Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ulfi Rachmawati

Kelas : XII IPS 1

TUJUH BELAS

TULUS

Masihkah kau mengingat di saat kita masih 17?


Waktu di mana tanggal-tanggal merah terasa sungguh meriah
Masihkah kauingat cobaan terberat kita, Matematika?
Masihkah engkau ingat lagu di radio yang merdu mengudara?
Kita masih sebebas itu
Rasa takut yang tak pernah mengganggu
Batas naluri bahaya
Dulu tingginya lebihi logika
Putaran Bumi dan waktu yang terus berjalan menempa kita
Walau kini kita terpisah, namun, jiwaku tetap di sana (hey)
oh, di masa
Rasa takut yang tak pernah mengganggu
Di masa naluri bahaya
Dulu tingginya lebihi logika
Muda jiwa, selamanya muda
Kisah kita abadi selamanya
kita masih sebebas itu
(Rasa takut yang tak pernah mengganggu)
Rasa takut yang tak pernah mengganggu
(Batas naluri bahaya, oh-oh)
(Dulu tingginya lebihi logika)
Sederas apa pun arus di hidupmu
Genggam terus kenangan tentang kita
Seberapa pun dewasa mengujimu
Takkan lebih dari yang engkau bisa
Dan kisah kita abadi untuk s'lama-lamanya
CERITA PENDEK

TUJUH BELAS

Waktu di sekolah memang hanya tiga tahun, tapi kenangannya tak pernah hilang dari
ingatan. Begitulah aku mengingat kisahku di umur 17 tahun. Di umur tersebut  memang
masa terbaik yang tak akan kembali. Masa mencari jati diri, melakukan hal-hal yang salah,
serta mengenal arti pertemanan.

Pagi ini aku akan menghadiri acara perpisahan SMAku, hari dimana rasa bahagia serta haru
menyatu menjadi satu. Aku yang akan berpisah dengan teman-temanku, harus melepas
mereka untuk melanjutkan mimpi dan cita-cita kita masing-masing, sedih sudah pasti. Aku
terus mengenang masa-masa SMA ku yang sangat berkesan, dari cerita kebersamaan kita
selama tiga tahun, menyukai seseorang diam-diam, berantem dengan teman dekatku,
bermasalah dengan guru-guru, serta kelakuan konyol teman-temanku yang sangat
berkesan. Ah, rasanya berat sekali untuk melepas itu semua.

Semua murid kelasku sudah berkumpul di satu ruangan, ada yang sibuk merapihkan
pakaian masing-masing, ada yang sedang sibuk mendokumentasikan momen indah ini, dan
ada aku dan sebagian teman-temanku yang sedang mengenang masa masa tiga tahun yang
sudah kita lewati bersama, duduk membentuk lingkaran dan satu satu mulai menceritakan
kisahnya masing masing.
--Dua tahun yang lalu--
Saat Bolos pelajaran
Semua itu dimulai ketika aku masuk SMA dan bertemu dengan teman-teman sekelas yang
sangat menyenangkan. Di sela-sela kepenatan tugas, kami selalu berbincang dan bermain
gitar. Bahkan diam-diam keluar kelas dengan izin ke kamar mandi, padahal pergi ke kantin.

Sampai suatu hari kegiatan nakal tersebut diketahui oleh Pak Yanto yang terkenal tegas dan
galak. Aku dan kelima temanku bergiliran izin ke toilet, padahal kami sedang ada pelajarang
geografi. Awalnya masih merasa aman saja, aku dan teman-temanku membeli siomay dan
bercengkrama.

Lalu tiba-tiba Pak Yanto yang sedang piket menemukan kami dan membawa kami ke tengah
lapangan. Pak Yanto semakin marah ketika ia mengetahui bahwa ada guru yang sedang
mengajar di kelas kami.

“Kalian ini nggak menghormati guru!” Bentak Pak Yanto sambil menjemur kami di lapangan
beraspal ini. “Kamu lagi Nadya! Nggak biasanya kamu nongkrong waktu kelas berlangsung.
Atau ini baru ketauan ya? Kamu biasanya ikut nongkrong juga kan?” Ia mencecarku karena
sebenarnya aku bisa dibilang sebagai anak yang rajin.

Setelah Pak Yanto puas memarahi kami, bel istirahat pun berdering. Banyak murid-murid di
sekolah yang melihat. Pak Yanto pun menyuruh kami kembali ke kelas dengan syarat tak
mengulanginya lagi.

“Nad, kalo orang lain nggak mau nilai kamu buruk, mending nggak usah gabung sama kami”
Toni bersuara ketika aku dan teman-teman berjalan menuju kelas.

“Loh, kok gitu?” Aku cukup bingung, “Aku baik-baik aja dan dibuat seneng aja, kok. Lagian
aku emang mau dan senang main sama kalian.” tegasku kepadanya.

“Bagus deh kalo kamu ngerasa gitu. Semoga kita semua punya banyak kenangan ya di SMA”
Toni bernapas lega mendengar jawabanku. Ia pun tidak mau kehilangan momen SMA nya,
hingga akhirnya kami pun sering melakukan hal-hal yang positif. Seperti mengikuti
ekstrakulikuler band.
Tugas dan Kenangan kala itu

Tugas TIK ini cukup membingungkan. Pasalnya Pak Haris selaku guru TIK menyuruh kami
membuat video berdurasi 10 menit yang menggambarkan kehidupan kelas. Tugas tersebut
menurutnya bisa menjadi cerita kehidupan sehari-hari. 

Dari 40 orang murid, Pak Haris membaginya empat kelompok. Aku dinobatkan menjadi
ketua kelompok satu yang beranggotakan Via, Guntur, Dini, Kiara, Joni, Ridwan, Bakti,
Winda, dan Tasya. Padahal, keterampilan mengedit video sangat mengkhawatirkan.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya kami membagi tugas dan menemukan tema video.
Untungnya ada Guntur dan Winda yang bisa mengedit video, maka tugas tersebut
kuserahkan pada mereka. Teman-teman yang lain membantuku untuk membuat konsep,
menyiapkan properti, dan pengambilan video nantinya. 

“Kata Pak Haris dikumpulin dua minggu lagi. Tapi, kita mulai besok ya bikin videonya. Biar
cepet beres.” ajakanku tersebut disepakati oleh yang lain. 

Setelah selesai merekam video, tahap berikutnya adalah editing. Namun ternyata, file


rekaman ketika Kiara berada di sekolah terhapus. 

“Kamu sih nggak hati-hati Joni. file-nya ilang kan,” ujar Via menyalahkan kecerobohan Joni.

“Ya ku kira udah dimasukin ke laptop, Via. Makanya kuapus, memori kameranya penuh tau,”
Joni membela diri.

“Udah-udah. Mau nggak mau kita rekam ulang,” Aku menengahi perdebatan mereka.
Untungnya, waktu pengumpulan masih lama. Akhirnya kami pun merekam ulang bagian
yang hilang tersebut. 

Dua minggu berlalu dengan cepat, proses editing pun cuma menghabiskan waktu sekitar
lima hari. Di hari H tugas video kami pun dikumpulkan. Satu persatu, video dari setiap
kelompok ditayangkan. Ada video yang mewawancarai murid serta wali kelas, ada juga yang
membuat video tentang hal-hal konyol di dalam kelas. Hingga tiba lah penampilan video dari
kelompok kami.

Dari video-video yang ditampilkan, aku menjadi mengerti mengapa Pak Haris menyuruh
kami membuat tugas video yang cukup rumit. Walaupun banyak rintangan dalam
membuatnya, ternyata kami sangat senang melakukannya. Beragam video tersebut juga
bisa menjadi kenang-kenangan ketika kamI sudah tidak bersekolah. 
Siang Hari di Kelas

Cuaca siang yang terik ini membuat suasana kelas sangat penat. Apalagi dengan listrik yang
mati menambah suhu ruangan panas. Sementara pelajaran selanjutnya adalah matematika.
Bukankah otak akan semakin meledak?

“Selamat siang anak-anak, kita melanjutkan materi tentang nilai rata-rata yaa,” Bu Witri
memulai pelajaran seperti biasa.

Sepuluh menit pertama masih baik-baik saja, tapi menit berikutnya mulai muncul bibit-bibit
kegaduhan. Hasan dan Ridwan yang duduk dua bangku di belakangku mulai berbincang
sambil mengibas-ngibaskan bukunya. Lalu satu persatu murid lain mulai bolak-balik WC dan
kelas. Hal tersebut ternyata disadari oleh Bu Witri.

“Kalian ini nggak siap belajar, ya?”

Sontak semua orang di kelas pun diam. Tiara dan Ria yang tadinya mau izin ke WC pun tidak
jadi keluar kelas. 

“Materi kita masih banyak, Ibu ngajar bukan buat kepentingan ibu. Tapi buat kalian,” 

“Tapi kita lagi nggak fokus belajar, Bu kipas nya mati panas banget.” Hasan yang ceplas
ceplos berani menimpali omongan Bu Witri. 

“Oke kalo gitu, Ibu nggak akan ngajar kalian. Ternyata kalian memang nggak butuh pelajaran
Ibu dan malah mementingkan kipas angin” terlihat jelas wajah Bu Witri yang memerah dan
menahan tangis.

Ia pun membereskan buku-buku di mejanya dan bergegas keluar ruangan kelas. Tanpa
menoleh ke belakang lagi meninggalkan aku dan teman-temanku yang kebingungan dan
merasa bersalah.

“Putri, gimana dong?” Hasan sangat merasa bersalah dan meminta pendapatku. 

“Hmm.. Yaudah habis pulang sekolah kita semua minta maaf aja. Sekarang biarin Bu Witri
tenang dulu”

Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku dan teman-teman sekelas pun menuju ruangan guru.
Bu Witri pun masih berada di mejanya. Kami dengan tulus meminta maaf karena bukan
kemauan kami membuat Bu Witri marah. Bu Witri pun meminta maaf juga karena tersulut
emosi. 
Cerita Cinta di Tengah Kelas

“I was enchanted to meet you…”

Lagu itu terus aku senandungkan berkali-kali, berhari-hari. Karena 99,9% aku merasakan hal
yang sama dengan Taylor Swift yang menyanyikan lagu tersebut. Kurasa, 99,9% orang di
dunia juga pernah merasakan hal yang sama;  menyukai orang sampai terpesona setiap kali
ketemu, tapi sayangnya tidak bisa dimiliki.

Hal itu terjadi ketika aku memasuki kelas ini. Di sanalah aku mengenak dia. Ia salah satu
anggota jurnalistik dalam bidang fotografi. Pertama kali bertemu dengannya, aku sudah tau
bahwa aku jatuh cinta kepadanya. 

Lalu, kedua kalinya aku memang merasakan perasaan itu. Di tambah saat kerja kelompok, ia
terus mengajariku memotret menggunakan DSLR dengan sabar. 

“Objeknya di tengah ya Dira, habis gitu baru jepret,” Ia mengarahkan kameraku yang
tadinya condong ke kiri. 

Sejak saat itu, selalu ada percakapan hangat lewat WhatsApp. Aku membagikan duniaku,
dan dia pula tak ragu membagikan dunianya kepadaku. Namun, entah mengapa aku selalu
menghindar dan kikuk jika berhadapan dengannya secara langsung. Sebisa mungkin aku
akan bersikap biasa saja jika harus seruangan dengannya, apalagi ketika harus kumpul
ekskul. 

Hanya saja, memang selalu tak ada yang jelas dengannya. Sementara aku pun tak berani
mengungkapkan perasaanku sesungguhnya. Dia tak tahu bahwa seringkali aku diam-diam
menengok ke bangkunya. Ia tak tahu juga bahwa keberadaannya sudah cukup bagiku.

Hingga akhirnya aku mengetahui bahwa ia kembali bersama mantan kekasihnya, yang selalu
ia ceritakan.
Classmeeting dan Lomba

Acara classmeeting memang sangat ditunggu-tunggu. Setelah menghadapi ujian semester,


kegiatan yang tepat adalah mengadakan beragam lomba antarkelas untuk mengisi
kekosongan sebelum bagi rapot. Lomba yang paling banyak peminatnya adalah lomba band.

Siswa XI IPS 1 sangat bersemangat dengan lomba tersebut. Mereka sudah berlatih bahkan
sebelum ujian semester berlangsung. Mereka juga yakin bisa memenangkan hadiah dan
membuat kelas bangga.

Hingga hari H tiba, mereka berempat menaiki panggung dan menyanyikan lagu Ceria-Jrocks.
Tanpa diduga-duga, banyak penonton yang menyukai pertunjukan mereka bahkan sampai
maju dan menari di bawah panggung. Mereka pun sangat puas dan tersenyum bahagia.
Namun hal itu memudar ketika pengumuman pemenang. 

Tak disangka, juara 1 lomba band dimenangkan oleh XI IPA 1. Sontak mereka tidak terima,
karena menurut penonton lainnya pun penampilan XI IPA 1 terkesan biasa saja. Sejak saat
itu lah hubungan XI IPA 1 dan XI IPS 1 mulai memanas.

“Dapet piala dari wali kelas sendiri aja bangga, yaa,” ujar Dana ketika rombongan XI IPA 1
melewati lorong kelas.

“Iya nih padahal penonton tau mana yang bagus dan yang nggak,” Novri menimpali.

“Kan ada juri, ya suportif aja sih,” Jaka ketua band XI IPA 1 membela diri.

Adu mulut tersebut terus terjadi beberapa menit. Bahkan mereka hampir mau saling serang
satu sama lain. Untungnya Bu Tari selaku guru BK melihat mereka dan langsung
membubarkan gerombolan tersebut. Bu Tari pun menyuruh mereka untuk saling
bermaafan. Dengan terpaksa, Yuda dkk meminta maaf terlebih dahulu daripada
memperpanjang masalah. 

--waktu perpisahan—

Sesi mengenang kisah masing-masing pun terhenti karena semua siswa sudah di panggil
untuk ke tempat acara perpisahan yang akan berlangsung, semua siswa kelas XII IPS 1
berjalan bersama menuju lapangan. Berjalan dengan rasa penuh percaya diri, kita semua
tersenyum bahagia dan tertawa lepas seakan menjadi orang yang paling bahagia hari ini.
Semoga sukses teman-teman, sulit sekali mengucapkan kata perpisahan kepada sahabat,
teman dan guru-guru yang telah membimbing kita.

Anda mungkin juga menyukai