Anda di halaman 1dari 3

Melek Sejarah

-Umi Kalsum-

Miskonsepsi literasi sejarah

Saya pernah menjadi murid. Saya pernah berpandangan bahwa sejarah itu hanya menghapal,
sejarah itu membosankan, dan sejarah itu tak bermakna. Berjalannya waktu, pandangan saya terhadap
sejarah berubah 1800. Saat ini saya berpandangan bahwa sejarah itu sangat berkaitan dengan aspek
kehidupan yang lain, bahkan dengan mempelajarinya dapat mempengaruhi masa depan. Hanya saja
pandangan yang salah tentang sejarah masih ada hingga saat ini.

Saya pernah bertanya pada murid-murid saya, “sebutkan kata yang segera terlintas di pikiranmu
ketika saya sebutkan kata belajar sejarah!”

Seorang murid menjawab, “tanggal, tokoh, tempat”. Murid yang lain menjawab, “membosankan
dan mengantuk”.

Hal ini merupakan bukti nyata bahwa pandangan yang salah tentang sejarah masih ada hingga saat
ini. Lebih buruknya lagi adalah hal ini tidak hanya ditemukan pada murid-murid saya, melainkan juga pada
rekan-rekan saya.

Tantangan meningkatkan literasi sejarah

Untuk mematahkan miskonsepsi literasi sejarah tersebut, saya memilih menggunakan media film
dan permainan. Dengan film, alur sejarah dapat lebih terlihat. Dengan permainan, murid-murid dapat
menjadi senang. Pemilihan ini juga didasarkan atas pengamatan saya terhadap murid-murid. Kegemaran
anak zaman now itu dapat dibagi berdasarkan gender, anak perempuan gemar menonton, anak lelaki
gemar bermain game. Hanya saja penggunaan film pun masih menyisakan tantangan seperti genre film
yang tidak sesuai dengan murid, judul film yang tidak berkaitan dengan tujuan pembelajaran, durasi film
yang panjang dan keberadaan film yang tidak sopan. Karenanya saya memilih film Jenderal Sudirman yang
berjenis petualangan dan memiliki latar yang sesuai dengan materi pelajaran. Saya pun perlu menonton
filmnya terlebih dahulu, lalu mencatat bagian-bagian yang sebaiknya di cut. Selain itu, saya juga melengkapi
kegiatan literasi sejarah ini dengan bermain permainan paper war. Tantangan utama dalam melaksanakan
permainan ini adalah komitmen murid-murid untuk bersikap sportif. Maka saya pun membangun komitmen
tersebut sebelum memulai permainan. Tak lupa saya siapkan beberapa pertanyaan untuk sesi diskusi yang
saya integrasikan dengan mata pelajaran lain dan sesi refleksi kaitannya dengan literasi sejarah itu sendiri.

Melek sejarah

Hari berliterasi sejarah bersama murid-murid pun tiba. Murid-murid pun antusias ketika saya
mengajak mereka menonton film. Saya mengawali kelas literasi sejarah hari itu dengan menyampaikan
sinopsis film agar murid tidak kebingungan ketika menonton film. Selain itu, pada pertengahan film pun ada
beberapa latar, pengenalan tokoh, dan bahasa yang saya perjelas, agar murid dapat menangkap alur dan
emosi filmnya. Ketika menonton film, tidak satu pun dari murid-murid yang terlihat mengantuk atau tidak
memperhatikan. Di sela-sela waktu menonton, saya tekan tombol pause, dan saya bertanya : “kira-kira, apa
yang akan terjadi setelah ini ya?”.
Pertanyaan tersebut saya lontarkan untuk meningkatkan kecerdasan murid. Lalu saya tekan tombol
play kembali. Karena saya mengajak murid-murid menonton sambil melatih daya nalarnya, maka tak sedikit
dari murid-murid yang merasa penasaran dan mengajukan pertanyaan. Tak semua pertanyaan saya jawab,
saya ingin nanti murid menemukan jawabannya sendiri. Salah satu pertanyaan yang tidak saya jawab hari
itu adalah tentang peristiwa Serangan Umum. Selain pertanyaan yang muncul, murid-murid pun kerap
berekspresi meluapkan emosinya sejalan dengan emosi yang dipicu oleh film. Terkadang tersenyum,
tertawa, sedih, tegang, hingga marah mengisi seisi ruangan mini bioskop hari itu. Kami tersenyum ketika
Soedirman berhasil mengecoh penjajah. Seringkali kami tertawa karena adanya tokoh Karsani, namun
sayang kaitannya dengan karakter itu pula kami dapat merasa sedih. Perasaan tegang kerap muncul ketika
adegan perang. Perasaan marah sangat muncul karena ada karakter mata-mata pada film tersebut. Karena
keterbatasan waktu, saya hanya menutup kegiatan di hari itu dengan sesi refleksi dari murid-murid.

Kegiatan literasi sejarah berlanjut pada pertemuan selanjutnya dengan sesi bermain. Saya bertanya,
“siapa yang hari ini ingin bermain?”

Murid-murid ramai menjawab, “aku, aku, aku”.

Hari itu kami memainkan permainan paper war. Sebelum memulai permainan tersebut, saya
membagikan selembar kertas bekas pada setiap murid. Lalu saya mengajak murid-murid untuk membuat
dan menuliskan pertanyaan. Pertanyaan yang ingin ditanyakan kaitannya dengan film yang sebelumnya kami
saksikan bersama. Hal ini saya lakukan untuk meningkatkan kecerdasan murid-murid. Lalu saya ajak
murid-murid untuk meremas kertas tersebut sehingga membentuk seperti bola. Kami mengandaikan benda
ini sebagai granat. Kemudian murid-murid dibagi menjadi 2 kelompok dan berbagi peran, ada yang
berperan sebagai kelompok pejuang dan ada yang berperan sebagai kelompok penjajah. Murid-murid pun
diperkenankan membawa benda lain seperti tas atau buku untuk dijadikannya sebagai perisai. Kemudian
setiap kelompok mengambil posisi yang berseberangan. Murid-murid sudah nampak antusias, tak sabar
ingin segera memulai permainan. Saya lalu berkata, “permainan dimulai”.

Murid-murid dengan semangat menarik pelatuk granat dan melempar granatnya. Murid-murid yang
terkena granat pun menirukan adegan orang yang mati. Lucu sekali rasanya melihat cara mereka meniru
adegan tersebut. Beberapa murid yang sudah terkena granat, berusaha membantu teman satu
kelompoknya dengan mengumpulkan granat yang berserakan dan memberikannya pada temannya yang
masih hidup. Pada akhirnya, permainan dimenangkan oleh kelompok yang menyisakan anggota kelompok.
Sesi bermain ini tak kalah seru dengan kegiatan menonton. Murid-murid belajar pentingnya persatuan
untuk mencapai tujuan.

Kegiatan literasi sejarah pun berlanjut dengan sesi diskusi. Sesi ini dilakukan secara berkelompok,
dengan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh murid-murid sendiri.
Setelahnya, murid-murid memperluas sudut pandangnya dengan mendiskusikannya bersama kelompok lain
dan bersama saya. Tak hanya mendiskusikan pertanyaan yang bersumber dari murid. Sesi ini berlanjut
dengan mendiskusikan pertanyaan yang bersumber dari saya. Pertanyaan yang saya ajukan tak hanya
meliputi mata pelajaran IPS, namun juga terintegrasi dengan mata pelajaran lain seperti B.Indonesia, PKn,
dan IPA. Sesi ini berlangsung dengan sangat hidup. Ekspresi-ekspresi emosi pun masih tergambar pada sesi
ini. Sesi ini menunjukkan bahwa murid juga belajar menghargai pengorbanan para pejuang.

Senang literasi sejarah

Pada sesi refleksi saya dapat menangkap, serangkaian kegiatan literasi sejarah tersebut
meninggalkan makna yang sangat mendalam pada murid-murid. Murid-murid tak lagi berpersepsi bahwa
literasi sejarah adalah hapalan tanggal, tokoh, dan peristiwa belaka, melainkan alur cerita yang berdampak
pada kehidupan. Ada murid yang karenanya menjadi sangat jelas minat dan bakatnya. Ada murid yang
karenanya ingin menjadi tentara. Banyak sekali murid yang menyatakan ingin belajar sejarah lagi karena
merasa senang berliterasi sejarah.

Anda mungkin juga menyukai