pada organisasi. Dua pendekatan
dan indikatornya sebagai berikut (Robbins, 2006:802-805) :
(1) Pendekatan Individu. Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan dapat dilihat dari
beberapa indikator yaitu dari pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu yang efektif dan
efisien, adanya latihan fisik non kompetitif seperti joging, aerobik, berenang, adanya kegiatan
pelatihan pengenduran (relaksasi) seperti meditasi, hipnotis dan biofeedback, dan adanya
perluasan jaringan dukungan sosial.
(2) Pendekatan Organisasi. Penerapan pendekatan ini dalam sebuah perusahaan dapat dilihat
dari beberapa indikator yaitu adanya perbaikan mekanisme seleksi personil dan penempatan
kerja, penggunaan penetapan sasaran yang realistis, adanya perancangan ulang pekerjaan
yang dapat memberikan karyawan kendali yang besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni,
adanya peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, adanya
perbaikan komunikasi organisasi yang dapat mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran,
dan penegakan program kesejahteraan korporasi yang memusatkan perhatian pada
keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan.
Setiap individu memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stres. Ada lima variabel
yang dapat membedakan kemampuan individu dalam menghadapi stres, yaitu :
(1) Pengalaman Kerja. Bukti menunjukan bahwa pengalaman pada pekerjaan cenderung
berhubungan secara negatif dengan stres kerja. Hal ini dilihat dari dua bukti pendukung yaitu
karyawan yang tetap lebih lama dalam organisasi lebih tahan stres dan pengalaman akan
mengajarkan orang untuk mengembangkan mekanisme untuk mengatasi stres.
(2) Dukungan Sosial. Hubungan kolegial dengan rekan sekerja atau penyelia dapat menyangga
dampak stres.
(3) Ruang (locus) Kendali. Orang yang memiliki lokus kendali internal yakin bahwa mereka
mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri lebih tahan terhadap stres. Sedangkan mereka
yang memiliki lokus pengendalian eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan
oleh kekuatan-kekuatan luar cenderung lebih mudah stres.
(4) Keefektivan diri. Istilah ini merujuk kepada keyakinan individu bahwa ia dia mempunyai
kemampuan untuk melakukan tugas tertentu sehingga ia memiliki kemampuan untuk
menangani stres.
(5) Tingkat kepribadian orang dalam menyingkapi permusuhan dan kemarahan. Orang yang
memiliki tingkat permusuhan dan kemarahan yang tinggi cenderung mencurigai dan tidak
mempercayai orang lain. Permusuhan dan kemarahan ini dapat mengalami stres dalam
berbagai situasi.
(1) Gejala Fisiologis. Gejala ini terkait dengan aspek kesehatan dan medis yang menunjukan
bahwa stres dapat menciptakan perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak jantung
dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan
serangan jantung.
(2) Gejala Psikologis. Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan terutama yang berkaitan dengan
ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Disamping itu stres juga muncul dalam
bentuk keadaan psikologis lain seperti ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan,
dan suka menunda-nunda.
(3) Gejala Perilaku. Gejala stes yang terkait dengan prilaku mencakup perubahan produktivitas,
absensi, tingkat keluar masuknya karyawan, perubahan kebiasaan makan, meningkatkan
konsumsi rokok dan alkohol, bicara cepat, gelisah dan adanya gangguan tidur.
Hasil riset yang menyelidiki hubungan antara stres dengan kinerja menemukan adanya
hubungan dalam bentuk kurva U terbalik antara stres dan kinerja. Logika yang mendasari U
terbalik adalah bahwa stres pada tingkat yang lebih rendah sampai sedang dapat merangsang
tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi sehingga individu mampu melakukan
tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif atau lebih cepat. Namun terlalu banyak stres yang
menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai atau kendala ke seorang, mengakibatkan
kinerja menjadi menurun.
5. Mengelola Stres
Dalam sebuah organisasi, stres dapat dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi hal
yang positif bagi kinerja individu maupun organisasi. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengelola stres, yaitu:
Pendekatan Organisasi. Faktor organisasi yang dapat dikendalikan oleh manajemen seperti
tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk
menghindari tingkat stres yang tinggi. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen
antara lain :
1) Memperbaiki mekanisme seleksi personil dan penempatan kerja. Sehingga invidu yang
memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stres dapat ditempat pada pekerjaan yang
memiliki tingkat stres yang tinggi.
2) Penggunaan penetapan sasaran yang realistis, sehingga individu mengetahui secara jelas
sasaran yang mereka tuju, menerima umpan balik dan memotivasi mereka untuk
mencapai tujuan.
3) Perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan karyawan kendali yang besar
dalam pekerjaan yang mereka tekuni.
4) Meningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan. Memperbaikan
komunikasi organisasi yang dapat mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran.
5) Penegakan program kesejahteraan korporasi yang memusatkan perhatian pada
keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan.
Ada beberapa kajian empiris dan artikel yang terkait dengan stress yaitu sebagai berikut:
Wotruba (1990) menelaah 12 penelitian yang terkait dengan kinerja dan keinginan
berpindah. Ia menemukan adanya hubungan yang tidak konsisten bahwa sebagian
peneliti menemukan bahwa kinerja memiliki hubungan yang positif dengan keinginan
berpindah sebagian lagi menyatakan bahwa kinerja memiliki hubungan yang negatif
dengan keinginan berpindah.
Penelitian yang dilakukan oleh Forgarty et. al (2000) menyatakan bahwa tekanan peran
(konflik peran, ketidakjelasan peran, dan kelebihan peran) memiliki hubungan dengan
kinerja.
Viator (2001) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa konflik peran, ketidakjelasan
peran dan persepsi tentang ketidakpastian lingkungan memiliki hubungan yang negatif
dengan kinerja.
Perubahan yang terencana merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi
dalam menghadapi lingkungan yang semakin dinamis. Dalam perubahan yang terencana, agen
perubahan akan menghadapi berbagai penolakan baik yang bersumber dari individu maupun
organisasi. Agen perubahan harus mampu mengatasi penolakan tersebut. Agen perubahan harus
menyadari adanya politik dalam perubahan yang harus disikapi dengan menggunakan model
pendekatan yang sesuai dengan kondisi yang ada. Dalam perkembangnya, dewasa ini isu
merangsang inovasi organisasi, menciptakan organisasi pembelajaran, dan menciptakan sistem
manajemen pengetahuan menjadi isu perubahan kontemporer.
Perubahan yang terjadi dalam organisasi dan kondisi lingkungan yang dinamis juga
membawa pengaruh kepada tingkat stres individu. Faktor lingkungan, faktor organisasi maupun
faktor individu itu sendiri menjadi potensi sumber stres. Di samping faktor tersebut beberapa
faktor seperti pengalaman kerja, dukungan sosial, ruang kendali, keefektivan diri dan tingkat
kepribadian orang dalam menyingkapi permusuhan dan permasalahan dapat membedakan
respon seseorang terhadap stres. Stres membawa konsekuensi dalam bentuk gejala fisiologis,
gejala psikologis, dan gejala prilaku. Stres dapat dikelola dengan menggunakan pendekatan
individu maupun pendekatan organisasi agar membawa dampak yang positif bagi kinerja
organisasi.
Berbagai konsep teoritis tentang yang menjelaskan hubungan antar variabel yang terkait
dengan perubahan organisasi dan manajemen stress yang dikemukakan oleh Robbins (2006)
sangat menarik untuk dijadikan sebagai landasan teoritis dalam sebuah penelitian. Teori-teori
yang dikemukakan oleh Robbins (2006) ini juga sejalan atau dikuatkan oleh pendapat ahli-ahli
yang lain. Secara empiris teori-teori ini telah diuji dan diteliti oleh beberapa orang peneliti, dan
hasilnya relatif menguatkan teori-teori yang ada tersebut. Konsep teoritis dan kajian empiris yang
yang terkait dengan perubahan organisasi dan manajemen stress ini tentu saja penting artinya
dalam penelitian perilaku organisasi. Pada akhirnya hasil penelitian dari perilaku organisasi
khususnya yang terkait dengan perubahan organisasi dan manajemen stress ini menjadi input
bagi pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien.
Perubahan tidak dapat terjadi begitu saja tanpa adanya kekuatan-kekuatan yang
merangsang terjadinya perubahan tersebut. Ada beberapa kekuatan yang dapat berperan
sebagai perangsang perubahan, seperti yang terlihat dalam gambar 7.1. yaitu:
Workforce
World Technology
Politics Kekuatan
Perubahan
Economic
Social
Shocks
Trends
Competition
6. Perubahan Terencana
Berbagai faktor tersebut di atas dapat mendorong organisasi untuk melakukan berbagai
perubahan. Perubahan yang dilakukan oleh organisasi dapat memberikan dampak yang positif
dalam meningkatkan kinerja organisasi jika perubahan-perubahan tersebut terencana dan
dikelola dengan baik. Dalam bahasan berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang mengelola
perubahan terencana.
Perubahan pada dasarnya membuat sesuatu menjadi lain (Robbins, 2006:766). Dalam
konteks ini membuat sesuatu menjadi lain bisa dalam arti yang positif meningkat kearah yang
lebih baik atau sebaliknya. Perubahan yang tidak direncanakan belum tentu dapat menghasilkan
hal yang positif, tetapi perubahan yang direncanakan kemungkinan besar dapat menghasilkan
hal-hal yang positif.
Penolakan terhadap perubahan ini tidak muncul dalam cara-cara yang baku. Penolakan
dapat secara terang-terangan, tersirat, langsung atau tertunda. Agen perubahan lebih mudah
menghadapi penolakan yang terang-terangan dan langsung dari pada menghadapi penolakan
yang tersirat atau tertunda. Bentuk-bentuk penolakan yang terang-terangan dan langsung, dapat
dengan cepat dikelola oleh agen perubahan. Penolakan yang tersirat dan tertunda sulit dideteksi
oleh agen perubahan sehingga memperlambat proses perubahan itu sendiri.
Dalam hubungan antar variabel yang mempengaruhi perubahan organisasi peran agen
perubahan ini dapat disebut sebagai variabel intervening. Peran agen perubahan dapat
memperkuat atau memperlemah berbagai faktor-faktor pendorong atau penghambat
perubahan organisasi. Peran agen perubahan ini dapat dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan
oleh agen perubahan dalam proses perubahan organisasi terutama dalam mengatasi penolakan.
1) Kebiasan. Manusia merupakan makluk yang cenderung melakukan hal-hal yang sudah
menjadi kebiasaanya. Individu-individu yang ada di dalam organisasi cenderung
menolak perubahan-perubahan yang dapat mengubah kebiasaan-kebiasaanya
tersebut.
2) Keamanan. Orang dengan kebutuhan yang tinggi akan keamanan cenderung akan
menolak perubahan karena perubahan itu mengancam perasaan aman mereka.
3) Faktor-faktor ekonomi. Individu yang ada di organisasi akan menolak perubahan
karena adanya kekuatiran perubahan tersebut akan mengurangi penghasilan mereka.
4) Rasa takut terhadap yang tidak diketahui. Perubahan dapat menggantikan sesuatu
yang telah diketahui menjadi sesuatu yang ambigu dan tidakpasti. Amiguitas dan
ketidakpastian ini merupakan menimbulkan rasa takut sehingga menjadi sumber
penolakan terhadap perubahan.
5) Pengolahan informasi selektif. Individu cenderung memilih dan mengolah informasi
yang mereka pilih dan membentuk persepsi mereka tentang sesuatu hal. Individu
cenderung mengabaikan informasi-informasi yang berbeda dengan apa yang menjadi
persepsi mereka termasuk informasi tentang perlunya atau manfaat positif dari
perubahan di dalam sebuah organisasi. Hal ini menjadi sumber penolakan terhadap
perubahan di dalam organisasi itu sendiri.
(2) Penolakan Organisasi
Organisasi menurut kodratnya bersifat konservatif. Organisasi cenderung sulit menerima
perubahan karena ingin menjalankan apa selama ini mereka lakukan. Ada enam sumber
penolakan organisasi terhadap perubahan :
Penolakan terhadap perubahan baik yang berasal dari individu maupun organisasi
merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dari aktivitas perubahan di dalam sebuah organisasi.
Agar perubahan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, agen perubahan harus
memahami cara-cara untuk mengatasi penolakan tersebut. Pembahasan tentang hal ini akan
diuraikan pada bahasan berikut ini.
8. Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan
Agen perubahan harus memilih taktik yang tepat untuk mengatasi penolakan terhadap
perubahan. Ada enam taktik yang dapat digunakan oleh agen perubahan dalam menangani
keengganan atau penolakan terhadap perubahan. Taktik tersebut sebagai berikut :
(2) Partisipasi.
Penolakan terhadap perubahan juga dapat diatasi dengan cara melibatkan individu untuk
berpartisipasi dalam mengambil keputusan perubahan tersebut. Pelibatan individu yang ada di
dalam organisasi dapat mengurangi penolakan dan meningkatkan komitmen individu untuk
mengikuti perubahan. Disamping itu pengambilan keputusan perubahan dengan melibatkan
individu yang ada dapat meningkatkan kualitas dari perubahan itu sendiri. Taktik ini memerlukan
waktu yang banyak dan memiliki potensi terjadinya konflik yang disfungsional.
(6) Pemaksaan.
Agen perubahan juga dapat menggunakan taktik pemaksaan untuk mengatasi penolakan.
Pemaksaan ini dilakukan melalui penerapan ancaman atau kekuatan langsung terhadap penolak.
Pemaksaan dapat berupa ancaman mutasi, hilangnya promosi, evaluasi kinerja yang negatif dan
surat rekomendasi yang buruk. Taktik pemaksaan tidak membutuhkan biaya yang besar, namun
kredibilitas agen perubahan akan merosot jika pemaksaan ini dilakukan tanpa alasan yang jelas.
9. Politik Perubahan
Perubahan selalu menjadi ancaman bagi status quo oleh karena itu secara inheren
perubahan menyiratkan kegiatan politis yang disebut sebagai politik perubahan. Pergulatan
kekuasaan di dalam organisasi akan sangat sangat jauh menentukan kecepatan dan kuantitas
perubahan itu sendiri. Dalam politik perubahan dikemukakan bahwa dorongan ke perubahan
akan cenderung datang dari individu-individu yang baru bagi sebuah organisasi dan atau dari
eksekutif yang sedikit tergeser dari struktru kekuasaan utama. Sebagai agen perubahan internal,
individu yang memiliki posisi tinggi dalam sebuah organisasi sesungguhnya juga merasakan
ancaman dari perubahan itu sendiri terhadap status dan posisi mereka. Oleh karena itu mereka
cenderung mengadakan perubahan sedikit demi sedikit dan melakukan perubahan-perubahan
yang relevan dengan kemampuan yang mereka miliki. Dalam mengatasi hal ini dewan direksi
sering menggunakan agen perubahan eksternal untuk melakukan perubahan radikal di dalam
organisasinya.
Ada beberapa pendekatan popular yang dapat digunakan untuk mengelola perubahan.
Tiga pendekatan popular tersebut sebagai berikut :
2) Permasalahan menjadi terfokus. Secara objektif agen perubahan mengamati masalah dan
jenis masalah serta menentukan jenis tindakan perubahan.
3) Berkurangnya keengganan terhadap perubahan. Dalam prosesnya riset tindakan melibatkan
banyak karyawan. Karyawan dan kelompok yang terlibat aktif dalam riset tindakan menjadi
sumber internal dari pendukung dari perubahan itu sendiri.
Isu-isu tentang perubahan merupakan topik yang hangat di era globalisasi dewasa ini. Ada
tiga isu perubahan yang menarik untuk dikaji yaitu :
1) Struktur organik secara positif mempengaruhi inovasi. Hal ini karena struktur organik lebih
rendah dalam diverensiasi vertikal, normalisasi dan sentralisasi, organisasi organik,
mempermudah fleksibilitas, penyesuaian, dan penyuburan silang yang membuat pemakaian
inovasi menjadi lebih mudah.
2) Lamanya masa manajemen terkait dengan inovasi. Masa jabatan manajerial tampaknya
memberikan legitimasi dan pengetahuan tentang cara menyelesaikan tugas-tugas dan
memperoleh hasil yang diinginkan.
3) Inovasi berkembang baik bila sumber daya berlimpah. Dengan mempunyai sumberdaya yang
berlimpah, organisasi mampu membeli inovasi, menanggung biaya pelembagaan inovasi, dan
menyerap kegagalan.
4) Komunikasi antar unit akan tinggi pada organisasi yang inovatif. Organisasi-organisasi ini
banyak sekali memakai komite, satuan tugas, tim lintas fungsi dan mekanisme lain yang
mempermudah interaksi melindasi garis-garis departemen.
5) Organisasi inovatif cenderung memiliki budaya yang serupa. Budaya tersebut antara lain
mendorong ekperimentasi, adanya imbalan atas kesuksesan maupun kegagalan, dan
merespon kegagalan secara positif.
6) Dalam kategori sumber daya manusia, organisasi inovatif secara aktif menggalakan pelatihan
dan pengembangan anggota-anggota mereka. Hal ini dapat melahirkan pemenang gagasan.
Pemenang gagasan merupakan para individu yang melakukan inovasi secara aktif dan
bersemangat mempromosikan gagasan, membangun dukungan, mengatasi penolakan dan
menjamin pelaksanaan inovasi tersebut.
Organisasi pembelajaran merupakan obat bagi tiga masalah mendasar yang tertanam di
dalam organisasi tradisional yaitu:
1) Fregmentasi yang didasarkan pada spesialisasi menciptakan dinding-dinding dan cerobong-
cerobong yang memisahkan fungsi-fungsi berbeda dan menjadi raja-raja kecil yang mandiri
dan sering cakar-cakaran.
2) Tekanan yang berlebihan pada persaingan sering menghancurkan kerjasama.
3) Kereaktifan salah mengarah perhatian manajemen ke pemecahan masalah bukan ke
penciptaannya.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh manajer untuk membuat perusahaannya
menjadi organisasi pembelajaran, yaitu:
Proses manajemen pengetahuan dalam sebuah organisasi dapat dimulai dari proses
identifikasi hubungan pengetahuan dengan organisasi. Selanjutnya melalui budaya organisasi
yang baik, informasi yang diperoleh dari proses identifikasi tersebut dikembangkan lebih lanjut.
Pada akhirnya manajemen pengetahuan memberikan mekanisme dan motivasi bagi karyawan
untuk berbagi pengetahuan yang oleh karyawan dirasa bermanfaat bagi pekerjaan dan
memampukan mereka mencapai kinerja yang lebih baik.
(1) Apakah orang yakin bahwa perubahan itu mungkin ? Budaya beraneka ragam jika dilihat dari
segi keyakinan akan kemampuan budaya itu mengendalikan lingkungan mereka . Dalam
budaya di mana orang yakin bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka, invidu
akan berpandangan proaktif terhadap perubahan.
(2) Jika mungkin berapa lama perubahan itu diwujudkan ? Orientasi waktu pada budaya tertentu
dapat menentukan waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan perubahan.
(3) Apakah penolakan terhadap perubahan lebih besar dalam beberapa budaya dibandingkan
dengan budaya yang lain ? Penolakan terhadap perubahan akan dipengaruhi oleh
ketergantungan masyarakat itu pada tradisi.
(4) Apakah budaya mempengaruhi cara pelaksanaan upaya perubahan ? Jarak kekuasaan dapat
membantu menjelaskan hal ini. Dalam budaya dengan jarak kekuasaan tinggi, upaya
perubahan cenderung dilaksanakan secara otokratis oleh manajemen puncak. Sebaliknya,
budaya dengan jarak kekuasaan rendah menghargai metode demokratis.
(5) Apakah para pemenang gagasan yang berhasil itu melakukan sesuatu secara berbeda dalam
budaya yang berbeda ? Jawabannya ”Ya”. Orang dalam budaya kolektivis, dibanding budaya
individualis, lebih menyukai permintaan dukungan lintas-fungsi untuk melakukan usaha
inovasi, orang dengan budaya jarak kekuasan tinggi lebih menyukai bekerjasama dengan para
juara dibidang wewenang untuk membuktikan adanya kegiatan inovatif sebelum pekerjaan
tersebut mereka lakukan, dan semakin tinggi masyarakat mengingkari ketidakpastian,
semakin banyak pemenang akan bekerja sesuai aturan dan prosedur organisasi untuk
mengembangkan inovasi.
Perubahan yang terencana merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi
dalam menghadapi lingkungan yang semakin dinamis. Dalam perubahan yang terencana, agen
perubahan akan menghadapi berbagai penolakan baik yang bersumber dari individu maupun
organisasi. Agen perubahan harus mampu mengatasi penolakan tersebut. Agen perubahan harus
menyadari adanya politik dalam perubahan yang harus disikapi dengan menggunakan model
pendekatan yang sesuai dengan kondisi yang ada. Dalam perkembangnya, dewasa ini isu
merangsang inovasi organisasi, menciptakan organisasi pembelajaran, dan menciptakan sistem
manajemen pengetahuan menjadi isu perubahan kontemporer.
Landasan teoritis tentang perubahan organisasi yang dikemukakan oleh Robbins (2006)
juga telah diteliti dan diungkapkan oleh beberapa peneliti/penulis yang lain. Beberapa penelitian
dan artikel yang terkait dengan perubahan organisasi sebagai berikut:
Kotter & Heskett (1992) melakukan penelitian tentang hubungan antara corporate culture
dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan di berbagai jenis industri di
Amerika Serikat ini menunjukan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak yang
signifikan terhadap kinerja ekonomi jangka panjang perusahaan.
Hasil penelitian Holmes & Marsden (1996) dalam Ismawan (2005) menunjukan bahwa
budaya perusahaan berpengaruh terhadap perilaku, cara kerja, dan motivasi para
manajer dan bawahan untuk mencapai kinerja organisasi.
Terkait dengan hubungan antara budaya organisasi dan perubahan organisasi, Harrison
& Stokes (1992) mengemukakan ”Budaya mempengaruhi sebagian besar aspek
kehidupan organisasi, seperti bagaimana keputusan dibuat, siapa yang membuatnya,
bagaimana imbalan dibagikan, siapa yang mempromosikan, bagaimana orang
diperlakukan, serta bagaimana organisasi memberikan respon terhadap lingkungannya”.
Ismawan (2005) dengan merujuk kepada beberapa sumber menunjukan beberapa contoh
perusahaan-perusahaan yang menerapkan pembelajaran organisasi (learning
organization) dalam perubahan organisasi untuk mencapai kinerjanya. Contoh
perusahaan yang menggunakan pola adaptif yaitu General Electric, Sears Roebuck, AT &
T, dan Indosat dan contoh perusahaan yang menerapkan learning organization tipe
generatif adalah British Petroleum, Eastman Kodak, Whirpool, Arthur Andersen, dan
Gruppo GFT. Melalui learning organization, perusahaan-perusahaan ini dapat berubah
dan mampu bertahan ditengah-tengah persaingan yang semakin kompetitif.
Kotler & Hesket (1992) mengemukakan beberapa logika tentang hubungan budaya
organisasi dengan kinerja, yaitu budaya sebagai penyatu tujuan, menciptakan suatu
tingkatan yang luar biasa pada diri karyawan, dan budaya yang kuat membantu kinerja
karena memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada
birokrasi formal yang kaku serta menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.
Terkait dengan isu inovasi dalam perubahan organisasi, Kreiser, Patrick , Marino, Louis
and Weaver K. Mark (2002) melakukan penelitian tentang hubungan antara orientasi
entrepreneurial, lingkungan ekternal dan kinerja perusahaan pada 167 unit perusahan
kecil dan menengah di sembilan Negara. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa inovasi
secara positif dan signifikan berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam
bersaing yang dilihat dari pertumbuhan penjualan.
Firmanzah (2002) menggunakan model Double Diamond yang dikemukakan oleh Porter
(1990) untuk menunjukan bahwa dalam menghadapi lingkungan global yang semakin
berkembang perusahaan harus berubah melalui inovasi khususnya inovasi pada strategi
perusahaan.
Dari berbagai kajian, Mills (2005) mengemukakan bahwa sepanjang masa, globalisasi
memaksa perusahaan untuk mengevaluasi kembali strategi mereka dari fokus kepada
individu menjadi fokus kepada kompetisi dan lingkungan bisnis yang berubah.
Dalam hubungannya dengan peran agen perubahan, Lupiyoadi (1999) mengemukakan
dalam menyingkapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat, manajer puncak
harus mampu mengiring perusahaan untuk mengikuti perubahan dengan menggeser
pemikiran tentang peran manajemen puncak dari struktur ke proses.
Weick & Robert (1999) dalam sebuah artikel mengemukakan peran agen perubahan
sangat penting dalam setiap tahap perubahan organisasi untuk mencapai perubahan yang
berkesinambungan.
Yowono & Bagus (2005) dalam sebuah artikel mengemukakan faktor individu yang terkait
dengan emosi mempengaruhi proses perubahan organisasi, oleh karena hal ini harus
dikelola dengan baik dalam memperlancar proses perubahan organisasi.
Vibriwati (2003) dalam sebuah artikel mengemukakan ketidakpastian lingkungan menjadi
dorongan bagi perusahaan untuk berubah dan organisasi harus menanamkan spirit
perubahan ke dalam anggota organisasi dan menjadi budaya bagi sebuah organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Colquitt, Jason A. Lepine, Jeffery A. Wesson, Michael J. 2013. Organizational Behavior. McGraw-
Hill. New York.
Griffin, Ricky W. & Moorhead, Gregory. 2016. Organizational Behavior. Boston: Houghtton
Muhlin Company.
Harahap, Sofyan Safri, 2016, Manajemen Kontemporer, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jones, Gareth R. George, Jennifer M.. 2014. Contemporary Management. Global Edition. McGrall
Hill.
Lipshitz R, & Strauss O., 2017, Copy with Uncertainty: A Naturalistic Decision Making Analysis,
Journal of Organization Behavior and Human Decision Process (69).2.p.149-164.
Luthans, Fred. 2001. Organizational Behavior. McGraw-Hill. Twelfth Edition. Singapore.
Mohr, Lawrence B. 2012. Explaining Organiztion Behavior. San Fransisco: Jossey – Bass Publishers
Palazzeschi, Letizia. Bucci, Ornella, and Di Fabio, Annamaria. 2018. Re-thinking Innovation in
Organizations in the Industry 4.0 Scenario: New Challenges in a Primary Prevention
Perspective. Frontiers in Psychology Journal. January. doi: 10.3389/fpsyg.2018.00030
Radel, Juergen. 2017. Organizational Change and industry 4.0 (id4). A perspective on possible
future challenges for Human Resources Management. Industrie von Morgen. November.
Robbins, Stephen P. 2014. Organizational Behavior. Pearson: Boston.
Anis Rahmawati Ningrum, Sentot Imam Wahjono*, Andi Wardhana, Noer Choidah 2021.
Pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. Siantar
Top, Tbk di Sidoarjo. Isoquant: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi. DOI
(PDF): http://dx.doi.org/10.24269/iso.v5i2.791.g548. Journal homepage:
http://studentjournal.umpo.ac.id/index.php/isoquant/article/view/791/548 e-ISSN: 2599-
0578. ISSN: 2599-7496. Vol. 5, No.2, Oktober 2021, Pp.255-264. Publisher: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Rahim, Abdul Rahman. Rasulong, Ismail. Indrayani, Tri Irfa.
2020. Perilaku Organisasi, di era revolusi industri 4.0. Penerbit RajaGrafindo Perkasa,
Depok, Jakarta, Indonesia. ISBN No. 978-623-231-440-5. pp: 274 + xviii. Similarity Check by
Turnitin: 10% (13/09/2020). http://www.rajagrafindo.co.id/produk/perilaku-organisasi-di-
erarevolusi-industry-4-0-sentot-wahono-dkk/
Wahjono, Sentot Imam. 2009. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu Publisher, Yogyakarta, ISBN No. 978-979-
756-594-7, pp: 321+ xvii. Link: https://www.grahailmu.com/ perilaku-organisasi-sentot-imam-
wahjono