Anda di halaman 1dari 22

LOGBOOK TUTORIAL

BLOK GANGGUAN CARDIOVASCULAR


SKENARIO II “DADAKU TERASA NYERI”

Disusun Oleh:
Nama: Rahul Agustira
NPM: 61120055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN AJARAN 2022/2023
BLOK GANGGUAN KARDIOVASKULAR
TAHUN AJARAN 2021/2022
SKENARIO II
“Dadaku Terasa Nyeri”
Tn, Tores 46 tahun seorang pegemudi bus di kota batam datang ke UGD RSUD Kota
Batam dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar ke leher yang di ikuti oleh rasa
mual dan keringat dingin sejak 1 jam yang lalu, Keluhan ini muncul saat Tn. Tores sedang
bermain futsal di lingkungan dekat rumahnya. Keluhan sepertiini pernah di rasakan 3 tahun
yang lalu namun semoat hilang tanpa pengobatan.
Hasil pemeriksaan yang di lakukan dokter di temukan kesadaran compos mentis,
tampak dangat kesakitan dan berkeringat dingin, tinggi badan 165 cm , bb 85kg, tekanan
darah 100/60 mmHg, frekuensi denyut jantung 110 kali/menit, jugular venous pressure (JVP)
normal.
Hasil pemeriksaan EKG didapatkan tanda – tanda iskemia miokard pada lead II,III,
dan AVF, tanda infark miokard akut di V5-V6. dokter langsung memberikan terapi oksigen 6
liter/ menit, obat analgetik kuat golongan morphine, obat isosobitdinitrat sublingual dan
aspirin. Stelah 30 menit kemudian nyeri tetap tidak hilang sehingga dokter konsultasi ke
spesialis jantung dan menganjurkan agar Tn tores di rawat di RS untuk penanganan lebih
lanjut. Bagaimana anda menjelaskan masalah yang di alami oleh Tn Tores?

A. TERMINOLOGI ASING
1. Compos mentis : yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Jugular venous pressure: adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak
langsung.
3. Iskemia miokard : termasuk kondisi yang menyebabkan aliran oksigen ke jantung
berkurang.
4. Aspirin : adalah obat untuk meredakan nyeri, demam, dan peradangan. Selain itu,
obat yang dikenal juga dengan nama asam asetisalisilat ini juga digunakan untuk
mencegah terbentuknya gumpalan darah, sehingga menurunkan risiko terjadinya
serangan jantung atau stroke pada penderita penyakit kardiovaskular.
5. Isosorbitdinitrat sublingual : (ISDN) adalah obat golongan nitrat yang digunakan
untuk mencegah dan meredakan angina (nyeri dada) akibat penyakit jantung
coroner.
6. Morphine : adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan intensitas sedang
hingga parah, seperti nyeri pada kanker atau serangan jantung.
7. Infark miokard : dikenal juga sebagai serangan jantung merupakan kondisi ketika
terjadi sumbatan pembuluh darah jantung yang mengakibatkan kekurangan suplai
darah dan oksigen sehingga jaringan otot jantung mengalami kerusakan dan
kematian.
8. Terapi oksigen : adalah pengobatan yang dapat membantu orang bernapas dan
mendapatkan asupan oksigen cukup. Terapi ini diperlukan oleh orang-orang yang
mengalami kesulitan bernapas atau memiliki kadar oksigen rendah dalam
darahnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa keluhan nyeri dada 3 tahun yg lalu dapat hilang tanpa pengobatan?
2. Mengapa keluhan yang di alami tuan tores muncul saat bermain futsal?
3. Apa saja diagnosis banding pada pasien?
4. Kenapa dokter memberikan terapi oksigen kepada pasien?
5. Apakah penyakit pada pasien berkaitan dengan usia?
6. Mengapa dokter memberikan obat analgetik kuat golongan morphine?

C. HIPOTESA
1. Nyeri dada memang bisa merupakan manifestasi dari gangguan lambung dan/atau
saluran pencernaan. Bisa pula akibat gangguan kejiwaan, berupa cemas atau
panik.
2. Tn tores timbul keluhan seperti sesak nafas, perasaan sakit pada daerah dada
disertai dengan mual dan keringat dingin dikarenakan Aktifitas fisik dan emosi
akan menyebabkan jantung lebih bekerja berat dan menyebabkan meningkatnya
kebutuhan jantung akan oksigen. Jika arteri mengalami penyumbatan maka aliran
darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, sehingga
akan terjadi iskemia dan menyebabkan nyeri.
3. Infark Miokard Akut, Angina pectoris, nyeri esofagus, nyeri muskuloskeletal,
pericarditis, aorta dissecans, emboli paru, dan lain-lain
4. Karena pasien di dapatkan tanda-tanda iskemia miokard dan infark miokard,
Iskemia miokard termasuk kondisi yang menyebabkan aliran oksigen ke jantung
berkurang, dan infark miokard dapat menyebabkan kekurangan suplai darah dan
oksigen. Sehingga dr memberikan terapi oksigen yang Tujuannya agar kadar
oksigen di dalam tubuh tercukupi sehingga fungsi organ berjalan lancar.
5. iya, karena semakin bertambahnya usia sel dalam tubuh akan mengalami
degenerasi sel.
6. golongan obat Morfin (morphine) adalah pilihan obat untuk meredakan nyeri
parah. Dokter akan meresepkan obat ini jika nyeri yang dirasakan pasien cukup
parah dan tidak dapat diredakan dengan obat nyeri lainnya. Obat ini termasuk
dalam kelas obat analgesik opioid.
D. SKEMA Tuan Tores
Laki laki
46 tahun

Anamnesis: Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan penunjang:


Keluhan utama: Keadaan umum: Pemeriksaan EKG:
Tanda tanda iskemia
Nyeri dada sebelah kiri yang 1. Kesan keadaan: tampak miokard pada lead II ,III,
menjalar ke leher. sangat kesakitan dan AVF ,tanda infark
2. Kesadaran: compos mentis miokard di V5 dan V6.
3. Status gizi:
Keluhan tambahan:
a. Tinggi badan: 165 cm
Rasa mual dan keringat dingin b. Berat badan: 85kg
sejak 1 jam yang lalu.

Status vitalis:
Riwayat penyakit terdahulu:
1. Tekanan darah: 100/60
Keluhan ini di rasakan 3 tahun mmHg
lalu namun sempat hilang tanpa 2. Frekuensi denyut jantung
pengobatan. 110 kali/menit
3. Rr: 18 kali / menit
4. JVP normal

Diagnosa kerja:
Infark miokard akut
Diagnosa banding:
Emboli paru yang pasif,
pericarditis akut, diseksi aorta

Penatalaksanaan:
1. Terapi oksigen 6 Liter/menit
2. Obat analgetik kuat golongan morphine (obat isosobitdinitrat
sublingual dan aspirin).
3. Dirawat di rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
E. LEARNING OBJECTIVE
TUJUAN UMUM
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Akut Miokard
Infark
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor risiko Akut
Miokard Infark
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Akut Miokard
Infark
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Akut Miokard
Infark
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pendekatan diagnostik Akut
Miokard Infark
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Akut Miokard
Infark
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Akut Miokard Infark
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Akut Miokard Infark
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prosedur rujukan kasus Akut
Miokard Infark
F. PEMBAHASAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Akut Miokard
Infark
Epidemiologi infark miokard akut (acute myocardial infarct) berbeda antara ST-
segment elevation myocardial infarction (STEMI) dengan Non-ST-segment
elevation myocardial infarction (NSTEMI). Mortalitas infark miokard akut
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, klasifikasi Killip, waktu tata
laksana, keberadaan fasilitas, dan komorbiditas pasien.
a. Global
Epidemiologi infark miokard akut (IMA) secara global menunjukkan insidensi
STEMI menurun, sedangkan insidensi NSTEMI meningkat. Sekitar 3 juta
orang menderita STEMI, dan sekitar 4 juta orang menderita NSTEMI secara
global. Setiap tahun, di Amerika Serikat terjadi IMA sekitar 650.000 kasus,
sedangkan di Inggris sekitar 180.000 kasus. Di India, epidemiologi IMA lebih
tinggi akibat faktor genetik dan gaya hidup yaitu mencapai 64,37/1.000 orang.

b. Indonesia
Belum ada data epidemiologi khusus IMA di Indonesia. Pada laporan riset
kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penyakit jantung secara umum di
Indonesia berada pada angka 1,5%, termasuk IMA dan sindrom koroner akut,.
Prevalensi penyakit jantung terbesar berada di provinsi Kalimantan Utara
sebesar 2,2%, Yogyakarta 2,0%, dan Gorontalo 2,0%.

c. Mortalitas
Mortalitas IMA dipengaruhi faktor usia, klasifikasi Killip, waktu dilakukan
tata laksana, keberadaan fasilitas kesehatan, dan adanya komorbiditas pada
pasien.  Angka kematian akibat IMA masih berada pada tingkatan yang tinggi,
di mana sebagian besar kematian terjadi sebelum pasien sempat datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan.
Mortalitas pasien dalam 12 bulan pertama akibat henti jantung
mendadak setelah kejadian IMA berkisar 5−10%, di mana 50% pasien IMA
membutuhkan perawatan ulang di rumah sakit dalam rentang satu tahun
setelah serangan pertama.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor risiko


Akut Miokard Infark
Etiologi infark miokard akut adalah penurunan aliran darah koroner. Suplai
oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen, mengakibatkan
iskemia jantung. Penurunan aliran darah koroner bersifat multifaktorial. Plak
aterosklerotik secara klasik pecah dan menyebabkan trombosis, berkontribusi
terhadap penurunan akut aliran darah di koroner. Etiologi lain dari penurunan
oksigenasi/iskemia miokard termasuk emboli arteri koroner, yang menyumbang
2,9% pasien, iskemia yang diinduksi kokain, diseksi koroner, dan vasospasme
koroner.

Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi


1. Seks
2. Usia
3. Sejarah keluarga
4. Pola kebotakan pria

Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


1. Merokok
2. Dislipidemia
3. Diabetes mellitus
4. Hipertensi
5. Kegemukan
6. Gaya hidup menetap
7. Kebersihan mulut yang buruk
8. Adanya penyakit pembuluh darah perifer
9. Peningkatan kadar homosistein

Penyebab lain
1. Trauma
2. Vaskulitis
3. Penggunaan narkoba (kokain)
4. Anomali arteri coroner
5. Emboli arteri coroner
6. Diseksi aorta

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Akut Miokard


Infark
Patofisiologi infark miokard akut (acute myocardial infarct) adalah kematian sel
miokardium akibat proses iskemik yang berkepanjangan. Mekanisme paling
sering yang menyebabkan infark miokard akut (IMA) adalah ruptur atau erosi
plak aterosklerotik sarat lipid yang rapuh.

Ruptur atau erosi plak itu akan menyebabkan paparan inti dan bahan matriks yang
memiliki sifat sangat trombogenik terhadap aliran sirkulasi darah. Terbentuknya
trombus akan menyumbat aliran darah pada pembuluh koroner secara parsial
maupun total, sehingga pasokan oksigen ke miokardium berkurang. Sindrom
iskemik tak stabil akan menyebabkan nekrosis miokardium, yaitu kerusakan
ireversibel otot jantung yang dapat mengganggu fungsi sistolik maupun diastolik,
dan meningkatkan risiko aritmia pada pasien.
a. Ruptur Plak
Ruptur dan erosi plak aterosklerotik merupakan bagian terpenting pada
patofisiologi IMA. Plak aterosklerotik sendiri terdiri dari inti sarat lipid dan
pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Ruptur umumnya terjadi pada
daerah tepi plak, maupun pada dinding plak paling rapuh akibat peran
makrofag yang menghasilkan enzim protease yang secara enzimatik
melemahkan dinding plak.

Ruptur tersebut menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet, sehingga


trombus pun terbentuk. Bila trombus menutup total pembuluh darah koroner
maka terjadi infark dengan gambaran elevasi segmen ST (ST-elevation
myocardial infarction / STEMI). Namun, bila thrombus menutup pembuluh
darah koroner secara parsial maka infark tidak disertai gambaran elevasi
segmen ST (non ST-elevation myocardial infarction / NSTEMI).

b. Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi trombosit dan pembentukan trombus merupakan bagian dari
patofisiologi IMA setelah ruptur plak terjadi. Interaksi antara lemak, sel otot
polos, makrofag, dan kolagen inti menjadi penyebab terjadinya trombosis pada
plak aterosklerotik terganggu. Trombus terdiri dari inti lemak sebagai bahan
utama yang kaya akan trombosit, disertai sel otot polos dan sel foam yang
mengekspresikan faktor jaringan.

Faktor jaringan ini berinteraksi dengan faktor VIIa dan menyebabkan


pembentukan trombin dan fibrin. Akibat adanya gangguan faal endotel, maka
platelet bereaksi dengan melakukan agregasi sehingga terbentuk trombosis.

c. Vasospasme
Vasokonstriksi juga memiliki peran penting dalam patofisiologi IMA.
Disfungsi endotel dan agregasi platelet menyebabkan perubahan tonus
pembuluh darah koroner. Perubahan tonus ini menyebabkan spasme otot polos
pembuluh darah, di mana seringkali spasme tersebut berperan dalam
pembentukan trombus.

d. Klasifikasi Infark Miokard Akut Berdasarkan Patofisiologi


Berdasarkan patofisiologi terjadinya, IMA diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Tipe 1 atau IMA akibat atherothrombosis koroner akut: terjadi akibat
ruptur atau erosi plak yang menimbulkan thrombus
2. Tipe 2 atau IMA akibat kelainan supply-demand: terjadi bukan karena
atherothrombosis koroner akut, melainkan akibat stresor akut lain seperti
anemia karena perdarahan akut atau takiaritmia berkelanjutan.
3. Tipe 3 atau IMA yang menyebabkan kematian mendadak tanpa konfirmasi
biomarker atau EKG: di mana terjadi kematian pasien dengan kecurigaan
kuat akibat IMA, tetapi belum dilakukan pemeriksaan enzim jantung
maupun EKG
4. Tipe 4a atau IMA terkait percutaneous coronary intervention(PCI): yaitu
infark miokard yang berhubungan dengan tindakan PCI, dengan disertai
peningkatan troponin jantung >20% dari nilai dasar, atau >5 kali dari nilai
persentil 99 upper reference limit (URL)
5. Tipe 4b atau IMA akibat terjadinya trombosis pada stentkoroner: yaitu
infark miokard berhubungan dengan PCI, khususnya trombosis pada stent,
yang dikonfirmasi melalui angiografi maupun autopsi. Waktu trombosis
ditemukan berkaitan dengan waktu pemasangan
6. Tipe 4c atau IMA akibat restenosis terkait PCI: yaitu penyebab infark
miokard berdasarkan angiografi hanya ditemukan pada daerah restenosis
in-stent atau restenosis setelah balloon angioplasty
7. Tipe 5 atau IMA terkait coronary-artery bypass grafting (CABG): yaitu
infark miokard yang terjadi setelah tindakan CABG, ditandai dengan
peningkatan troponin jantung >10 kali dari nilai persentil 99 URL

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Akut


Miokard Infark
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sering tidak konsisten ketika mengevaluasi
infark miokard akut. Anamnesis harus fokus pada onset, kualitas, dan gejala yang
terkait. Studi terbaru menemukan bahwa diaforesis dan nyeri yang menjalar ke
lengan bilateral paling sering dikaitkan dengan infark miokard pada pria.

Manifetai klinis terkait meliputi:


1. Pusing
2. Kecemasan
3. Batuk
4. Sensasi tersedak
5. Diaforesis
6. Mengi
7. Detak jantung tidak teratur

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pendekatan diagnostik


Akut Miokard Infark
Diagnosis infark miokard akut (acute myocardial infarct) harus ditegakkan secara
cepat dan tepat, karena penyakit ini merupakan kondisi mengancam jiwa. Dugaan
infark miokard akut harus telah dipikirkan saat pasien datang dengan keluhan
nyeri dada kiri yang tidak hilang dengan istirahat. Diagnosis kemudian
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan laboratorium
enzim jantung.
a. Anamnesis
Anamnesis sangat penting dalam diagnosis infark miokard akut (IMA), dan
akan sangat menentukan penatalaksanaan IMA selanjutnya. Pasien datang
dengan keluhan utama nyeri dada khas atau angina pektoris tipikal, dapat
terasa seperti ditekan, ditindih benda berat, ditusuk, diperas, dipelintir, atau
terbakar.

Nyeri dirasakan pada lokasi substernal, retrosternal, prekordial, dan dapat


menjalar ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, hingga
lengan kanan. Nyeri akan membaik bila pasien istirahat atau mengonsumsi
nitrat. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres, emosi, udara dingin, maupun
setelah makan.

Gejala lain dapat menyertai nyeri dada, seperti mual, muntah, sesak nafas,
keringat dingin, cemas, hingga merasa lemas, Pada beberapa kasus, pasien
IMA tidak mengeluhkan adanya nyeri dada. Pasien lansia dan/atau komorbid
diabetes mellitus dapat menderita IMA tanpa disertai nyeri dada.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan pada pasien IMA adalah
penilaian awal circulation, airway, dan breathing dengan pengecekan dan
pemantauan tanda-tanda vital. Perlu diwaspadai kejadian takikardi, takipnea,
dan tanda-tanda syok kardiogenik. Selain takikardia, juga dapat terjadi
bradikardi bila terjadi gangguan pada jalur impuls listrik, seperti pada blok
nodus atrioventrikular, fibrilasi ventrikular, maupun takikardi ventricular.

Tekanan darah umumnya tinggi akibat respon saraf simpatis, tetapi bila
didapati hipotensi maka dicurigai terjadi infark ventrikel kanan. Trias infark
ventrikel kanan adalah hipotensi, peningkatan tekanan vena, dan lapangan
paru yang bersih. Laju pernapasan juga dapat meningkat, baik akibat respon
saraf simpatis maupun akibat komplikasi seperti gagal jantung akut.

Pada auskultasi dapat ditemukan murmur pada regurgitasi mitral, terjadi


peningkatan intensitas murmur yang sudah ada sebelumnya. Bila terdapat
murmur holosistolik dicurigai terjadi ruptur septum ventrikel. Ditemukan juga
suara jantung S2 yang melemah daripada S1 di area mitral, akibat
kontraktilitas jantung yang melemah. Selain itu, bisa didapatkan bunyi jantung
S3 dan S4, atau ronkhi pada paru.

Klasifikasi Killip
Klasifikasi Killip merupakan alat klinis dalam penilaian tanda gagal jantung
pada pasien infark miokard akut yang didapatkan dari pemeriksaan fisik.
Klasifikasi Killip juga dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas pasien.
Terdapat empat kelas dalam klasifikasi Killip, antara lain:
1. Killip kelas I: Tidak ditemukan ronkhi maupun bunyi jantung S3
2. Killip kelas II: Ronkhi pada setengah bawah lapangan paru, disertai bunyi
jantung S3
3. Killip kelas III: Ronkhi hingga setengah atas lapangan paru dan adanya
kejadian edema paru
4. Killip kelas III: Syok kardiogenik

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi IMA secara cepat adalah
elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan lain yang dapat mendukung diagnosis
adalah laboratorium enzim jantung, ekokardiografi, dan pencitraan seperti
rontgen toraks.
1. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan pertama yang perlu dilakukan
pada pasien dengan gejala mengarah ke IMA. Salah satu kriteria diagnosis
IMA adalah perubahan EKG yang baru, atau diduga baru bila hasil EKG
sebelumnya tidak ada. Perubahan EKG yang bisa ditemukan adalah:
a) Depresi atau elevasi segmen ST
b) Inversi gelombang T
c) Gelombang Q patologis
d) Left Bundle Branch Block(LBBB) baru

Pada pemeriksaan EKG, harus ditentukan area yang mengalami kelainan.


Area tersebut dikelompokkan dari hasil EKG 12 sadapan, sadapan kanan,
dan sadapan posterior sebagai berikut:
a) Inferior: lead II, III, dan aVF
b) Lateral: leadV5, V6, I, aVL
c) Septal: leadV1, V2
d) Anterior: leadV3, V4
e) Anterior ekstensif: leadV1 hingga V6, I, dan aVL
f) Ventrikel kanan: leadV3R, V4R, V5R
g) Posterior: leadV7 sampai V9
Elevasi segmen ST didefinisikan sebagai peningkatan lebih atau sama
dengan 1 mm, diukur dari titik J pada seluruh sadapan kecuali sadapan
prekordial V2 dan V3. Pada STEMI, gelombang ST dapat bertahan hingga
beberapa hari setelah EKG inisial. Pemeriksaan EKG serial harus
dilakukan untuk menilai evolusi segmen ST dan gelombang T.

Pada gambaran EKG dengan elevasi segmen ST yang jelas, tidak


diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya sebelum melakukan reperfusi.
Untuk mendiagnosis IMA dengan LBBB dapat menggunakan kriteria
Sgarbossa atau algoritma Barcelona.

2. Laboratorium
Pemeriksaan biomarker enzim jantung yang direkomendasikan adalah
pemeriksaan troponin atau cardiac specific troponin (cTn). Troponin
merupakan protein yang didapati pada miokardium dan dilepaskan ke
dalam darah apabila terjadi nekrosis pada miokardium. Terdapat dua jenis
troponin, yaitu troponin T (cTnT) dan troponin I (cTnI).

Kedua jenis troponin ini meningkat 2 jam setelah infark terjadi, dan
mencapai puncak dalam 10–24 jam. Troponin T masih dapat dideteksi
setelah 5–14 hari infark terjadi, sedangkan troponin I setelah 5–10 hari.
Nilai satuan troponin biasanya dalam ng/Liter dan didefinisikan
mengalami peningkatan jika nilainya berada di atas persentil ke-99 upper
reference limit (URL).

Selain troponin, terdapat beberapa biomarker jantung yang jarang


digunakan dalam menunjang penegakan diagnosis IMA, seperti creatinine
kinase isoform MB (CK-MB) yang meningkat 3 jam setelah infark,
mioglobin yang terdeteksi 1 jam setelah infark, lactate dehydrogenase
(LDH) yang meningkat setelah 24–48 jam, dan cardiac myosin-binding
protein C (cMyC) yang meningkat secara signifikan pada 3–6 jam pertama
dan menetap hingga 12 jam.

Pemeriksaan laboratorium lain adalah hematologi lengkap dan panel


metabolik. Hematologi dapat ditemukan keadaan anemia yang dapat
memperburuk prognosis pasien, dan leukositosis polimorfonuklear yang
dapat menetap selama 3–7 hari. Panel metabolik diperiksa untuk menilai
kadar gula darah dan profil lipid yang menjadi faktor risiko.

3. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi sangat berguna untuk menilai struktur, fungsi
ejeksi, dan abnormalitas gerakan dinding jantung, serta komplikasi pada
katup jantung.

4. Pencitraan
Pemeriksaan rontgen toraks berguna untuk melihat kardiomegali dan
edema paru.sebagai komplikasi IMA pada gagal jantung. Pemeriksaan
pencitraan yang berperan untuk diagnosis dan karakteristik IMA, serta
untuk persiapan tata laksana yang lebih lanjut adalah coronary computed
tomography angiography (CCTA).

Pemeriksaan CCTA biasa dilakukan pada pasien dengan nyeri dada untuk
menyingkirkan IMA. Hasil pemeriksaan jantung non invasif yang positif
dapat mengurangi angka kejadian major adverse cardiac events (MACEs).
Selain itu tidak ada penundaan dalam rujukan ke sub spesialis jantung dan
tidak adanya penundaan pada tindakan revaskularisasi.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Akut


Miokard Infark
Penatalaksanaan infark miokard akut (acute myocardial infarct) harus dilakukan
secepat mungkin dengan prinsip kegawatdaruratan. Penatalaksanaan infark
miokard akut (IMA) terdiri dari terapi awal dan terapi reperfusi.
a. Terapi Awal
Tata laksana awal IMA mengikuti alur tata laksana acute coronary syndrome
atau sindrom koroner akut. Penanganan didahului pemeriksaan awal dan
anamnesis yang mengarah kepada angina pektoralis tipikal.
1. Aspirin
Bila kecurigaan adanya infark kuat, maka pasien perlu segera
mendapatkan tablet kunyah aspirin 160−325 mg peroral, sebagai agen
antitrombotik.

2. Oksigen
Suplementasi oksigen juga perlu diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen <94%, yaitu sebanyak 4 liter/menit.

3. Nitrogliserin
Penanganan angina dapat dilakukan dengan pemberian nitrogliserin bila
keadaan pasien memungkinkan, yaitu hemodinamik stabil, tidak ada
kecurigaan infark ventrikel kanan, dan tidak ada riwayat mengonsumsi
obat disfungsi ereksi seperti sildenafil.

Nitrogliserin dapat diberikan secara sublingual maupun spray buccal,


dengan dosis 0,3−0,5 mg setiap pemberian. Bila gejala tidak berkurang
setelah 3 kali pemberian dengan jarak 5 menit, nitrogliserin dapat
diberikan melalui intravena dengan dosis awal 5−10 µg/menit dan dosis
titrasi naik sebanyak 10 µg/menit setiap 3−5 menit.
Nitrogliserin diberikan sampai gejala angina berkurang, tekanan darah
sistolik turun hingga <90 mmHg, atau dosis mencapai 200 µg/menit.

4. Morfin
Bila nyeri tidak berkurang dengan nitrogliserin atau pada pasien yang tidak
memungkinkan dengan pemberian nitrogliserin, maka nyeri dapat diatasi
dengan pemberian analgesik opioid berupa morfin. Morfin diberikan
dengan dosis 2–4 mg, dan dapat diulangi 5–15 menit kemudian bila nyeri
tidak berkurang. Dosis maksimal adalah pemberian total 20 mg.

Pemberian morfin perlu dilakukan dengan pemantauan hemodinamik,


karena morfin dapat menyebabkan konstriksi vena, bradikardi, hingga blok
jantung.

b. Terapi Reperfusi
Tujuan penanganan IMA adalah untuk mengembalikan perfusi arteria coroner
sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi reperfusi dapat ditunda sesuai
dengan stratifikasi risiko. Sedangkan pada kasus STEMI dengan onset ≤12
jam, terapi reperfusi secara mekanik atau farmakologis harus dilakukan
secepatnya.

Berdasarkan onset gejala, terapi reperfusi dilakukan pada keadaan IMA


sebagai berikut:
a) <12 jam setelah onset: terapi reperfusi farmakologis maupun mekanik
dilakukan pada seluruh pasien dengan gejala disertai gambaran elevasi
segmen ST dan left bundle branch block(LBBB) baru yang persisten
b) >12 jam setelah onset dan masih berlangsung proses iskemik: diutamakan
untuk dilakukan primarypercutaneous coronary intervention (pPCI)
c) 12–24 jam setelah onset: PCI dapat dipertimbangkan untuk pasien yang
kondisinya stabil
d) >24 jam: tidak dianjurkan dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah
dilakukan terapi fibrinolisis[3,7,10,11]
1. Primary Percutaneous Coronary Intervention (pPCI)
pPCI merupakan pilihan utama dalam terapi reperfusi daripada
menggunakan agen fibrinolisis, karena risiko perdarahan akibat fibrinolisis
dapat dihindari. pPCI diutamakan dilakukan <90 menit setelah pasien
kontak dengan petugas kesehatan. Indikasi Tindakan pPCI lainnya adalah
pada pasien dengan gagal jantung akut berat atau syok kardiogenik,
kecuali pada kondisi yang diakibatkan oleh keterlambatan prosedur PCI.

Diutamakan pemasangan stent pada semua kasus daripada hanya


angioplasti dengan balon. Penggunaan rutin intra aortic balloon pump
(IABP) selain pada syok kardiogenik tidak direkomendasikan. Tindakan
pPCI hanya terbatas pada pembuluh darah yang memiliki lesi, kecuali bila
dibarengi syok kardiogenik atau iskemik yang menetap setelah PCI.

Akses melalui radial diutamakan dibandingkan melalui femoral, dan harus


dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Aspirasi trombus diutamakan
secara rutin dilakukan, sedangkan penggunaan rutin alat proteksi distal
tidak direkomendasikan.

Uji klinis terbaru juga telah membandingkan efektivitas monoterapi


ticagrelor dan dual therapy ticagrelor bersama aspirin untuk pasien
berisiko tinggi perdarahan yang menjalani PCI.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Akut Miokard


Infark
Komplikasi infark miokard akut (IMA) rentan terjadi pada pasien lansia, memiliki
gejala dengan klasifikasi Killip II-IV, memiliki gangguan pada lebih dari satu
arteri koroner, infark di regio anterior, dan iskemik yang berkepanjangan dan
tidak mendapat terapi reperfusi dalam 90 menit. Diperlukan pemeriksaan secara
berkala, minimal 2 kali/hari, untuk memantau dan mencegah komplikasi yang
memburuk.

Komplikasi akibat IMA antara lain:


1. Aritmia
2. Syok kardiogenik
3. Stroke
4. Regurgitasi mitral, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
5. Aneurisma ventrikel kiri, infark ventrikel kanan, trombus ventrikel kanan
6. Perikarditis
7. Infark miokard berulang
8. Henti jantung mendadak

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Akut Miokard


Infark
Infark Miokard akut masih membawa angka kematian yang tinggi, dengan
sebagian besar kematian terjadi sebelum kedatangan ke rumah sakit. Setidaknya
5% -10% dari korban meninggal dalam 12 bulan pertama setelah MI, dan hampir
50% membutuhkan rawat inap dalam tahun yang sama. Prognosis keseluruhan
tergantung pada tingkat kerusakan otot. Hasil yang baik terlihat pada pasien yang
menjalani terapi perfusi-trombolitik dini dalam waktu 30 menit setelah
kedatangan atau PCI dalam waktu 90 menit). Selain itu, hasilnya baik jika fraksi
ejeksi dipertahankan dan pasien dimulai dengan aspirin, beta-blocker, dan ACE
inhibitor.

Faktor-faktor yang secara negatif mempengaruhi prognosis meliputi:


1. Diabetes
2. Usia lanjut
3. MI sebelumnya, penyakit pembuluh darah perifer (PVD), atau stroke
4. Reperfusi tertunda
5. Fraksi ejeksi berkurang (prediktor terkuat)
6. Adanya gagal jantung kongestif (CHF)
7. Peningkatan protein C-reaktif dan tingkat BNP
8. Depresi

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prosedur rujukan kasus


Akut Miokard Infark
Rujukan harus dipertimbangkan demi target tata laksana reperfusi yang terbaik.
Terapi reperfusi pada umumnya tidak dapat dilakukan oleh dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer, sehingga harus secepatnya dirujuk kurang dari 120
menit..

Selain itu, pasien yang datang ke rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas terapi
reperfusi juga harus segera dirujuk ke fasilitas yang memadai, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Bila pasien didiagnosa IMA di rumah sakit yang memiliki fasilitas pPCI, maka
dilakukan pPCI dalam kurang dari 90 menit
2. Bila pasien datang ke rumah sakit tanpa pPCI, maka harus segera dirujuk ke
ke rumah sakit dengan fasilitas pPCI dalam waktu tempuh kurang dari 120
menit.
3. Bila rumah sakit dengan fasilitas pPCI membutuhkan waktu tempuh lebih dari
120 menit, maka lakukan terapi reperfusi segera dengan fibrinolisis dalam
waktu kurang dari 30 menit, lalu rujuk segera ke rumah sakit dengan fasilitas
pPCI
4. Setelah pemberian fibrinolisis dan rujukan ke fasilitas pPCI, bila terapi
fibrinolisis sebelumnya tidak berhasil, segera lanjutkan dengan tindakan pPCI.
Bila berhasil maka dilakukan angiografi
DAFTAR PUSTAKA

Alaour B, Liew F, Kaier TE. Cardiac Troponin - diagnostic problems and impact on
cardiovascular disease. Ann Med. 2018 Dec;50(8):655-665.

Anderson JL, Morrow DA. Acute myocardial infarction. New England Journal of Medicine.
2017 May 25;376(21):2053-64.

Barberi C, van den Hondel KE. The use of cardiac troponin T (cTnT) in the postmortem
diagnosis of acute myocardial infarction and sudden cardiac death: A systematic review.
Forensic Sci Int. 2018 Nov;292:27-38.

Haig C, Carrick D, Carberry J, Mangion K, Maznyczka A, Wetherall K, McEntegart M,


Petrie MC, Eteiba H, Lindsay M, Hood S, Watkins S, Davie A, Mahrous A, Mordi I, Ahmed
N, Teng Yue May V, Ford I, Radjenovic A, Welsh P, Sattar N, Oldroyd KG, Berry C.
Current Smoking and Prognosis After Acute ST-Segment Elevation Myocardial Infarction:
New Pathophysiological Insights. JACC Cardiovasc Imaging. 2019 Jun;12(6):993-1003.

Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ, Bucciarelli-Ducci C, Bueno H, Caforio AL, Crea
F, Goudevenos JA, Halvorsen S, Hindricks G. 2017 ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation: The Task
Force for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-
segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). European heart journal.
2018 Jan 7;39(2):119-77.

Levine GN, Bates ER, Bittl JA, Brindis RG, Fihn SD, Fleisher LA, Granger CB, Lange RA,
Mack MJ, Mauri L, Mehran R. 2016 ACC/AHA guideline focused update on duration of dual
antiplatelet therapy in patients with coronary artery disease: a report of the American College
of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines.
Journal of the American College of Cardiology. 2016 Sep 6;68(10):1082-115.

Nascimento BR, Brant LCC, Marino BCA, Passaglia LG, Ribeiro ALP. Implementing
myocardial infarction systems of care in low/middle-income countries. Heart. 2019
Jan;105(1):20-26.

Reed GW, Rossi JE, Cannon CP. Acute myocardial infarction. The Lancet. 2017 Jan
14;389(10065):197-210.

Taguchi E, Konami Y, Inoue M, Suzuyama H, Kodama K, Yoshida M, Miyamoto S, Nakao


K, Sakamoto T. Impact of Killip classification on acute myocardial infarction: data from the
SAIKUMA registry. Heart and vessels. 2017 Dec;32(12):1439-47.

Anda mungkin juga menyukai