Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

Dosen Pengampu

Chintia Rhamandica, M. Pd.

Disusun oleh:

1. Adiya Lilatul Prameswari (1860212221006)


2. Aulia Nabila Putri (1860212221012)
3. Nur Indah Watul Latifah (1860212222041)
4. Talitha Wendy Ivana (1860212222045)
5. Mohamad Fahrul Rizki (1860212222053)
6. Nikmatul Khusna (1860212223059)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA
Maret 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi limpahan
rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang
telah mengantarkan manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.
Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, dengan bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Aziz M.Pd.I selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk menimba ilmu di
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Bapak Dr. Sutopo, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Dr. Eni Setyowati, S.Pd., M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu Keguruan.
4. Ibu Tutik Sri Wahyuni, M.Pd, selaku Koordinator Program Studi Tadris Kimia.
5. Ibu Chintia Rhamandica, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi
Pembelajaran Kimia yang telah memberikan pengarahan sehingga penulisan makalah
ini dapat terselesaikan.
6. Semua pihak yang membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.

Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
karena keterbatasan kami sebagai manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi diperolehnya hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan baik bagi penulis maupun pembacanya.

Tulungagung, 17 Maret 2024

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Pengertian Pembelajaran Saintifik .................................................................................. 3


B Kaidah-Kaidah Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran ............................................. 4
C. Model-Model Pembelajaran Saintifik ............................................................................. 6
1. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ................................................ 6
2. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL)................................................. 7
3. Model Pembelajaran Discovery Learning ................................................................... 9
4. Model Pembelajaran Inqury Learning ....................................................................... 12
D. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Kimia .................................. 14
PENUTUP ................................................................................................................................ 17

A. Kesimpulan.................................................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................................................. 18

II
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, karena melalui
pendidikan akan menciptakan manusia yang berpotensi, kreatif dan memiliki ide
cemerlang sebagai bekal untuk memperoleh masa depan yang lebih baik.. Melalui
pendidikan yang baik, kita akan mudah mengikuti perkembangan zaman yang akan
datang, khususnya perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK). Berhasilnya tujuan pembelajaran, ditentukan oleh banyak faktor diantaranya
faktor guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas, karena guru secara
langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta
keterampilan siswa dalam belajar.

Dalam melakukan pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih dan


menggunakan metode pembelajaran yang tepat, fasilitas pembelajaran, alat evaluasi,
serta mampu mengelola pembelajaran di kelas maupun di laboratorium, menguasai
materi, dan memahami karakter siswa. Beberapa faktor pendukung salah satunya adalah
model pembelajaran. Dengan adanya model pembelajaran diharapkan menjadi suatu hal
yang sangat penting bagi peningkatan kemampuan siswa untuk mendapatkan ilmu yang
telah diberikan oleh gurunya. Sehubungan dengan penerapan model pembelajaran
banyak metode-metode yang dapat dipilih oleh guru dengan menyesuaikan pada materi
yang akan disampaikan dan kondisi lingkungan pembelajaran yang sesuai, salah satu
model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah melalui pendakatan saintifik
(Scientific Learning).

Dalam pembelajaran, pendekatan saintifik (Scientific Learning) muncul sebagai


alternatif yang lebih efektif. Pendekatan ini menempatkan siswa sebagai subjek aktif
dalam proses pembelajaran, memungkinkan mereka untuk menyelidiki dan memahami
konsep-konsep kimia melalui pengalaman langsung, eksperimen, dan penalaran sendiri.
Dengan melibatkan siswa secara aktif, pembelajaran saintifik membantu mereka
mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep kimia dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis serta analitis. Pembelajaran saintifik
menggeser fokus dari "mengajar" menjadi "mempelajari", dengan menekankan
pentingnya proses ilmiah, seperti pengamatan, percobaan, dan penalaran, dalam
memahami konsep-konsep keilmuan. Melalui eksperimen dan penemuan sendiri, siswa

1
tidak hanya memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang konsep-konsep ilmu
pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan
pemecahan masalah. Selain itu, pembelajaran saintifik juga mempersiapkan siswa untuk
menghadapi dunia nyata dengan memberikan mereka pengalaman praktis dalam
memecahkan masalah dan mengambil keputusan berdasarkan bukti yang mereka
kumpulkan. Dengan demikian, pentingnya pembelajaran saintifik dalam membentuk
siswa menjadi ilmuwan yang kreatif, mandiri, dan berpikiran kritis, yang mampu
menghadapi tantangan kompleks dalam berbagai konteks, termasuk ilmu kimia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pembelajaran saintifik?
2. Bagaimana kaidah-kaidah pendekatan saintifik dalam pembelajaran?
3. Bagaimana model-model pembelajaran saintifik?
4. Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran kimia?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian pembelajaran saintifik
2. Menjelaskan kaidah-kaidah pendekatan saintifik dalam pembelajaran
3. Menjelaskan model-model pembelajaran saintifik
4. Menjelaskan implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran kimia

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Saintifik
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik artinya pembelajaran
itu dilakukan secara ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan saintifik (scientific) disebut
juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu
proses ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik
dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.1

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran


yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan
dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Pendekatan
saintifik bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian proses
pembelajaran harus dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti
mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan
menyimpulkan.

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang memberikan pemahaman


kepada siswa tentang pendekatan menggunakan langkah-langkah serta kaidah ilmiah
dalam proses belajar mengajar. Langkah ilmiah yang diterapkan adalah dengan cara
menemukan suatu masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan dalam suatu proses belajar mengajar.
Cara ini dilakukan agar siswa mencari tahu berbagai sumber melalui kegiatan
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, dan menyimpulkan.
Pendekatan saintifik memiliki empat karakteristik, yaitu:

1. Berpusat terhadap siswa.

1
Musfiqon dkk, Pendekatan Pembelajaran Saintifik, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center 2015), hlm. 53

3
2. Melibatkan keterampilan dan penguasaan konsep.
3. Melibatkan proses kognitif yang berpotensi dalam perkembangan intelek,
khususnya keterampilan berpikir siswa.
4. Mengembangkan karakter yang ada pada siswa.2

B. Kaidah-Kaidah Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran


Pendekatan saintifik (scientific approach) adalah salah satu model pembelajaran
yang dalam prosesnya memuat kaidah-kaidah keilmuan, mulai dari pengumpulan data
dengan observasi, menanya, melakukan eksperimen, mengolah informasi atau data,
hingga mengkomunikasikan dengan tujuan memberikan ruang pada peserta didik secara
luas untuk melakukan eksplorasi dan elaborasi materi pembelajaran, serta mampu
mengaktualisasikan kemampuan melalui kegiatan pembelajaran yang telah dirancang
oleh guru.3

Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para
ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam
relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik
dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.4

Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan


kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi
pengamatan, penalaran, penemuan, pengasahan, dan penjelasan tentang suatu
kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu
nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Pendekatan saintifik dalam
pembelajaran merupakan pendekatan yang berfokus terhadap pengetahuan ilmiah.
Berikut adalah beberapa kaidah yang dapat digunakan sebagai panduan dalam
menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran:

2
Maryani dkk, Pengaruh Pendekatan Saintifik dalam Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas VIII Materi
Lingkaran, Jurnal Derivat, Vol. 7, No, 2, hal. 67
3
Firmanilah Kamil dkk, Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Berbasis Pemecahan Masalah Untuk
Menumbuhkan Motivasi Belajar Mahasiswa, Jurnal Suluh Pendidikan (JSP), Vol. 10, No, 2, hal. 57-58
4
Musfiqon dkk, Pendekatan Pembelajaran Saintifik, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center 2015), hlm. 53

4
1. Pendekatan Objektif
Dalam pendekatan saintifik, pembelajaran harus berfokus pada fakta dan data
yang objektif. Ini berarti bahwa informasi yang disampaikan harus dapat diverifikasi
dan tidak dipengaruhi oleh subjektivitas atau persepsi pribadi.
2. Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran harus didasarkan pada penelitian dan bukti ilmiah. Ini berarti
bahwa materi yang diajarkan harus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan
dan diterima dalam komunitas ilmiah.
3. Pendekatan Kritis
Siswa harus diajarkan untuk mengevaluasi informasi dan ide dengan kritis. Ini
berarti mereka harus belajar cara menganalisis, mengevaluasi, dan mengeksplorasi
berbagai perspektif dan sumber informasi.
4. Pendekatan Intelektual
Pembelajaran harus mendorong siswa untuk berpikir secara kritis dan
independen. Ini berarti mereka harus diajarkan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis mereka sendiri dan tidak hanya menerima informasi tanpa memahami
atau mengevaluasinya.
5. Pendekatan Interdisipliner
Pembelajaran harus mencakup berbagai disiplin ilmu dan perspektif. Ini berarti
bahwa materi yang diajarkan harus mencakup berbagai bidang pengetahuan dan
pendekatan, memungkinkan siswa untuk melihat hubungan antara berbagai bidang
ilmu.
6. Pendekatan Kontekstual
Meskipun pembelajaran harus berfokus pada fakta dan pengetahuan ilmiah,
konteks dimana informasi tersebut digunakan juga penting. Ini berarti bahwa materi
yang diajarkan harus dikaitkan dengan dunia nyata dan aplikasi praktisnya.
7. Pendekatan Inklusif
Pembelajaran harus inklusif, menyediakan akses yang sama bagi semua siswa,
tanpa memandang latar belakang atau kemampuan mereka. Ini berarti bahwa
metode pengajaran harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan semua siswa dan
memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan
berkembang.5

5
Ibid., hlm. 54-55

5
C. Model-Model Pembelajaran Saintifik
1. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang berawal dari
permasalahan yang akan diselesaikan peserta didik. Permasalahan nyata sebagai
konteks berfikir kritis dan keterampilan pemecahan permasalahan. Problem Based
Learning dapat mengembangkan kurikulum yang dirancang untuk menuntut siswa
mendapatkan pengetahuan yang penting.6 Barrows dan Kelson mendefinisikan
bahwa Problem Based Learning berawal dari aktivitas peserta didik secara individu
dan kelompok dalam menyelesaikan permasalah menggunakan pengetahuan yang
dimiliki. Pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning terdapat lima
proses.7
a. Tahap pertama adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi peserta didik untuk terlihat
aktivitas pemecahan masalah dan mengajukan permasalahan.
b. Tahap kedua adalah mengorganisasi peserta didik untuk belajar. Guru
mengelompokkan menjadi beberapa kelompok untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Peserta
didik dengan saling memberi informasi untuk menyelesaikan permasalah
sehingga informasi yang dibutuhkan siswa akan mengakibatkan peningkatan
kemampuan untuk menguasai materi yang dipelajari.
c. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.
Guru membentuk peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen, dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah. Percobaan ini dilakukan untuk
membuktikan hipotesis peserta didik pada tahap sebelumnya.
d. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil. Guru membantu
peserta didik untuk merencanakan dan menyiapkan laporan. Aspek tersebut
diajarkan pada peserta didik dalam bentuk presentasi untuk menyajikan hasil.

6
Hasmiati, Oslan Jumadi, dan Rachmawaty, Penerapan Model Problem Based Learning Dalam Meningkatkan
Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Hasil Belajar Siswa, (Makassar:Pendidkan Biologi, 2016), hal. 259.
7
Husnul Hotimah, Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan
Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar, (Jember:Jurnal Edukasi,2020), hal. 7.

6
Dalam proses presentasi untuk melatih peserta didik berfikir lancar dan
mengelaborasi.
e. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Peserta didik dengan guru melakukan evaluasi yang berkaitan dengan
proses yang dilakukan peserta didik pada tahap sebelumnya. Peserta didik dilatih
untuk berfikir lancar dan luwes.
Model Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan diantaranya
membuat pendidikan disekolah lebih relevan dengan kehidupan diluar sekolah dan
dapat melatih peserta didik dalam memecahkan masalah secara kritis. Selain itu
model Problem Based Learning juga memiliki kelemahan diantaranya peserta didik
sering kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat
berfikir peserta didik dan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lebih
lama dari pembelajaran konvensional.8

2. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL)


Model pembelajaran adalah suatu rencana yang digunakan sebagai pedoman
dalam perencanaan pembelajaran dikelas. Project Based Learning adalah model
pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk
merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan
menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain. 9 Model
pembelajaran Project Based Learning merupakan penyempurnaan model
pembelajaran Problem Based Learning. Project Based Learning merupakan salah
satu strategi pelatihan yang berorientasi pada CTL atau contextual teaching and
learning process. CTL adalah pembelajaran yang membantu peserta didik dalam
mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi di dunia nyata dan mendorong
peserta didik untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan
mereka.
Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Learning yang
dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation terdiri dari:10

8
Enok Noni Masrinah, dkk, Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kriotis,
(Majalengka: Seminar Nasional Pendidikan, Agustus 2019), hal. 928.
9
Natadady Puspa Rineksiane, Penerapan Metode Project Based Learning Untuk Membantu Siswa Dalam Berfikir
Kritis, (Bandung:Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Januari 2022), hal. 83
10
Rona Taula Sari dan Siska Angreni, Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Upaya Peningkatan
Kreativitas Mahasiswa, (Jakarta: Varia Pendidikan, Juli 2018), Vol. 30, No. 1, hal. 81

7
a. Dimulai dari pertanyaan yang esensial. Dari topik yang sesuai dengan kenyataan
dapat diajukan pertanyaan tentang pengetahuan, tanggapan, kritik, dan ide
peserta didik.
b. Perencanaan aturan pengerjaan proyek. Perencanaan berisi tentang aturan
aktivitas yang dapat mendukung.
c. Membuat jadwal aktivitas. Peserta didik diminta menyusun jadwal aktivitas
untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian
proyek.
d. Memonitoring perkembangan proyek peserta didik. Pendidik bertanggung
jawab memonitoring peserta didik dengan cara memfasilitasi peserta didik pada
setiap proses.
e. Penilaian hasil kerja peserta didik. Penilaian dilakukan pendidik dalam
mengukur ketercapaian standar dalam penguasaian kemampuan masing-masing
peserta didik.
f. Evaluasi pengalaman belajar peserta didik. Peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang telah dijalankan.

Pembelajaran Project Based Learning memiliki kelebihan diantaranya


sebagai berikut:11

a. Meningkatkan motivasi. Peserta didik berusaha mencapai proyek dan merasa


bahwa belajar dengan proyek lebih menyenangkan.
b. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Dari deskripsian lingkungan
belajar menjadikan peserta didik lebih aktif dan berhasil memecahkan problem
kompleks.
c. Meningkatkan kolaborasi. Dalam peningkatan kerja kelompok memerlukan
peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan
komunikasi.
d. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber belajar.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktekkan
keterampilan komunikasi.
f. Membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan.

11
Mia Roosmalisa Dewi, Kelebihan Dan Kekurangan Project Based Learning, (Jember: Inovasi Kurikulum,
2023), Vol. 19, No. 2, hal. 220

8
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Project Based Learning
juga memiliki kelemahan diantaranya:

a. Memerlukan banyak waktu dalam penyelesaian masalah dan menghasilkan


produk.
b. Memerlukan biaya yang cukup mahal.
c. Membutuhkan guru yang terampil.
d. Memerlukan fasilitas, peralatan yang memadai.
3. Model Pembelajaran Discovery Learning

Model pembelajaran berbasis penemuan atau biasa disebut Discovery


Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang diterapkan dalam
kurikulum 2013. Discovery Learning Method adalah gaya belajar aktif dan langsung
yang dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1960-an. Bruner menekankan
bahwa belajar itu harus sambil melakukan atau learning by doing. Dengan metode
ini, peserta didik diharapkan mampu untuk berperan secara aktif atau sebagai
partisipan, bukan hanya menerima pengetahuan dengan mendengarkan saja (pasif).
Bruner mengembangkan pembelajaran penemuan dari studi kontemporer dalam
psikologi kognitif, dan merangsang pengembangan metode instruksional yang lebih
spesifik.12
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran
dimana peserta didik memahami sendiri konsep, arti, dan hubungan melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada kesimpulan. Menurut Fitriyah (2017),
Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi Dimana materi
pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri sehingga siswa yang mencari sumber informasi. Model
Discovery Learning akan melibatkan arahan guru untuk mengatur aktivitas yang
dilakukan peserta didik seperti mencari, mengolah, menelusuri, dan menyelidiki
sumber informasi yang didapat.13

12
Siti Khasinah, ‘Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan Dan Kelemahan’, Jurnal
MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 11.3 (2021), 402
<https://doi.org/10.22373/jm.v11i3.5821>.
13
Dewi Rahayu, Muhammad Muttaqien, and Maratus Solikha, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Discovery
Learning Berbantu Educandy Terhadap Hasil Belajar Siswa’, Jurnal Edukasi, 1.2 (2023), 234–46
<https://doi.org/10.60132/edu.v1i2.149>.

9
Adapun langkah-langkah (Sintaks) dalam mengaplikasikan model
Discovery Learning di dalam kelas menurut Syah, sebagai berikut;
a. Stimulation (Stimulasi atau Pemberian Rangsangan)
Pemberian stimulus atau rangsangan dengan melibatkan pendidik, dimana
pada tahap ini siswa diarahkan untuk mengobservasi suatu objek sehubungan
dengan materi selama proses pembelajaran berlangsung. Guru memberikan
pertanyaan yang merangsang berpikir peserta didik dan mendorongnya untuk
membaca buku dan aktivitas belajar lain. Tahapan ini merupakan langkah untuk
menciptakan suasana atau iklim pembelajaran yang nyaman dan responsif dalam
pembelajaran.
b. Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi Masalah)
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran dan
merumuskannya dalam bentuk hipotesis. Pada tahap ini siswa dilatih untuk
berpikir memunculkan pertanyaan-pertanyaan. Tahap bertanya atau
merumuskan masalah merupakan salah satu langkah yang membawa siswa pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki yang menjadi persoalan dalam
penemuan. Teka-teki yang diperoleh harus mengandung konsep yang jelas dan
pasti. Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep yang sudah diketahui
terlebih dahulu oleh guru atau dimodifikasi sehingga siswa mampu memecahkan
masalah tersebut.
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk jawaban dari teka teki
yang telah dikonsep. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis tersebut. Tugas guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk berpikir dalam mencari informasi yang
dibutuhkan.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Guru mengolah data yang diperoleh peserta didik melalui wawancara,
observasi dan lain-lain. Data yang telah didapat oleh siswa dikumpulkan atau
ditampung dan dianalisis bersama sama dalam tahap selanjutnya untuk
mengetahui data atau informasi yang benar.
e. Verification (Pembuktian)

10
Pembuktian adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data, sehingga guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir rasional siswa.
Artinya pada tahap ini siswa juga dituntut untuk bisa berfikir dalam memberikan
rekomendasi dari penyelesaian masalah yang telah dilakukan sehingga
kebenaran jawaban yang didapat bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan. Guru
juga melakukan pemeriksaan cermat untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis yang ditetapkan dengan hasil dan pengolahan data yang diterima.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan atau Generalisasi)
Generalization adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh dari
jawaban yang telah diuji (dibuktikan) bersama. guru dengan peserta didik
sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku
untuk semua masalah yang sama.14
Model Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan yang menyebabkan
metode ini dianggap unggul. Di antara keunggulan pembelajaran Discovery adalah:
a. Peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran secara aktif dan topik
pembelajaran biasanya meningkatkan motivasi instrinsik.
b. Aktivitas belajar dalam pembelajaran Discovery biasanya lebih bermakna
daripada latihan kelas dan mempelajari buku teks saja.
c. Peserta didik memperoleh keterampilan investigatif dan reflektif yang dapat
digeneralisasikan dan diterapkan dalam konteks lain.
d. Peserta didik mempelajari keterampilan dan strategi baru.
e. Pendekatan dari metode ini dibangun diatas pengetahuan dan pengalaman awal
peserta didik.
f. Metode ini mendorong kemandirian peserta didik dalam belajar.
g. Metode ini diyakini mampu membuat peserta didik lebih mungkin untuk
mengingat konsep, data atau informasi jika mereka temukan sendiri.
h. Metode ini mendukung peningkatan kerja kelompok.15

14
Nurrohmi Yusnia, Utaya Sugeng, and Hari Utomo Dwiyono, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Discovery
Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa’, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan
Pengembangan, 2.10 (2017), 1308–14 <http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/>.
15
Khasinah.

11
Namun, meskipun mempunyai banyak keunggulan tetap saja terdapat
beberapa kelemahan dalam penerapan metode ini. Westwood (2008),
mengemukakan beberapa kekurangan metode ini yang antara lain:

a. Penggunaan metode ini menghabiskan banyak waktu;


b. Penerapan metode ini membutuhkan lingkungan belajar yang kaya sumber daya;
c. Kualitas dan keterampilan peserta didik menentukan hasil atau efektifitas
metode ini;
d. Kemampuan memahami dan mengenali konsep tidak bisa diukur hanya dari
keaktifan siswa di kelas;
e. Peserta didik sering mengalami kesulitan dalam membentuk opini, membuat
prediksi, atau menarik kesimpulan;
f. Sebagian guru belum tentu mahir mengelola pembelajaran Discovery;
g. Tidak semua guru mampu memantau kegiatan belajar secara efektif.16

4. Model Pembelajaran Inqury Learning


Pembelajaran Inquiry adalah strategi yang berpusat pada siswa kelompok
untuk mencari jawaban pertanyaan melalui prosedur secara jelas dan terstruktur.
Model pembelajaran Inquiry adalah pembelajaran dimana fungsi guru di kelas
hanya sebagai fasilitator dan pembelajaran berpusat pada siswa. Menurut
Fathurrohman, Inquiry berarti ikut serta atau terlibat dalam mengajukan pertanyaan,
mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa pendekatan Inquiry adalah salah satu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa dengan melibatkan siswa untuk terlibat langsung
melakukan pembelajaran, yaitu merumuskan permasalahan, mengumpulkan data,
berdiskusi, dan berkomunikasi. Menurut Hamdayama “Model pembelajaran Inquiry
yang berarti ikut serta atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
mencari informasi, dan melakukan penyelidikan”. Siswa juga dituntut aktif bertanya
dan mencari jawaban sendiri agar rasa ingin tahu mereka muncul dan kemampuan
berpikir kritis masing-masing individu. Sehingga memungkinkan bagi mereka
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dari setiap siswa dan mendalami
potensi yang mereka miliki.
Ciri-ciri model pembelajaran inkuiri antara lain:

16
Khasinah.

12
a. Model ini menyertakan seluruh peserta didik untuk dapat bekerja sampai rajin,
produktif dan ada pembaruan maka pendidikan berfokus terhadap student
center. Siswa bisa berfokus pada satu titik.
b. Guru selaku penyedia dan memberikan arahan kepada peserta didik untuk selalu
meningkatkan perilaku mandiri. Siswa bisa menambahkan ide nya kepada teman
yang lain.
c. Dilaksanakan lewat cara pertanyaan dan jawaban sesama guru dan peserta didik
maka akan menyelesaikan persoalan maupun jalan keluar secara bersama-sama.
Siswa bisa memecahkan persoalan tersebut dengan benar.17

Adapun sintaks Inquiry Learning diantaranya; orientasi, merumuskan


masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan kesimpulan.

a. Orientasi
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan memberikan konsep dasar yang
diperlukan dalam pembelajaran.
b. Merumuskan masalah
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi
dan menentukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab melalui kegiatan
belajar.
c. Data collection
Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab
pertanyaan yang telah diidentifikasi.
d. Data procession
Peserta didik berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengolah data hasil
pengamatan.
e. Verification
Peserta didik mendiskusikan hasil pengolahan data dan memverifikasi hasil
pengolahan dengan teori dari buku
Model Inquiry Learning memiliki beberapa kelebihan yang menyebabkan
metode ini dianggap unggul. Diantara keunggulan pembelajaran Inquiry
diantaranya:

17
Irfan Sugianto, Savitri Suryandari, and Larasati Diyas Age, ‘Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap
Kemandirian Belajar Siswa Di Rumah’, Jurnal Inovasi Penelitian, 1.3 (2020), 159–70
<https://doi.org/10.47492/jip.v1i3.63>.

13
a. Pembelajaran yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif,
psikomotor secara seimbang.
b. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
c. Model inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern
yang mengganggap belajar adalah perubahan tingkah laku berkat adanya
perubahan.
d. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.18

Namun, meskipun mempunyai banyak keunggulan tetap saja terdapat


beberapa kelemahan dalam penerapan metode ini, antara lain:

a. Sulit untuk mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.


b. Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena tidak sinkron dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
c. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga
sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang lebih ditentukan.
d. Kriteria keberhasilan ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi
pelajaran, maka model pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh
setiap guru.

D. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Kimia


Pendekatan saintifik memiliki kegiatan inti: mengamati, menanya, mencoba,
menalar dan menyimpulkan. Kegiatan ini diupayakan untuk mengarahkan peserta didik
dalam penguasaan materi kimia, belajar mengaplikasikan, bekerja sama dalam tim,
belajar memecahkan masalah, belajar mandiri bertanggung jawab untuk mencapai
tujuan, belajar memahami dan menghargai orang lain. Beberapa metode, media dan alat
peraga yang dapat digunakan dalam upaya menerapkan pembelajaran kimia dengan
pendekatan saintifik yang bertujuan untuk mengaktifkan peserta didik, antara lain: 19

18
Mochammad Bagas Prasetiyo and Brillian Rosy, ‘Model Pembelajaran Inkuiri Sebagai Strategi
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa’, Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 9.1
(2020), 109–20 <https://doi.org/10.26740/jpap.v9n1.p109-120>.
19
Cita Indira, “BEST-PRACTICES PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN KIMIA DI SMA
NEGERI 4 SAMPIT,” no. 2 (t.t.).

14
1. Chil Book
Merupakan sebuah buku kecil yang berisi inti sari/ringkasan rumus-rumus
kimia. Media ini digunakan untuk merangkum catatan-catatan ceramah kelas
sehingga dapat mendorong peserta didik memetakan catatan-catatannya sendiri.
Penerapan chil book terdapat pada materi hitungan, seperti laju reaksi, perhitungan
pH, sifat koligatif larutan.20
2. Peta Konsep
Merupakan salah satu metode pembelajaran, dimana peserta didik belajar aktif
secara individual dan membantu meningkatkan daya ingat mereka dalam belajar.
Kegiatan dilakukan dengan memberi penugasan pada peserta didik untuk setiap
materi pokok/bab baru yang akan dipelajari. Penerapan peta konsep bisa dilakukan
pada setiap bab baru materi kimia.
3. Menghafal
Dilakukan untuk menanamkan materi verbal di dalam ingatan. Sebelum
pembelajaran dimulai satu atau dua orang peserta didik harus maju ke depan kelas
untuk menghafal, yang bertujuan untuk melatih peserta didik berpikir sederhana,
seperti mengingat dan menghafal golongan unsur yang terdapat dalam tabel
periodik. Penerapan menghafal bisa dilakukan pada materi struktur atom.
4. Eksperimen (Memanfaaatkan Lingkungan Alam Sekitar)
Pembelajaran ini mengembangkan kepekaan terhadap fenomena yang terdapat
disekitar, dengan memanfaatkan bahan alam yang ada sebagai media pembelajaran.
Hal ini memberikan inspirasi untuk peserta didik bahwa lingkungan sekitar
sebenernya merupakan sarana untuk belajar dan untuk menunjukkan fenomena-
fenomena kimiawi. Penerapan eksperimen bisa dilakukan pada materi asam basa.
5. Studi Lapangan
Pembelajaran ini untuk mengembangkan kemandirian peserta didik dimana
mereka bereksplorasi belajar langsung pada narasumber atau tenaga ahli. Peserta
didik dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian mencari sendiri narasumber
atau tenaga ahli. Sekembalinya ke sekolah masing-masing kelompok membuat
laporan dan mempresentasikan pengalaman yang telah mereka dapatkan. Penerapan
studi lapangan bisa dilakukan pada materi penyepuhan logam.

20
Vika Yuliana, Jimmi Copriady, dan Maria Erna, “Pengembangan E-Modul Kimia Interaktif Berbasis
Pendekatan Saintifik Menggunakan Liveworksheets pada Materi Laju Reaksi,” Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia
17, no. 1 (2 Januari 2023): 1–12, https://doi.org/10.15294/jipk.v17i1.32932.

15
6. Pembuatan Alat Peraga
Di sekolah yang kurang memadai dari segi fasilitas, guru dituntut kreativitasnya
untuk menyajikan pembelajaran agar mudah dipahami oleh peserta didik. peserta
didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok
bertanggung jawab untuk membuat alat peraga. Penerapan pembuatan alat peraga
bisa dilakukan pada materi elektrolisis.
7. Charta
Peserta didik secara klasikal diberi tugas untuk membuat charta. Charta dibuat
dengan sekreatif mungkin dengan bahan kelereng, balon, plastisin, bola pingpong
dan Styrofoam. Dalam kegiatan pembelajaran peserta didik yang mempunyai
kemampuan lebih dalam menjelaskan materi kepada teman-temannya secara
bergantian. Penerapan charta bisa dilakukan pada materi bentuk geometri molekul.21
8. Teka-teki Silang
Kegiatan ini dilakukan dengan mendesain tes uji pada teka-teki silang yang
mengundang keterlibatan dan partisipasi langsung. Peserta didik diminta untuk
mencurahkan gagasan beberapa istilah atau nama-nama kata kunci yang berkaitan
dengan mata pelajaran kimia yang diajarkan, menyusun teka-teki silang sederhana
yang mencakup item-item sebanyak yang mereka dapat. Teka-teki tersebut ditukar
secara acak, untuk dikoreksi oleh sesama temannya. Penerapan teka-teki silang bisa
dilakukan pada semua materi kimia.
9. Puisi, Lagu dan Teka-teki
Pembelajaran ini dibuat hanya sebagai selingan, menciptakan suasana yang
tidak tegang dengan mengedepankan pentingnya mengembangkan otak sebelah
kanan. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika,
intuisi, irama, musik, gambar dan seni. Peserta didik diminta untuk membuat konsep
kimia melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki. Penerapan puisi, lagu
dan teka-teki ini bisa dilakukan pada setiap bab materi kimia.

21
Muhammad Agus Umar, “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Menggunakan Metode Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project-Based Learning) pada Mata Pelajaran Kimia,” t.t.

16
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Model model pembelajaran saintifik menunjukkan bahwa pendekatan ini
dirancang untuk mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran melalui langkah-
langkah ilmiah seperti mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menganalisis,
menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasilnya. Model ini memiliki beberapa
tujuan utama, termasuk meningkatkan kemampuan intelektual siswa, khususnya
kemampuan berpikir tingkat tinggi, membentuk kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah secara sistematik, dan mengembangkan karakter siswa. Selain
itu, model pembelajaran saintifik juga memiliki beberapa kelebihan, seperti melatih
siswa untuk memecahkan masalah melalui perencanaan, membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sistematis, dan meningkatkan
kepekaan siswa terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya. Namun, model ini
juga memiliki beberapa kekurangan, seperti dapat menghambat laju pembelajaran
karena membutuhkan waktu dan persiapan yang matang, serta dapat menyebabkan
pembelajaran menjadi tidak efektif jika ada siswa yang kurang berminat dengan materi
yang dipelajari.
Model pembelajaran saintifik juga dapat dikombinasikan dengan model
pembelajaran berbasis inkuiri atau Inquiry Based-Learning, yang memberikan ruang
kepada siswa untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran. Pendekatan ini
memungkinkan siswa untuk menjadi pusat dari pembelajaran, di mana mereka mampu
menyusun sendiri pengetahuan untuk dirinya, sementara guru berperan sebagai
fasilitator.
Contoh penerapan model pembelajaran saintifik dalam pelajaran Matematika
menunjukkan bagaimana siswa dapat mengidentifikasi grafik fungsi kuadrat,
mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin diketahui dari grafik-grafik tersebut,
mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, dan mengkomunikasikan hasil
penemuannya di depan kelas. Ini menunjukkan bagaimana model ini dapat
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran dan mendorong mereka untuk menjadi
penemu dan mengkomunikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan hasil pengamatan
mereka sendiri.

17
B. Saran
Untuk meminimalisir kekurangan pada metode pembelajaran saintifik ini, harus
ditangani dengan cara yang tepat seperti harus membuat siswa lebih suka terhadap mata
pelajaran yang ia pelajari, dan juga peran guru sebagai fasilitator juga tidak boleh
dikesampingkan. Guru sebagai fasilitator diharapkan bisa menuntun para siswa nya dan
menyediakan segala sesuatu yang dibutukan siswa dalam pembelajaran, fasilitator juga
berarti guru harus menjadi motivator bagi tiap siswanya agar siswa tidak merasa stress
karena tekanan di metode pembelajaran saintifik ini memang cukup berat jika tidak
didasari pada kesukaan siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Mia Roosmalisa, Kelebihan Dan Kekurangan Project Based Learning, (Jember: Inovasi
Kurikulum, 2023), Vol. 19, No. 2.

Hasmiati, Oslan Jumadi, dan Rachmawaty, Penerapan Model Problem Based Learning Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Hasil Belajar Siswa,
(Makassar:Pendidkan Biologi, 2016).

Hotimah Husnul, Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam


Meningkatkan Kemampuan Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar, (Jember:Jurnal
Edukasi,2020).

Indira, Cita. “BEST-PRACTICES PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN


KIMIA DI SMA NEGERI 4 SAMPIT,” no. 2 (t.t.).

Khasinah, Siti, ‘Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan Dan Kelemahan’, Jurnal
MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 11.3 (2021), 402
<https://doi.org/10.22373/jm.v11i3.5821>

Masrinah Enok Noni, dkk, Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berfikir Kriotis, (Majalengka: Seminar Nasional Pendidikan, Agustus 2019).

Prasetiyo, Mochammad Bagas, and Brillian Rosy, ‘Model Pembelajaran Inkuiri Sebagai
Strategi Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa’, Jurnal Pendidikan
Administrasi Perkantoran (JPAP), 9.1 (2020), 109–20
https://doi.org/10.26740/jpap.v9n1.p109-120

Rahayu, Dewi, Muhammad Muttaqien, and Maratus Solikha, ‘Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Berbantu Educandy Terhadap Hasil Belajar Siswa’, Jurnal
Edukasi, 1.2 (2023), 234–46 <https://doi.org/10.60132/edu.v1i2.149>

Rineksiane Natadady Puspa, Penerapan Metode Project Based Learning Untuk Membantu
Siswa Dalam Berfikir Kritis, (Bandung:Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran,
Januari 2022).

Sari Rona Tauladan dan Siska Angreni, Penerapan Model Pembelajaran Project Based
Learning Upaya Peningkatan Kreativitas Mahasiswa, (Jakarta: Varia Pendidikan, Juli
2018), Vol. 30, No. 1.

19
Sugianto, Irfan, Savitri Suryandari, and Larasati Diyas Age, ‘Efektivitas Model Pembelajaran
Inkuiri Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Di Rumah’, Jurnal Inovasi Penelitian, 1.3
(2020), 159–70 <https://doi.org/10.47492/jip.v1i3.63>

Umar, Muhammad Agus. “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Menggunakan Metode


Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) pada Mata Pelajaran Kimia,”
t.t.

Yuliana, Vika, Jimmi Copriady, dan Maria Erna. “Pengembangan E-Modul Kimia Interaktif
Berbasis Pendekatan Saintifik Menggunakan Liveworksheets pada Materi Laju
Reaksi.” Jurnal Inovasi Pendidikan (Musfiqon, 2015) Kimia 17, no. 1 (2 Januari 2023):
1–12. https://doi.org/10.15294/jipk.v17i1.32932.
Yusnia, Nurrohmi, Utaya Sugeng, and Hari Utomo Dwiyono, ‘Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa’, Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2.10 (2017), 1308–14
<http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/>

20

Anda mungkin juga menyukai