Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOKIMIA

JUDUL :
IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT

Disusun Oleh :
Kelompok :1
Kelas : 3A
Tanggal Praktikum : 8 September 2020

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITASDIPONEGORO
2020
IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mahasiswa mengetahui beberapa cara identifikasi karbohidrat
1.2 Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik dari identifikasi karbohidrat
1.3 Mahasiawa mampu menjelaskan identifikasi karbohidtrat berdasarkan
karakteristik tersebut

II. DASAR TEORI


2.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul
karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama
karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Karbohidrat adalah
salah satu atau beberapa senyawa kimia termasuk gula pati dan serat yang
mengandung atom C, H dan O dengan rumus kimia Cn(H2O)n. Karbohidrat
merupakan senyawa sumber energi utama bagi tubuh. Kira-kira 80% kalori
yang didapat tubuh berasal dari karbohidrat (Irawan, 2007).
2.2 Klasifikasi Karbohidrat
Berdasarkan susunan kimianya, karbohidrat dibagai menjadi tiga golongan
:
a. Monosakarida (gula sederhana)
Monosakarida adalah karbohidrat paling sederhana yang merupakan
molekul terkecil karbohidrat. Dalam tubuh monosakarida langsung
diserap oleh dinding-dinding usus halus dan masuk ke dalam peredaran
darah. Monosakarida dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu
(Tarigan, 1983):
- Glukosa, disebut juga dekstrosa yang terdapat dalam buahbuahan
dan sayur-sayuran. Semua jenis karbohidrat akhirnya akan diubah
menjadi glukosa.
- Fruktosa disebut juga levulosa, zat ini bersama-sama glukosa
terdapat dalam buah-buahan dan sayuran, terutama dalam madu,
yang menyebabkan rasa manis.
- Galaktosa, berasal dari pemecahan disakarida
b. Disakarida
Disakarida adalah gabungan dari dua macam monosakarida. Dalam
proses metabolisme, disakarida akan dipecah menjadi dua molekul
monosakarida oleh enzim dalam tubuh. Disakarida dikelompokkan
menjadi 3 golongan yaitu (Tarigan, 1983):
- Sukrosa, terdapat dalam gula tebu, gula aren. Dalam proses pencernaan,
sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa.
- Maltosa, hasil pecahan zat tepung (pati), yang selanjutnya dipecah
menjadi dua molekul glukosa.
- Laktosa (gula susu), banyak terdapat pada susu, dalam tubuh manusia
laktosa agak sulit dicerna jika dibanding dengan sukrosa dan maltosa.
Dalam proses pencernaan laktosa akan dipecah menjadi 1 molekul
glukosa dan 1 molekul galaktosa.

c. Polisakarida
Polisakarida merupakan gabungan beberapa molekul monosakarida.
Polisakarida di dalamnya terikat lebih dari satu gula sederhana yang
digabungkan dalam ikatan glikosida Disebut oligosakarida jika tersusun
atas 3-6 molekul monosakarida dan disebut polisakarida jika tersusun
atas lebih dari 6 molekul monosakarida. Polisakarida dikelompokkan
menjadi 3 golongan yaitu (Sastrohamidjojo H, 2005):
- Pati merupakan sumber kalori yang sangat penting karena sebagian
besar karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk pati. Amilosa
adalah jenis pati berantai lurus tersusun atas 20-30 unit glukosa setiap
cabangnya disebut amilopectin.
- Serat merupakan komponen dinding sel tanaman yang tak dapat dicerna
oleh sistem pencernaan manusia. Serat bermanfaat untuk merangsang
alat cerna agar mendapat cukup getah cerna, membentuk volume
sehingga menimbulkan rasa kenyang dan membantu pembentukan
feces.
- Glikogen disebut juga pati binatang, adalah jenis karbohidrat semacam
gula yang disimpan di hati dan otot dalam jumlah kecil sebagai
cadangan karbohidrat. Simpanan glikogen hati kurang lebih 4,0% dari
berat hati.
2.3 Identifikasi Kualitatif Karbohidrat
Adanya karbohidrat dalam makanan dapat diidentifikasi secara
kualitatif maupun kuantitatif. Uji kualitatif karbohidrat yang mendasarkan
pada pembentukan warna dapat dilakukan dengan cara :
2.3.1 Uji molisch
Uji ini berlaku umum, baik untuk aldosa maupun ketosa.
Caranya adalah karbohidrat ditambah H2SO4 melalui dinding-
dinding tabung. Asam sulfat akan menyerap air dan membentuk
furfural yang selanjutnya dikopling dengan α-naphtol
membentuk senyawa gabungan berwarna ungu. Jika yang
dideteksi pentose akan terbentuk furfural, sementara itu jika
aldosa yang dideteksi akan terbentuk hidroksimetilfurfural
(Abdul, 2007).
2.3.2 Uji Benedict
Uji benedict positif untuk gula pereduksi/ gula inversi seperti
glukosa dan fruktosa. Caranya gula reduksi ditambahkan dengan
campuran CuSO4 (tembaga sulfat), natrium sitrat (NaSO3) dan
natrium karbonat (NaCO3) lalu dipanaskan maka akan terbentuk
endapan kupro oksida (Cu2O) yang berwarna merah coklat
(Abdul, 2007).
2.3.3 Uji Fehling
Uji ini hampir sama dengan uji benedict yang bertumpu pada
adanya gula pereduksi pada karbohidrat. Cara ujinya: gula
reduksi ditambah campuran larutan CuSO4 dalam suasana
alkalis (dengan ditambah NaOH) dan ditambah 17 dengan
Chelating agent, lalu dipanaskan maka akan terbentuk endapan
kupro oksida (Abdul, 2007).
2.3.4 Uji Iodin
Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk
kompleks adsorpsi berwarna yang spesifik. Amilum atau pati
yang dengan iodium menghasilkan warna biru, dekstrin
menghasilkan warna merah anggur, sedangkan glikogen dan
sebagian pati yang terhidrolisis akan membentuk warna merah
(Maria, 2010).
2.3.5 Uji Anthron
Prinsip uji Antron sama dengan uji Seliwanof dan Molisch
yaitu menggunakan senyawa H2SO4 untuk membentuk
senyawa furfural lalu membentuk kompleks dengan pereaksi
Antron sehingga terbentuk warna biru kehijauan (Winarno,
2004).
2.3.6 Uji Bial
Uji Bial merupakan uji yang didasari oleh konversi pada gula
pentose seperti ribosa didalam keadaan asam dan panas menjadi
senyawa furfural, yang kemudian bereaksi dengan orsinol dan
mengeluarkan warna hijau. Reagen yang digunakan pada pengujian Bial
ini adalah pereaksi Bial yang mengandung 0,3% larutan orsinol
dan FeCl3 di dalam HCl pekat (Adisendjaja, 2016).
2.3.7 Uji Osazon
Uji Osazon memiliki prinsip proses pemanasan karbohidrat
yang memiliki gugus aldehida atau keton dengan fenilhidrazin
berlebih akan menghasilkan hidrazon atau osazon. Osazon akan
membentuk kristal dan titik lebur yang spesifik (Sumardjo,
2009).
2.3.8 Uji Tollens
Uji Tollen merupakan salah satu uji yang digunakan untuk
membedakan mana yang termasuk senyawa aldehid dan mana
yang termasuk senyawa keton. Selain dengan menggunakan Uji
Tollen untuk membedakan senyawa aldehid dan keton dapat
juga menggunakan Uji Fehling dan Uji Benedict. Aldehid lebih
mudah dioksidasi dibanding keton. Oksidasi aldehid
menghasilkan asam dengan jumlah atom karbon yang sama
(Hart, 1990).
2.4 Analisa Bahan
2.4.1 Glukosa
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus molekul C6H12O6 Mudah larut dalam air, etanol dan
eter.
Berat molekul 180,16 g/mol
Titik leleh 146°C
Densitas 1,544 g cm-3
(Chen and Chou, 1993)

2.4.2 Maltosa
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus molekul C12H22O11 Mudah larut dalam air dingin
Berat Molekul : 342,30 g/mo Sebagian larut dalam metanol
Berbentuk padatan Tidak larut dalam dietil eter
Titik lebur : 102,5°C Dapat dihidrolisis
Titik didih 2173 K
(Sciencelab, 2012)

2.4.3 Fruktosa
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus Molekul C6H12O6 Mudah larut dalam air
Berat Molekul 180,16 g/mol
Titik leleh 95-105°C
(Hyvonen dan Koivistoinen, 1982)
2.4.4 Amilum
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus molekul Tidak larut dalam air dingin dan
etanol 95% dingin
Berat molekul 50-500 juta Cepat mengembang pada suhu
37°C
Serbuk halus, tidak berbau, putih Stabil jika disimpan pada wadah
tertutup
(Allen, 2009)

2.4.5 Reagen anthron


Sifat Fisik Sifat Kimia
Berbentuk kristal Kelarutan fluorescene
Titik didih 721°C
Titik lebur 154,5-157,5°C
Berat molekul 194,53
(Sciencelab, 2008)

2.4.6 Reagen molisch


Sifat Fisik Sifat Kimia
Titik lebur -90°C Berbau seperti alkohol
Titik beku 17°C
Titik didih 77°C
(Sciencelab, 2018)

2.4.7 Reagen bial


Sifat Fisik Sifat Kimia
Berat jenis 1,015 gr/ml Mengandung 0,3% larutan orsinol
dan FeCl3 di dalam HCl pekat
(Sciencelab, 2008)
2.4.8 Reagen benedict
Sifat Fisik Sifat Kimia
Endapan yang terbentuk berupa Bersifat basa lemah jika terdapat
merah bata natrium karbonat dan natrium sitrat
Cairan berwarna biru
(Abdul, 2007)
2.4.9 Fehling A dan B
Sifat Fisik Sifat Kimia
Berwarna biru Dengan larutan glukosa 1%,
pereaksi Fehling menghasilkan
endapan berwarna merah bata
Densitas 1,06 Inkompatibel dengan agen
pengoksidasi
(Abdul, 2007)
2.4.10 Iodin
Sifat Fisik Sifat Kimia
Berupa padatan pada suhu ruang Jika dipanaskan pada suhu 500°C
akan terurai menjadi 2 atom I
Berat Molekul 126,93
Titik didih 183°C
Titik lebur 144°C
(Gibney, 2009)

2.4.11 Asam asetat glasial


Sifat Fisik Sifat Kimia
Berbentuk cairan, tidak Mudah larut dalam air
berwarna
Titik lebur 17°C
Titik diidih 116-118°C
(Sciencelab, 2012)
2.4.12 Natrium Asetat
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus Molekul CH3COONa Mudah larut dalam air
Berat Molekul 82,03 g/mol
Titik leleh 324°C
(Carls. L. Yaws, 1999)
2.4.13 Fenilhidrazin hidroklorida
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus molekul C6H8N2Cl Larut dalam air dan etanol

Berat Molekul 144,60 g/mol


Serbuk atau hablur putih
kekuning-kuningan
(Depkes RI, 1995)
2.4.14 Arabinosa
Sifat Fisik Sifat Kimia
Rumus Molekul C5H10O5 Mudah larut dalam air dan gliserol
Berat Molekul 150,13 g/mol Tidak larut dalam eter dan alkohol
Titik leleh 158-160°C
(Hyvonen dan Koivistoinen, 1982)

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Gelas ukur
- Pipet ukur
- Waterbath
- Stopwatch
- Kaki tiga dan kasa
- Penjepit tabung reaksi
- Mikroskop
- Tusuk gigi
- Sendok
- Tempat sampel / plate sampel
- Burner
3.2 Bahan
- Reagen anthrone
- Larutan glukosa
- Larutan fruktosa
- Larutan maltosa
- Larutan amilum
- Larutan laktosa
- Larutan arabinosa
- Reagen molisch
- Asam sulfat pekat
- Reagen fehling A+B
- Reagen benedict
- Reagen tollens
- Asam asetat glasial
- Fenolhidrazin hidroklorida
- Kristal natrium asetat
- Reagen bial
- Iodin
- Nasi putih
- Ubi
- Tepung terigu
- Biskuit
- Mie instan
- Margarin
- Tahu
- Telur
- Sampel urin
IV. CARA KERJA
4.1 Tes Anthron
Reagen anthron dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi sebanyak 2
mL. Kemudian ditambahkan 6-8 tetes larutan karbohidrat, yang terdiri dari
larutan glukosa pada tabung reaksi 1, fruktosa pada tabung reaksi 2, maltosa
pada tabung reaksi 3, dan amilum pada tabung reaksi 4. Selanjutnya larutan
yang telah tercampur dikocok secara perlahan. Lalu diamati perubahan
warna yang terjadi.
4.2 Tes Molisch
Larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
Kemudian ditambahkan 6 tetes reagen molisch, lalu ditambahkan beberapa
tetes asam sulfat perlahan melalui dinding tabung reaksi. Lalu diamati
perubahan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan larutan kedua yaitu
larutan fruktosa. Larutan fruktosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan 6 tetes reagen molisch, lalu
ditambahkan beberapa tetes asam sulfat perlahan melalui dinding tabung
reaksi. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan
larutan ketiga yaitu larutan maltosa. Larutan maltosa dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan 6 tetes reagen
molisch, lalu ditambahkan beberapa tetes asam sulfat perlahan melalui
dinding tabung reaksi. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian
dilanjutkan dengan larutan keempat yaitu larutan amilum. Larutan amilum
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan
6 tetes reagen molisch, lalu ditambahkan beberapa tetes asam sulfat
perlahan melalui dinding tabung reaksi. Lalu diamati perubahan yang
terjadi.
4.3 Tes Fehling
Larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
Kemudian ditambahkan 2 ml reagen fehling A dan B, lalu dipanaskan dalam
waterbath beberapa menit. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian
dilanjutkan dengan larutan kedua yaitu larutan fruktosa. Larutan fruktosa
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan
2 ml reagen fehling A dan B, lalu dipanaskan dalam waterbath beberapa
menit. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan
larutan ketiga yaitu larutan maltosa. Larutan maltose dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen fehling
A dan B, lalu dipanaskan dalam waterbath beberapa menit. Lalu diamati
perubahan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan larutan keempat
yaitu larutan amilum. Larutan amilum dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen fehling A dan B, lalu
dipanaskan dalam waterbath beberapa menit. Lalu diamati perubahan yang
terjadi.
4.4 Tes Benedict
Larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
Kemudian ditambahkan 2 ml reagen benedict, lalu dipanaskan dalam
waterbath beberapa menit. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian
dilanjutkan dengan larutan kedua yaitu larutan fruktosa. Larutan fruktosa
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan
2 ml reagen benedict, lalu dipanaskan dalam waterbath beberapa menit.
Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan larutan
ketiga yaitu larutan maltosa. Larutan maltose dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen benedict, lalu
dipanaskan dalam waterbath beberapa menit. Lalu diamati perubahan yang
terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan larutan keempat yaitu larutan
amilum. Larutan amilum dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2
ml. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen benedict, lalu dipanaskan dalam
waterbath beberapa menit. Lalu diamati perubahan yang terjadi.
4.5 Tes Tollens
Larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml.
Kemudian ditambahkan 2 ml reagen tollens, lalu dipanaskan dalam
waterbath selama 10 menit. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Kemudian
dilanjutkan dengan larutan kedua yaitu larutan fruktosa. Larutan fruktosa
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan
2 ml reagen tollens, lalu dipanaskan dalam waterbath selama 10 menit. Lalu
diamati perubahan yang terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan larutan
ketiga yaitu larutan maltosa. Larutan maltosa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 2 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen tollens, lalu
dipanaskan dalam waterbath selama 10 menit. Lalu diamati perubahan yang
terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan larutan keempat yaitu larutan
amilum. Larutan amilum dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2
ml. Kemudian ditambahkan 2 ml reagen tollens, lalu dipanaskan dalam
waterbath selama 10 menit. Lalu diamati perubahan yang terjadi.
4.6 Tes Osazon
Larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml.
Kemudian ditambahkan 5 tetes asam asetat glasial, lalu ditambahkan 0.2 g
phenylhydrozine hydrochloride, lalu ditambahkan 0.1 g sodium acetate,
kemudian diaduk. Setelah itu larutan dipanaskan selama 25-30 menit.
Setelah itu didinginkan. Kemudian larutan diamati bentuk kristalnya
dibawah mikroskop. Setelah itu dilanjutkan dengan larutan yang kedua
yaitu larutan maltosa. Larutan maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 5 ml. Kemudian ditambahkan 5 tetes asam asetat glasial, lalu
ditambahkan 0.2 g phenylhydrozine hydrochloride, lalu ditambahkan 0.1 g
sodium acetate, kemudian diaduk. Setelah itu larutan dipanaskan selama
25-30 menit. Setelah itu didinginkan. Kemudian larutan diamati bentuk
kristalnya dibawah mikroskop. Setelah itu dilanjutkan dengan larutan yang
ketiga yaitu larutan laktosa. Larutan laktosa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 5 ml. Kemudian ditambahkan 5 tetes asam asetat glasial,
lalu ditambahkan 0.2 g phenylhydrozine hydrochloride, lalu ditambahkan
0.1 g sodium acetate, kemudian diaduk. Setelah itu larutan dipanaskan
selama 25-30 menit. Setelah itu didinginkan. Kemudian larutan diamati
bentuk kristalnya dibawah mikroskop.
4.7 Tes Bial
Larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1 sebanyak 2
ml. Kemudian 2 ml larutan arabinosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2, dan 2 ml larutan fruktosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi 3. Setelah
itu, pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 3 mL reagen bial. lalu
dipanaskan dalam waterbath selama 1 menit. Setelah itu diamati perubahan
warna yang terjadi.
4.8 Tes Iodin
Larutan glukosa sebanyak 2 ml dimasukkan pada tabung reaksi 1.
Kemudian 2 ml larutan sukrosa dimasukkan pada tabung reaksi 2, dan 2 ml
larutan amilum dimasukkan pada tabung reaksi 3. Setelah itu, pada masing-
masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes reagen iodin. Kemudian diamati
perubahan warna tiap tabung.
4.9 Identifikasi Sampel Makanan
Sampel makanan yang terdiri atas nasi putih, margarin, ubi, tahu,
tepung terigu, biscuit, telur dan mie instan dimasukkan ke dalam tempat
sampel, untuk bahan yang keras harus dihaluskan terlebih dahulu.
Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan iodin, lalu diaduk
menggunakan tusuk gigi. Setelah itu diamati perubahan warna yang terjadi.
4.10 Identifikasi Urin
Sampel urin (A) sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
1, lalu ditambahkan 2 mL fehling A dan B. setelah itu dipanaskan
menggunakan burner selama 2 menit. Kemudian diamati perubahan
warna yang terjadi. Kemudian dilanjutkan sampel kedua, yaitu 2 ml
sampel urin (B) dimasukkan ke dalam tabung reaksi 2, lalu ditambahkan
2 mL fehling A dan B. setelah itu dipanaskan menggunakan burner
selama 2 menit. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi.
Kemudian dilanjutkan sampel ketiga, yaitu 2 ml sampel urin (C)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi 3, lalu ditambahkan 2 mL fehling A
dan B. setelah itu dipanaskan menggunakan burner selama 2 menit.
Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Kemudian dilanjutkan
sampel keempat, yaitu 2 ml sampel urin (D) dimasukkan ke dalam tabung
reaksi 2, lalu ditambahkan 2 mL fehling A dan B. setelah itu dipanaskan
menggunakan burner selama 2 menit. Kemudian diamati perubahan
warna yang terjadi.

V. HASIL DAN PENGAMATAN


5.1 Tes Anthron
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL reagen anthrone + 6-8 tetes Warna hijau lebih gelap
larutan glukosa + dikocok daripada maltose

2. 2 mL reagen anthrone + 6-8 tetes Warna hijau lebih gelap


larutan fruktosa + dikocok daripada glukosa

3. 2 mL reagen anthrone + 6-8 tetes Warna hijau lebih gelap


larutan maltosa + dikocok daripada amilum

4. 2 mL reagen anthrone + 6-8 tetes Warna hijau muda


larutan amilum + dikocok

5.2 Tes Molisch


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL larutan glukosa + 6 tetes reagen Cincin ungu
molisch + beberapa tetes asam sulfat
pekat
2. Cincin ungu
2 mL larutan fruktosa + 6 tetes reagen
molisch + beberapa tetes asam sulfat
3. pekat Cincin ungu

2 mL larutan maltosa + 6 tetes reagen


4. molisch + beberapa tetes asam sulfat Cincin ungu
pekat
2 mL larutan amilum + 6 tetes reagen
molisch + beberapa tetes asam sulfat
pekat

5.3 Tes Fehling


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL larutan glukosa + 2 mL fehling A Endapan merah bata
+ 2 mL fehling B + dipanaskan
beberapa menit

2. 2 mL larutan fruktosa + 2 mL fehling Warna hijau


A + 2 mL fehling B + dipanaskan
beberapa menit

3. 2 mL larutan maltosa + 2 mL fehling A Endapan kuning


+ 2 mL fehling B + dipanaskan
beberapa menit

4. 2 mL larutan amilum + 2 mL fehling A Warna biru


+ 2 mL fehling B + dipanaskan
beberapa menit
5.4 Tes Benedict
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL larutan glukosa + 2 mL reagen Endapan merah bata
benedict + dipanaskan beberapa menit

2. 2 mL larutan fruktosa + 2 mL reagen Warna hijau


benedict + dipanaskan beberapa menit

3. 2 mL larutan maltosa+ 2 mL reagen Endapan kuning


benedict + dipanaskan beberapa menit

4. 2 mL larutan amilum + 2 mL reagen Warna biru


benedict + dipanaskan beberapa menit

5.5 Tes Tollens


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL larutan glukosa + 2 mL reagen Cermin perak
tollens + dipanaskan selama 10 menit

2. 2 mL larutan fruktosa + 2 mL reagen Cermin perak


tollens + dipanaskan selama 10 menit

3. 2 mL larutan maltosa + 2 mL reagen Cermin perak


tollens + dipanaskan selama 10 menit

4. 2 mL larutan amilum + 2 mL reagen Cermin perak


tollens + dipanaskan selama 10 menit
5.6 Tes Osazon
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 5 mL larutan glukosa + 5 tetes asam Bentuk kristal seperti
asetat glasial + 0.2 g phenylhydrozine jarum, kecil, panjang,
hydrochloride + 0.1 g sodium acetate dan runcing
+ diaduk → larutan dipanaskan selama
25-30 menit → didinginkan → larutan
diamati dibawah mikroskop

2. 5 mL larutan maltosa + 5 tetes asam Bentuk kristal terlihat


asetat glasial + 0.2 g phenylhydrozine seperti sayap laron atau
hydrochloride + 0.1 g sodium acetate seperti kelopak bunga
+ diaduk → larutan dipanaskan selama matahari
25-30 menit → didinginkan → larutan
diamati dibawah mikroskop

3. 5 mL larutan laktosa + 5 tetes asam Bentuk kristal seperti


asetat glasial + 0.2 g phenylhydrozine buah landak, bulat
hydrochloride + 0.1 g sodium acetate berduri
+ diaduk → larutan dipanaskan selama
25-30 menit → didinginkan → larutan
diamati dibawah mikroskop

5.7 Tes Bial


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL larutan glukosa + 3 mL reagen Warna cokelat
bial + dipanaskan selama 1 menit

2. 2 mL larutan arabinose + 3 mL reagen Warna biru


bial + dipanaskan selama 1 menit
3. 2 mL larutan fruktosa + 3 mL reagen Warna biru
bial + dipanaskan selama 1 menit

5.8 Tes Iodin


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL larutan glukosa + 2 tetes reagen Warna cokelat
iodin

2. 2 mL larutan sukrosa + 2 tetes reagen Warna cokelat


iodin

3. 2 mL larutan amilum + 2 tetes reagen Warna biru


iodin

5.9 Identifikasi Sampel Makanan


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Margarin + 1-2 tetes larutan iodin + Tetap berwarna iodin
diaduk (cokelat)

2. Nasi putih + 1-2 tetes larutan iodin + Biru kehitaman


diaduk

3. Ubi + 1-2 tetes larutan iodin + diaduk Biru kehitaman

4. Tepung terigu + 1-2 tetes larutan Biru kehitaman


iodin + diaduk

5. Biskuit + 1-2 tetes larutan iodin + Biru kehitaman


diaduk
6. Tetap berwarna iodin
Telur + 1-2 tetes larutan iodin + (cokelat)
diaduk
7. Biru kehitaman

Mie instan + 1-2 tetes larutan iodin +


8. diaduk Tetap berwarna iodin
(cokelat)
Tahu + 1-2 tetes larutan iodin +
diaduk

5.10 Identifikasi Urin


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 2 mL sampel urin (A) + 2 mL fehling Merah bata
A + 2 mL fehling B + dipanaskan
selama 2 menit

2. 2 mL sampel urin (B) + 2 mL fehling Hijau


A + 2 mL fehling B + dipanaskan
selama 2 menit
3. 2 mL sampel urin (C) + 2 mL fehling Kuning
A + 2 mL fehling B + dipanaskan
selama 2 menit

4. 2 mL sampel urin (D) + 2 mL fehling Hijau kebiruan


A + 2 mL fehling B + dipanaskan
selama 2 menit

VI. PEMBAHASAN
Praktikum Biokimia dengan judul Identifikasi Karbohidrat yang
dilaksanakan pada hari Selasa, 8 September 2020 pukul 13.00 – 15.40 WIB
secara online via MS Teams. Praktikum ini bertujuan supaya mahasiswa
mengetahui beberapa cara identifikasi karbohidrat, mahasiswa mampu
menjelaskan karakteristik dari identifikasi karbohidrat, mahasiawa mampu
menjelaskan identifikasi karbohidtrat berdasarkan karakteristik tersebut.
6.1 Identifikasi Karbohidrat
6.1.1 Tes Anthron
Tes anthron bertujuan untuk menentukan keberadaan semua
jenis karbohidrat termasuk monosakarida, disakarida, dan
polisakarida. Tes anthron ini menggunakan sampel larutan
glukosa, fruktosa, maltosa, amilum, dan menggunakan pereaksi
anthron.
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan
glukosa, fruktosa, maltosa, dan amilum agar mudah dalam
melakukan pencampuran dengan reagen anthron. Langkah
selanjutnya adalah memasukkan masing-masing sampel ke
dalam tabung reaksi yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan
memberikan pereaksi anthron pada setiap sampel. Kemudian,
sampel diamati perubahannya. Hasil positif pada tes anthron
adalah larutan berwarna hijau kebiruan. Sesuai dengan literatur
dari (Abdul,2007), bahwa prinsip uji anthron yaitu
menggunakan H2SO4 untuk membentuk senyawa furfural lalu
membentuk kompleks dengan pereaksi anthron sehingga
terbentuk warna hijau kebiruan. Timbulnya warna hijau atau
hijau kebiruan menandakan adanya karbohidrat dalam larutan
sampel. Bahan-bahan yang di uji, terjadi perubahan warna
menjadi hijau kebiruan yang menandakan adanya karbohidrat
dalam larutan tersebut.
6.1.2 Uji Molisch
Uji molisch merupakan uji yang bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya karbohidrat pada suatu sampel
menggunakan reagen asam sulfat.
Langkah pertama pada uji molisch ini yaitu serbuk
karbohidrat yang terdiri dari glukosa, fruktosa, maltosa dan
amilum ini masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan dengan 3 mL air suling lalu dikocok. Hal
ini bertujuan untuk melarutkan serbuk glukosa, fruktosa,
maltose dan amilum agar menjadi larutan yang homogen.
Kemudian larutan glukosa ditambahkan 6 tetes reagen molisch
menggunakan pipet tetes, reagen molisch berfungsi sebagai
reagen untuk identifikasi karbohidrat pada sampel. Setelah itu
ditambahkan asam sulfat pekat secara hati-hati tanpa
pengocokan. Penambahan asam sulftat berfungsi untuk
mendehidrasi karbohidrat dan dilakukan secara hati-hati agar
terbentuk dua lapisan zat cair. Menurut Poedjiadi (1994),
Penambahan asam sulfat pekat dilakukan tanpa pengocokan
dengan tujuan agar warna ungu pada cincin tidak terurai. Karena
bila terkena guncangan maka partikel alkohol yang melindungi
karbohidrat akan terurai. Hasil yang didapatkan dari semua
sampel pada uji ini adalah terbentuknya cincin berwarna ungu
pada larutan.
Hasil ini sesuai literatur Agustina (2017), yang menyatakan
bahwa dalam larutan molisch mengandung alkohol. Fungsi dari
alkohol dalm larutan ini ada dua yaitu untuk melindungi
partikel-partikel karbohidrat dari kontak langsung asam sulfat
pekat sehingga tidak terjadi kerusakan langsung senyawa
karbohidrat dan sampel serta sebagai pelarut α-naftol. Pada
penambahan H2SO4 bertujuan untuk kondensing agent dan
pembentuk senyawa multifurfural sehingga terbentuk rantai
karbon yang semakin pendek. Furfural ini kemudian bereaksi
dengan reagent molisch membentuk α-naftol yang membentuk
cincin berwarna ungu. Menurut Sudarmadji (2010), Mekanisme
terbentuknya cincin ungu ini adalah karbohidrat oleh asam sulfat
pekat akan dihidrolisis menjadi monosakarida. Lalu
monosakarida tersebut mengalami dehidrasi oleh asam sufat
pekat menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan
hidroksi-metilfurfural. Pereaksi Molisch yang terdiri atas α-
naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu.
Berdasarkan hasil uji yang di dapat maka ke empat sampel
merupakan karbohidrat. Hal ini ditunjukkan dengan
terebntuknya cincin berwarna ungu pada larutan sampel.
6.1.3 Tes Fehling
Tes fehling bertujuan untuk menguji kandungan gula
tereduksi (monosakarida atau disakarida) dalam suatu sampel.
Tes fehling ini menggunakan sampel larutan glukosa, fruktosa,
maltose, amilum, dan menggunakan pereaksi fehling A yaitu
larutan CuSO4 dan fehling B yang terdiri dari K-Na-tartrat dan
NaOH.Pada tes fehling ini sampel dicampurkan dengan pereaksi
fehling kemudian dipanaskan. Cara kerja yang dilakukan yaitu
dengan menambahkan perekasi fehling A dan fehling B,
kemudian dipanaskan sambil digoyang. Pemanasan dan
penggoyangan yang dilakukan bertujuan untuk mempercepat
terjadinya reaksi, dengan pemanasan maka suhu larutan akan
naik, sehingga mengakibatkan gerakan-gerakan molekul dalam
larutan semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul yang
semakin besar. Karbohidrat pereduksi akan diubah menjadi
asam onat yang membentuk garam karena adanya basa,
sedangkan pereduksi fehling akan mengalami reduksi sehingga
tembaga (II) berubah menjadi tembaga (I) (Poedjiadi, 1994).
Hasil yang diperoleh dari uji ini adalah positif yaitu
terbentuk endapan merah bata. Endapan merah bata tersebut
adalah endapan dari Cu2O. Bahan-bahan yang di uji,seperti
glukosa dan maltosa, terjadi perubahan warna dan terbentuk
endapan warna merah bata (glukosa) endapan kuning (maltosa),
kecuali fruktosa (warna hijau) dan amilum (warna biru).
Fruktosa merupakan gugus ketosa yang tahan terhadap
oksidator, sedangkan pada uji fehling akan di uji daya oksidasi
dan reduksi dari suatu karbohidrat, sehingga fruktosa tidak
mengalami perubahan warna.
Menurut Sumardjo (2009), reaksi yang terjadi pada tes ini
adalah :

O H O ONa
C C

H OH H OH

HO H toC HO H Cu2O 2 H+
Cu++ NaOH H2O
H OH H OH

H OH H OH

CH 2 OH CH 2OH

glukosa

6.1.4 Tes Benedict


Tes benedict bertujuan untuk membuktikan keberadaan
karbohidrat. Dalam tes benedict ini menggunakan sampel
larutan glukosa, fruktosa, maltose, amilum, dan menggunakan
pereaksi benedict. Menguji keberadaan gula pereduksi dalam
suatu sampel.
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan
glukosa, fruktosa, maltosa, dan amilum agar mudah dalam
melakukan pencampuran dengan reagen benedict. Langkah
selanjutnya adalah memasukkan masing-masing sampel ke
dalam tabung reaksi yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan
memberikan pereaksi benedict pada setiap sampel. Kemudian,
sampel dipanaskan. Dengan pemanasan maka suhu larutan akan
naik, sehingga mengakibatkan gerakan-gerakan molekul dalam
larutan semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul yang
semakin besar. Kemudian, sampel diamati perubahannya. Hasil
positif pada tes benedict adalah terbentuknya endapan warna
merah bata yang membuktikan adanya suatu gula reduksi. Akan
tetapi tidak selamanya warna larutan atau endapan yang
terbentuk berwarna merah bata, hal ini bergantung pada
konsentrasi atau kadar gula reduksi yang dikandung oleh tiap-
tiap larutan uji. Terbentuknya endapan merah bata ini sebagai
hasil reduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ oleh suatu gugus aldehid
atau keton bebas yang terkandung dalam gula reduksi yang
berlangsung dalam suasana alkalis (basa). Sifat basa yang
dimilki oleh pereaksi Benedict ini dikarenakan adanya senyawa
natrium karbonat (Subardjo,2009).
Hasil yang didapatkan oleh glukosa adalah endapan merah
bata yang menunjukkan bahwa pada sampel tersebut
mengandung gula pereduksi. Selain itu, amilum dan fruktosa
tidak membentuk endapan merah bata dan warna larutan setelah
dipanaskan amilum menjadi biru dan fruktosa menjadi hijau .
Hal ini membuktikan amilum dan fruktosa tidak mengandung
gula pereduksi. Pada data diatas glukosa dan maltosa positif,
sesuai dengan teori yang disampaikan oleh (sumardjo,2009), ada
3 disakarida yang paling umum yaitu maltosa, laktos, dan
sukrosa. Maltosa tersusun atas dua molekul glukosa, dan laktosa
tersusun atas glukosa dan fruktosa.
Menurut Sumardjo (2009), reaksi yang terjadi pada tes ini
adalah:
O H O OH
C C

H OH H OH

HO H to C HO H Cu2O 2 H+
Cu++ H2O
H OH H OH

H OH H OH

CH 2OH CH2 OH

glukosa
6.1.5 Tes tollens
Tes tollens merupakan uji yang digunakan untuk
membedakan antara gugus aldehid dan keton. Reagensia Tollen
digunakan sebagai ragensia uji untuk aldehid. Aldehid itu
dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia
Tollen direduksi menjadi logam Ag.
Pada percobaan ini digunakan sampel berupa
glukosa,maltose,fruktosa dan amilum. Langkah yang pertama
pada uji ini yaitu 2 mL larutan karbohidrat ditambah dengan 2
mL reagen iodin kemudian dipanaskan selama 10 menit. Dari
percobaan didapatkan hasil terbentuknya cermin perak pada
sampel glukosa,maltosa, dan fruktosa dan terbentuknya endapan
hitam pada sampel amilum.
Hasil yang di dapat sesuai literatur Sudarmo (2006), Uji
positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi. Pereaksi Tollens sering disebut sebagai
perak amoniakal, merupakan campuran dari AgNO 3 dan amonia
berlebihan. Gugus aktif pada pereaksi tollens adalah Ag2O yang
bila tereduksi akan menghasilakan endapan perak. Endapan
perak ini akan menempel pada tabung reaksi yang akn menjadi
cermin perak. Pada sampel glukosa menunjukkan bahwa uji
tollens positif dan glukosa termasuk aldehid. Hal ini sesuai
bahwa glukosa merupakan gugus aldehid dan glukosa memiliki
gugus H bebas sehingga dapat bereaksi dengan AgNO3 dengan
memebentuk endapan cermin perak. Selanjutnya adalah sampel
fruktosa juga terdapat endapan cermin perak. Hal ini
menunjukkan bahwa uji tollens dengan fruktosa adalah positif.
Menurut Sudarmo (2006), Meskipun fruktosa adalah keton, tapi
karena fruktosa memiliki gugus OH bebas sehingga dapat
bereaksi dalam uji ini dan membentuk endapan cermin perak.
Kemudian untuk sampel maltosa juga dihasilkan hasil yang
sama dengan kedua sampel lainnya karena maltosa juga
termasuk dalam gugus aldehid.
Pada percobaan terhadap larutan amilum pada saat
ditambahkan pereaksi tollens terjadi perubahan warna pada susu
yang awalnya berwarna putih susu berubah menjadi coklat dan
terbentuk endapan abu – abu sedangkan pada amilum yang
awalnya bening berubah menjadi warna putih susu dan terbentuk
endapan abu –abu, kemudian pada saat dipanaskan warna
larutan berubah lagi warna larutan dan endapan hitam. Pada
larutan amilum tidak tebentuk endapan cermin perak yang
terbentuk hanya endapan berwarna hitam. Dari pengamatan ini
dapat dinyatakan bahwa kedua larutan ini termasuk kedalam
senyawa keton karena tidak menghasilkan endapan cermin
perak. Amilum tidak dapat membentuk cermin perak karena
tidak mempunyai atom hidrogen yang terikat pada gugus
karbonnya. Kedua tangan gugus karbonnya sudah mengikat dua
gugus alkil sehingga aseton tidak mengalami oksidasi ketika
ditambah pereaksi tollens dan dipanaskan.
6.1.6 Tes Osazon
Tes osazon bertujuan untuk mengetahui perbedaan kristal
dari gugus aldehida maupun keton. Adapaun prinsip yang
dimiliki tes osazon adalah penambahan fenolhidrazin berlebih
untuk membentuk suatu osazon dan pada proses pemanasan
yang akan menentukan didihnya dan akan didinginkan untuk
pembentukan kristalnya. Menurut Fessenden (1986), pada uji
osazon didasari pada pemanasan karbohidrat yang memiliki
gugus aldehida atao keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan
membentuk hidrazon atao osazon. Osazon yang terbentuk
mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik. Osazon
dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali
biladidinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon
karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya
sudah tidak bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut
dalam air mendidih.
5ml larutan sampel (glukosa, maltosa, dan laktosa) masing
masing ditetesi 5 tetes asam asetat glasial dan ditambhakan 0,2
gram fenol hidrazin kemudian ditambahkan 0,1 gram kristal
natrium asetat lalu diaduk dan dipanaskan menggunakan
waterbath selama 25-30 menit. Dilanjutkan dengan pendinginan
menggunakan air mengalir dan diamati kristal dibawah
mikroskop menggunakan perbesaran kuat. Penambahan asam
asetat glasial bertujuan untuk mengubah gugus aldehid menjadi
ketosa, Penambahan fenolhidrazin dan natrium asetat bertujuan
untuk memperoleh osazon. Pemanasan bertujuan untuk
melarutkan semua campuran bahan dan pendinginan bertujuan
untuk mempercepat pembentukan kristal.
Hasil yang diperoleh adalah pada glukosa kristal berbentuk
jarum, pada maltosa kristal berbentuk seperti kelopak bunga
matahari, sedangkan pada laktosa kristal berbentuk seperti
landak.

Gambar 1. Hasil pengamatan kristal pada glukosa

Gambar 2. Hasil pengamatan pada kristal maltosa


Gambar 3. Hasil pengamatan pada kristal maltosa

No Zat Uji Bentuk


Kristal
1 Maltosa

2 Galaktosa
1%
3 Glukosa 1
%

Tabel 1. Hasil pengamatan mikroskop pada


beberapa kristal karbohidrat (Setiawan, 2015)

Menurut Setiawan (2015), hasil dari percobaan yang


dilakukan sudah benar.

6.1.7 Tes Bial


Tes bial bertujuan untuk menguji adanya gula pentosa. Uji
ini didasari oleh konversi pada gula pentose seperti ribosa di
dalam keadaan asam dan panas menjadi senyawa furfural, yang
kemudian bereaksi dengan orsinol dan mengeluarkan warna
hijau. Reagen yang digunakan pada pengujian ini adalah
pereaksi bial yang mengandung 0,3% larutan orsinol dan FeCl3
di dalam HCl pekat (Adisendjaja, 2016)
Menurut Sumardjo (2008) reaksinya adalah sebagai berikut :

Pada percobaan ini, hal pertama yang dilakukan adalah


memasukkan 2 ml sampel (arabinosa, fruktosa dan glukosa) ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan dengan 3 ml
reagen bial lalu dipanaskan selama 1 menit dan diamati apa yang
terjadi. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi yang
terjadi.
Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil sampel
arabinosa berwarna biru, fruktosa berwarna biru dan glukosa
berwarna coklat. Dengan demikian, arabinosa dan fruktosa
menghasilkan reaksi positif terhadap uji bial. Hal ini sesuai
dengan Adisendjaja (2016), hasil positif pada uji bial
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau. Menurut
Adisendjaja (2016), warna hijau terbentuk karena senyawa
furfural bereaksi dengan orsinol dan menghasilkan warna hijau.
6.1.8 Tes Iodin
Uji Iodine bertujuan untuk mengidentifikasi adanya
karbohidrat pada suatu sampel menggunakan reagen iodin. Uji
iodin digunakan untuk membedakan polisakarida dari disakarida
dan monosakarida.
Pada uji ini langkah yang dilakukan adalah memasukkan
larutan karbohidrat (Glukosa, Sukrosa, dan Amilum) ke dalam
gelas ukur kemudian ditambahkan dengan 2 mL reagen iodine.
Pada percobaan ini dihasilkan warna kuning bening pada
glukosa dan sukrosa dan warna biru tua pada sampel amilum.
Reaksi yang terjadi pada uji iodin ini adalah :
H2O2(aq) + 3 I-(aq) + 2 H+ → I3- + 2 H2O
I3-(aq) + 2 S2O32-(aq) → 3 I-(aq) + S4O62-(aq)
(Soendoro, 2005)
Hasil yang di dapat sesuai dengan literatur Winarno (2004),
yang menyatakan bahwa pada uji iodin akan didapatkan hasil
positif pada golongan polisakarida dan negatif pada golongan
monosakarida dan disakarida. Menurut Soendoro (2005),
Prinsip dari uji ini adalah larutan iodin dalam bentuk triiodida
akan masuk pada struktur helikal pati sehingga akan terbentuk
warna biru pekat. Warna biru pekat tersebut merupakan suatu
warna kompleks yang dihasilkan karena yodium punya amilosa
dan warna kompleks yang dihasilkan bergantung pada struktur
polisakarida dan umur yodium. Semakin lama umur yodium
maka warna yang dihasilkan semakin pudar. Menurut Muryati
(2019), Pati merupakan golongan polisakarida yang memiliki
fraksi amilosa dan amilopektin yang bila berikatan dengan
iodin akan menghasilkan warna biru pekat, iodin dengan
glikogen dan dekstrin menghasilkan warna ungu, sedangkan
monosakarida dan disakarida tidak berwarna. Fraksi amilosa
(kurang lebih 20%) memiliki struktur linier dan dengan iodium
akan memberikan warna biru serta larut dalam air. Uji iodine
akan memberikan hasil negatif pada golongan monosakarida
dan disakarida. Sehingga pada uji iodine dengan sukrosa dan
glukosa tidak menghasilkan warna larutan yang spesifik karena
tidak mengandung amilosa dan amilopektin.
6.2 Identifikasi Sampel Makanan
Identifikasi sampel makanan bertujan untuk membuktikan
keberadaan karbohidrat pada makanan yang diujikan. Pada identifikasi
sampel makanan ini menggunakan uji iodin. Uji iodin merupakan uji yang
digunakan untuk mengidentifikasi adanya suatu karbohidrat polisakarida
yang salah satu contohnya adalah pati atau amilum.
Pada identifikasi sampel makanan ini digunakan beberapa bahan
atau sampel yang akan diuji, yaitu nasi putih, ubi, tepung terigu, biskuit, mie
instan, margarin, tahu, dan telur. Langkah yang harus dilakukan adalah
menghaluskan sampel ubi, tahu, telur, mie instan, dan biskuit terlebih
dahulu supaya mudah dalam melakukan pencampuran dengan reagen iodin.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan masing-masing bahan ke dalam
tempat sampel yang akan dilanjutkan dengan memberikan larutan iodin
pada setiap sampel. Kemudian, sampel diaduk menggunakan tusuk gigi
yang bertujuan untuk mencampurkan antara sampel dengan reagen yang
akan dilanjutkan dengan pengamatan perubahan yang terjadi. Hasil positif
pada uji iodin adalah apabila warna berubah menjadi warna biru yang
berarti pada sampel tersebut menghasilkan karbohidrat polisakarida berupa
pati atau amilum.
Hasil yang didapatkan adalah pada nasi putih, ubi, tepung terigu,
biskuit, dan mie instan menghasilkan warna biru kehitaman yang
menunjukkan bahwa pada sampel makanan tersebut mengandung
karbohidrat polisakarida yang berupa amilum. Sedangkan untuk sampel
margarin, tahu, dan telur tidak menunjukkan adanya karhobidrat
polisakarida yang berupa amilum karena tidak mengalami perubahan warna
menjadi biru. Hal tersebut sesuai dengan Wulansari (2013) yang
menyatakan bahwa pada tes iodin hasil positif yang dihasilkan adalah
adanya perubahan warna coklat menjadi biru, semakin pekat warna biru
yang dihasilkan maka semakin tinggi kadar amilosa dalam larutan. Sinnot
(2007) menyatakan bahwa jika warna yang dihasilkan biru kehitaman, maka
artinya adalah pati memiliki gulungan helix yang sangat panjang.
Menurut Rohman (2007), reaksi yang terjadi pada uji ini adalah :

6.3 Identifikasi Urin


Identifikasi urin bertujuan untuk membuktikan keberadaan
karbohidrat pada sampel urin yang diujikan. Pada identifikasi urin ini
dilakukan melalui metode uji fehling. Uji fehling ini terdiri dari 2 reagen,
yaitu fehling A yang berisi kuprisulfat dan fehling B yang berisi natrium
hidroksida dan kalium natrium tartrat). Uji fehling silakukan dengan cara
menguji 2 ml sampel urin menggunakan 2 ml Fehling A dan ditambahkan
2 ml Fehling B yang selanjutnya dipanaskan di atas api burner sambil
digoyangkan. Tujuan dari pemanasan adalah untuk membuktikan adanya
reduksi karbohidrat dalam sampel.
Tes fehling dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi Fehling
A dan Fehling B dalam jumlah yang sama banyak ke dalam larutan sampel
yang kemudian akan direduksi dengan melakukan pemanasan. Hasil positif
dari tes fehling adalah menghasilkan endapan kupro oksida berwarna merah
bata (Hanani, 2015).
Identifikasi urin yang dilakukan pada percobaan ini menggunakan
empat sampel urin, yang diberi label Sampel A, Sampel B, Sampel C, dan
Sampel D. Perlakuan yang dilakukan terhadap empat sampel tersebut adalah
sama, yaitu dengan memasukkan Fehling A (2ml) dan Fehling B (2ml) dan
dipanaskan di atas bunsen selama 2 menit sambil digoyangkan.
Hasil yang diperoleh dari ke empat sampel tersebut berbeda, yaitu
sampel A menghasilkan warna merah bata, sampel B menghasilkan warna
hijau, sampel C menghasilkan warna kuning, dan untuk sampel D
menghasilkan warna hijau-kebiruan. Hal tersebut merupakan data semi
kualitatif yang diperoleh dari uji fehling tersebut yang menandakan
konsentrasi glukosa dalam urin. Berdasarkan hasil yang didapatkan, urutan
paling kecil hingga besar urin yang mengandung glukosa adalah sampel D,
sampel B, sampel C, dan sampel A. Karena berdasarkan warna, sampel D
memiliki warna yang lebih biru yang mengartikan sampel tersebut
mengandung glukosa walaupun sedikit, dilanjutkan dengan sampel B yang
berwarna hijau mengartikan sampel tersebut memiliki kandungan glukosa
yang lebih sedikit daripada sampel C yang memiliki warna kuning,
sedangkan untuk sampel A memiliki konsentrasi glukosa dalam urin paling
banyak karena warna merah bata menunjukkan adanya kadar glukosa yang
paling banyak diantara indikator warna tersebut.
Menurut Poedjiadi (1994), indikator warna pada tes fehling yang
dihasilkan menunjukkan indikator keberadaan glukosa, urutan warna yang
menunjukkan konsentrasi urin dari yang paling kecil sampai besar adalah
biru-hijau-kuning-orange-merah-merah bata-coklat. Hasil reaksi urin
dengan pereaksi fehling adalah :
2 Cu+ + 2OH- → Cu2O (endapan merah bata) + H2O (Poedjiadi, 1994)
VII. KESIMPULAN
Pada praktikum Biokimia yang berjudul Identifikasi Karbohidrat dapat
dilakukan dengan berbagai uji antara lain dengan Tes Anthron, Tes Molisch,
Tes Fehling, Tes Benedict, Tes Tollens, Tes Osazon, Tes Bial, dn Tes Iodin.
Pada Tes Anthron hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau, pada
Tes Molisch ditandai dengan terbentuknya cincin ungu, pada Tes Fehling hasi
positif untuk glukosa berupa endapan merah bata, fruktosa terbentuk warna
hijau, maltos terbentuk endapan kuning, amilum terbentuk warna biru. Pada Tes
Benedict hasil positif sama seperti pada Tes Fehlig. Tes Rollens hasil positif
terbentuknya cermin perak. Pada Tes Osazon hasil positif untuk glukosa bentuk
kristal seperti jarum, kecil, panjang, dan runcing. Untuk maltosa bentuk kristal
terlihat seperti sayap laron atau seperti kelopak bunga matahari. Dan untuk
laktosa bentuk kristal seperti buah landak, bulat berduri. Sedangkan untuk
identifikasi karbohidrat pada sampel digunakan sampel makanan dan sampel
urin, dengan menggunakan tes iodin untuk sampel makanan dan tes fehling
untuk sampel urin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta, Gajah Mada
University Press.
Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2016. Kegiatan Praktikum dalam Pendidikan Sains. Bandung:
FMIPA UPI Press.
Agustina, Muhibbuddin Abdillah. 2017. Identification of Active Substance in Ajwa Date
(Phoenix dactylvera L.) Fruit Flesh Methanol Extract. The Journal of Tropical
Biology, 1(1) : 32-39.
Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R. C.,
Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation.
Carl L. Yaws. 1999. Chemical Properties Handbook, McGraw-Hill, New York.
Chen, James C. P., and Chung Chi Chou, 1993. Cane Sugar Handbook: A Manual for
CaneSugar Manufacturers and Their Chemists, 12th edition. John Wiley and
Sons Ltd, New York.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Jilid IV. Jakarta, Depkes RI.
Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta : EGC.
Hart, Harold, Leslie E Crame. David J. Hart. 1990. Kimia Organik. Terjemahan Seminar
Setiadi Achmadi. Jakarta: Erlangga.
Hyvönen, L., Koivistoinen, P. and Voirol, F. 1982. Food Technological Evaluation of
Xylitol. Advances in Food Research, 28:373–403.
Irawan, A. M. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief. Vol 1.
Maria Bintang.2010. Biokimia-Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Mulyati, M Tahir, dkk. 2019. Analisi Kandungan Glikogen pada Hati, Otot, dan Otak
Hewan. Journal Canrea, 2(2) : 75-79.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Sastrohamijojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press
Sciencelab. 2008. Material Safety and Data Sheet of Anthron Reagent.
http://ScienceLab.com. Diakses pada 10 September 2020
Sciencelab. 2012. Material Safety and Data Sheet of Bial Reagent. http://ScienceLab.com.
Diakses pada 10 September 2020
Sciencelab. 2012. Material Safety and Data Sheet of Maltosa Monohydrate.
http://ScienceLab.com. Diakses pada 10 September 2020
Sciencelab. 2012. Material Safety and Data Sheet of Asetat Glacial Acid.
http://ScienceLab.com. Diakses pada 10 September 2020
Sciencelab. 2018. Material Safety and Data Sheet of Molisch Reagent.
http://ScienceLab.com. Diakses pada 10 September 2020
Septorini, Ragil. 2008. Perbedaan Kadar Glukosa pada Onggok yang Dihidrolisis dengan
Asam Klorida, Asam Sulfat, dan Asam Oksalat. KTI. Semarang : Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Sinnot, Michael L. 2007. Carbohydrate Chemistry : Chemical and Biological Approaches
Volume 38. Cambridge : RSC Publishing
Sudarmadji, Slamet. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Yogyakarta Liberty.
Sudarmo, Unggul. 2006. Kimia 3. Erlangga. Jakarta.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Tarigan, P. 1983. Kimia Organik Bahan Makanan. Bandung, Alumni.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wulansari, Fitri Diana. 2013. Metode Sederhana Penentuan Jumlah Pengulangan Glukosa
Dalam Amilosa Sebagai Media Pembelajaran Materi Karbohidrat. Jurnal
Mengajar MIPA : 18 (2).

Anda mungkin juga menyukai