Kelas D
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugrah-Nya kepada kita
semua. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi besar
kita, Nabi Muhammad SAW. Yang telah menjungjung kita ke jalan yang benar dan
terhindar dari jalan yang sesat serta gelap gurita. Berkat bimbingan beliau kita
sekarang berada pada jalan yang benar.
Kami sangat bersukur bisa dapat menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas mata kuliah Ilmu Kalam yang berjudul “ Aliran-aliran dalam Ilmu Kalam
Klasik (Ahmad Bin Hambal dan Ibnu Taimiyah)” Kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan
makalah ini sehingga dapat terselesaikan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
memebrikan manfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran
terhadap makalah ini. Supaya kami dapat memperbaiki. Karena kami sadar,
makalah yang kami buat masih banyak kekurangan
Penulis
Kelompok 5 Kelas D
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aliran mu’tazilah mencapai puncaknya pada masa kepemimpinan
khalifah alMakmun dari Bani Abbas Latar, pada masa itu aliran ini
mengkampanyekan pemikiran bahwa “AlQur’an adalah mahluk”. Semua
rakyat dan ulama’ dipaksa untuk mengikuti pemikiran tersebut, namun ada
salah satu ulama’ yang menentang dengan tegas, dia bernama imam Ahmad
ibn Hanbal. Akibat penentangan beliau, kerap kali disiksa dan masuk
penjara. Pemikiran-pemikiran imam Ahmad Ibn Hanbal kemudian
melahirkan sebuah aliran teologi baru yaitu aliran Salaf.
Aliran salaf adalah aliran yang muncul sebagai kelanjutan dari
pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal kemudian pemikirannya
diformulasikan secara lebih lengkap oleh imam Ahmad Ibn Taimiyah.
Sedangkan aliran Asy’ariyah, aliran Salaf memberikan reaksi yang
keras terhadap pemikiran-pemikiran ekstrim Mu’tazilah. Pada makalah ini
akan dibahas dua ulama yaitu Imam Ahmad Bin Hanbali dan Ibnu
Taimiyah.
Dan juga biografi dan riwayat hidup dari dua ulama, juga akan
dibahas tentang pemikirannya, seperti Imam Ahmad Bin Hanbali yaitu
tentang ayat-ayat mutasyabihat dan kemakhlukan al-Qur’an. sedangkan
Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat allah. Namun juga akan di jelaskan tentang
ulama-ulama salaf disertai pemikirannya didalam makalah akan dibahas
tentang pengertian salaf itu sendiri.
Sangat penting bagi dalam mengetahui aliran-aliran dalam ilmu
kalam serta tokoh-tokoh yang berperan pada alirantersebut muncul. Dalam
makalah ini penulisan makalah mengambil teman “Ilmu Kalam pada masa
Ibnu Taimiyah.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian ilmu salaf ?
2. Bagaimana Riwayat Hidup dan Pemikiran Ibnu Taimiyah ?
3. Bagaimana Riwayat Hidup dan Pemikiran Imam Ahmad Ibnu Hambal ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu salaf.
2. Untuk mengetahui riwayat hidup dan pemikiran Ibnu Taimiyah.
3. Untuk mengetahui riwayat hidup dan pemikiran Ahmad Ibnu Hambal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Salaf
3
hadits yang bersifat mutasyabbihat. Akibatnya ada kesan bahwa Tuhan
memiliki sifat-sifat seperti bertangan, bermuka, datang, turun, dan
sebaginya. W. Montgomery Watt menyatakan bahwa gerakan salafiyah
berkembang terutama di Bagdad pada abad ke-13.
Pada masa itu terjadi gairah menggebu-gebu yang diwarnai
fanatisme kalangan kaum Hambali. Sebelum akhir abad itu terdapat
sekolah-sekolah Hambali di Jerusalem dan Damaskus. Di damaskus, kaum
Hambali makin kuat dengan kedatangan para pengungsi dari Irak yang
disebabkan serangan Mongol atas Irak.
Dan para pengungsi itu terdapat satu keluarga dari Harran, yaitu
keluarga Ibn Taimiyah. Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama’ besar
penganut imam Hambali yang ketat. Aliran salaf mempunyai beberapa
karakteristik seperti yang dinyatakan oleh Ibrahim Madzkur yaitu:
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) daripada dirayah (aqli)
2. Dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-cabang
agama hanya bertolak dari penjelasan al-Kitab dan as-sunnah
3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (Dzat Allah)
dan tidak mempunyai faham anthropomorphisme (menyerupakan Allah
dengan makhluk)
4. Mengartikan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan makna lahirnya dan
tidak berupaya untuk mentakwilnya. Apabila melihat karakteristik yang
dikemukakan Ibrahim Madzkur di atas, tokoh-tokoh.
Imam Hanafi
Imam Malik
4
Imam Syafi’i
Ahmad Bin Hambali
5
B. Riwayat Hidup dan Pemikiran Ibnu Taimiyah
1. Sejarah Ibnu Taimiyah
Dalam bahasa ini kita akan membahas tentang syaikh al-hafidz al-
mujahid taqiyuddin abu al-abbas ahmad bin abdul halim bin abdi salam bin
abdullah bin abi al-qasim bin al-khindhin bin muhammad bin taimiyah al-
hirani al-hambali atau orang biasanya menyebut dengan julukan ibnu
taimiyah. Lahir di Hiran pada hari senin , tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun
661 h.
6
tabi’in. Dalam bahasa ini Ibnu Taimiyah memngkuti Imam Ahmad bin
Hambal.
Pada saat beliau aktif dalam menimba ilmu. Beliau pernah menjalani
kehidupan dipenjara Qal’ah di Damaskus. Berdasarkan sejarah yang ada hal
tersebut disebabkan adanya fitnah dari Ibnu Bathuthah. Yang mengutarakan
bahwa Ibnu Taimiyah mengaku dia utusannya Allah.
Beliau berkata: “sesungguhnya Allah turun kelangit dunia sebagai
mana turun ku ini”. Ibnu Taimiyah wafat pada 22 Dzulqa’dah tahun 728 H.
Berdasarkan sejarah beliau wafat di sebabakan sakit saat dipenjara. Tidak
ada yanag tau kecuali murid-murid dekat beliau.
2. Pemikiran Ibnu Taimiyah
7
e. Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
Ibnu Taimiyah mempersoalkan Imam Hambali yang mengatakan
bahwa kalamullah itu qadim, menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah qadim
maka kalamnya juga qadim. Ibnu Taimiyah adalah seorang tekstualis oleh
sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim
Allah (antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai
Salaf perlu ditinjau kembali. Berikut ini merupakan pandangan Ibnu
Taimiyah tentang sifat-sifat Allah:
1. Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh
Allah sendiri atau oleh Rosul-Nya. Sifat-sifat tersebut adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu : qidam ,baqa, mukhalafatul lil hawaditsi,
qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sift Ma’ani, yaitu: qudrah , iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan
kalam.
c. Sifat khabariyah(sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits),
seperti keterangan yang mengungkapkan bahwa Allah ada di langit,
Allah di Arasy, Allah turun ke langit dunia , Allah diliht oleh orang
yang beriman di surga kelak ( wajah, tangan, dan mata Allah)
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang di sandarkan (di-Idhafat-kan)
kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya,yang Allah dan Rasul-
Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3. Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki
lafadz (min ghoir tashrif/tekstual)
b. Tidak menghilangkan pengertian lafadz (min ghoir ta’thil)
c. Tidak mengingkari (min ghoir ilhad)
d. Tidak mengambar-gamabarkan bentuk tuhan,baik dan pikiran atau
hati,apa lagi dengan indra (min ghairi takyif at-takyif)
8
e. Tidak menyerupakan (apa lagi memepersalahkan) sifat-sifatNYA
dengan sifat makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb’alal’alamin)
9
lainnya kepada ulama-ulama Baghdad. Lalu terkenal di Khufah, Basrah,
Syam, Yaman, Mekah, dan Madinah.
10
menjelaskan al-Quran.
c. Jika tidak ditemukan penafsiran dari Nabi SAW, (maksudnya adalah as
sunnah), maka beliau memakai penafsiran para sahabat, karena
merekalah yang menyaksikan turunnya al-Quran dan mendengarkan
takwilnya dari Rosulullah. Selain itu, para sahabat dinilai lebih
mengetahui as sunnah yang mereka gunakan sebagai penafsir al-Quran.
Hal itu terbukti ketika Imam Ahmad bin Hanbal dihadapkan dengan
makna hadith Nuzul (yakni Tuhan turun ke langit dunia), rukyah (orang yang
beriman melihat tuhan di akhirat) dan hadis tentang telapak kaki Tuhan, Ibnu
Hambal menjawab : “ معىن وال والكيف ونصدقها هبا نؤمنKita mengimani dan
membenarkannya tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya”. Dari
pernyataan diatas tampaknya jelas bahwa Imam Ahmad bersikap menyerahkan
/ tafwidh makna-makna ayat dan hadith Mutasyabihat kepada Allah dan Rosul-
Nya, dan mensucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk, ia sama sekali
tidak mentakwilkan pengertian lahirnya.
Ibnu Hambal tidak mau membahas lanjut tentang status al-Quran, ia
hanya mengatakan bahwa al-Quran tidak diciptakan, hal ini sejalan dengan
pola pikirnya yang menyerahkan ayatayat yang berhubungan dengan sifat
Allah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam beristinbath hukum, Imam Ahmad
bin Hambal menggunakan metode ahlul hadith, dengan dasar-dasr sebagai
berikut: Pertama, Nash Al Qur-an atau nash hadith.
Apabila Imam Ahmad tidak mendapatkan dari al Qur’an dan as sunnah
yang shahihah dan fatwa fatwa para sahabat yang disepakati atau
diperselisihkan, maka beliau menetapkan hadith mursal dan hadith dho’if.
Yang dimaksud hadith dho’if oleh Imam Ahmad adalah karena beliau
membagi hadith dalam dua kelompok: shahih dan dho’if, bukan kepada:
shahih, hasan dan dho’if seperti kebanyakan ulama yang lain.
11
Sebagai contoh Imam Ahmad pernah menetapkan hukum ta’zir
terhadap orang yang selalu berbuat kerusakan dan menetapkan hukum had
yang lebih berat terhadap orang yang minum khamr pada siang hari di bulan
ramadhan.Tentang ijma’, pendirian Imam Ahmad ini sebenarnya tidak berbeda
dengan pendirian Imam Syafi’i, karena Imam Syafi’i sendiri pernah berkata
“Barang apa yang belum diketahui ada perselisihan di dalamnya itu belum atau
bukan ijma’ namanya”
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa
Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-
ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut
sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya,
dengan cacatan tidak men-tajsim kan, tidak menyerupakanNya dengan
makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15