Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KARSINOMA SERVIKS

Diajukan kepada :
dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad

Disusun oleh :
Putri Pitaloka G4A020055
Arifatul Ulumiyah G4A020057

SMF RADIOLOGI
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KARSINOMA SERVIKS

Disusun oleh :
Putri Pitaloka G4A020055
Arifatul Ulumiyah G4A020057

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan Klinik di bagian
Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disetujui dan disahkan,


Pada tanggal Mei 2021

Pembimbing,

dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad


NIP. 19760526 200312 2 010

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan atas berkat rahmat dan anugerahnya
sehingga penyusunan referat berjudul “Karsinoma Serviks” ini dapat diselesaikan.
Referat ini merupakan salah satu tugas di SMF Radiologi. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik untuk memperbaiki penulisan kami di masa yang akan
datang. Kami juga mmengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad selaku dosen pembimbing.


2. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Radiologi atas semangat, dorongan, dan
bantuannya.

Semoga referat ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun
diluar lingkungan RSUD Margono Soekarjo.

Purwoketo, 23 Mei 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
A. Definisi ............................................................................................................... 2
B. Epidemiologi ...................................................................................................... 2
C. Etilogi dan Faktor Risiko ................................................................................... 3
D. Klasifikasi .......................................................................................................... 4
E. Patofisiologi ....................................................................................................... 9
F. Prosedur Diagnostik ......................................................................................... 10
G. Tatalaksana....................................................................................................... 29
H. Prognosis .......................................................................................................... 35
I. Komplikasi ....................................................................................................... 36
J. Pencegahan ....................................................................................................... 37
III. KESIMPULAN ..................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 41

iv
I. PENDAHULUAN

Hasil Riskesdas pada tahun 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa prevalensi

kanker pada kelompok wanita lebih besar dibandingkan laki laki, Hal ini dapat

disebabkan karena jenis kanker spesifik wanita seperti kanker payudara dan karsinoma

serviks merupakan jenis kanker utama yang paling banyak dilaporkan di Indonesia

(Kemenkes, 2019). Insiden karsinoma serviks setiap tahunnya meningkat 3.1% dari

378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait karsinoma

serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara

sedang berkembang. Karsinoma serviks menduduki urutan tertinggi di negara

berkembang, dan urutan ke 10 di negara maju atau urutan ke-5 secara global. Di

Indonesia sendiri karsinoma serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak

berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.

Kejadian karsinoma serviks akan sangat mempengaruhi hidup baik penderita itu sendiri

maupun keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan

kesehatan oleh pemerintah (Kemenkes, 2017).

Pengetahuan mengenai karsinoma serviks saat ini masih kurang dipahami oleh

sebagian besar wanita usia produktif di Indonesia. Hal ini sangat memprihatinkan

mengingat karsinoma serviks merupakan salah satu kanker yang dapat dicegah sejak

dini. Pencegahan dan deteksi dini merupakan hal yang krusial dalam penatalaksaan

karsinoma serviks karena dampak karsinoma serviks yang tidak hanya mempengaruhi

penderita, tetapi juga keluarga, serta pemerintah (Kemenkes, 2017).

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Karsinoma serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks

yaitu sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan

berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Kemenkes,

2017). Karsinoma serviks yang sering ditemukan berupa karsinoma epitel

skuamosa, tumor tumbuh setempat, umumnya menginvasi jaringan

parametrium dan organ pelvis serta menyebar ke kelenjar limfe kavum

pelvis (Susanti dan Wita, 2017).

B. Epidemiologi

Berdasarkan GLOBOCAN (Global Burden of Cancer Study) 2012

angka kejadian karsinoma serviks menduduki urutan ke-7 secara global dan

urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas)

(Kemenkes, 2017). Kemudian menurut data GLOBOCAN pada tahun

2020, ditemukan sebesar 6,6% kasus baru pada wanita dengan angka

kematian akibat karsinoma serviks lebih tinggi pada negara berkembang

dari pada negara maju yaitu 12,4 per 100.000 penduduk di negara

berkembang dan 5,2 per 100.000 penduduk di negara maju (Sung et al.,

2021).

Di Indonesia karsinoma serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker

terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insiden

sebesar 12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI, jumlah

2
wanita penderita baru karsinoma serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000

penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus karsinoma serviks

(Kemenkes, 2017). Pada tahun 2018 karsinoma serviks menduduki angka

kedua proporsi kasus kanker terbanyak pada laki-laki dan wanita di Rumah

Sakit Kanker Dharmais yaitu sebesar 10,69%, dan 19,12% pada pasien

wanita (Kemenkes, 2019).

C. Etilogi dan Faktor Risiko

Penyebab karsinoma serviks adalah virus HPV (Human Papilloma

Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18 (Kemenkes, 2017).

Virus ini hanya ditularkan pada orang yang aktif secara seksual dan tidak

ditularkan secara genetik (Johnson et al., 2019). Adapun faktor risiko

terjadinya karsinoma serviks antara lain: aktivitas seksual pada usia muda,

berhubungan seksual dengan multipartner, merokok, paritas, sosial

ekonomi rendah, pemakaian pil KB, penyakit menular seksual, dan

gangguan imunitas (Kemenkes, 2017). Aktivitas seksual sebelum usia 18

tahun menyebabkan peningkatan dua kali lipat dalam risiko terkena

karsinoma serviks jika dibandingkan dengan usia aktivitas seksual pertama

lebih dari 21 tahun. Hubungan seksual multipartner juga dapat

meningkatkan risiko dua kali terkena karsinoma serviks. Usia ibu saat

hamil yang kurang dari 18 tahun dan juga jumlah paritas yang banyak (≥ 4

kelahiran secara vaginal) juga berpengaruh terhadap peningkatan faktor

risiko terkena karsinoma serviks. Merokok menjadi salah satu faktor risiko

3
karsinoma serviks, hal ini karena produk dari tembakau akan

menghancurkan DNA serviks yang berperan dalam perkembangan

karsinoma serviks itu sendiri, perokok juga mempunyai kekebalan tubuh

yang rendah sehingga dapat mempercepat perkembangan sel kanker. Selain

itu, pemakaian kontrasepsi oral jangka panjang, yaitu lebih dari 5 tahun,

juga dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya karsinoma serviks. Risiko

tersebut meningkat 1,9 kali lipat setiap 5 tahun. Adapun penyakit menular

seksual yang dapat meningkatkan faktor risiko karsinoma serviks yaitu

chlamydia dan herpes genitalis. Selain itu infeksi HIV juga meningkatkan

faktor risiko karena dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh

penderita (Johnson et al., 2019).

D. Klasifikasi

Klasifikasi karsinoma serviks terdiri dari klasifikasi lesi prakanker

hingga karsinoma invasif serviks uteri. Pemeriksaan sitologi papsmear

digunakan sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai

konfirmasi diagnostik. Berikut klasifikasinya (Kemenkes, 2017):

Klasifikasi Sitologi Klasifikasi Histopatologi


Bethesda classification, 2015 WHO classification, 2014
Squamous lesion Squamous cell tumors and
A. Atypical squamous cells precursor
(ASC) A. Squamous
 Atypical squamous intraepithelial lesions
cells – undetermined  Low-grade
significance (ASC- squamous
US) intraepithelial
 Atypical squamous lesion (LSIL)
cells – cannot exclude

4
a high-grade  High-grade
squamous squamous
intraepithelial lesion intraepithelial
(ASC-H) lesion (HSIL)
B. Squamous intraepithelial B. Squamous cell
lesion (SIL) carcinoma
 Low-grade squamous
intraepithelial lesion
(LSIL)
 High-grade squamous
intraepithelial lesion
(HSIL)
- With features suspicious
for invasion
C. Squamous cell carcinoma
Glandular lesion Glandular tumours and
A. Atypical precursor
 Endocervical cells A. Adenocarcinoma in situ
(NOS, or specify in B. Adenocarcinoma
comments)
 Endometrial cells
(NOS, or specify in
comments)
 Glandular cells (NOS,
or specify in
comments)
B. Atypical
 Endocervical cells,
favor neoplastic
 Glandular cells, favor
neoplastic
C. Endocervical
adenocarcinoma in situ (AIS)
D. Adenocarcinoma
 Endocervical
 Endometrial
 Extrauterine
 Not otherwise
specified (NOS)
Other epithelial tumors
A. Adenosquamous
carcinoma
B. Adenoid basal
carcinoma

5
C. Adenoid cystic
carcinoma
D. Undifferentiated
carcinoma
Neuroendocrine tumors
A. Low-grade
neuroendocrine tumor
B. High-grade
neuroendocrine
carcinoma

Adapun klasifikasi stadium karsinoma serviks menurut FIGO 2018

adalah sebagai berikut (Bhatla et al., 2018):

1. Stadium I: Karsinoma hanya terbatas pada serviks uteri (ekstensi

ke korpus harus diabaikan)

a. IA Karsinoma invasif yang hanya dapat didiagnosis

secara mikroskopis, dengan kedalaman invasi maksimal

<5 mm (a)

1) IA1 Invasi stroma terukur dengan kedalaman

<3 mm

2) IA2 Invasi stroma terukur ≥3 mm dan

kedalaman <5 mm

b. IB Karsinoma invasif dengan invasi terdalam terukur ≥5

mm (lebih besar dari stadium IA), lesi terbatas pada

serviks uteri (b)

6
1) IB1 Karsinoma invasif dengan kedalaman

invasi stroma ≥5 mm dan dimensi terbesar <2

cm

2) IB2 Karsinoma invasif ≥2 cm dan dimensi

terbesar <4 cm

3) IB3 Karsinoma invasif dengan diameter

terbesar ≥4 cm

2. Stadium II: Karsinoma menyebar keluar uterus, tetapi belum

meluas ke sepertiga bagian bawah vagina atau ke dinding pelvis

a. IIA Keterlibatan terbatas pada dua pertiga bagian atas

vagina tanpa keterlibatan parametrial

1) IIA1 Karsinoma invasif dengan dimensi

terbesar <4 cm

2) IIA2 Karsinoma invasif dengan diameter

terbesar ≥4 cm

b. IIB Dengan keterlibatan parametrial tetapi tidak sampai

ke dinding pelvis

3. Stadium III: Karsinoma melibatkan sepertiga bagian bawah

vagina dan / atau meluas ke dinding pelvis dan / atau

menyebabkan hidronefrosis atau ginjal tidak berfungsi dan / atau

melibatkan kelenjar getah bening pelvis dan / atau paraaorta (c)

a. IIIA Karsinoma melibatkan sepertiga bagian bawah

vagina, tanpa ekstensi ke dinding pelvis

7
b. IIIB Perluasan ke dinding pelvis dan / atau hidronefrosis

atau ginjal tidak berfungsi (kecuali diketahui karena

penyebab lain)

c. IIIC Keterlibatan kelenjar getah bening pelvis dan / atau

paraaorta, terlepas dari ukuran dan luas tumor (dengan

notasi r dan p) (c)

1) IIIC1 Metastasis kelenjar getah bening pelvis

saja

2) IIIC2 Metastasis kelenjar getah bening

paraaorta

4. Stadium IV: Karsinoma telah melampaui pelvis yang

sebenarnya atau telah melibatkan (dibuktikan dengan biopsi)

mukosa kandung kemih atau rektum. Edema bulosa, dengan

demikian, tidak memungkinkan kasus dialokasikan ke stadium

IV

a. IVA Penyebaran pertumbuhan ke organ yang berdekatan

b. IVB Menyebar ke organ jauh

Keterangan:

1. Pencitraan dan patologi dapat digunakan, jika tersedia, untuk

melengkapi temuan klinis sehubungan dengan ukuran dan luas

tumor, di semua tahap.

2. Keterlibatan ruang vaskular / limfatik tidak mengubah stadium.

Luas lesi lateral tidak lagi dipertimbangkan.

8
3. Menambahkan notasi r (pencitraan) dan p (patologi) untuk

menunjukkan temuan yang digunakan untuk mengalokasikan

kasus ke stadium IIIC. Misalnya, jika pencitraan menunjukkan

metastasis kelenjar getah bening pelvis, alokasi stadiumnya

adalah stadium IIIC1r dan jika dikonfirmasi oleh temuan

patologis itu adalah Stadium IIIc1p. Tipe dari modalitas

pencitraan atau teknik patologi yang digunakan harus selalu

didokumentasikan. Jika ragu, stadium yang lebih rendah harus

ditetapkan.

E. Patofisiologi

HPV merupakan penyebab utama karsinoma serviks yang

menyebabkan gangguan sel serviks (Puteri, 2020). Karsinoma yang

diinduksi oleh HPV ini bisa berkembang dalam 2 tahun setelah infeksi

pertama pada epitel skuamus endoserviks yang tidak stabil (Ghim et al.,

2002). HPV dapat masuk melalui luka lecet kecil seperti yang terjadi saat

berhubungan seksual. Proses masuknya HPV belum diketahui dengan baik,

akan tetapi diketahui bahwa HPV masuk dimediasi oleh sebuah reseptor,

dan diberbagai penelitian juga menyebutkan bahwa heparin sulfat diketahui

terlibat dalam proses ini (Ibeanu, 2011). Onkoprotein E6 dan E7 yang

berasal dari HPV merupakan penyebab degenerasi keganasan. Integrasi

DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal proses yang mengarah

transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2,

9
menyebabkan E2 tidak berfungsi, kemudian menimbulkan rangsangan

terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. E6 akan mengikat

p53, sehingga tumor suppressor gene (TSG) p53 akan kehilangan

fungsinya, yaitu menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan

onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, menyebabkan terlepasnya E2F,

yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa

kontrol. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol,

perbaikan DNA dan apoptosis tidak terjadi (Puteri, 2020).

F. Prosedur Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinik.

Pemeriksaan klinik yang menegakkan diagnosis karsinoma serviks meliputi

inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO-

IVP, foto toraks dan bone scan, CT scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan

metastasis ke kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi

dan histologik, dan khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi

dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih. (Kemenkes,

2017).

Pada anamnesis umumnya pada lesi prakarsinoma pasien tidak

mengeluhkan adanya gejala. Namun, jika telah menjadi karsinoma invasif,

pasien biasanya mengeluhkan adanya perdarahan (contact bleeding,

perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Pada stadium lanjut,

gejala dapat berkembang menjdi nyeri pinggang atau perut bagian bawah

10
karena desakan tumor di daerah pelvis ke arah lateral sampai obstruksi

ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai

dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula

vesikovaginal, fistula rektovaginal, dan edema tungkai (Susanti dan Wita,

2017). Pemeriksaan pelvis harus dilakukan pada wanita dengan gejala yang

mengarah ke karsinoma serviks. Pemeriksaan spekulum dapat

menunjukkan serviks normal atau terlihat adanya lesi. Tumor yang besar

mungkin akan tampak menggantikan keseluruhan serviks. Jika terdapat lesi

yang meragukan maka harus dilakukan biopsi. Pemeriksaan pelvis

menyeluruh termasuk pemeriksaan rektovaginal untuk menilai ukuran

tumor dan keterlibatan vagina atau parametrial. Kecurigaan lain yang dapat

ditemukan dalam pemeriksaan fisik adalah terabanya kelenjar getah bening

supraklavikula atau di daerah selangkangan. Pada wanita yang asimtomatik,

karsinoma serviks dapat didiagnosis dari hasil pap smears atau lesi yang

ditemukan selama pemeriksaan pelvis (Johnson et al., 2019).

Gambaran radiologi tumor biasanya mulai terlihat pada stadium IB.

MRI adalah modalitas pencitraan pilihan untuk menggambarkan tumor

primer dan menilai persebaran lokal, sedangkan untuk metastasis jauh

terbaik dinilai dengan CT scan atau PET scan. Lokasi paling umum

metastasis jauh karsinoma serviks adalah kelenjar limfe paraaortik dan

mediastinum, paru, rongga peritoneum, dan tulang (Puteri, 2020).

11
1. Gambaran Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan

modalitas pertama untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks

di seluruh dunia, hal ini dikarenakan pemeriksaan USG mudah

diakses dan terjangkau (Mansoori et al., 2020). Pada

pemeriksaan ini akan tampak hypoechoic, yaitu masa heterogen

yang melibatkan serviks dan dapat menunjukkan peningkatan

vaskularisasi pada doppler warna. Pemeriksaan USG juga dapat

menunjukkan ukuran (<4 cm atau >4 cm), invasi tumor

parametrium, vagina, dan ke organ yang berdekatan, serta

adanya hidronefrosis yang menunjukkan tumor stadium IIIB

(Puteri, 2020). Sejumlah penelitian terbaru melaporkan bahwa

USG memiliki akurasi yang sebanding dengan MRI dalam

mendeteksi perluasan pada dinding pelvis dan keterlibatan

parametrial. Namun, pemeriksaan USG bergantung kepada

operator dan juga tidak dapat menggambarkan kelenjar getah

bening sehingga tidak dapat digunakan untuk menentukan

stadium dari karsinoma serviks (Mansoori et al., 2020).

12
Gambar 2.1 Gambar USG transvaginal pada karsinoma serviks
(Hsiao et al., 2021)

2. Gambaran CT Scan

CT scan secara umum tidak terlalu berguna dalam

menilai tumor primer, tetapi dapat berguna pada stadium lanjut.

Hal ini terutama untuk menilai adenopati. CT Scan juga

memiliki peran untuk memantau metastasis jauh, merencanakan

penempatan port radiasi, dan membimbing biopsy perkutan

(Puteri, 2020).

a. Tumor primer

Gambaran tumor primer dapat terlihat hipodense atau

isodense dibandingkan stroma serviks normal setelah

pemberian kontras. 50% karsinoma stadium IB terlihat

isodense dibandingkan parenkim normal. Tumor primer

terlihat sebagai gambaran area berdensitas rendah

disebabkan adanya nekrosis, ulserasi, atau penurunan

vaskularisasi (Gambar 2.2). Serviks membesar hingga lebih

dari 3,5 cm, dan ukuran serviks anteroposterior >6 cm pada

CT sesuai dengan perburukan kondisi. Serviks biasanya

13
memiliki batas yang halus dan berbatas tegas. Karsinoma

serviks juga dapat meluas ke miometrium (Gambar 2.3) dan

vagina (Gambar 2.4). Perluasan tumor ke dalam massa

uterus dikaitkan oleh risiko terbesar adanya metastasis jauh

(Puteri, 2020).

Gambar 2.2 Karsinoma serviks stadium IIIB dengan


hidronefrosis

14
Pada gambar 2.1 merupakan hasil CT aksial pelvis

dengan kontras intravena. (A) Gambar fase dominan arteri

menunjukkan karsinoma serviks sebagai massa hipodens

(panah padat) dengan penurunan penyerapan kontras

dibandingkan stroma normal (panah terbuka) pada serviks

dan miometrium. Tampak gambaran udara minimal sesuai

gambaran nekrosis. (B) Delayed Imaged diperoleh 9 menit

kemudian masih menunjukkan tumor hipodens (panah

padat), tetapi batas tepi tidak dapat dipisahkan dengan jelas

dari parenkim normal. (C) Gambar fase-arteri 2 bulan

kemudian menunjukkan peningkatan ukuran tumor (panah

padat). Ekstensi miometrium dapat dipastikan jika gambar C

dibandingkan dengan A (Puteri, 2020).

Gambar 2.3 Perluasan tumor ke dalam myometrium

15
Gambar 2.4 Perluasan tumor ke dalam vagina. Gambar
aksial (a), sagital (b), dan koronal (c)

b. Invasi parametrium

Jika karsinoma serviks meluas ke parametrium, ureter

dapat diselubungi tumor. Jika ada hidronefrosis, pasien

dalam stadium IIIB. Diagnosis tumor parametrium memiliki

tingkat akurasi CT rendah yaitu 30% –58% untuk terjadinya

false-positive diagnosis. Probabilitas penyakit parametrial

16
adalah 28% untuk tumor berdiameter lebih dari 2 cm (Puteri,

2020).

Gambar 2.5 Massa jaringan lunak parametrium

Gambar 2.6 Massa di serviks dan parametrium

17
Gambar 2.7 Obstruksi ureter sekunder akibat adenopati

c. Invasi dinding pelvis

Pada gambaran radiologis, invasi didiagnosis jika tumor

<3 mm dari dinding samping. Seiring invasi yang makin

luas, otot piriformis dan obturator internus membesar dan

dapat menggambarkan enhancing massa jaringan lunak.

Pembuluh darah iliaka terselubungi dan dipersempit oleh

tumor, dan kerusakan tulang pelvis terjadi akibat perluasan

langsung. Semakin parah tingkat penyakit, jaringan lunak

pelvis dapat terinfiltrasi secara difus oleh tumor (Puteri,

2020).

18
Gambar 2.8 Invasi otot dan sakral

Pada gambar 2.7 (A) menunjukkan adanya peningkatan

kontras massa nekrotik yang memperbesar serviks. Massa

meluas ke sciatic notch kanan dan menginvasi otot

piriformis dan gluteus. Sedangkan pada gambar B Gambar

superior A menunjukkan erosi sisi kanan sakrum oleh massa

(Puteri, 2020).

d. Invasi pelvis viseral

Keterlibatan kandung kemih atau rektum merupakan

karsinoma serviks stadium IVA dan terjadi oleh ekstensi

tumor lokal. Invasi dikonfirmasi dengan sistoskopi atau

proktoskopi dan biopsi. Tanda-tanda invasi CT adalah

hilangnya bidang lemak perivesikal atau perirektal, massa

intraluminal, penebalan nodular asimetris pada kandung

19
kemih atau dinding rektum, dan pembentukan fistula dengan

udara di dalam kandung kemih (Puteri, 2020).

Gambar 2.9 Invasi kandung kemih dan ureter

Gambar 2.10 Invasi rectum dan kandung kemih

e. Invasi limfatik

Kelenjar yang lebih besar dari 1 cm dengan diameter

aksis pendek dianggap abnormal. Besar maksimal yang

disarankan untuk lokasi spesifik adalah 7 mm untuk kelenjar

iliaka internal, 9 mm untuk kelenjar iliaka umum, dan 10

mm untuk kelenjar iliaka eksternal. Terdapat tiga jalur

perjalanan penyebaran secara limfatik. Rute lateral adalah

20
sepanjang pembuluh iliaka eksternal, rute hipogastrik berada

di sepanjang pembuluh iliaka internal, dan rute presacral

adalah di sepanjang ligamentum uterosakral. Ketiga rute

mengarah ke kelenjar common iliac yang dapat

menyebarkan ke kelenjar paraaortic (Puteri, 2020).

Pasien dengan pembesaran kelenjar getah bening

memiliki tingkat kesembuhan 5 tahun lebih rendah karena

perkembangan metastasis jauh. Deteksi CT pada

pembesaran kelenjar pelvis setara dengan FIGO stadium

IIIB dengan perluasan ke dinding samping pelvis. Diagnosis

kelenjar paraaortik atau inguinalis yang membesar sama

dengan FIGO stadium IVB (Puteri, 2020).

Gambar 2.11 Jalur Lateral: Penyebaran limfatik di


sepanjang jalur nodus pelvis lateral

21
Gambar 2.12 Jalur Hipogastrik: Penyebaran limfatik di
sepanjang jalur nodus pelvis hipogastrik

Gambar 2.13 Jalur Presakral Pelvis: Penyebaran


limfatik di sepanjang jalur kelenjar presacral pelvis

f. Metastasis jauh

Metastasis jauh pada karsinoma serviks biasanya

disebabkan karena rekurensi penyakit dan terlihat di hati,

paru-paru, tulang, dan kelenjar getah bening. Metastasis hati

22
tampak pada sepertiga pasien dan muncul sebagai massa

padat dengan penyerapan kontras yang bervariasi.

Metastasis adrenal biasanya berasal dari adenokarsinoma

serviks dan terdapat pada sekitar 15% pasien. Metastasis

paru bermanifestasi paling umum sebagai nodul paru

multiple sedangkan kavitasi hanya terjadi pada sebagian

kecil kasus (Puteri, 2020).

Gambar 2.14 Metastasis hepar

3. Gambaran MRI

a. Gambaran karsinoma serviks

Karsinoma serviks memiliki intensitas intermediate

signal pada gambaran T2- weighted dan terlihat

mengganggu low-signal-intensity pada stroma fibrosa.

Tumor dapat menunjukkan berbagai fitur morfologis dan

mungkin bersifat exophytic, infiltratif, atau endoserviks

dengan barrel-shape (Puteri, 2020).

23
Gambar 2.15 Karsinoma serviks posterior dengan
gangguan low-signal-intensity terhadap stroma fibrosa

Gambar 2.16 massa serviks besar exophytic yang


menonjol ke forniks posterior vagina

Gambar 2.17 karsinoma serviks berbentuk barel meluas


ke serviks bagian dalam, dengan mempertahankan os
eksternal

24
b. Invasi dinding vagina

Ditandai gangguan pada sinyal hypointense dinding

vagina dengan penebalan hyperintense pada gambaran T2-

weighted dan peningkatan bahan kontras pada pencitraan

T1-weighted (Puteri, 2020).

Gambar 2.18 Karsinoma serviks dengan invasi vagina.


(A) sagital dan (B) aksial

c. Invasi parametrium

Adanya disruption total pada ring dengan intensitas

sinyal nodular atau irregular yang meluas ke parametrium

merupakan tanda-tanda invasi (Puteri, 2020).

25
Gambar 2.19 Karsinoma serviks dengan invasi
parametrium.

d. Invasi dinding pelvis

Invasi dinding pelvis ditunjukkan dengan adanya tumor

yang meluas dan melibatkan otot obturator internal,

piriformis, atau levator ani, dengan atau tanpa ureter

melebar. Obstruksi ureter pada area tumor dianggap sebagai

indikasi invasi dinding pelvis (Puteri, 2020).

Gambar 2.20 Karsinoma serviks dengan invasi dinding


pelvis

26
e. Invasi kandung kemih dan rektum

Invasi kandung kemih atau rectum terlihat sebagai

gangguan sinyal dinding hypointense normal pada

pencitraan T2-weighted, dengan atau tanpa massa yang

menonjol ke dalam lumen. Penebalan hyperintense mukosa

kandung kemih pada pencitraan T2-weighted menunjukkan

edema dan bukan merupakan tanda langsung invasi. Namun,

“bullous edema sign” dari mukosa dinding posterior harus

dianalisis dengan hati-hati untuk setiap nodulasi terkait yang

mengarah ke tumor (Puteri, 2020).

Gambar 2.21 Karsinoma serviks dengan invasi kandung


kemih

27
Gambar 2.22 Tanda edema bulosa

f. Invasi kelenjar getah bening

Deteksi kelenjar getah bening hanya didasarkan pada

kriteria ukuran, yang paling banyak diterima yaitu diameter

transversal > 10 mm. Kelenjar getah bening paling baik

dideteksi dengan pencitraan T2-weighted, menunjukkan

intensitas intermediate signal dan dibedakan dengan baik

dari otot-otot hypointense dan pembuluh darah (Puteri,

2020).

Gambar 2.23 Limfonodi

28
G. Tatalaksana

Penatalaksanaan karsinoma serviks secara umum dilakukan sesuai

dengan stadiumnya yang antara lain (Legianawati et al., 2019; Mansoori et

al., 2020; PNPK, 2017; Puteri, 2020, Susianti & Aulia, 2017):

1. Lesi prakanker

Tatalaksana lesi prakanker disesuaikan dengan sarana dan

prasarana pada fasilitas pelayanan kesehatan yang kasusnya

dapat dideteksi secara dini melalui pemeriksaan IVA atau

Papsmear. Beberapa metode destruksi lokal pada penanganan

lesi prakaknker atau non-invasif stadium antara lain:

a. Krioterapi

Krioterapi mendestruksi lapisan epitel serviks dengan

N2O dan CO2 melalui pembekuan hingga -20 ⁰C yang

akan merusak bioselular sel epitel.

b. Elektrokauter

Elektrokauker dilakukan dengan menggunakan alat

elektrokauker atau radiofrekuensi yang memotong

jaringan lesi prakanker pada zona transformasi di

serviks. Jaringan yang terambil dalam menjadi sampel

yang selanjutkan dikirimkan ke laboratorium sebagai

konfirmasi diagnostik secara histopatologis.

29
c. Diatermi elektrokoagulasi

Secara umum diatermi elektrukuagulasi bekerja lebih

efektif dan mengambil jaringan lebih luas hingga

mencapai kedalaman 1 cm apabila dibandingkan dengan

elektrokauker, namun diatermi elektrokoagulasi harus

menggunakan anestesi umum. Kekurangan lain dari

diatermi elektrokoagulasi adalah terpengaruhinya

fisiologi serviks terutama apabila jaringan dari lesi

tersebut luas.

d. Laser

Jaringan lesi pada serviks yang terkena sinar laser akan

mengalami penguapan dan nekrosis. Lapisan mukosa

yang paling luar akan menguap karena cairan

intraseluler yang mendidih dan jaringan-jaringan di

bawahnya akan mengalami nekrosis. Banyaknya volume

jaringan yang mengalami efek bergantung pada

kekuatan dan durasi penyinaran laser.

2. Karsinoma serviks invasif

a. Stadium 0 (karsinoma in situ)

1) Konisasi atau cold knife conization dilakukan

terutama pada pasien muda yang masih ingin

memiliki keturunan apabila margin bebas, apabila

margin tidak bebas diperlukan konisasi ulang.

30
2) Histerektomi total dilakukan pada pasien yang

sudah memiliki anak atau yang sudah tidak

mengharapkan keturunan lagi sehingga fertilitas

bukan menjadi pertimbangan.

b. Stadium IA1

1) Konisasi didlakukan sebagai terapi adekuat

apabila margin bebas dan fertilitas menjadi

pertimbangan untuk dipertahankan.

2) Histerektomi sederhana atau rekonisasi

dilakukan pada margin tidak bebas.

3) Histerektomi total dilakukan pada pasien tanpa

pertimbangan kesuburan.

c. Stadium IA2, IB1, IIA1

1) Operarif

Tindakan operatif yang menjadi pilihan adalah

histerektomi radikan dengan limfadenektomi

pelvik. Apabila terdapat faktor risiko berupa

metastasis kelenjar getah bening, metastasis

parametriu,. Margin tidak bebas, invasi deep

stromal, dan faktor risiko lain dilakukan ajuvan

radioterapi atau kemoradiasi. Tindakan hanya

ajuvan radiasi eksterna (EBRT) dilakukan

apabila hanya metastasis kelenjar getah bening

31
dan dilanjutkan dengan brakhiterapi apabila

margin tidak bebas.

2) Non operatif

Tindakan non operatif yang merupakan

rekomendasi A adalah radiasi EBRT dan

brakhiterapi atau kemoradiasi yaitu EBRT

dengan kemoterapi konkuren serta brakiterapi.

Brakiterapi mengacu pada sistem pemberian

Manchester dengan menggunakan aplikator

untuk memperoleh distribusi dosis yang optimal

secara intravaginal atau ovoid.

d. Stadium IB2 dan IIA2

1) Operatif

Tindakan operatif yang dilakukan sesuai dengan

rekomendasi A dengan histerektomi radikan dan

limfadenektomi pelvik yang kemudian

dilanjutkan sesuai dengan faktor risiko dan hasi

pemeriksaan histologik untuk dilakukan ajuvan

radioterapi atau kemoterapi.

2) Neoajuvan kemoterapi

Neoajuvan kemoterapi merupakan rekomendasi

C yang memiliki tujuan untuk memperkecil

massa tumor primer serta meminimalkan risiko

32
komplikasi pasca operasi. Tindakan lanjutan

antara ajuvan radioterapi atau kemoterapi juga

dilakukan berdasarkan faktor risiko dan hasil

pemeriksaan histologik.

e. Stadium IIB

Pilihan tindakan pada karsinoma serviks stadium IIB

yang direkomendasikan antara lain:

1) Kemoradiasi yang menjadi rekomendasi A

2) Radiasi yang menjadi rekomendasi B

3) Neoajuvan kemoterapi yaitu rekomendassi C

yang dilakukan dalam tiga seri kemudian

dilanjutkan dengan histerektomi radikal dan

limfadenektomi pelvik.

4) Histerektomi ultraradikal dan laterally extended

parametrectomy

f. Stadium IIIA

Pilihan tindakan pada karsinoma serviks stadium

IIIA yang direkomendasikan antara lain:

1) Kemoradiasi yang merupakan rekomendasi A

2) Radiasi berupa rekomendasi B

33
g. Stadium IIIB

Pilihan tindakan pada karsinoma serviks stadium

IIIB yang direkomendasikan berbeda antara

karsinoma serviks dengan atau tanpa penyakit ginjal

kronis (CKD). Pada stadium IIIB tanpa CKD

direkomendasikan kemoradiasi (rekomendasi A) dan

radiasi (rekomendasi B), sedangkan untuk stadium

IIIB dengan CKD direkomendasikan nefrostomi atau

hemodialisa apabila diperlukan, kemoradiasi dengan

regimen non cisplatin atau radiasi.

h. Stadium IIIC

Pilihan terapi karsinoma serviks stadium IIIC yang

melibatkan perluasan ke area panggul dan/atau

kelenjar getah bening paraorta kurang lebih serupa

dengan stadium IIIB yaitu kemoradiasi dan radiasi,

pada kasung dengan CKD tentu perlu dilakukan

hemodialisa sebagai penunjang kondisi apabila

diperlukan.

i. Stadium IVA

Pilihan tindakan pada karsinoma serviks stadium

IVA dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya CKD.

Pada kasus karsinoma serviks stadium IVA tanpa

CKD dapat dilakukan kolostomi sebagai

34
pendahuluan pada kasus dengan fistula rekto-vaginal

yang akan dilanjutkan dengan kemoradiasi paliatif

atau radiasi paliatif. Stadium IV dengan CDK dapat

dilakukan tindakan paliatif dan apabila tidak terdapat

kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian

kemoterapi paliatif atau radiasi paliatif.

j. Stadium IVB

Kasus karsinoma serviks stadium IVB

direkomendasikan untuk diberikan tindakan paliatif

saja dan apabila tidak terdapat kontraindikasi,

kemoterapi paliatif atau radiasi paliatif dapat

dipertimbangkan. Radioterapi palilatif memiliki

tujuan unutk mengurangi gejala pada tumor primer

abagila terjadi perdarahan atau pada area metastasi

untuk menunjak perbaikan kualitas hidup.

H. Prognosis

Berdasarkan penelitian Inayati dan Purnami (2015), didapatkan bahwa

probabilitas ketahanan hidup dalam kurun waktu 1 tahun pada pasien

karsinoma serviks dengan stadium 0, I, II, dan III masih tinggi, sedangkan

untuk pasien karsinoma serviks stadium IV memiliki prognosis yang lebih

buruk dibantingkan dengan stadium lainnya. Kurva ketahanan hidup pasien

dengan karsinoma serviks stadium IV menurun setelah 50 hari. Pasien yang

35
menjalani pengobatan kemoterapi, transfusi PRC, dan operasi

menunjukkan tingkat ketahanan hidup yang masih tinggi. Probabilitas

ketahanan hidup pasien karsinoma serviks tanpa komplikasi juga lebih baik

dibandingkan pasien karinsona serviks dengan komplikasi.

I. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus karsinoma serviks antara lain

(Pitriani, 2013):

1. Metastasis

Kemungkinan sel kanker dapat bermetastasi ke nodus limfe

regional berkisar 15% pada stadium I hingga minimal 60% pada

stadium IV yang kemudian akan meluas ke segala arah. Lokasi

perluasan yang paling sering terjadi adalah area ligamentum

latum. Sel kanker dari serviks juga dapat menginvasi uterus

secara langsung melalui perluasan langsung di permukaan

hingga kanalis servikalis, menginvasi vagina secara desenden,

menginvasi rectum melalui area posterior serviks sepanjang

ligamentum uterosakrum, dan menginvasi kandung kemih di

bagian anterior.

2. Obstruksi ureter

Ukuran massa pada serviks yang cukup besar dapat menekan

ureter sehingga tersumbat. Tersumbatnya ureter dapat

menyebabkan hidoureter hingga hidronefrosis. Keadaan uremia

36
akibat obstruksi ureter bilateral ditemukan pada hampir 2 dari 3

pasien karsinoma serviks meninggal.

3. Nyeri dan edem tungkai

Karsinoma serviks dapat menyebabkan sumbatan aliran limfatik

dan aliran vena sehingga cairan akan tertimbun pada area

tungkai. Nyeri hebat dirasakan terutama di area punggung dan

area-area penyebarannya melalui pleksus lumbosakral sebagai

manifestasi infeksi kronis dan keterlibatan neurologis akibat

perluasan kanker.

4. Perdarahan masif

Kematian akibat perdarahan terjadi pada 10-20% kasus

karsinoma serviks. Perdarahan terjadi akibat mekanisme yang

dikeluarkan oleh jaringan kanker yang mengakibatkan darah

sulit membeku sedangkan jaringan kanker sangat rapuh dan

mudah berdarah.

J. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi karsinoma

serviks antara lain (Legianawati et al., 2019; Susianti & Aulia, 2017):

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer yang dapat dilakukan berupa vaksinasi

HPV. Vaksinasi dianjurkan dilakukan sebelum terjadi paparan

terhadap HPV atau sebelum melakukan hubungan seksual.

37
Vaksinasi HPV dilakukan 3 kali dalam rentang waktu 6 bulan

dan dapat memberikan perlindungan selama 4,5 tahun namun

skrining berkala dianjurkan untuk tetap dilakukan.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan adalah tes pap

smear dan tes IVA. Pap smear dilakukan dengan mengambil sel

epitel serviks untuk diperiksa secara histipatologis sedangkan

IVA merupakan inspeksi visuak menggunakan asam asetat. IVA

dilakukan dengan mengoleskan asam asetat pada area

transformasi serviks dan dilihat perubahan sel epitel berupa

reaksi “acetowhite” yang tampak berwarna putih. Pemeriksaan

dianjurkan kepada wanita yang berusia >20 tahun dan atau aktif

secara seksual untuk dilakukan secara rutin.

38
III. KESIMPULAN

1. Karsinoma serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks yaitu


sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan
dengan vagina melalui ostium uteri eksternum
2. Klasifikasi karsinoma serviks terdiri dari klasifikasi lesi prakanker hingga
karsinoma invasif serviks uteri, dibagi menjadi stadium I (IA, IB), II (IIA, IIB),
III (IIIA, IIIB, IIIC), dan IV (IVA, IVB).
3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinik meliputi
inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO-IVP,
foto toraks dan bone scan, CT scan atau MRI, PET scan, kecurigaan metastasis
ke kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan
histologik.
4. MRI adalah modalitas pencitraan pilihan untuk menggambarkan tumor primer
dan menilai persebaran lokal, sedangkan metastasis jauh terbaik dinilai dengan
CT atau PET.
5. Gambaran radiologi pada USG karsinoma serviks menunjukkan ukuran, invasi
tumor dan hidronefrosis dengan gambaran berupa hypoechoic, masa heterogen
serviks, dan peningkatan vaskularisasi doppler.
6. Gambaran radiologi pada CT karsinoma serviks menunjukkan tumor primer
dapat berupa gambaran hypoenhancing atau isoenhancing ke stroma serviks
normal.
7. Gambaran radiologi pada MRI karsinoma serviks memiliki intensitas
intermediate signal pada gambaran T2-weighted dan terlihat mengganggu low-
signal-intensity pada stroma fibrosa.
8. Tatalaksana yang direkomendasikan untuk kasus karsinoma serviks berbeda-
beda sesuai dengan stadiumnya antara lain tindakan pembedahan konisasi dan
histerektomi, tindakan radioterapi, kemoterapi, radiokemoterapi, dan tindakan
paliatif.

39
9. Probabilitas ketahanan hidup dalam kurun waktu 1 tahun pada pasien
karsinoma serviks masih baik pada stadium 0, I, II, dan III; pada pasien yang
menjalani pengobatan kemoterapi, transfusi PRC, dan operasi; serta pada
pasien tanpa komplikasi.
10. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus karsinoma serviks antara lain
metastasis, obstruksi ureter, nyeri dan edem tungkai, dan perdarahan masif.
11. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi karsinoma serviks
antara lain pencegahan primer berupa vaksinasi HPV dan pencegahan sekunder
berupa skrining rutin dengan tes papsmear serta tes IVA.

40
DAFTAR PUSTAKA

Bhatla N., Jonathan S B., Mauricio C F., Lynette A D., Seija G., Kanishka K., et al.
2018. Revised FIGO staging for carcinoma of the cervix uteri. International
Federation of Gynecology and Obstetrics. Vol.145(1): 129-135.
Ghim S., Partha S B., AB Jenson. 2002. Cervical Cancer: Etiology, Pathogenesis,
Treatment, and Future Vaccines. Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention. Vol.3(3): 207-214.
Hsiao Y H., Shun F Y., Ya H C., Tze H C., Horng D T, Ming C C., et al. 2021. Updated
applications of Ultrasound in Uterine Cervical Cancer. Journal of Cancer.
Vol.12(8): 2181-2191
Ibeanu O A. Molecular Pathogenesis of Cervical Cancer. Cancer Biology & Therapy.
Vol.11(3): 295-306.
Inayati, K. D., Purnami, S. W. 2015. Analisis Survival Nonparametrik pada Pasien
Kanker Serviks di RSUD Dr. Soetomo Surabaya menggunakan Metode
Kaplan Meier dan Uji Log Rank. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol 4 (2): 199-
204.
Johnson C A., Deepthi J., Amelita M., Mona A. 2019. Cervical Cancer: An Overview
of Pathophysiology and Management. Seminars in Oncology Nursing.
Vol.35(2): 166-174.
Kementerian Kesehatan. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker
Serviks. Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Depertemen Kesehatan,
Jakarta. 59 hal.
Kementrian Kesehatan. 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Jakarta. 674 hal.
Legianawati, D., Puspitasari, I. M., Suwantika, A. A., Kusumadjati, A. 2019. Profil
Penatalaksanaan Kanker Serviks Stadium IIB-IIIB dengan Terapi Radiasi
dan Kemoradiasi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung
Periode Tahun 2015-2017. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. Vol 8 (3): 205-
216.
Mansoori B., Gaurav K., Glorimar R., Kevin A., Jayanthi L., Daniella F P. 2020.
Multimodality Imaging of Uterine Cervical Malignancies. Nuclear Medicine
and Molecular Imaging. Vol.215(2): 292-304.
Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries. Ca Cancer J Clin. Vol.7(3):
209-249.
Pitriani. 2013. Faktor Risiko Kejadian Kanker Serviks pada Pasien Rawat Inap di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tesis. Universitas
Hassanuddin, Makassar.

41
Puteri, A. P. 2020. Karsinoma Serviks: Gambaran Radiologi dan Terapi Radiasi. CDK.
Vol 47 (4): 277-286.
Sung H., Jacques F., Rebecca L., Mathieu L., Isabelle S., Ahmedin J., et al. 2021.
Global Cancer Statistics 2020: GLOBOCAN Estimates of Incidence and
Susianti., Aulia, W. 2017. Pengobatan Karsinoma Serviks. Majority. Vol 6
(2): 92-99.
Susanti, Wita A. 2017. Pengobatan Karsinoma Serviks. Majority. Vol.6(2): 92-99.

42

Anda mungkin juga menyukai