Anda di halaman 1dari 4

Menurut Mezgera:

-hukum pidana diartikan sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang
memenuhi suatu syarat-syarat tertentu akibat yang berupa pidana.

Menurut Van Bemmelen:


-Hukum pidana formil mengatur bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan
tata tertib yang harus diperhatikan kesempatan itu.
-Hukum pidana materil terbagi atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum
yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu.

-Hukum pidana umum memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang,
misalnya KUHP, undang-undang lalu lintas dan sebagainya. Sedangkan hukum pidana khusus
memuat aturan-aturan pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum, ialah mengenai
golongan-golongan tertentu atau berkenaan dengan jenis-jenis perbuatan tertentu, misalnya
hukum pidana militer, hukum pidana fiskal, hukum pidana ekonomi dan lain lain.
-Hukum pidana yang dikodifikasikan (KUHP) dan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan,
yakni terdapat diluar KUHP dan tersebar dalam berbagai undang-undang dan peraturan lain,
misal Ordonansi Obat Bius, Ordonansi Lalu Lintas dan lain lain.
-Berdasarkan tempat berlakunya dibedakan menjadi hukum pidana umum yang dibentuk oleh
pembentuk undang-undang pusat dan berlaku untuk seluruh wilayah negara, dan hukum pidana
lokal, yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang daerah, yang berlaku di daerah yang
bersangkutan.
-Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tak tertulis (hukum pidana adat)
-Fungsi hukum pidana berorentasi pada dua hal pokok, yaitu secara umum dan secara khusus,
secara umum dapat dikatakan bahwa hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum
lapangan, maka fungsi hukum pidana juga sama fungsi hukum pada umumnya yaitu mengatur
hidup kemsyarakatan atau menyelengarakan tata dalam masyarakat

-Tujuan Hukum Pidana


Teori Mutlak (teori pemabalan) teori ini berpendapat bahwa dasar keadilan dari hukum itu dalam
perbuatan jahat, jadi hukuman bersifat mutlak dan untuk membalas perbuatan itu, tegasnya teori
ini mengatakan bahwa, hukuman itu harus dianggap sebagai pembalasan yaitu pembalasan
terhadap si penjahat itu adalah keharusan dari kesusilaan.
-Teori Relatif (teori tujuan)
Menurut teori ini, yang dianggap sebagai dasar hukum bukan pembalasam tapi tujuan hukuman,
jadi teori ini menitikberatkan pada manfaat daripada hukuman.
-Teori Relatif Modern
Menurut teori ini dasar hukuman adalah tujuan untuk menjamin ketertiban hukum, yang
berpokok pangkal pada susunan negara, karena negara memilih sifat hakikatnya serta tujuannya
adalah untuk menjamin ketertiban hukum di wilayahnya, dengan cara menciptakan peraturan-
peraturan yang mengandung larangan dan kehahrusan yang berbentuk kaidah norma-norma yang
harus ditaati dan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut diancam dengan hukuman berupa
sanksi atau siksaan untuk mencapai ketertiban umum.
-Teori Gabungan
Teori ini menggabungkan dasar hukum dari teori mutlak dan teori relatif, yakni dasar hukuman
adalah terletak pada kejahatan itu sendiri yaitu pembalasan atau siksaan, akan tetapi diakui pula
dasar-dasar tujuan daripada hukum.

-Tindak Pidana (Straftbaar feit)


Tindak pidana (monoistis) adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan
sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum
Tindak pidana (Dualistis) adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan
kesalahan dan diancam dengan pidana

-Jenis jenis tindak pidana


Kualitatif: Rechtsdelicten (kejahatan) dan Wetsdelicten (pelanggaran)
Kuantitatif: tindak pidana yang disandarkan pada perbedaan dari segi kriminologi bahwa
pelanggaran itu lebih ringan dari kejahatan.

-Ada beberapa delik menurut doktrin yaitu ada 7


-rumusan delik memiliki dua fungsi yang sangat penting yaitu:
Fungsi melindungi dari hukum, yaitu sanksi pidana terhadap perbuatan yang terlebih dahulu
ditentukan sebagai dapat dipidana oleh pembentuk undang-undang, yang tercantum dalam
rumusan delik (fungsi ini erat kaitannya dengan asas legalitas).
Fungsi petunjuk bukti, yaitu rumusan delik menunjuk apa yang harus dibuktikan menurut
hukum.
-Model rumusan delik biasanya terbagi ke dalam dua model yaitu
Model Baku
Dapat ditarik pengertian dalam model ini yaitu suatu rumusan delik yang terdiri dari tiga unsur
yaitu adanya rumusan delik (yang kompleks), adanya kualifikasi (pemberian nama delik) dan
adanya sanksi pidana, misalnya rumusan Pasal 378 KUHP “barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapus piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun)”.
Model Menyimpang
Model menyimpang ini biasanya hanya merumuskan pidana hanya dengan nama seperti pasal
351 ayat 1 KUHP “Penganiayaan diancam dengan pidana … dan seterusnya” atau rumusan yang
tidak menyebutkan perbuatan, tetapi hanya menyebut akibat, misalnya pada pasal 359 KUHP
“Barangsiapa karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana …. dan
seterusnya”. Jadi dalam model menyimpang ini tidak menjelaskan bagaimana perbuatan itu
dilakukan atau tidak menjelaskan apa itu kelalaian cukup dengan nama dan akibat yang terlihat.
Rumusan ini dapat dikatakan sumir (tidak jelas), tapi walau demikian tuduhan harus jelas dan
fakta-faktanya dirumuskan secara jelas.

-Sumber utama dari hukum pidana Indonesia adalah hukum yang tertulis, di samping itu di
daerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu hukum pidana yang tidak tertulis juga
dapat menjadi sumber hukum pidana.

-Ruang Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu


Peraturan undang-undang pada dasarnya berlaku untuk masa yang akan datang, artinya untuk
hal-hal yang akan terjadi sesudah peraturan itu ditetapkan.
-Ruang berlakunya pidana menurut tempat

-Sifat melawan hukum yang formil bahwa suatu perbuatan itu diancam pidana dan dirumuskan
sebagai suatu delik dalam undang-undang, sedangkan sifat melawan hukumnya tersebut dapat
hapus hanya berdasarkan undang-undang. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan
melawan atau bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis).
-Sifat melawan hukum yang materil suatu perbuatan melawan hukum atau tidak, tidak hanya
terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya hukum
yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu
dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga bertentangan dengan hukum yang
tidak tertulis termasuk tata susila dan sebagainya.

-Dalam hal pertanggungjawaban pidana maka hal yang paling mendasar adalah ada atau tidaknya
suatu kesalahan, asas yang berlaku dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir
rea).

Anda mungkin juga menyukai