DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................2
DAFTAR ISI ......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................5
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan alam yang
di pelajari di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal tersebut membuat peserta didik mau tidak
mau harus memahami ilmu kimia dan masih banyak peserta didik yang menganggap kimia
sebagai mata pelajaran yang sulit . Konsep kimia yang bersifat abstrak,pendekatan
pembelajaran yang diterapkan guru, dan kurangnya dukungan guru menjadi penyebab peserta
didik kesulitan dalam belajar kimia . Pemahaman materi kimia oleh peserta didik merupakan
tujuan pembelajaran kimia. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan
pembelajaran adalah pemilihan pendekatan, strategi, dan model pembelajaran oleh guru namun
pada kenyataannya, baik pendekatan, strategi, ataupun model yang diterapakan oleh guru tidak
bervariasi.
Pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya diartikan sebagai
proses menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi dimaknai juga sebagai proses mengatur
lingkungan supaya peserta didik belajar. Pembelajaran yang memposisikan peran aktif peserta
didik sebagai subjek belajar dapat digunakan untuk mengurangi dominasi guru dalam
pelaksanaan pembelajaran. Proses membelajarkan peserta didik maupun teori belajar
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran kimia pada intinya memiliki
makna yang sama dengan mata pelajaran yang lain, akan tetapi dengan ilmu yang diajarkan
dimata pelajaran kimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang diajarkan di sekolah
menengah pertama dan menengah atas (SMA) maka kimia diajarkan secara lebih detail di
sekolah menengah atas karena disesuaikan.
Pembelajaran kimia yang dilakukan di sekolah pada umumnya tidak 3 mengintegrasikan
dengan penerapan pada kehidupan sehari – hari, terutama yang berkaitan dengan isu sosial,
perkembangan teknologi, serta dampak bagi lingkungan dan masyarakat. Pembelajaran kimia
hanya berfokus pada pemahaman materi, sehingga peserta didik tidak memiliki gambaran
penerapan materi dunia nyata. Oleh karena itu, pembelajaran saat ini belum dapat mengasah
kemampuan analisis, kepekaan terhadap permasalahan, serta melatih pemecahan masalah.
Kimia termasuk dalam rumpun ilmu pengetahuan sains. Pembelajaran sains tidak hanya sekedar
mempelajari pengetahuannya saja melainkan adanya proses dalam melakukan aktivitas ilmiah,
sikap dan watak ilmiah yang harus dimiliki oleh peserta didik sains juga dapat dilakukan
melalui keterampilan proses kognitif tingkat tinggi yang mencakup keterampilan proses sains,
metode saintifik, berpikir saintifik (berpikir secara Scientist) dan berpikir kritis dengan
pemehaman peserta didik.
1.2 Rumusan Masalah
Apa makna nilai konten dalam materi kimia SMA ?
Bagaimana konteks pembelajaran kimia dalam standar proses pendidikan ?
Mengapa nilai-nilai dalam kimia perlu kita ajarkan kepada peserta didik ?
1.3 Tujuan
Mengetahui makna nilai konten dalam materi kimia SMA
Mengetahui konteks pembelajarn kimia dalam standar proses Pendidikan?
Mengetahui alasan penting kita sebagai guru mengajarkan nilai-nilai dalam kimia
kepada peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan nilai pada hakikatnya lebih berorientasi pada aspek afektif yang dapat
membantu manusia meningkatkan kualitas hidupnya melalui proses interaksi ke dalam diri
secara ber tahap sehingga manusia mampu mengembangkan nilai dan sikap secara matang dan
dapat diterima oleh masyarakat. Karena itu, pendidikan nilai menjadi sangat penting dalam pro
ses pendidikan, terutama dalam menjaga keseimbangan antara pendidikan nilai dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak penguasaan teknologi yang tanpa di-
kontrol oleh nilai-nilai etika dan agama akan melahirkan ke-seng saraan dan kemiskinan
manusia. Manusia yang lepas dari nilai-nilai akan melahirkan manusia yang tidak memiliki nilai
kemanusiaan. Kegagalan pendidikan yang paling fatal adalah manakala output pendidikan itu
tidak lagi memiliki ke pekaan nurani yang berlandaskan pada moralitas dan rasa.
Pendidikan Nilai berdasar laporan Nasional Resource Center for Value Education ,
dalam Mulyana, (2004: 119) dide fi nisikan sebagai usaha untuk membimbing peserta didik da-
lam memahami, mengalami, dan mengamalkan nilai-nilai il-miah, kewarganegaraan, dan sosial
yang tidak secara khusus dipu satkan pada pandangan agama tertentu. Pendidikan nilai
digunakan sebagai proses untuk membantu peserta didik da-lam mengeksplorasi nilai-nilai yang
ada melalui pengujian kritis, sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kua litas
berpikir dan perasaannya. Pendidikan nilai sangat diper lukan karena pemahaman terhadap
suatu nilai tidak dapat dilakukan dengan akal budi, melainkan harus dengan hati nurani. Dalam
berbagai literatur istilah Pendidikan Nilai dan Pen-didikan Moral sering digunakan untuk
kepentingan yang sama, hal ini disadari karena eratnya hubungan di antara keduanya.
Pendidikan Nilai pada hakikatnya adalah pendidikan yang mem pertimbangkan objek dari sudut
pandang moral yang meliputi etika dan non-moral yang meliputi estetika yaitu menilai objek
dari sudut pandang keindahan dan selera pri-badi, serta etika yaitu menilai benar atau salahnya
dalam hu-bungan antarpribadi..
Pendidikan nilai terdiri dari dua kata, yakni pendidikan dan nilai. Kata pendidikan
terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana
dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara, dan sebagainya)
mendidih. Pengertian ini memberi memberi kesan bahwa kata pendidikan lebih mengacu pada
cara melakukan suatu perbuatan dalam hal ini mendidik.
Dalam teori nilai yang digagasnya, Spranger (Mulyana, 2004: 32) menjelaskan ada enam
orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dalam
pemunculannya, enam nilai tersebut cenderung menampilkan sosok yang khas terhadap pribadi
seseorang. Ke-enam nilai tersebut adalah sebagai berikut:
Nilai teoretik: Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam memikirkan dan
membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai teoretik memiliki kadar benar-salah menurut
pertimbangan akal. Oleh karena itu nilai erat dengan konsep, aksioma, dalil, prinsip, teori dan
generalisasi yang diperoleh dari sejumlah dan pembuktian ilmiah. Komunitas manusia yang
tertarik pada nilai ini adalah para filosof dan ilmuwan.
Nilai ekonomis: Nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untung-rugi. Objek
yang ditimbangnya adalah “harga” dari suatu barang atau jasa. Karena itu, nilai ini lebih
mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Oleh karena pertimbangan nilai ini
relatif pragmatis, Spranger melihat bahwa dalam kehidupan manusia seringkali terjadi konflik
antara kebutuhan nilai ekonomis ini dengan nilai lainnya. Kelompok manusia yang tertarik nilai
ini adalah para pengusaha dan ekonom.
Nilai estetik: Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan keharmonisan.
Apabila nilai ini ditilik dari subyek yang memiliknya, maka akan muncul kesan indah-tidak
indah. Nilai estetik berbeda dengan nilai teoretik. Nilai estetik lebih mengandalkan pada hasil
penilaian pribadi seseorang yang bersifat subyektif, sedangkan nilai teroretik lebih melibatkan
penilaian obyektif yang diambil dari kesimpulan atas sejumlah fakta kehidupan. Nilai estetik
banyak dimiliki oleh para seniman seperti musisi, pelukis, atau perancang model.
Nilai sosial: Nilai tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang di antara manusia. Karena itu
kadar nilai ini bergerak pada rentang kehidupan yang individualistik dengan yang altruistik.
Sikap yang tidak berpraduga jelek terhadap orang lain, sosiabilitas, keramahan, serta perasaan
simpati dan empati merupakan kunci keberhasilan dalam meraih nilai sosial. Nilai sosial ini
banyak dijadikan pegangan hidup bagi orang yang senang bergaul, suka berderma, dan cinta
sesama manusia.
Nilai politik: Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar nilainya akan
bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pengaruh yang tinggi (otoriter).
Kekuatan merupakan faktor penting yang berpengaruh pada diri seseorang. Sebaliknya,
kelemahan adalah bukti dari seseorang kurang tertarik pada nilai ini. Dilihat dari kadar
kepemilikannya nilai politik memang menjadi tujuan utama orang-orang tertentu seperti para
politisi dan penguasa.
Nilai agama: Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran
yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini bersumber dari
kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai tertinggi yang harus dicapai adalah
kesatuan (unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan, antara kehendak
manusia dengan kehendak Tuhan, antara ucapan dengan tindakan, antara i’tikad dengan
perbuatan. Spranger melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai.
Di antara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi,
imam, atau orang-orang sholeh.
Pendidikan nilai/karakter bagi peserta didik, akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus
dari Kementerian Pendidikan Nasional dan jajarannya, serta ahli-ahli kependi-dikan, dan
sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan nilai/karakter peserta didik perlu ditingkatkan. Hal
tersebut disebabkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) hasilnya belum
seperti yang diharapkan.
Dalam kerja ilmiah peserta didik wajib memiliki sikap ilmiah yang meliputi:
1. Jujur, yaitu mengajukan data sebenarnya dari hasil penelitian tanpa mengubahnya,
walaupun tidak sesuai dengan hipotesis dan teori,
2. Terbuka, yaitu dapat menerima perbedaan hasil yang diperoleh teman lain atau ilmuwan
lain dan teori baru dari eksperimen terbaru,
4. Tekun dan ulet dalam melakukan penelitian serta tidak mudah putus asa,
5. , cermat, dan akurat tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan dalam pene-litian ,
sehingga didapatkan hasil yang benar-benar akurat,
7. Percaya bahwa kebenaran itu bersifat relaif, sehingga tidak memaksakan diri
Sikap ilmiah dalam pembelajaran kimia merupakan bagian dari sikap pada umum-nya, dan sikap adalah bagian
Chia, 2006). Nilai afektif yang diinginkan ditanamkan guru sains/kimia kepada peserta didiknya bukanlah se
Ada 4 (empat) istilah yang memiliki kemiripan arti, yaitu nilai, norma, etika, dan moral. Nilai diartikan sebag
Ada empat sumber nilai dan empat jenis nilai, yaitu nilai yang bersumber dari:
Nilai/karakter dalam bentuk yang lebih operasional, yaitu sikap dan perilaku, ditanamkan
pada peserta didik terutama melalui dimensi kerja ilmiah dan sikap ilmiah. Pelaksanaan hal
tersebut dilakukan pada ketiga tahap proses pembelajaran, yaitu perenca-naan proses,
pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil proses pembelajaran. Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia merupakan hal tetap
dan tidak dapat diubah, oleh karenanya aspek nilai/karakter dalam proses pembelajaran
dapat dimasukkan dalam materi proses pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, dan instrumen penilaian. Bagaimana teknik pemaduan hal tersebut
memerlukan kegiatan tersendiri.
Contoh nilai dalam Konten Materi Kimia SMA
.
Nilai Materi Kelas XI
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.123dok.com/article/konsep-hakikat-pendidikan-nilai-urgensi-pendidikan-
nilai.yj8k2emq#:~:text=Pendidikan%20nilai%20pada%20hakikatnya%20lebih%20berorientasi%20pada%
20aspek,sikap%20secara%20matang%20dan%20dapat%20diterima%20oleh%20masyarakat
https://portalbangkabelitung.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-982960722/hakikat-pendidikan-nilai-
bagian-dari-tujuan-pendidikan-umum?page=2
Budi Jatmiko. (2007). Kurikulum IPA Masa Depan. Makalah Kajian Kebijakan Kuri-kulum Masa Depan.
Jakarta: Puspendik.
Conny Semiawan, dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktif-kan Siswa dalam
Belajar. Jakarta: Gramedia.
Depdiknas. (2001). Applied Approach-Mengajar di Perguruan Tinggi, Buku 2.01: Etika dan Moral dalam
Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.(2003). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara.(2005). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
FMIPA UNY. (2007). Rambu-rambu Pengembangan Penilaian Afektif dalam Perkuliahan. Yogyakarta:
FMIPA UNY
https://haloedukasi.com/contoh-nilai-dan-norma-sosial