Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDU

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis Nama : Indrawan Prayuda


SUB-CPMK 1 : Keperawatan Kritis NIM : 031STYC18
TTD :

Pertanyaan :
1. Identifikasi 1 (satu) artikel (jurnal) tentang Isu End of Life terkait keperawatan
kritis, berikan telaah dan tanggapan terhadap hasil artikel tersebut.
Telaah Jurnal keperawatan Kritis

1. Judul
Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Fase End Of Life di Ruang ICU
2. Penulis/Peneliti
a. Sisilia Mariani Destisary
b. Sih Ageng Lumadi
c. Feriana Ira Handian
3. Nama Jurnal
Jurnal Gawat Darurat Volume 3 No 1 Juni 2021, Hal 29 - 42
4. Tujuan penelitian
Menggali pengalaman perawat dalam merawat pasien fase end of life ruang ICU
di Rumah Sakit Baptis Batu
5. Metodologi penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam merawat pasien fase end of
life di ruang ICU Rumah Sakit Baptis Batu
6. Populasi dan sampel
Lima perawat pelaksana di ruang ICU Rumah Sakit Baptis Batu dilibatkan dalam
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bekerja diatas 5
tahun
7. Teknik pengambilan data
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara in-depth interview. Penelitian ini
menggunakan jenis wawancara semiterstruktur, menggunakan panduan yang
telah disusun. Lama wawancara 45-50 menit untuk masing-masing responden
8. Hasil penelitian
Hasil penelitian ini menemukan 5 tema yaitu:
a. Perawat memfokuskan perawatan pada spiritual pasien fase end of life
Perawat juga berperan sebagai pembimbing spiritual pasien maupun
keluarga diperkuat dengan pernyataan dari responden yaitu:
“kalau dia Muslim saya suruh nuntun kalau dia Kristen mari kita sama
sama berdoa” (R1), “karena ada petugasnya sendiri kita ya cuman apa ya
dek sekedar ya sekedar mendoakan aja gitu ndak mesti ke keluarga ya”
(R2), “kita sudah menawarkan misalkan apakah saya boleh berdoa untuk
ibu” (R3), “biasanya kita panggil pemuka agama sesuai dengan agama
masing masing” (R4), “kita harus bantu doakan dan kita bareng bareng
bantu mendoakan ” (R5).
Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat melakukan bimbingan
spiritual dengan diajak berdoa bersama sesuai keyakinan yang dianut
atau memfasilitasi pasien maupun keluarga pasien yaitu memanggil
petugas khusus atau menghadirkan pemuka agama yang dibutuh pasien
dan keluarga pasien sehingga kebutuhan spiritual pasien terpenuhi.
b. Pengelolaan emosi perawat saat merawat pasien fase end of life
Perawat berusaha tidak ikut dalam kesedihan yang dikuatkan dengan
pernyataan responden yaitu:
“nah itu tadi saya bolak balik kamar mandi” (R1), “biasanya aku
memalingkan diri aku pergi kemana gitu” (R2), “pergi dulu saya dari situ
dari tempat itu saya menata hati dulu (tertawa)” (R4), “Kita harus kuat
istilahnya yo meskipun ada yang orang kan bawaan perasaan sendiri ”
(R5).
Maka dapat disimpulkan bahwa saat mendampingi dan merawat pasien,
perawat merasakan sedih, berempati dan kecewa sehingga untuk
mengatasi perasaan tersebut perawat mengalihkan ke hal lainnya supaya
dapat mengontrol perasaan tersebut.
c. Perawat melibatkan keluarga dalam merawat
Pada tema ketiga ini yang terkait dengan perawat melibatkan keluarga
dalam merawat pasien yang pertama yaitu perawat mengedukasi
keluarga tentang prosedur medis dibuktikan dengan pernyataan
responden yaitu:
“Diagnosa itu kan dokter yang menjelaskan yang bagian keperawatan ya
kita jelaskan kondisinya nanti untuk kondisi terburuknya itu biar dokter
yang menjelaskan” (R1), “ya kita jelaskan ke keluarganya tadi kondisi
bapak ini lagi menurun nanti dokternya yang akan menjelaskan kondisi
pasien meninggal atau tidak” (R2), “kita harus intens memberikan
informasi tersebut dengan bahasa dan cara yang mudah dipahami kita
jelaskan dulu bahwa secara medis dari pemeriksaan…” (R3), “ kita
jelaskan kalau kondisinya ibu atau bapak turun kita jelaskan ini kita
sedang berusaha semaksimal ” (R4), “kita kan bisa kasih tahu ke
keluarganya dari pertama mungkin kesadarannya” (R5).
Perawat berusaha menjelaskan dengan cara yang mudah dipahami oleh
keluarga tentang kondisi dan hal yang terjadi pada pasien. Sebagian
perawat berkolaborasi dengan dokter untuk memberitahu keluarga pasien
jika pasien meninggal dunia ataupun terjadi perburukan
d. Perawat memenuhi kebutuhan dasar pasien fase end of life
Pada tema keempat ini yang terkait dengan perawat memenuhi
kebutuhan dasar pasien fase end of life yang pertama yaitu perawat
memenuhi kebutuhan makan dan minum pasien untuk pasien sadar
maupun tidak sadar.
Perawat mampu memenuhi kebutuhan eliminasi pasien fase end of life
sehingga pasien dapat merasakan nyaman.
Perawat memenuhan kebutuhan tidur dan istirahat pasien dikuatkan
dengan pernyataan responden.
Perawat mampu melakukan pembersihan badan pasien dari kulit, oral
maupun perineal secara rutin tiap harinya dikuatkan dengan perkataan
responden
e. Perawat mampu memahami kondisi pasien fase end of life
Perawat mengobservasi monitor untuk mengetahui tanda-tanda pasien
berada pada fase end of life. Selain dilihat dari monitor beberapa tanda
yang dikenali perawat bahwa pasien berada pada fase end of life adalah
dilihat dari pupil, perubahan tanda tanda vital, tingkat kesadaran,
hemodinamik, denyut jantung dan saturasi diperkuat dengan pernyataan
responden yaitu:
“Dilihat dari monitor, monitor dan pupil” (R1), “kita lihat dari kalau disini ya
kita lihat monitornya” (R2), “ untuk mengidentifikasi dari hasil observasi
kita observasi secara menyeluruh ” (R3), “tensi cenderung turun, tapi ada
sih tensi yang tinggi banget ” (R4), “untuk mengidentifikasi itu tadi dari
kesadarannya kita bisa lihat terus dari hemodinamiknya” (R5).
9. Kelebihan dan Kekurangan Artikel
peneliti tidak menyebutkan kelebihan dan kekurangan dalam jurnal
10. Simpulan
Setelah melakukan penelitian dan analisa maka dapat dapat disimpulkan bahwa
perawatan yang dilakukan perawat pada pasien fase end of life sudah cukup
baik yang mana dapat memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia secara
holistik. Perawat dapat melihat pasien sebagai manusia yang utuh dengan
memfasilitasi dan membantu kebutuhan yang diperlukan serta mampu
mengatasi masalah pasien sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pada
penelitian ini ditemukan interaksi keluarga dan perawat demi kepentingan
pasien untuk mencapai kenyaman dan pemenenuhan kebutuhan pasien.

11. Tanggapan/Saran
Akan lebih baik jika peneliti menuliskan kelebihan dan kekurangan dari
penelitian yang dilakukan agar bisa menjadi acuan peneliti lain untuk melakukan
penelitian lanjutan terkait masalah yang diteliti.
2. Jelaskan tentang aspek psikososial dari keperawatan kritis
Psikososial aspek dari keperawatan kritis

1. Psikososial dalam Keperawatan Kritis

Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi
perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya
dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis.
Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan
tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi
kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.

2. Fenomena Stress

ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan stress,
tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat. Pemahaman
yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika bekerja pada
unit keperawatan kritis. 

Pemahaman ini dapat memungkinkan perawat untuk mengurangi


efek destruktif stress dan meningkatkan potensi positif dari stress baik pada
pasien dan dirinya sendiri. 

Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang
dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam
keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres merupakan
suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi
dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu komponen
subsistem, maka keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk
berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem,
maka terjadilah stress. 

Individu kemudian memobilisasi sumber-sumber koping untuk mengatasi


stress dan mengembalikan keseimbangan. Idealnya, stress bergabung
dengan perilaku koping yang tepat akan mendorong suatu perubahan positif
pada individu. Ketika stress melebihi kemampuan koping seseorang, maka
potensi untuk menjadi krisis dapat terjadi. 
Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah
individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen &
Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal,
psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme
infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh
stressor psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah
hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini berasal dari
masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan teknologi tinggi.

Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya


tentang stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan
(additive). Jika seseorang mendapat serangan stressor yang multipel,
maka respon stress akan lebih hebat. Rspon stress dapat diinduksi oleh
stressor biofisik, psikososial atau stressor social.

3. Klien

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah
menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya.
Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada
unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau mengembalikan
semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial yang terganggu oleh
keadaan sakitnya.

Respon psikososial Respon psikososial klien terhadap pengalaman


keperawatan kritis mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan
emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena eksternal seperti
kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.

Reaksi emosional. Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika


menganggap bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari
kematian. Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi
emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang umum,
berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah
reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang
menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali,
dan/atau meninggal.

Depresi seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali


merupakan respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan
dapat memicu memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih
yang lebih hebat.
Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah
menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam
depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci tentang
sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.

Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari


maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang
berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam
keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). 

Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan


stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali
tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena
sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi,
bertanya untuk suatu informasi berbicara dengan yang lain tentang
keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam
istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan
beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan
ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri,
menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendiri menghindar
dan berkonsultasi dengan ahli agama.

Anda mungkin juga menyukai