Dosen Pengampu
Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi limpahan
rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang
telah mengantarkan manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.
Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, dengan bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Aziz M.Pd.I selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk menimba ilmu di
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Bapak Dr. Sutopo, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Dr. Eni Setyowati, S.Pd., M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu Keguruan.
4. Ibu Tutik Sri Wahyuni, M.Pd, selaku Koordinator Program Studi Tadris Kimia.
5. Ibu Chintia Rhamandica, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi
Pembelajaran Kimia yang telah memberikan pengarahan sehingga penulisan makalah
ini dapat terselesaikan.
6. Semua pihak yang membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
karena keterbatasan kami sebagai manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi diperolehnya hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan baik bagi penulis maupun pembacanya.
Penulis
I
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................................................. 18
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, karena melalui
pendidikan akan menciptakan manusia yang berpotensi, kreatif dan memiliki ide
cemerlang sebagai bekal untuk memperoleh masa depan yang lebih baik.. Melalui
pendidikan yang baik, kita akan mudah mengikuti perkembangan zaman yang akan
datang, khususnya perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK). Berhasilnya tujuan pembelajaran, ditentukan oleh banyak faktor diantaranya
faktor guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas, karena guru secara
langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta
keterampilan siswa dalam belajar.
1
tidak hanya memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang konsep-konsep ilmu
pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan
pemecahan masalah. Selain itu, pembelajaran saintifik juga mempersiapkan siswa untuk
menghadapi dunia nyata dengan memberikan mereka pengalaman praktis dalam
memecahkan masalah dan mengambil keputusan berdasarkan bukti yang mereka
kumpulkan. Dengan demikian, pentingnya pembelajaran saintifik dalam membentuk
siswa menjadi ilmuwan yang kreatif, mandiri, dan berpikiran kritis, yang mampu
menghadapi tantangan kompleks dalam berbagai konteks, termasuk ilmu kimia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pembelajaran saintifik?
2. Bagaimana kaidah-kaidah pendekatan saintifik dalam pembelajaran?
3. Bagaimana model-model pembelajaran saintifik?
4. Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran kimia?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian pembelajaran saintifik
2. Menjelaskan kaidah-kaidah pendekatan saintifik dalam pembelajaran
3. Menjelaskan model-model pembelajaran saintifik
4. Menjelaskan implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran kimia
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Saintifik
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik artinya pembelajaran
itu dilakukan secara ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan saintifik (scientific) disebut
juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu
proses ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik
dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.1
1
Musfiqon dkk, Pendekatan Pembelajaran Saintifik, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center 2015), hlm. 53
3
2. Melibatkan keterampilan dan penguasaan konsep.
3. Melibatkan proses kognitif yang berpotensi dalam perkembangan intelek,
khususnya keterampilan berpikir siswa.
4. Mengembangkan karakter yang ada pada siswa.2
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para
ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam
relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik
dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.4
2
Maryani dkk, Pengaruh Pendekatan Saintifik dalam Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas VIII Materi
Lingkaran, Jurnal Derivat, Vol. 7, No, 2, hal. 67
3
Firmanilah Kamil dkk, Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Berbasis Pemecahan Masalah Untuk
Menumbuhkan Motivasi Belajar Mahasiswa, Jurnal Suluh Pendidikan (JSP), Vol. 10, No, 2, hal. 57-58
4
Musfiqon dkk, Pendekatan Pembelajaran Saintifik, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center 2015), hlm. 53
4
1. Pendekatan Objektif
Dalam pendekatan saintifik, pembelajaran harus berfokus pada fakta dan data
yang objektif. Ini berarti bahwa informasi yang disampaikan harus dapat diverifikasi
dan tidak dipengaruhi oleh subjektivitas atau persepsi pribadi.
2. Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran harus didasarkan pada penelitian dan bukti ilmiah. Ini berarti
bahwa materi yang diajarkan harus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan
dan diterima dalam komunitas ilmiah.
3. Pendekatan Kritis
Siswa harus diajarkan untuk mengevaluasi informasi dan ide dengan kritis. Ini
berarti mereka harus belajar cara menganalisis, mengevaluasi, dan mengeksplorasi
berbagai perspektif dan sumber informasi.
4. Pendekatan Intelektual
Pembelajaran harus mendorong siswa untuk berpikir secara kritis dan
independen. Ini berarti mereka harus diajarkan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis mereka sendiri dan tidak hanya menerima informasi tanpa memahami
atau mengevaluasinya.
5. Pendekatan Interdisipliner
Pembelajaran harus mencakup berbagai disiplin ilmu dan perspektif. Ini berarti
bahwa materi yang diajarkan harus mencakup berbagai bidang pengetahuan dan
pendekatan, memungkinkan siswa untuk melihat hubungan antara berbagai bidang
ilmu.
6. Pendekatan Kontekstual
Meskipun pembelajaran harus berfokus pada fakta dan pengetahuan ilmiah,
konteks dimana informasi tersebut digunakan juga penting. Ini berarti bahwa materi
yang diajarkan harus dikaitkan dengan dunia nyata dan aplikasi praktisnya.
7. Pendekatan Inklusif
Pembelajaran harus inklusif, menyediakan akses yang sama bagi semua siswa,
tanpa memandang latar belakang atau kemampuan mereka. Ini berarti bahwa
metode pengajaran harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan semua siswa dan
memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan
berkembang.5
5
Ibid., hlm. 54-55
5
C. Model-Model Pembelajaran Saintifik
1. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang berawal dari
permasalahan yang akan diselesaikan peserta didik. Permasalahan nyata sebagai
konteks berfikir kritis dan keterampilan pemecahan permasalahan. Problem Based
Learning dapat mengembangkan kurikulum yang dirancang untuk menuntut siswa
mendapatkan pengetahuan yang penting.6 Barrows dan Kelson mendefinisikan
bahwa Problem Based Learning berawal dari aktivitas peserta didik secara individu
dan kelompok dalam menyelesaikan permasalah menggunakan pengetahuan yang
dimiliki. Pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning terdapat lima
proses.7
a. Tahap pertama adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi peserta didik untuk terlihat
aktivitas pemecahan masalah dan mengajukan permasalahan.
b. Tahap kedua adalah mengorganisasi peserta didik untuk belajar. Guru
mengelompokkan menjadi beberapa kelompok untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Peserta
didik dengan saling memberi informasi untuk menyelesaikan permasalah
sehingga informasi yang dibutuhkan siswa akan mengakibatkan peningkatan
kemampuan untuk menguasai materi yang dipelajari.
c. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.
Guru membentuk peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen, dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah. Percobaan ini dilakukan untuk
membuktikan hipotesis peserta didik pada tahap sebelumnya.
d. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil. Guru membantu
peserta didik untuk merencanakan dan menyiapkan laporan. Aspek tersebut
diajarkan pada peserta didik dalam bentuk presentasi untuk menyajikan hasil.
6
Hasmiati, Oslan Jumadi, dan Rachmawaty, Penerapan Model Problem Based Learning Dalam Meningkatkan
Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Hasil Belajar Siswa, (Makassar:Pendidkan Biologi, 2016), hal. 259.
7
Husnul Hotimah, Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan
Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar, (Jember:Jurnal Edukasi,2020), hal. 7.
6
Dalam proses presentasi untuk melatih peserta didik berfikir lancar dan
mengelaborasi.
e. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Peserta didik dengan guru melakukan evaluasi yang berkaitan dengan
proses yang dilakukan peserta didik pada tahap sebelumnya. Peserta didik dilatih
untuk berfikir lancar dan luwes.
Model Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan diantaranya
membuat pendidikan disekolah lebih relevan dengan kehidupan diluar sekolah dan
dapat melatih peserta didik dalam memecahkan masalah secara kritis. Selain itu
model Problem Based Learning juga memiliki kelemahan diantaranya peserta didik
sering kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat
berfikir peserta didik dan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lebih
lama dari pembelajaran konvensional.8
8
Enok Noni Masrinah, dkk, Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kriotis,
(Majalengka: Seminar Nasional Pendidikan, Agustus 2019), hal. 928.
9
Natadady Puspa Rineksiane, Penerapan Metode Project Based Learning Untuk Membantu Siswa Dalam Berfikir
Kritis, (Bandung:Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Januari 2022), hal. 83
10
Rona Taula Sari dan Siska Angreni, Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Upaya Peningkatan
Kreativitas Mahasiswa, (Jakarta: Varia Pendidikan, Juli 2018), Vol. 30, No. 1, hal. 81
7
a. Dimulai dari pertanyaan yang esensial. Dari topik yang sesuai dengan kenyataan
dapat diajukan pertanyaan tentang pengetahuan, tanggapan, kritik, dan ide
peserta didik.
b. Perencanaan aturan pengerjaan proyek. Perencanaan berisi tentang aturan
aktivitas yang dapat mendukung.
c. Membuat jadwal aktivitas. Peserta didik diminta menyusun jadwal aktivitas
untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian
proyek.
d. Memonitoring perkembangan proyek peserta didik. Pendidik bertanggung
jawab memonitoring peserta didik dengan cara memfasilitasi peserta didik pada
setiap proses.
e. Penilaian hasil kerja peserta didik. Penilaian dilakukan pendidik dalam
mengukur ketercapaian standar dalam penguasaian kemampuan masing-masing
peserta didik.
f. Evaluasi pengalaman belajar peserta didik. Peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang telah dijalankan.
11
Mia Roosmalisa Dewi, Kelebihan Dan Kekurangan Project Based Learning, (Jember: Inovasi Kurikulum,
2023), Vol. 19, No. 2, hal. 220
8
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Project Based Learning
juga memiliki kelemahan diantaranya:
12
Siti Khasinah, ‘Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan Dan Kelemahan’, Jurnal
MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 11.3 (2021), 402
<https://doi.org/10.22373/jm.v11i3.5821>.
13
Dewi Rahayu, Muhammad Muttaqien, and Maratus Solikha, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Discovery
Learning Berbantu Educandy Terhadap Hasil Belajar Siswa’, Jurnal Edukasi, 1.2 (2023), 234–46
<https://doi.org/10.60132/edu.v1i2.149>.
9
Adapun langkah-langkah (Sintaks) dalam mengaplikasikan model
Discovery Learning di dalam kelas menurut Syah, sebagai berikut;
a. Stimulation (Stimulasi atau Pemberian Rangsangan)
Pemberian stimulus atau rangsangan dengan melibatkan pendidik, dimana
pada tahap ini siswa diarahkan untuk mengobservasi suatu objek sehubungan
dengan materi selama proses pembelajaran berlangsung. Guru memberikan
pertanyaan yang merangsang berpikir peserta didik dan mendorongnya untuk
membaca buku dan aktivitas belajar lain. Tahapan ini merupakan langkah untuk
menciptakan suasana atau iklim pembelajaran yang nyaman dan responsif dalam
pembelajaran.
b. Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi Masalah)
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran dan
merumuskannya dalam bentuk hipotesis. Pada tahap ini siswa dilatih untuk
berpikir memunculkan pertanyaan-pertanyaan. Tahap bertanya atau
merumuskan masalah merupakan salah satu langkah yang membawa siswa pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki yang menjadi persoalan dalam
penemuan. Teka-teki yang diperoleh harus mengandung konsep yang jelas dan
pasti. Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep yang sudah diketahui
terlebih dahulu oleh guru atau dimodifikasi sehingga siswa mampu memecahkan
masalah tersebut.
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk jawaban dari teka teki
yang telah dikonsep. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis tersebut. Tugas guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk berpikir dalam mencari informasi yang
dibutuhkan.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Guru mengolah data yang diperoleh peserta didik melalui wawancara,
observasi dan lain-lain. Data yang telah didapat oleh siswa dikumpulkan atau
ditampung dan dianalisis bersama sama dalam tahap selanjutnya untuk
mengetahui data atau informasi yang benar.
e. Verification (Pembuktian)
10
Pembuktian adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data, sehingga guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir rasional siswa.
Artinya pada tahap ini siswa juga dituntut untuk bisa berfikir dalam memberikan
rekomendasi dari penyelesaian masalah yang telah dilakukan sehingga
kebenaran jawaban yang didapat bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan. Guru
juga melakukan pemeriksaan cermat untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis yang ditetapkan dengan hasil dan pengolahan data yang diterima.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan atau Generalisasi)
Generalization adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh dari
jawaban yang telah diuji (dibuktikan) bersama. guru dengan peserta didik
sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku
untuk semua masalah yang sama.14
Model Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan yang menyebabkan
metode ini dianggap unggul. Di antara keunggulan pembelajaran Discovery adalah:
a. Peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran secara aktif dan topik
pembelajaran biasanya meningkatkan motivasi instrinsik.
b. Aktivitas belajar dalam pembelajaran Discovery biasanya lebih bermakna
daripada latihan kelas dan mempelajari buku teks saja.
c. Peserta didik memperoleh keterampilan investigatif dan reflektif yang dapat
digeneralisasikan dan diterapkan dalam konteks lain.
d. Peserta didik mempelajari keterampilan dan strategi baru.
e. Pendekatan dari metode ini dibangun diatas pengetahuan dan pengalaman awal
peserta didik.
f. Metode ini mendorong kemandirian peserta didik dalam belajar.
g. Metode ini diyakini mampu membuat peserta didik lebih mungkin untuk
mengingat konsep, data atau informasi jika mereka temukan sendiri.
h. Metode ini mendukung peningkatan kerja kelompok.15
14
Nurrohmi Yusnia, Utaya Sugeng, and Hari Utomo Dwiyono, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Discovery
Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa’, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan
Pengembangan, 2.10 (2017), 1308–14 <http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/>.
15
Khasinah.
11
Namun, meskipun mempunyai banyak keunggulan tetap saja terdapat
beberapa kelemahan dalam penerapan metode ini. Westwood (2008),
mengemukakan beberapa kekurangan metode ini yang antara lain:
16
Khasinah.
12
a. Model ini menyertakan seluruh peserta didik untuk dapat bekerja sampai rajin,
produktif dan ada pembaruan maka pendidikan berfokus terhadap student
center. Siswa bisa berfokus pada satu titik.
b. Guru selaku penyedia dan memberikan arahan kepada peserta didik untuk selalu
meningkatkan perilaku mandiri. Siswa bisa menambahkan ide nya kepada teman
yang lain.
c. Dilaksanakan lewat cara pertanyaan dan jawaban sesama guru dan peserta didik
maka akan menyelesaikan persoalan maupun jalan keluar secara bersama-sama.
Siswa bisa memecahkan persoalan tersebut dengan benar.17
a. Orientasi
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan memberikan konsep dasar yang
diperlukan dalam pembelajaran.
b. Merumuskan masalah
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi
dan menentukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab melalui kegiatan
belajar.
c. Data collection
Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab
pertanyaan yang telah diidentifikasi.
d. Data procession
Peserta didik berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengolah data hasil
pengamatan.
e. Verification
Peserta didik mendiskusikan hasil pengolahan data dan memverifikasi hasil
pengolahan dengan teori dari buku
Model Inquiry Learning memiliki beberapa kelebihan yang menyebabkan
metode ini dianggap unggul. Diantara keunggulan pembelajaran Inquiry
diantaranya:
17
Irfan Sugianto, Savitri Suryandari, and Larasati Diyas Age, ‘Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap
Kemandirian Belajar Siswa Di Rumah’, Jurnal Inovasi Penelitian, 1.3 (2020), 159–70
<https://doi.org/10.47492/jip.v1i3.63>.
13
a. Pembelajaran yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif,
psikomotor secara seimbang.
b. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
c. Model inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern
yang mengganggap belajar adalah perubahan tingkah laku berkat adanya
perubahan.
d. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.18
18
Mochammad Bagas Prasetiyo and Brillian Rosy, ‘Model Pembelajaran Inkuiri Sebagai Strategi
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa’, Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 9.1
(2020), 109–20 <https://doi.org/10.26740/jpap.v9n1.p109-120>.
19
Cita Indira, “BEST-PRACTICES PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN KIMIA DI SMA
NEGERI 4 SAMPIT,” no. 2 (t.t.).
14
1. Chil Book
Merupakan sebuah buku kecil yang berisi inti sari/ringkasan rumus-rumus
kimia. Media ini digunakan untuk merangkum catatan-catatan ceramah kelas
sehingga dapat mendorong peserta didik memetakan catatan-catatannya sendiri.
Penerapan chil book terdapat pada materi hitungan, seperti laju reaksi, perhitungan
pH, sifat koligatif larutan.20
2. Peta Konsep
Merupakan salah satu metode pembelajaran, dimana peserta didik belajar aktif
secara individual dan membantu meningkatkan daya ingat mereka dalam belajar.
Kegiatan dilakukan dengan memberi penugasan pada peserta didik untuk setiap
materi pokok/bab baru yang akan dipelajari. Penerapan peta konsep bisa dilakukan
pada setiap bab baru materi kimia.
3. Menghafal
Dilakukan untuk menanamkan materi verbal di dalam ingatan. Sebelum
pembelajaran dimulai satu atau dua orang peserta didik harus maju ke depan kelas
untuk menghafal, yang bertujuan untuk melatih peserta didik berpikir sederhana,
seperti mengingat dan menghafal golongan unsur yang terdapat dalam tabel
periodik. Penerapan menghafal bisa dilakukan pada materi struktur atom.
4. Eksperimen (Memanfaaatkan Lingkungan Alam Sekitar)
Pembelajaran ini mengembangkan kepekaan terhadap fenomena yang terdapat
disekitar, dengan memanfaatkan bahan alam yang ada sebagai media pembelajaran.
Hal ini memberikan inspirasi untuk peserta didik bahwa lingkungan sekitar
sebenernya merupakan sarana untuk belajar dan untuk menunjukkan fenomena-
fenomena kimiawi. Penerapan eksperimen bisa dilakukan pada materi asam basa.
5. Studi Lapangan
Pembelajaran ini untuk mengembangkan kemandirian peserta didik dimana
mereka bereksplorasi belajar langsung pada narasumber atau tenaga ahli. Peserta
didik dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian mencari sendiri narasumber
atau tenaga ahli. Sekembalinya ke sekolah masing-masing kelompok membuat
laporan dan mempresentasikan pengalaman yang telah mereka dapatkan. Penerapan
studi lapangan bisa dilakukan pada materi penyepuhan logam.
20
Vika Yuliana, Jimmi Copriady, dan Maria Erna, “Pengembangan E-Modul Kimia Interaktif Berbasis
Pendekatan Saintifik Menggunakan Liveworksheets pada Materi Laju Reaksi,” Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia
17, no. 1 (2 Januari 2023): 1–12, https://doi.org/10.15294/jipk.v17i1.32932.
15
6. Pembuatan Alat Peraga
Di sekolah yang kurang memadai dari segi fasilitas, guru dituntut kreativitasnya
untuk menyajikan pembelajaran agar mudah dipahami oleh peserta didik. peserta
didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok
bertanggung jawab untuk membuat alat peraga. Penerapan pembuatan alat peraga
bisa dilakukan pada materi elektrolisis.
7. Charta
Peserta didik secara klasikal diberi tugas untuk membuat charta. Charta dibuat
dengan sekreatif mungkin dengan bahan kelereng, balon, plastisin, bola pingpong
dan Styrofoam. Dalam kegiatan pembelajaran peserta didik yang mempunyai
kemampuan lebih dalam menjelaskan materi kepada teman-temannya secara
bergantian. Penerapan charta bisa dilakukan pada materi bentuk geometri molekul.21
8. Teka-teki Silang
Kegiatan ini dilakukan dengan mendesain tes uji pada teka-teki silang yang
mengundang keterlibatan dan partisipasi langsung. Peserta didik diminta untuk
mencurahkan gagasan beberapa istilah atau nama-nama kata kunci yang berkaitan
dengan mata pelajaran kimia yang diajarkan, menyusun teka-teki silang sederhana
yang mencakup item-item sebanyak yang mereka dapat. Teka-teki tersebut ditukar
secara acak, untuk dikoreksi oleh sesama temannya. Penerapan teka-teki silang bisa
dilakukan pada semua materi kimia.
9. Puisi, Lagu dan Teka-teki
Pembelajaran ini dibuat hanya sebagai selingan, menciptakan suasana yang
tidak tegang dengan mengedepankan pentingnya mengembangkan otak sebelah
kanan. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika,
intuisi, irama, musik, gambar dan seni. Peserta didik diminta untuk membuat konsep
kimia melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki. Penerapan puisi, lagu
dan teka-teki ini bisa dilakukan pada setiap bab materi kimia.
21
Muhammad Agus Umar, “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Menggunakan Metode Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project-Based Learning) pada Mata Pelajaran Kimia,” t.t.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model model pembelajaran saintifik menunjukkan bahwa pendekatan ini
dirancang untuk mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran melalui langkah-
langkah ilmiah seperti mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menganalisis,
menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasilnya. Model ini memiliki beberapa
tujuan utama, termasuk meningkatkan kemampuan intelektual siswa, khususnya
kemampuan berpikir tingkat tinggi, membentuk kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah secara sistematik, dan mengembangkan karakter siswa. Selain
itu, model pembelajaran saintifik juga memiliki beberapa kelebihan, seperti melatih
siswa untuk memecahkan masalah melalui perencanaan, membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sistematis, dan meningkatkan
kepekaan siswa terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya. Namun, model ini
juga memiliki beberapa kekurangan, seperti dapat menghambat laju pembelajaran
karena membutuhkan waktu dan persiapan yang matang, serta dapat menyebabkan
pembelajaran menjadi tidak efektif jika ada siswa yang kurang berminat dengan materi
yang dipelajari.
Model pembelajaran saintifik juga dapat dikombinasikan dengan model
pembelajaran berbasis inkuiri atau Inquiry Based-Learning, yang memberikan ruang
kepada siswa untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran. Pendekatan ini
memungkinkan siswa untuk menjadi pusat dari pembelajaran, di mana mereka mampu
menyusun sendiri pengetahuan untuk dirinya, sementara guru berperan sebagai
fasilitator.
Contoh penerapan model pembelajaran saintifik dalam pelajaran Matematika
menunjukkan bagaimana siswa dapat mengidentifikasi grafik fungsi kuadrat,
mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin diketahui dari grafik-grafik tersebut,
mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, dan mengkomunikasikan hasil
penemuannya di depan kelas. Ini menunjukkan bagaimana model ini dapat
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran dan mendorong mereka untuk menjadi
penemu dan mengkomunikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan hasil pengamatan
mereka sendiri.
17
B. Saran
Untuk meminimalisir kekurangan pada metode pembelajaran saintifik ini, harus
ditangani dengan cara yang tepat seperti harus membuat siswa lebih suka terhadap mata
pelajaran yang ia pelajari, dan juga peran guru sebagai fasilitator juga tidak boleh
dikesampingkan. Guru sebagai fasilitator diharapkan bisa menuntun para siswa nya dan
menyediakan segala sesuatu yang dibutukan siswa dalam pembelajaran, fasilitator juga
berarti guru harus menjadi motivator bagi tiap siswanya agar siswa tidak merasa stress
karena tekanan di metode pembelajaran saintifik ini memang cukup berat jika tidak
didasari pada kesukaan siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Mia Roosmalisa, Kelebihan Dan Kekurangan Project Based Learning, (Jember: Inovasi
Kurikulum, 2023), Vol. 19, No. 2.
Hasmiati, Oslan Jumadi, dan Rachmawaty, Penerapan Model Problem Based Learning Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Hasil Belajar Siswa,
(Makassar:Pendidkan Biologi, 2016).
Khasinah, Siti, ‘Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan Dan Kelemahan’, Jurnal
MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 11.3 (2021), 402
<https://doi.org/10.22373/jm.v11i3.5821>
Masrinah Enok Noni, dkk, Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berfikir Kriotis, (Majalengka: Seminar Nasional Pendidikan, Agustus 2019).
Prasetiyo, Mochammad Bagas, and Brillian Rosy, ‘Model Pembelajaran Inkuiri Sebagai
Strategi Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa’, Jurnal Pendidikan
Administrasi Perkantoran (JPAP), 9.1 (2020), 109–20
https://doi.org/10.26740/jpap.v9n1.p109-120
Rahayu, Dewi, Muhammad Muttaqien, and Maratus Solikha, ‘Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Berbantu Educandy Terhadap Hasil Belajar Siswa’, Jurnal
Edukasi, 1.2 (2023), 234–46 <https://doi.org/10.60132/edu.v1i2.149>
Rineksiane Natadady Puspa, Penerapan Metode Project Based Learning Untuk Membantu
Siswa Dalam Berfikir Kritis, (Bandung:Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran,
Januari 2022).
Sari Rona Tauladan dan Siska Angreni, Penerapan Model Pembelajaran Project Based
Learning Upaya Peningkatan Kreativitas Mahasiswa, (Jakarta: Varia Pendidikan, Juli
2018), Vol. 30, No. 1.
19
Sugianto, Irfan, Savitri Suryandari, and Larasati Diyas Age, ‘Efektivitas Model Pembelajaran
Inkuiri Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Di Rumah’, Jurnal Inovasi Penelitian, 1.3
(2020), 159–70 <https://doi.org/10.47492/jip.v1i3.63>
Yuliana, Vika, Jimmi Copriady, dan Maria Erna. “Pengembangan E-Modul Kimia Interaktif
Berbasis Pendekatan Saintifik Menggunakan Liveworksheets pada Materi Laju
Reaksi.” Jurnal Inovasi Pendidikan (Musfiqon, 2015) Kimia 17, no. 1 (2 Januari 2023):
1–12. https://doi.org/10.15294/jipk.v17i1.32932.
Yusnia, Nurrohmi, Utaya Sugeng, and Hari Utomo Dwiyono, ‘Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa’, Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2.10 (2017), 1308–14
<http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/>
20