Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 2

Nama :
Zahra Wulandari 1910070160001
Evrinda Antika 1910070160003
Moh. Dicky Surya A 1910070160002
Rahmat Khurniawan 1910070160004
Tugas : Manajemen Pelayanan Keperawatan

Konsep manajemen pelayanan kesehatan

1. Menjelaskan pengertian staffing!


2. Mengemukakan, menjelaskan dan memberikan contoh prinsip staffing!
3. Mengemukakan, menjelaskan dan memberikan contoh tujuan staffing!
4. Mengemukakan, menjelaskan dan memberikan contoh variabel yang mempengaruhi
fungsi staffing!
5. Mengemukakan, menjelaskan dan memberikan contoh cara penghitungan tenaga dalam
satu shift!
6. Mengemukakan, menjelaskan dan memberikan contoh jenis metode penugasan dalam
ruang rawat!
7. Mengemukakan, menjelaskan dan memberikan contoh Peningkatan kualitas ketenagaan
yang efektif sesuai standar akreditasi!
Pembahasan
1. Staffing
Staffing sering dimulai dengan rencana sumber daya manusia, dimana terdiri dari
antisipasi dan mempersiapkan untuk perpindahan karyawan ke dalam, masuk dan keluar
dari perusahaan. Proses ini mengharapkan dapat mengantisipasi kebutuhan SDM dimasa
yang akan datang dan seleksi SDM merupakan cara untuk mendekati pemenuhan
kebutuhan sumber daya yang ttepat (Andrew, 1989).
Staffing adalah aktivitas yang diambil untuk menarik, mempekerjakan dan menggaji
personil atau karyawan yang dapat memberikan dukungan efektif bagi penjualan dalam
organisasi.
Staffing adalah pemilihan, pelatihan, memotivasi adn mempertahankan personil
dalam organisasi. Staf perawat merupakan tantangan konstan untuk fasilitas perawatan
kesehatan. Sebelum pemilihan karyawan seseorang harus membuat analisa pekerjaan
tertentu, yang dibutuhkan dalam organisasi sehingga kemudian dapat muncul pemilihan
personil.
2. Prinsip staffing
Dalam staffing berlaku prinsip utama yaitu : “The Right Man in The Right Place and
Time” yang berarti bahwa setiap personel ditempatkan pada unit kerja yang sesuai
dengan keahlian dan kecakapannya, dengan demikian suatu perkerjaan/tugas dalam unit
kerja dilakukan oleh orang yang tepat dan mendapat hasil pekerjaan yang optimal.
Jika prinsip ini tidak diterapkan, dan menempatkan personel pada tugas dan jenis
pekerjaan yang bukan keahliannya, maka akan menghambat upaya pencapaian tujuan
administrasi itu sendiri, sebab hasil dari pekerjaan tersebut cenderung kurang berdaya
guna bagi organisasi.
Hal ini sering terjadi pada unit kerja yang kekurangan karyawan, sehingga memaksa
seorang karyawan membawahi dan mengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang bukan
pada bidang keahliannya, atau bisa terjadi karena menempatkan seseorang atas
pendekatan nepotisme tanpa memperhatikan keahlian orang tersebut, tindakan nepotisme
ini tentu akan membuka peluang kolusi dan korupsi yang berakibat buruk terhadap
kemajuan unit organisasi kerja itu sendiri.

3. Tujuan Staffing :
1) Memastikan perencanaan personil secara maksimum.
2) Menilai kebutuhan masa depan organisasi.
3) Menentukan sumber-sumber rekrutmen.
4) Mengantisipasi catatan masa lalu seperti pengunduran diri, debit sederhana,
pemecatan dan pensiun.
5) Menentukan kebutuhan

4. Variabel yang mempengaruhi fungsi staffing


5. Cara penghitungan tenaga dalam satu shift
Penjadwalan adalah penentuan pola dinas dan libur untuk karyawan pada suatu
bangsal / unit tertentu. Didalam penjadwalan pimpinan mempertimbangkan pertanyaan
sebagai berikut:
1. Untuk berapa lama jadwal disiapkan
2. Hari apa kalender penjadwalan dimulai
3. Hari libur mingguan dapat dipecah atau beruntun
4. Berapa lama waktu kerja maksimum dan minimum
5. Berapa lama sebelumnya dapat mengajukan hari libur mingguan atau cuti
tahunan
6. Berapa lama sebelumnya jadwal sudah dapat dilihat oleh staf
7. Berapa lama ada pergantian / rotasi shift
8. Apakah tenaga extra ( part-time) akan dimanfaatkan, kalau ya, bagaimana
ketentuan ratio secara ekonomis antara tenaga full time dan part time
9. Bagaimana penjadwalan disusun sentralisasi oleh kepala rawat inap,
supervisor/penyelia atau kepala ruangan
10. Bagaimana menciptakan, komunikasi terbuka antara staf dan pembuat
jadwal.
Untuk mengurangi waktu menyusun jadwal dinas dapat digunakan jadwal siklus,
yaitu jadwal dinas dan shift yang disusun berdasarkan ramalan dan pola ulang dengan
jumlah yang sama. Kombinasi tenaga dan kelompok yang sama.
Pertukaran dinas merupakan hal yang umum dalam menugaskan staf ruangan.
Namun demikian pertukaran ini dapat menimbulkan stress bagi staf. Karena manusia
membutuhkan waktu adaptasi terhadap perubahan lingkungan, waktu pagi, siang atau
malam. Ritme tubuh membutuhkan waktu adaptasi. Maka pertukaran dinas/rotasi jarak
pendek akan semakin menimbulkan stress.
Rotasi dalam grup / shift tetap bermanfaat agar staf dapat memahami ruang
lingkup kerja dalam shift yang berbeda-beda sehingga dapat menghargai setiap shift.
d. Macam-macam cara dinas
1) 7 jam/ shift : dengan 6 hari kerja = 40 jam / minggu
2) 8 jam /shift : dengan 5 hari kerja = 40 jam / minggu
3) 10 jam/ shift : dengan 4 hari kerja = 40 jam / minggu
Untuk 10 jam/shift kurang populer di indonesia, karena negara tropis, kurang
efektif.

6. Jenis metode penugasan dalam ruang rawat


1. Metode Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas dan
prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini digambarkan
sebagai keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu
ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat hanya melakukan 1-2 jenis
intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal. Misalnya seorang perawat
bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang yang lain untuk tindakan
perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang lagi ditugaskan pada
penerimaan dan pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi dan tidak ada perawat
yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior
menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada tindakan
keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria efisiensi,
tugas didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat dan dipilih
perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu mengidentifikasm tingkat
kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab
mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional ini merupakan metode praktek
keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada saat
perang dunia kedua.
2. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
timyang terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat
yang berijazah dan berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya
(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan
kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota
group / tim. Selain itu ketua group bertugas memberi pengarahan dan menerima laporan
kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan
tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang
tentang kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan terhadap klien.
Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori
perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat
penggunaan model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan
keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat
professional (Marquis & Huston, 2000).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja bersama
untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien dibuat untuk tim
yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam merencanakan dan memberikan
asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang
tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu.
Potensi setiap anggota tim saling melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat
meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam
setiap upaya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim apakah berorientasi
pada tugas atau pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab
untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan
merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi
arahan perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan
aktivitas klien.
3. Metode Primer.
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa konsep
dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap
perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk
rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer
memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer tidak
sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang
mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer.
Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Setiap
perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai kewenangan
untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat
membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain sebagainya.
Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang
memberikanperawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan
direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan primer
mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Perawat primer
bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter,
perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat
rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian
asuhan keperawatan klien
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati
karenamemerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif,
self direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara
maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang
perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam bidang keperawatan.

4. Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien
tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian
perawatan konstan untuk  periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk
perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
5. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan modifikasi
antara tim dan primer

7. Peningkatan kualitas ketenagaan yang efektif sesuai standar akreditasi


Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan. Pasal 11 pada Undang-
Undang Republik Indonesia, No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa
tenaga kesehatan salah satunya adalah tenaga keperawatan. Perawat di Indonesia banyak
menghadapi banyak tantangan. Salah satu tantangan tenaga kesehatan Indonesia
khususnya perawat adalah rendahnya kualitas, seperti tingkat pendidikan dan keahlian
yang belum memadai. Adanya kesenjangan kualitas dan kompetensi lulusan pendidikan
tinggi yang tidak sejalan dengan tuntutan kerja di mana tenaga kerja yang dihasilkan
tidak siap pakai.
Kualitas perawat dianggap sebagai hal yang sangat vital karena hal ini berkenaan
langsung dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan untuk masyarakat, dan
tentunya untuk mendukung program-program kerja Kementerian Kesehatan RI dalam
pembangunan kesehatan Nasional. Pemerintah bersama-sama dengan organisasi profesi
keperawatan sudah melakukan upaya peningkatan kualitas perawat dengan melakukan uji
kompetensi dan juga sejumlah pelatihan-pelatihan. Namun hal tersebut di rasa belum
optimal karena jumlah perawat yang terus bertambah dan tidak terkendali. Pemerintah
dalam menjalankan UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 dirasa belum
optimal terutama memenuhi tanggung jawab dan wewenang dalam meningkatkan mutu
tenaga kesehatan, yang salah satunya adalah tenaga keperawatan.
Pada UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 telah diatur perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan tenaga profesi, registrasi dan perizinan tenaga kesehatan, dan
penyelenggaraan profesi tenaga kesehatan dalam hal ini termasuk profesi keperawatan.
Namun terkait mengenai pengaturan institusi pendidikan keperawatan secara spesifik
belum dijelaskan, sehingga institusi pendidikan keperawatan berlomba-lomba
menyelenggarakan program pendidikan keperawatan dengan berbagai jenjang baik DIII,
Sarjana, bahkan DIV keperawatan. Di Indonesia, selama ini pengaturan mengenai
pendirian dan penyelenggaraan pendidikan keperawatan masih belum tegas dan jelas,
sehingga banyak sekali berdiri institusi pendidikan keperawatan yang kualitasnya masih
diragukan.
Peningkatan kualitas dan kompetensi ini menjadi lebih penting saat dunia kesehatan
memasuki situasi global yang memungkinkan terjadi persaingan. Kualitas menjadi titik
penting bagi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat.
Tanpa kualitas memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi perubahan terhadap
indeks kesehatan masyarakat di Bumi Marunting Batu Aji ini. Maka upaya untuk terus
mencetak tenaga kesehatan yang berkualitas, baik itu dokter, bidan, dan perawat harus
menjadi prioritas utama.
Uji sertifikasi, uji kompetensi, pelatihan, magang, tugas lapangan dan lainnya bisa
menjadi alat ukur kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan. Selain itu, pengakuan
terhadap profesi tenaga kesehatan seperti perawat misalnya akan menjamin kenyamanan
dan kualitas kerja dari SDM kesehatan tersebut.
Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian tersendiri.
Kompetensi tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan melalui serangkaian kursus,
pelatihan studi banding dan sejenisnya sehingga mereka mampu melakukan tugas-tugas
layanan kesehatan secara memadai, aplikatif dan sistematis sesuai perkembangan
teknologi dunia kesehatan.
Jika kuantitas dan distribusi tenaga kesehatan yang berkualitas dan kompeten ini terus
dimonitoring secara intensif oleh Pemerintah, maka diyakini akan terjadi peningkatan
derajat pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pertumbuhan dan persebaran tenaga
kesehatan yang merata harus selalu disertai upaya peningkatan kualitas dan
kompetensinya. Mungkin dengan strategi ini harapan masyarakat untuk mendapatkan
layanan kesehatan secara mudah, merata dan berkualitas dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar, Yanyan, S. Suarli. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan
Praktis. Jakarta: EMS
Kleinman, Carol. 2004. The Relationship between Managerial Leadership
Behaviors and Staff Nurse Retention. Jurnal Online: ProQuest Medical
Library
Zoschak, Ellen Waxenberg. 2010. 10 Indicators of Excellent Nursing Care.
Jurnal Online: ProQuest Medical Library
Meisel, Michael. 2010. Four Ideas to Improve Staff Management. Jurnal
Online: ProQuest Medical Library
Smyth, Janice. 2010. Time for Nurses to Take Charge. Jurnal Online:
ProQuest Medical Library
Simpson, Jacqui, dkk. 2010. Workload and Workforce Planning:
Supplementary Staffing. Jurnal Online: ProQuest Medical Library

Anda mungkin juga menyukai