Anda di halaman 1dari 77

PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN MASYARAKAT,

PASIEN DAN KELUARGA SERTA ANTAR STAF KLINIS

RSUD SULTAN THAHA SAIFUDDIN TEBO

i
DAFTAR ISI

Daftar isi....................................................................................................................i

Definisi .....................................................................................................................1

BAB II RUANG LINGKUP ....................................................................................2

BAB III TATA LAKSANA KOMUNIKASI EFEKTIF di RUMAH SAKIT ......21

A. Komunikasi Efektif Antara Rumah Sakit Dengan Masyarakat ..........21

B. Komunikasi Petugas Rumah Sakit Dengan Pasien dan

Keluarga Pasien ....................................................................................26

C. Komunikasi Antar Staf Klinis .............................................................50

D. Komunikasi Efektif Asesmen Pasien ..................................................54

E. Komunikasi Efektif Catatan Perkembangan Terintegrasi (CPPT)......58

F. Komunikasi Efektif Ringkasan Pulang Pasien Rawat Jalan

dan Rawat Inap.....................................................................................58

G. Komunikasi Efektif Pemberian Informasi Klinis Saat Trasfer

dan Rujuk .............................................................................................59

H. Komunikasi Efektif Early Warning System (EWS) Pada

Rekam Medis........................................................................................60

I. Komunikasi Efektif Serah Terima/Operan Pasien ..............................61

J. Komunikasi Efektif TBaK ..................................................................67

K. Komunikasi Efektif Penyampaian Informasi yang Akurat, Tepat

L. Waktu dan Urgent di Seluruh Rumah sakit.........................................69

BAB IV DOKUMENTASI ....................................................................................74

i
BAB I
DEFINISI

1. Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang artinya bersama.


2. Komunikasi (secara terminologis) diartikan sebagai suatu proses penyampaian
pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan
suatu media.
3. Komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.
Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang
saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya, (menurut ahli
kamus bahasa).
4. Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku, (Webster’s New
Collegiate Dictionary edisi tahun 1977).
5. Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994 ; Koontz &
Weihrich, 1988).
6. Komunikasi Efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi
dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi. (Komaruddin,1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994 ; Koontz &
Weihrich, 1988.
7. Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerimaan pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
8. Komunikasi dengan masyarakat adalah komunikasi timbal balik yang dilakukan
oleh rumah sakit dengan masyarakat baik untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat maupun untuk mendapatkan umpan balik ataupun keluhan dari
masyarakat.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Sasaran
Komunikasi efektif di RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo, dilakukan pada saat :
1. Komunikasi rumah sakit dengan masyarakat
2. Komunikasi petugas rumah sakit dengan pasien dan atau keluarga pasien, dan
pengunjung.
3. Komunikasi antar pemberi pelayanan ( staf klinis/pemberi asuhan dan tenaga
kesehatan lainnya) di rumah sakit
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi

B. Tempat Pelaksanaan Komunikasi Efektif


Tempat pelaksanaan komunikasi efektif di RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo,
dilakukan pada :
1. Pusat informasi rumah sakit
2. Unit PKRS
3. Pendaftaran rawat jalan
4. Ruang tunggu rawat jalan
5. Ruang pemeriksaan rawat jalan
6. Ruang rawat inap
7. IGD
8. Pos satpam
9. Laboratorium
10. Radiologi
11. Instalasi Rekam Medik
12. Apotek
13. Rehabilitasi Medik
14. UTD
15. Seluruh unit di RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo dan
16. Kelompok-kelompok masyarakat di sekitar rumah sakit.

C. Teori Komunikasi Efektif


Lima hukum komunikasi yang efektif (The 5 Inevitable Laws of Effective
Communication) terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari
komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena

2
sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih
perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif
dari orang lain.
Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah :
1. Respect (sikap menghargai)
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah
sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling
menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang
menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik
sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
2. Empathy
Empati adalah kempuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi
atau kondisu yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghaargaan dan rasa respek akan
membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun
teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,
kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita.
Sehingga nantinya pesan kita akan akan dapat tersampaikan tanpa ada halanan
psikologis atau penolakan dari penerima
3. Audible
Makna dari audible antara lain : dapat didengakan atau dimengerti
dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebuh dahulu ataupun
mampu menerima umpan blik dengan baik, maka audible berarti pesan yang
kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan
bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel
sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini
mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan
yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
4. Clarity (jelas)
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum
keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga
tidsk menimbulkan multi interprestasi atau berbagai penafsiran yang berlainan.
Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulakan berbagai

3
penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula
berarti keterbuakaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu
mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan),
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau
anggorta tim kita. Karena tanpa keterbuakaan akan timbul sikap saling curiga
dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau
tim kita.
5. Humble (rendah hati)
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap
rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama
untuk membangun rasa mengharhai orang lain, biasanya di dasari oleh sikap
rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain : sikap
yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap
menghargai, mau mendengar, menerima kritik, tidak sombong dan memandang
rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut
dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih
besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator
yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan
orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat
membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling
menguatkan.

Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain
yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun
hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.

D. Proses Komunikasi Efektif


Proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan efektif jika ide, gagasan,
pesan, atau informasi dimaknai secara bersama-sama oleh manusia yang terlibat
dalam perilaku komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif apabila tepat waktu,
akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima pesan sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan dan kesalahpahaman.

4
Mengirimkan Pesan Menerima Pesan

a.
Komunikator Pesan Media Komunikan
b.

Menerima Mengirimkan

Feed Back

Gambar : proses komunikasi

Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur-


unsur penting di dalamnya. Menurut beberapa pakar model komunikasi adalah
penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar. Model Komunikasi
SMCR/BERLO merupakan salah satu model komunikasi. Model ini mensyaratkan
adanya empat unsur komunikasi (sumber informasi, pesan, saluran dan penerima
pesan) untuk dapat terjadinya komunikasi. Unsur/komponen komunikasi, sebagai
berikut :
1. Lingkungan komunikasi
Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi :
a. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau
berwujud.
b. Sosial-psikologis, meliputi, misalnya tata hubungan status diantara mereka
yang terlibat, peran yang dijalan orang, serta aturan budaya masyarakat
dimana mereka berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga
mencakup rasa persahabatan atau permusuhan, formalitas atau informalitas,
serius atau senda gurau.
c. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah
dimana komunikasi berlangsung.
2. Sumber/pemberi informasi (Source)/ komunikator
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau
informasi yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan
bertanggungjawab dalam menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi
sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau
kombinasi dari ketiganya. Pengirim pesan (komunikator) yang baik adalah
komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas tentang informasi

5
yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik
saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah
nilai yang ada pada diri seorang komunikator. Etos dibangun oleh unsur
kepercayaan (credibilty) dan atraksi (attractiveness). Kredibilitas adalah
seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Kredibilitas
dimunculkan oleh komunikan ketika dia melihat komunikator.
3. Pesan atau informasi (Message)
Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita mengirimkan dan
menerima pesan ini melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indra
kita. Walaupun biasanya kita menganggap pesan selalu dalam bentuk verbal
(lisan atau tertulis), ini bukanlah satu-satunya jenis pesan. Kita juga
berkomunikasi secara non verbal (tanpa kata).
Pesan dibangun oleh dua faktor, yaitu: isi pesan (the content of
messasge) dan bahasa (symbol). Supaya pesan mudah diterima dan dipahami
oleh komunikan, maka pesan harus diorganisasikan dengan baik, setelah
terorganisasi dengan baik pesan harus disesuaikan dengan cara berpikir,
kebutuhan, dan kepentingan komunikan. Pesan juga ditentukan oleh tujuan
berkomunikasi kita. Apabila tujuannya informasi, maka pesan harus dapat
menyentuh pikiran komunikan dan meyakinkan komunikan sehingga sadar
bahwa pesan yang diterima penting untuk diri komunikan.Sedangkan untuk
tujuan persuasif, maka pesan harus menyentuh perasaan komunikan, sehingga
komunikan merasa puas dengan pesan itu dan pada akhirnya berbuat sesuatu
sesuai dengan apa yang komunikator anjurkan. Hal yang perlu diperhatikan
pada pesan komunikasi adalah tingkat kepentingan informasi, sifat pesan,
kemungkinan pelaksanaannya,tingkat kepastian dan kebenaran pesan, kondisi
pada saat pesan diterima, penerima pesan, cara penyampaian pesan.
4. Media/Saluran (delivery Channel) (Elektronik, lisan, dan tulisan)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali
komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan
dua, tiga atau empat saluran yang berbeda secara simultan.
Contoh :
Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara),
tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara
visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan
(saluran olfaktori) dan seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media

6
fisik yang sering digunakan di rumah sakit adalah telepon, brosur, surat edaran,
memo, internet , royal news, dll.
5. Penerima pesan (Receiver)/komunikan
Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi
(komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkan pesan (decoding)
berdasarkan pada batasan pengertian yang dimilikinya. Sebelum menyampaikan
pesan, komunikator terlebih dahulu harus memahami siapa komunikannya
(know your audiences) karena komunikan terdiri dari orang-orang yang
hidup, bekerja, dan bermain satu sama lain dalam jaringan lembaga sosial.
Komunikan akan mempertimbangkan keuntungan pesan yang disampaikan
komunikator pada dirinya. Kalau tidak menguntungkan, ia tidak akan
memberikan tanggapan. Pada saat komunikan mengambil keputusan, ia sadar
bahwa keputusannya itu harus sesuai dengan tujuan yang diingikannya.
Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan antara yang dimaksud oleh
pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang disebabkan
oleh adanya kemungkinan hadirnya ganguan/hambatan. Hambatan ini bisa
karena perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau pengalaman, perbedaan
budaya, masalah bahasa dan lainnya. Pada saat menyampaikan pesan, pengirim
pesan (komunikator) harus memastikan apakah pesan telah diterima dengan
baik atau tidak. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan
diterima dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim
pesan.
6. Umpan balik (feedback)
Umpan balik merupakan tanggapan komunikan terhadap pesan yang
diberikan oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau
non verbal dan sangat penting sekali sebagai proses klarifikasi untuk
memastikan tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan pesan. Pada saat
penerima pesan melakukan proses umpan balik, pengirim pesan (komunikator)
yang baik harus memiliki kemampuan, sebagai berikut :
a. Cara berbicara (talking)
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya
(mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening)
Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari penerima
pesan tanpa memotong pembicaraannya.

7
c. Cara mengamati (observation)
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan misalnya
bahasa non verbal yang digunakan di balik ungkapan kata atau kalimatnya,
gerakan tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan
komunikan (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi dan untuk
menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan gerak tubuh yang
dilakukan oleh komunikator.
7. Akibat (impact)
Akibat atau impact adalah hasil dari suatu komunikasi, yakni terjadi
perubahan pada diri sasaran. Perubahan dapat ditemukan pada pengetahuan,
sikap, ataupun prilaku. Terjadinya perubahan prilaku adalah tujuan akhir dari
kegiatan komunikasi.
Dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kegagalan komunikasi adalah
sebagai berikut: Patient error dan adverse event, ketidakpastian keputusan
perawatan pasien, keraguan, inefisiensi, keterlambatan, kerja berulang-ulang,
ketegangan tim, menghabiskan waktu, tenaga, penderita tidak nyaman, kesan
jelek bila komunikasi jelek.

E. Tujuan dan fungsi komunikasi


Semua komunikasi yang dilakukan selalu mempunyai tujuan. Menurut Effendy
(2002), tujuan komunikasi secara umum adalah :
1. Mengubah sikap (to change the attitude)
2. Mengubah opini (to change the opinion)
3. Mengubah perilaku (to change the behavior)
4. Mengubah masyarakat (to change the society)

Komunikasi juga mempunyai beberapa fungsi, yakni :


1. Menyampaikan informasi (to inform)
2. Mendidik (to educate )
3. Menghibur ( to entertain )
4. Memengaruhi (to influence)

8
F. Jenis Komunikasi
1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu lengkap, ringkas, pertimbangan,
konkrit, jelas, sopan dan benar. Dalam rumah sakit, komunikasi tertulis dapat
berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan
catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan tindakan
kedokteran.
b. Alat pengingat/ berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
c. Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
d. Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
e. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah,
surat pengangkatan, SPO.

Keuntungan komunikasi tertulis ;


a. Adanya dokumen tertulis
b. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
c. Dapat menyampaikan ide yang rumit
d. Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
e. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
f. Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
g. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
h. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat
dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon.
Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni
dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara
langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan. Komunikasi verbal ini
harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa kata, tempo bicara,
intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis
komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.

9
Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari
komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara
langsung. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
a. Memahami arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif,
kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi
dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata sehingga
tidak mudah untuk disalahartikan terutama saat menjelaskan pasien
mengenai kondisi kesehatannya dan saat terapi.
b. Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa
kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan penting
dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan oleh
tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih
mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan menggunakan kosa
kata “mendengarkan”.
c. Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi
atau nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan
bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara
dengan nada riang menunjukkan bahwa orang tersebut sedang bergembira.
Petugas dan tenaga medis rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang
menunjukkan perhatian dan ketulusan kepada pasien.
d. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnya
dapat diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan
semakin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Komunikasi dapat
diterima dengan jelas apabila penyampaiannya dengan berbicara secara
lambat dan pengucapan vokalnya dengan jelas. Selain itu, komunikator
harus tetap memperhatikan tingkat pengetahuan komunikan.
e. Selaan dan tempo bicara
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang

10
cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan
bahwa komunikator sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus
diperhatikan oleh petugas dan tenaga medis di rumah sakit, jangan sampai
pasien menjadi curiga karena selaan yang lama dan pengalihan yang cepat.
Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada hal tertentu, misalnya
memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami
arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang
akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
f. Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang
menangis kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga medis menjelaskan
resiko operasi. Oleh karena itu petugas dan tenaga medis harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian
materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan.
Komunikasi akan efektif apabila topik pembicaraan berkenaan dengan
masalah yang dihadapi oleh komunikan. Komunikasi verbal akan lebih
bermanfaat jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
g. Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa dapat
mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress dan
dapat meningkatkan keberhasilan tenaga medis dalam memberikan
dukungan emosional terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam
Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernafasan dan humor dapat digunakan untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dengan pasien.
3. Komunikasi Non Verbal
Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata, tetapi mencakup seluruh indra. Komunikasi ini adalah
cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan
oleh pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan
karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara

11
verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah,
kontak mata, simbol-simbol serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan,
kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Komunikasi non verbal dapat berupa :
a. Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian
dalam komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan
cara berhias akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis yang
memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra profesionalisme
yang positif.
b. Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan
oleh seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi
merupakan faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
c. Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajar.
Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui dari
ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam
menentukan pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka.
d. Sentuhan (kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian diberikan
melalui sentuhan dan sesuai dengan norma sosial)

G. Klasifikasi Komunikasi
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi
diklasifikasikan menjadi:
1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri
sendiri, terdiri atas sensasi, persepsi, memori dan berpikir (Rahmat, 2005).
Komunikasi intrapersonal biasanya dilakukan oleh seseorang tentang dirinya,
atau melakukan evaluasi diri. Mengenali diri adalah langkah pertama yang
penting untuk menjadi komunikator yang baik, dengan memahami kualitas diri.
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri
antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari
pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan,
memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang
berkelanjutan. Sebagai contoh, anda dapat meningkatkan status kesehatan dan

12
kepercayaan diri melalui self-talk positif. Jenis lain dari komunikasi
intrapersonal adalah instruksi diri, yang memberikan latihan mental untuk tugas
yang sulit sehingga individu dapat menghadapinya secara lebih efektif.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah sebuah proses pertukaran ide (trading
ideas) informasi, pengetahuan, perasaan, dan sikap dari komunikator kepada
komunikan dengan cara langsung bertemu muka dengan komunikan.
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator
dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara
seorang tenaga medis dengan pasien. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
komunikasi interpersonal antara lain:
a. Mengenal diri sendiri dan orang lain
Artinya bila kita melakukan komunikasi dengan orang lain akan
membuka diri kita terhadap orang yang diajak berinteraksi sehingga mitra
bicara kita pun dapat mengenal diri kita dengan baik.sebaliknya kitapun
dapat mengetahui siapa dia sebenarnya.
b. Mengetahui dunia luar
Dengan komunikasi interpersonal akan terjadi suatu proses interaksi
dengan lingkungan sehingga memungkinkan akan adanya proses inovasi
terhadap hal-hal baru.
c. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna
Dengan adanya komunikasi kita selalu menjaga agar hubungan yang
telah terjalin tidak berubah menjadi suatu pertentangan (conflict) namun
akan menjadi suatu perubahan yang menuju ke arah yang lebih baik.
d. Mengubah sikap dan perilaku
Pesan yang disampaikan dalam komunikasi interpersonal yang terjadi
akan dapat merubah sikap dan perilaku baik komunikator maupun
komunikan itu sendiri.
e. Bermain dan mencari hubungan
Artinya bahwa bila kita melakukan interaksi dengan individu lain
secara tidak sengaja kita telah melakoni sebuah peran, sehingga dari peran
tersebut kita berusaha untuk mencari lawan interaksi kita agar komunikasi
yang kita lakukan lebih bermakna.
f. Membantu orang lain
Dalam interaksi berkomunikasi interpersonal yang terjadi diharapkan
selain merubah sikap dan perilaku juga dapat memberikan jalan keluar bagi
orasng lain yang sedang menghadapi suatu masalah.

13
Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal dalam
komunikasi :
a. Kepercayaan
Faktor ini sangat diperlukan bagi tenaga kesehatan karena
kepercayaan seorang pasien dan atau keluarga pasien untuk merawatnya
dapat mendukung proses pengobatan dan perawatan pasien. Menurut Giffin
(Jallaludin Rahmat, 2001), bahwa bila seseorang telah percaya, artinya
sepenuhnya telah menyerahkan dan akan mengandalkan orang itu untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan
dalam situasi yang penuh risiko. Definisi ini menyebutkan tiga
kepercayaan yaitu :
1) ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan
kepada orang lain ia akan menghadapi risiko. Risiko itu dapat berupa
kerugian yang akan dialami.
2) orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari
bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain dan
3) orang yang percaya bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik
padanya.
b. Sikap suportif, adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi.orang bersifat defensif apabila ia tidak menerima, tidak jujur,
dan tidak empatis.dengan sikap defensif komunikasi akan mengalami
kegagalan karena orang tersebut akan lebih banyak melindungi diri dari
ancaman yang ditanggapinya dalam situasi, komunikasi, ketimbang
memahami orang lain (Jallaludin Rahmat, 2001)
c. Sikap terbuka, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif artinya dalam sifat
terbuka seseorang harus melakukan beberapa hal berikut menilai pesan
secara subjektif dengan menggunakan logika, berorientasi pada isi, mencari
informasi dari berbagai sumber, dan bersedia mengubah kepercayaannya.
d. Empati, diartikan ikut merasakan apa yang dirasa oleh orang lain, sangat
membantu terciptanya tujuan yang diinginkan melalui pemahaman yang
sama mengenai perasaan masing-masing. Keakuratan berempati
melibatkan kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun simbol-simbol
yang digunakan saat terjadinya proses komunikasi.
3. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang

14
lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut
dengan komunikasi kelompok. Menurut Michael Burgoon, komunikasi
kelompok adalah interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih
dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, dimana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat, misalnya organisasi profesi,
kelompok remaja dan kelompok-kelompok sejenisnya.
Komunikasi kelompok terdiri atas dua bentuk, yaitu komunikasi kelompok
kecil dan komunikasi kelompok besar. Bentuk komunikasi kelompok kecil,
antara lain ceramah, diskusi panel, symposium, forum, seminar, dan lain-lain.
Bentuk ceramah sangat cocok digunakan untuk penyuluhan. Kelompok kecil
menjadi lebih efektif jika mampu bekerja, memiliki tempat pertemuan yang
sesuai, susunan kursi yang tepat, serta kekohesifan dan komitmen diantara
anggotanya. Peserta kelompok harus merasa diterima, merasa mampu
berkomunikasi secara terbuka dan jujur, serta mendengar anggota lain secara
aktif. Komunikasi kelompok besar (public speaking) adalah komunikasi yang
dilakukan dengan jumlah pendengar yang banyak, contohnya kampanye hidup
sehat yang dilakukan di lapangan.\
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di
depan umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa
suatu informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan keterampilan
komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan
efisien.
5. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar
organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi organisasi pada
umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hubungan
antar manusia.
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang
tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan
komunikan yang sama.
7. Komunikasi Medio
Komunikasi medio (medio communication) adalah bentuk komunikasi
yang menggunakan media atau alat peraga tertentu, seperti surat, telepon, e-
mail, pamplet, poster, spanduk, dan sebagainya. Pada berbagai institusi

15
pelayanan kesehatan, dapat dilihat banyak pamplet atau poster tentang
kesehatan yang dapat dibaca oleh pasien dan keluarga yang berkunjung.
8. Komunikasi Transpersonal
Komunikasi transpersonal merupakan interaksi yang terjadi pada wilayah
spiritual seseorang. Penelitian tentang pengaruh agama dan spiritualitas telah
semakin banyak, sehingga membantu kita memahami perannya dalam
kesehatan dan koping (Stefenak, McDonald, dan Hess, 2005). Kebanyakan
orang menggunakan doa, meditasi, refleksi diri, ritual keagamaan, atau cara
lainnya untuk berkomunikasi dengan “kekuatan yang lebih tinggi”.

H. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


Agar proses komunikasi efektif sehingga mencapai tujuan yang diharapkan, ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu sebagai berikut:
1. Kredibilitas
Mempengaruhi tingkat kepercayaan sasaran/komunikan terhadap pesan yang
disampaikan oleh komunikator.
2. Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
sasaran.
3. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran,
karena semakin erat hubungan tersebut, semakin besar keberhasilan
komunikasi.
4. Kejelasan
Kejelasan (clarity) pesan yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan komunikasi. Pesan yang membingungkan atau tidak jelas akan
membuat sasaran bingung sehingga tidak terjadi perubahan perilaku. Untuk
meyakinkan bahwa pasien atau keluarga mengerti hal yang disampaikan, maka
harus senantiasa menanyakannya kembali kepada pasien atau keluarga.
5. Kesinambungan dan konsistensi
Faktor ini berpengaruh pada pesan, karena pesan yang disampaikan haruslah
konsisten dan berkesinambungan. Jika pesan yang disampaikan selalu berubah-
rubah, akan sulit diharapkan terjadi perubahan perilaku sasaran.
6. Saluran
Saluaran atau media yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang
ingin disampaikan. Pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan
pemahaman sasaran sehingga perubahan yang diharapkan dapat tercapai.

16
7. Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) berhubungan dengan
komunikan. Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan
kemampuan sasaran dalam menerima pesan. Kemampuan sasaran menerima
pesan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, tingkat
sosial budaya,dan sebagainya.
Hambatan komunikasi adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi kelancaran
dalam proses komunikasi bahkan cenderung menghambat proses komunikasi.
Hambatan dalam komunikasi dapat terjadi pada komunikator, komunikan, pesan,
media, atau suasana ketika proses komunikasi berlangsung. Hambatan-hambatan
komunikasi menurut Effendy (1989) dan Mulyana (2001), dapat berbentuk:
1. Gangguan fisik
Biasanya berkaitan dengan situasi, tempat, dan suasana pada saat komunikasi
berlangsung. Gangguan fisik lebih mengarah pada keadaan cuaca atau iklim
yang tidak kondusif, suasana ribut, bising, ruangan yang tidak standar, dan
sebagainya.
2. Gangguan mekanik
Gangguan ini terjadi pada alat atau media yang kita gunakan dalam
berkomunikasi. Suara yang terputus-putus akibat mikrophon yang jelek, atau
gambar yang buram (banyak semut) karena TV yang rusak.
3. Gangguan semantik
Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya.
Lambang kata yang sama akan diartikan berbeda untuk orang-orang yang
berlainan.
4. Gangguan budaya
Masin-masing kelompok sosial memiliki lambang- lambang tertentu untuk
mengungkap sesuatu. Orang India untuk mengatakan setuju dengan cara
menggelengkan kepala kekiri-kekanan, sedangkan orang Indonesia isyarat itu
menunjukan ketidaksetujuan. Demikain pula acungan jempol akan diartikan
berbeda oleh kelompok sosial yang berbeda.
5. Gangguan kepentingan
Komunikan hanya akan memperhatikan pesan yang dianggap ada hubungannya
dengan kepentingan dia. Kepentingan membuat seseorang selektif dalam
menanggapi suatu pesan.
6. Gangguan motivasi
Motivasi akan mendorong sesorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan
keinginan atau kebutuhan seseorang. Keinginan atau kebutuhan sesorang dari

17
waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat akan berbeda-beda. Oleh karena
itu, komunikator akan kesulitan untuk menentukan pesan mana yang efektif
untuk orang-orang yang memiliki motivasi berlainan ini.
7. Gangguan prasangka
Prasangka merupakan suatu sikap dari sesorang yang mencurigai orang lain
dengan membanding-bandingkan dirinya atau orang lain yang mengarah pada
perasaan negatif. Prasangka tidak hanya akan menimbulkan ketidakpercayaan
pada komunikan melainkan akan menimbulkan pula sikap antipati terhadap
segala pesan yang disampaikan oleh komunikator. Kita tidak akan percaya
ceramah mantan preman walaupun isi ceramahnya yaitu benar menurut ilmu
keagamaan, sikap ini dipengaruhi oleh prasangka sebab kita menilai
ceramahnya hanya untuk membungkus dosa-dosa yang pernah dilakukannya.
Prasangka negatif akan membuat komunikasi menjadi tidak efektif.

Yusuf (2010) mengelompokkan hambatan-hambatan dalam pembelajaran/edukasi,


sebagai berikut:
1. Hambatan pada sumber
Sumber pada suatu proses komunikasi dapat dikatakan sebagai penggagas atau
komunikator. Sumber bertindak sebagai manajer (pengelola). Ketidakcakapan
manajer dalam mengelola proses komunikasi akan menghambat keberhasilan
komunikasi. Edukator sebagai pemimpin pembelajaran tentu saja harus mampu
mengelola komunikasi dengan baik. Perencanaan yang matang dan pelaksanaan
yang efektif menjadi kunci keberhasilan dalam pembelajaran/edukasi.
Menyiapkan perangkat pembelajaran, menyiapkan media, mengemas konten
pelajaran, serta penggunaan bahasa yang tepat merupakan tuntutan yang harus
dimiliki oleh komunikator.
2. Hambatan pada saluran (channel/media)
Hambatan pada saluran lebih pada yang bersifat fisik. Hambatan pada saluran
terjadi karena adanya ketidakberesan pada saluran komunikasi.
3. Hambatan pada komunikan/sasaran
Hambatan dalam proses pembelajaran dapat terjadi pada sasaran/komunikan.
Dalam konteks pembelajaran/edukasi hambatan pada sasaran komunikasi di
rumah sakit, diantaranya:
a. Bahasa
Hambatan dalam memahami materi pembelajaran/edukasi dikarenakan
adanya perbedaan bahasa.

18
b. Nyeri
Edukasi pada saat nyeri akan tidak akan efektif karena semua energi akan
difokuskan pada nyeri.
c. Hambatan fungsional
Penurunan fungsi fisiologis tubuh dapat menjadi hambatan untuk belajar.
Contoh hambatan fungsional adalah gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, gangguan bicara, atau penurunan mobilitas fisik.
d. Hambatan emosional
Kondisi emosional akan mempengaruhi efektifitas penerimaan pesan,
pasien/sasaran edukasi dengan gangguan emosional tidak mungkin akan
menerima pesan secara efektif karena sasaran edukasi akan
memperioritaskan memenuhi kebutuhan emosionalnya terlebih dahulu.
e. Penurunan fungsi kognitif
Kemampuan sasaran edukasi dalam menerima pesan pembelajaran
dipengaruhi oleh fungsi kognitif, contohnya pasien demensia.
f. Motivasi yang buruk
Motivasi yang berubah dapat menjadi faktor penguat dari keinginan
belajar, walaupun sebenarnya tanpa motivasipun seseorang dapat berubah
dengan melakukan pengulangan (repetisi)
g. Literasi kesehatan
Literasi kesehatan yang rendah dapat menjadi penghambat proses
pembelajaran.

Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi


kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi ini,
meliputi :
1. Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara
panas dan lain-lain.
2. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.

Beberapa hal yang bisa menjadi penyebab kegagalan dalam komunikasi adalah
sebagai berikut:
1. Kegagalan sistem; tidak ada sistem komunikasi, tidak berfungsinya sistem yang
ada, atau tidak mempergunakan sistem komunikasi yang baku.
2. Kegagalan pesan; pesan komunikasi ada tetapi informasi yang penting tidak
disampaikan.

19
3. Kegagalan penerimaan; sistem ada, cara benar tetapi penerimaan terlambat atau
salah interpretasi.

20
BAB III
TATA LAKSANA
KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT

A. Komunikasi Efektif Antara Rumah Sakit dengan Masyarakat

Rumah sakit berkontribusi bagi peningkatan kesehatan masyarakat sekitar


rumah sakit dan melakukan pembinaan terhadap sumber-sumber yang ada di
komunitas. Sesuai UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, tugas dan fungsi
rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan paripurna adalah memberikan
pelayanan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Mengacu
pada peraturan perundangan tersebut, setiap rumah sakit harus melaksanakan upaya
kesehatan yang salah satunya melalui kegiatan promosi kesehatan.
Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Proses pemberdayaan tersebut
dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, dengan menggunakan
pendekatan sosial budaya setempat.
Promosi Kesehatan di rumah sakit yaitu upaya rumah sakit untuk
meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok masyarakat agar pasien
dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya. Klien dan
kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah
masalah-masalah kesehatan, dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat, melalui sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
Salah satu dari 5 prinsip untuk kegiatan promosi kegiatan dunia, dalam
Ottawa Chapter for Health Promotion (WHO, 1986) yaitu memperkuat kegiatan
komunitas untuk mencapai kesehatan yang baik. Elemen penting dari prinsip
tersebut adalah strategi komunikasi dalam pelaksanaan promosi kesehatan melalui
dukungan kemitraan dan pemberdayaan. Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan
kegiatan memfasilitasi pasien/keluarga pasien dan masyarakat, dengan tujuan
memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk mencegah dan atau
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya (Emilia, 2008).
Sedangkan kemitraan ditujukan untuk meningkatkan efektivitas PKRS,
melalui kerjasama dengan berbagai pihak terkait, anatara lain kelompok profesi,
pemuka agama, media massa, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain.

21
Menurut Mubarak (2009), tempat pelaksanaan kegiatan perawatan
komunitas adalah Puskesmas, rumah, sekolah, perusahaan-perusahaan, dan panti-
panti. Selanjutnya yang menjadi sasaran dari pelayan perawatan komunitas adalah
individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat. Berangkat dari sasaran
pelaksanaan keperawatan komunitas yang telah dikemukakan di atas, diketahui
bahwa sasaran (objek) dari pelaksanaan perawatan komunitas terdiri dari individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat. Dengan demikian, teknik komunikasi
yang diterapkan harus menggunakan pendekatan yang sesuai.
Komunikasi kesehatan bagi masyarakat luas pada dasarnya lebih bersifat
upaya sosialisasi tentang upaya kesadaran peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Bentuk kegiatan komunikasi kesehatan bagi masyarakat cenderung
lebih bersifat promosi kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat baik secara individual, komunitas maupun dalam ruang lingkup
organisasi. Strategi komunikasi yang diperlukan untuk tercapainya efektivitas
komunikasi kesehatan masyarakat menurut Mubarak dan Chayatin (dalam
Rahmadiana, 2012) adalah melalui tiga langkah yaitu pertama bersifat advokasi
dengan cara memberikan informasi oleh para pemegang otoritas kebijakan di
bidang kesehatan ; kedua dukungan sosial yang dilakukan oleh petugas formal di
bidang kesehatan dan unsur-unsur yang ada di lingkungan masyarakat dan
ketiga adalah melalui proses pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar
masyarakat dapat melakukan upaya pemberdayaan dirinya guna meningkatkan
derajat kesehatannya.
Mengubah paradigma lama rumah sakit yang pasif, menjadi aktif melayani
secara komprehensif pasien sakit dan tidak sakit misalnya dengan
menyelenggarakan penyuluhan kesehatan masyarakat di rumah sakit, pelayanan
poliklinik laktasi dan relaksasi, layanan customer service, klinik berhenti merokok,
dan lain sebagainya. Hal ini juga sebagai bentuk penerapan konsep hospital without
wall yang berupaya mendekatkan rumah sakit kepada masyarakat dan komunitas
sehingga pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dapat dilakukan. Contoh
kegiatan yang dapat dilakukan antara lain rumah sakit memfasilitasi akses informasi
kesehatan melalui media sosial (medsos), seminar awam khusus, mendirikan klub
DM, senam stroke, senam lansia, serta bermitra dengan berbagai kelompok
komunitas lainnya. Selain itu, dapat dikembangkan pula program pendampingan
sehingga masyarakat mampu secara konsisten melaksanakan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS), misalnya pendampingan dalam pengelolaan sampah dan sanitasi
lingkungan serta penyediaan air bersih, dan GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat).

22
Rumah sakit menunjukkan komitmen komunikasi efektif dan pengobatan
terpusat pada pasien dan keluarga dengan masyarakat tentang layanan rumah sakit
saat ini, program, dan inisiatif untuk mengatasi kebutuhan dan masalah individu
mereka, dengan cara:
1. Melibatkan masyarakat sekitar melalui kegiatan umum rumah sakit dan pemeran
kesehatan masyarakat.
2. Mempublikasikan informasi tentang layanan yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan khusus pasien melalui organisasi masyarakat dan keagamaan,
strategi target pemasaran, dan media budaya.
3. Memposting informasi tentang layanan yang tersedia, program, dan inisiatif
memenuhi kebutuhan khusus pasien di situs web rumah sakit.
4. Membuat laporan tentang manfaat masyarakat menyoroti pelayanan rumah sakit,
program, dan kegiatan yang diidentifikasi memenuhi kebutuhan masyarakat dan
berbagi laporan di situs web rumah sakit dan dengan media.
Komunikasi efektif RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo dengan
masyarakat dalam bentuk komunikasi langsung maupun tidak langsung. Media
komunikasi efektif tidak langsung pemberian informasi dan edukasi kesehatan
kepada masyarakat, yaitu melalui :
1. Website rsud.tebokab.go.id
2. SMS Center 08225168402
3. Leaflet/brosur
4. Poster
5. Spanduk
6. Baliho
7. Iklan di Radio mengenai pelayanan rumah sakit
Sedangkan metode yang digunakan yaitu cara mengantar materi dan pesan
kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan sasaran. Dan teknik adalah suatu instrumen atau alat untuk mengantar
materi atau pesan. Sehingga metode teknik komunikasi dengan masyarakat adalah
suatu cara dan alat untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok atau individu, sehingga upaya kesehatan dapat berhasil menjangkau
sasaran secara efektif.
Hal yang harus diperhatikan dalam memilih metode dan teknik komunikasi
dengan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Tujuan
Dalam suatu kegiatan penyuluhan/pelatihan/pengajaran apakah tujuannya
cukup sampai pengetahuan atau sampai keterampilan/perubahan perilaku.

23
Apabila tujuan sampai terampil maka metodenya yang dipakai yaitu
demonstrasi atau praktik.
2. Kemampuan komunikator
Sebagai komunikator/fasilitator tentunya akan memilih metode yang dikuasai
dan sesuai dengan tujuan.
3. Kemampuan sasaran
Kemampuan dan tingkat pendidikan sasaran sangat dipertimbangkan dalam
memilih metode penyuluhan yang akan digunakan jangan sekali-kali
digunakan metode yang rumit dan canggih untuk kelompok sasaran dengan
pendidikan rendah, dikhawatirkan sasaran menjadi sulit menerima.
4. Besar kecilnya kelompok sasaran
Dalam hal ini perlu dipertimbangkan metode yang akan dipilih sesuai dengan
jumlah sasaran. Misalnya melakukan penyuluhan dengan jumlah sasaran yang
besar, jangan menggunakan metode tatap muka perorangan, hal ini akan
menimbulkan kebosanan peserta lain.
5. Waktu yang tersedia
Apabila waktu yang disediakan terbatas agar dimanfaatkan seefisien mungkin
dengan memilih yang sesuai dan dapat tercakup semuanya. Apabila waktu
yang disediakan cukup longgar, agar memilih metode pengajaran orang
desawa, belajar sambil bekerja, misalnya diskusi kelompok dengan penyaji,
studi kasus, peragaan atau demonstrasi.
6. Fasilitas yang tersedia
Jangan memilih metode dimana di lokasi tersebut tidak tersedia fasilitasnya,
misalnya memilih metode demontrasi umum di tempat tersebut tidak tersedia
sarana untuk melakukan demontrasi.
7. Jumlah sasaran
Ditinjau dari jumlah sasaran agar dipertimbangkan dalam menggunakan
metode dan teknik.
Metode komunikasi dengan masyarakat dalam bentuk promosi kesehatan :
1. Metode komunikasi individu (perorangan)
Dalam promosi kesehatan, metode yang bersifat individual ini
digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang telah
tertarik untuk mengubah perilaku. Misalnya seorang bapak yang merokok,
tertarik berhenti merokok setelah mendengarkan penyuluhan kesehatan
mengenai bahaya rokok. Pendekatan yang digunakan agar bapak bersebut
benar-benar berhenti merokok, adalah ia harus didekati secara perorangan.
Perorangan disini tidak harus hanya kepada bapak tersebut, melainkan juga

24
bisa melalui anggota keluarga lain atau juga temannya. Contoh dari metode
promosi perorangan adalah penyuluhan perorangan, konseling dan wawancara.
2. Metode komunikasi kelompok
Metode ini bisa digunakan bagi kelompok dengan anggota yang
memiliki kesamaan latar belakang baik dari segi umur, pendidikan, profesi dan
sebagainya. Metode ini bertujuan agar anggota kelompok sebagai sasaran
dapat mengenal lebih jauh arti dan manfaat pesan kesehatan yang
diinformasikan. Contoh dari metode ini adalah diskusi kelompok terarah, curah
pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil, bermain peran dan simulasi.
3. Metode komunikasi massa
Metode promosi kesehatan massa adalah metode yang dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan kepada masyarakat luas yang
bersifat massa. Tujuannya menggugah kepedulian masyarakat terhadap
suatu atau inovasi baru dalam kesehatan. Manfaatnya adalah dapat
menyampaikan informasi secara cepat dan menjangkau banyak orang,
sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku. Beberapa contoh dari
metode promosi kesehatan massa adalah ceramah umum, tulisan-tulisan di
majalah atau koran, spanduk, poster, leaflet, artikel kesehatan di website
rumah sakit, siaran radio, siaran televisi.
Dibawah ini merupakan bentuk-bentuk pendekatan metode komunikasi massa:
a. Ceramah umum
Metode ini dilakukan jika ada kelompok yang yang perlu mendapat
penjelasan yang sama, sedangkan waktu terbatas. Ceramah
memerlukan ruang yang bisa ditempati sekelompok orang, dengan
pembicara yang menguasai masalah yang akan diberikan. Ceramah jangan
terlalu lama, cukup 30 menit. 10 menit pertama untuk memberikan
penjelasan yang singkat tetapi jelas, 20 menit berikutnya untuk tanya
jawab.
b. Pidato
Pidato-pidato tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan
massa.
c. Tulisan-tulisan di majalah, koran dan website
Membuat tuliasan di media cetak seperti koran, majalah, atau website.
d. Bentuk lain, misal: Billboard, leaflet, spanduk, poster, menyelipkan pesan
pada kesenian tradisional, menempelkan pesan di tempat-tempat ramai,
pemutaran film di tempat terbuka juga termasuk komunikasi massa.

25
Hal yang perlu diingat adalah pesan yang disampaikan dalam promosi
massa harus singkat, jelas dan dimengerti. Dan juga harus diikuti dengan
promosi kelompok dan perorangan agar yang menerima pesan bisa bertanya
tentang hal-hal yang belum jelas. Dalam memberikan pelayanan, rumah sakit
juga perlu melakukan komunikasi dengan pihak luar yang terkait, dalam hal
ini:
a. Pertemuan Direktur Rumah Sakit dengan Perangkat Pemerintahan Daerah:
setingkat desa, setingkat kecamatan, setingkat kabupaten, setingkat
propinsi dilaksanakan sewaktu - waktu dan jika diperlukan.
b. Pertemuan Direktur Rumah Sakit dengan tokoh masyarakat, tokoh agama,
di sekitar rumah sakit dilaksanakan sewaktu-waktu jika diperlukan.
c. Pertemuan Direktur Rumah Sakit dengan jejaring kesehatan: Puskesmas,
balai pengobatan, dokter praktek, dokter JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional) di sekitar Rumah Sakit dilaksanakan sewaktu-waktu jika
diperlukan.

B. Komunikasi Efektif Petugas Rumah Sakit dengan Pasien dan Keluarga Pasien

Komunikasi petugas kesehatan dengan pasien dan atau keluarga terkait


masalah kesehatan adalah komunikasi yang menyembuhkan (terapeutik), setiap
kata-kata yang keluar dari petugas kesehatan harus yang mengandung pesan-pesan
yang dapat membantu pasien meningkatkan status kesehatannya dan memberikan
motivasi bagi keluarga. Komunikasi kesehatan petugas kesehatan dengan pasien
dan atau keluarga harus efektif.
Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :
1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa
dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang
meliputi:
- Jam pelayanan
- Pelayanan yang tersedia
- Cara mendapatkan pelayanan
- Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.

26
2. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien.
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami
pentingnya mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan.

Praktik komunikasi efektif, diperlukan dukungan keterampilan dasar


komunikasi interpersonal yang meliputi observasi, mendengar, membaca,
berbicara, dan menulis. Kemampuan dasar seorang tenaga kesehatan sebagai
komunikator yaitu bertanya, cara berbicara dan menjelaskan, keterampilan
mendengar, cara mengamati, dan memahami bahasa non-verbal khususnya
dalam menjaga sikap (bahasa tubuh). Keterampilan tersebut menjadi penting agar
mendukung komunikasi efektif dalam melaksanakan asuhan pelayanan kepada
pasien :
1. Keterampilan bertanya
Dalam bertanya, ada dua jenis pertanyaan yaitu terbuka dan tertutup.
Ketika bertanya kepada pasien, dapat menggunakan kombinasi pertanyaan
terbuka dan tertutup. Ini dapat digunakan untuk mengarahkan pembicaraan dan
memungkinkan kita untuk mengambil keputusan apakah gejala yang
dikeluhkan pasien. Tetapi untuk meningkatkan keselamatan pasien kita harus
menggali informasi yang lengkap dengan mengajukan pertanyaan terbuka.
2. Keterampilan berbicara
Saat berbicara dengan pasien dan keluarga pasien, sebaiknya
menggunakan bahasa mudah dimengerti (perlu mengetahui apakah
pasien/keluarga menggunakan bahasa tertentu), disesuaikan dengan usia, latar
belakang, dan kemampuan mental mitra bicara kita. Agar informasi yang
disampaikan terstruktur, logis, dan bisa dipahami, perlu dilakukan persiapan
sebelum menjelaskan. Penjelasan harus seringkas mungkin dan pilihlah kata-
kata yang bisa dipahami pasien, jangan menggunakan jargon atau istilah
klinis. Penjelasan verbal akan lebih mudah dipahami bila disertai
ilustrasi/gambar atau demonstrasi. Sesudah informasi disampaikan, berikan
pertanyaan umpan balik untuk memastikan pasien sudah memahami
penjelasan yang diberikan.
3. Keterampilan mendengar
Teknik mendengarkan secara aktif melibatkan fisik dan mental. Kita
bukan hanya mendengarkan apa yang dikatakan pasien, tetapi juga berusaha
memahami emosi dan perasaan yang berkaitan dengan kata-kata pasien. Pesan

27
yang kita terima merupakan kombinasi antara apa yang didengar dan apa
yang dilihat. Bahasa tubuh yang menunjukkan minat, seperti menganggukkan
kepala, tersenyum, kontak mata, atau ekspresi wajah akan membuat pasien
menyadari dokter atau tenaga kesehatan fokus kepadanya. Sebagai umpan
balik dalam mendengar, kita perlu melakukan parafrase yaitu menggunakan
kata-kata kita sendiri untuk mencerminkan inti pernyataan pasien. Ini
digunakan guna memastikan bahwa apa yang kita pahami sudah sesuai dengan
yang pasien sampaikan pada kita.
Komunikasi petugas-pasien adalah cara yang penting untuk menghindari
miscommunication dan medication error. Hambatan dalam terjadinya komunikasi
yang baik antara petugas dengan pasien yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki
petugas dalam berinteraksi. Agar berjalan komunikasi yang efektif dengan pasien,
berikut ini adalah strategi yang dapat dilakukan untuk membangun hubungan
dengan pasien :
1. Perkenalkan diri pada pasien,
2. Menjelaskan pada pasien apa yang akan terjadi selama interaksi komunikasi ini,
3. Tunjukkan empati sehingga pasien merasa nyaman,
4. Mendengar aktif (berfokus pada pasien, kontak mata, bahasa tubuh),
5. Mengenali dan menginterpretasi petunjuk-petunjuk non verbal dari pasien,
6. Menyadari akan adanya halangan dan mencegah interaksi dengan pasien
(kurangnya privacy, interupsi, keributan, dsb.),
7. Gunakan strategi umpan balik sepanjang interaksi untuk memastikan adanya
pemahaman pasien,
8. Pastikan tersedianya waktu yang memadai bagi pasien untuk bertanya pada
akhir interaksi.
Komunikasi tenaga kesehatan dan pasien seringkali menemui hambatan yang
dapat menyebabkan komunikasi tidak efektif. Hambatan-hambatan tersebut
diantaranya adalah:
1. Hubungan yang tidak baik antara tenaga kesehatan dengan pasien
Hubungan yang tidak baik disebabkan karena tenaga kesehatan dan pasien ada
merasa lebih tinggi (tidak setara) tidak menjaga privasi pasien dan
membedakan pasien berdasarkan suku, ras, dan agama.
2. Pesan yang disampaikan tidak jelas
Petugas kesehatan menyampaikan pesan tidak jelas, sering berkata gumaman
(introduction sound) seperti “eeeee.….mmmmm”. Dari sisi pesan alat bantu
yang disampaikan tidak tepat.

28
3. Lingkungan yang tidak kondusif
Lingkungan yang bising dapat mengganggu proses komunikasi, jika materi
yang disampaikan lebih privasi, siapkan ruangan khusus.
4. Tidak tepat sasaran
Komunikator harus mampu mengidentifikasi siapa sasaran yang tepat untuk
disampaikan pesan.
Dalam berkomunikasi, kita membutuhkan informasi sebagai pertukaran pesan
yang disampaikan dalam media tertentu. Arus informasi selama di rumah sakit sejak
pasien masuk hingga keluar rumah sakit, pasien dan atau keluarga sedikitnya akan
berinteraksi dengan lebih dari satu staf rumah sakit dari berbagai profesi baik
dokter spesialis, dokter umum di IGD, perawat IGD, perawat di ruangan, petugas
laboratorium, radiologi, petugas administrasi pendaftaran, satpam dan lainnya.
Untuk itu, penting untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang perlu diterapkan
di masing-masing tempat pelayanan pasien.
1. Pemberian informasi di admisi
Informasi adalah segala sesuatu yang mempunyai arti dan nilai bagi
penerima informasi, dapat berbentuk lisan, tulisan, tanda-tanda, dan gerakan
anggota tubuh atau isyarat.
Proses penerimaan merupakan titik awal kontak pasien dengan rumah
sakit. Informasi penting pasien dikumpulkan selama penerimaan dan
digunakan untuk tujuan identifikasi, penagihan dan perencanaan perawatan.
Selain itu, pasien menerima sejumlah informasi dari rumah sakit termasuk
dokumen hak pasien dan kebijakan rumah sakit yang bersangkutan.
Informasi mengenai kebutuhan, latar belakang budaya, spritual, mobilitas
dan kebutuhan pasien lainnya adalah penting bagi staf rumah sakit untuk
membantu dalam proses penerimaan untuk merencanakan layanan dan
akomodasi yang sesuai. Setiap data yang dikumpulkan selama penerimaan
harus mudah diakses di semua titik perawatan dan di unit-unit terkait lainnya
di rumah sakit.
Contoh sikap petugas customer service, registrasi, dan admission ketika
menerima pasien/keluarga adalah sebagai berikut :
a. Berdiri ketika pasien datang
b. Memberi senyum, mengucapkan salam dan memperkenalkan diri:
selamat pagi/siang/sore/malam, sebut (nama)”.
c. Mempersilahkan pasien duduk
d. Menanyakan nama pasien (Maaf dengan Bapak/Ibu?”)

29
e. Tawarkan bantuan kepada pasien/keluarga pasien (“Ada yang bisa kami
bantu Bapak/Ibu (nama)”)
f. Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak
lelah)
g. Menilai suasana hati lawan bicara
h. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah, gesture, dan bahasa tubuh
dari pasien/keluarga pasien)
i. Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
j. Memberikan informasi yang diperlukan oleh pasien
k. Memberikan informasi jadwal pelayanan dan tanyakan apakah mau
dibantu?
l. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi
yang tidak perlu
m. Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang
disampaikan
n. Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
o. Menawarkan kembali bantuan kepada pasien/keluarga pasien (“Ada lagi
yang bisa kami bantu Bapak/ ibu”)
p. Mengucapkan salam penutup (“Terima kasih atas waktunya Bapak/Ibu”)
q. Berdiri ketika pasien/keluarga pasien pulang (situasional)

Daftar-daftar penting untuk meningkatkan komunikasi efektif selama


proses penerimaan (admission) adalah sebagai berikut:
a. Menginformasikan pasien hak-hak mereka
Beberapa hak pasien mengatasi kebutuhan yang khusus dari individu,
seperti hak untuk memiliki penterjemah bahasa, hak untuk menerima
akomodasi untuk penyandang cacat, hak untuk bebas dari diskriminasi
ketika menerima perawatan, hak untuk mengidentifikasi pendamping
untuk hadir selama tinggal di rumah sakit, dan untuk menunjuk seorang
pembuat keputusan pengganti. Ada beberapa cara untuk
memastikan bahwa pasien diberitahu tentang hak-hak mereka dengan cara
mendukung mereka dalam perawatan mereka, termasuk yang berikut:
1) Kebijakan rumah sakit terkait (dalam bahasa yang sering ditemui) di
ruang tunggu.

30
2) Sertakan informasi tentang kebijakan rumah sakit yang relevan
dalam dokumen hak pasien
3) Memberikan materi hak pasien dalam beberapa bahasa dan format
alternatif (misalnya audio, materi visual atau tertulis).
4) Jelaskan hak untuk memiliki penterjemah bahasa.
5) Jelaskan hak untuk akomodasi bagi individu penyandang cacat dan
layanan yang diberikan untuk membantu pasien dengan kebutuhan
komunikasi atau masalah mobilitas.
6) Menjelaskan hak untuk bebas dari diskriminasi dan penyediaan
perawatan yang adil untuk semua pasien.
7) Jelaskan hak untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan.
8) Jelaskan hak untuk menunjuk pembuat keputusan pengganti.

b. Mengidentifikasi bahasa yang disukai pasien untuk mendiskusikan


perawatan kesehatan
1) Tanya pasien, “Dalam bahasa apa yang anda pilih untuk
mendiskusikan perawatan kesehatan anda?”. Rumah sakit harus
menentukan bahasa yang dipilih pasien, terlepas apakah pasien
berbicara bahasa Indonesia dengan lancar atau menggunakan bahasa
lain untuk berkomunikasi.
2) Mengatur layanan bahasa untuk membantu identifikasi bahasa
yang diperlukan pasien misalnya layanan bahasa Inggris
(penerjemah).
3) Mengidentifikasi pasien-pasien yang berkomunikasi dengan bahasa
isyarat.
4) Perhatikan bahasa pilihan pasien untuk diskusi perawatan kesehatan
dalam catatan medis dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
staf.

c. Mengidentifikasi apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau


komunikasi
Pasien dengan masalah pendengaran, visual atau gangguan bicara
mungkin tiba di rumah sakit dengan alat bantu komunikasi mereka sendiri
atau perangkat. Untuk pasien yang mengalami gangguan sensorik atau
komunikasi karena kondisi kesehatan mereka saat ini, mungkin perlu
untuk rumah sakit memberikan bantuan dan layanan tambahan atau

31
tambahan dan sumber alternatif komunikasi untuk memfasilitasi
komunikasi.

1) Tanya pasien, “Apakah anda memiliki alat bantu dengar, kacamata,


atau perangkat lain yang rutin anda gunakan untuk berkomunikasi?”.
Jika pasien memiliki bantuan pribadi atau perangkat, staf harus
memastikan bahwa pasien dapat mengaksesnya setiap saat selama
tinggal di rumah sakit.
2) Perhatikan kebutuhan sensorik atau komunikasi dan menyebutkan
bantuan pribadi atau perangkat dan mengkomunikasikan kebutuhan
ini pada staf.

d. Menentukan apakah pasien perlu bantuan dalam melengkapi


formulir penerimaan
Pengunjung mungkin mengalami buta aksara dan kurang memahami
istilah kesehatan. Staf harus dapat mengidentifikasi pasien yang
memerlukan bantuan membaca atau melengkapi formulir pendaftaran.

1) Tanyakan pada pasien “Apakah anda mengiginkan bantuan


orang lain untuk membantu anda dalam mengisi formulir?”.
2) Tawarkan pasien kesempatan untuk mengisi formulir pendaftaran
dengan bantuan staf.

e. Mengumpulkan data demografi pasien dalam rekam medis (usia,


etnis, agama, latar belakang pendidikan, buta huruf, bahasa yang
digunakan termasuk hambatan dalam komunikasi)
Rumah sakit harus mengumpulkan data demografi pasien untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien. Data penting ini memberikan
informasi pada rumah sakit tentang kebutuhan potensi budaya dan
pendidikan masing-masing pasien.

f. Mengidentifikasi jika pasien memerlukan alat bantu


Pasien mungkin tiba di rumah sakit dengan salah satu alat yang ia
gunakan untuk membantu aktifitas hidup dan/atau mobilitas sehari-hari.
Rumah sakit harus memastikan bahwa pasien dapat difasilitasi selama
berada di rumah sakit.

32
g. Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat
mempengaruhi perawatannya
Meskipun banyak hal yang diidentifikasi mengenai kebutuhan pasien,
mungkin ada masalah tambahan (seperti nilai, keyakinan atau
kebutuhan lainnya) yang membutuhkan koordinasi dari staf rumah sakit.
1) Mengajukan pertanyaan umum seperti “Apakah ada hal lain yang
rumah sakit harus ketahui yang berkaitan perawatan Anda?”
2) Mengidentifikasi apakah pasien memiliki budaya atau agama
berdasarkan pada isu- isu kesopanan mengenai perawatan yang
diberikan oleh staf dari lawan jenis.
3) Menentukan apakah ada pakaian tertentu atau item agama
penting yang perlu dipakai.
4) Mencatat setiap kebutuhan tambahan dalam rekam medis dan
berkomunikasi kebutuhan ini dengan staf.

h. Mengkomunikasikan informasi khusus pada tim perawatan


Informasi tentang kebutuhan pasien yang dikumpulkan selama penerimaan
dapat membantu staf mengkoordinasikan bantuan komunikasi, nilai dan
keyakinan selama perawatan.
1) Dokumentasikan semua data yang relevan dalam rekam medis pasien.
2) Membuat identifikasi khusus pasien dengan kebutuhan khusus
(misalnya menambahkan stiker rekam medis pasien, atau
menggunakan gelang pasien untuk menunjukkan kebutuhan pasien
yang berbeda).

2. Komunikasi Efektif Dokter Dan Pasien


Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan
dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala. Illness Centered
Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan
pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik,
termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa
kekhawatirannya, harapannya, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari
penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter pasien
(doctor-patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan

33
saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien. Di dunia
kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van
Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.
a. Kotak 1: Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang
dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended
question by the doctor).
b. Kotak 2: Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead
through closed question by the doctor).
c. Kotak 3: Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan
negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both)
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih
melalui kecukupan dokter akan listening skills dan training skills yang dapat
diraih melalui latihan.
Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund &
Makoul (2002). Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam
suatu sistem.
Ada 6 level pada pengkodean ini, yaitu :
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien.
Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu.
Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implisit.
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien.
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien.
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien.
Keterangan :
Level 3 – 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang
penyakitnya, secara eksplisit.
Contoh-contoh kalimat :
Level 5: Berbagi pengalaman maupun perasaan
“Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa
pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan
berikutnya mereka sangat khawatir.
Level 4 : Konfirmasi
“Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk
menyempatkan berolahraga.”

34
Level 3 : Penghargaan
“Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan
lebih jauh apa yang membuat Anda stress?”
Level 2 : Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien (terhadap
penyakitnya) secara implisit.
Pasien : “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.”
Dokter : “Ya…? Bagaimana bisnis Anda akhir- akhir ini?”
Level 1 : Pengenalan secara sambil lalu
“A-ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan badan,
menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.
a) Mengacuhkan pendapat pasien
b) Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien, seperti
“Kalau stress, ya mengapa datang ke sini?!” atau “Ya, lebih baik operasi
saja sekarang.”
Sikap profesional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan
tugasnya, yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan
peran dan fungsinya, mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,
pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain dan mampu
menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerjasama dengan
profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap
professional ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa
nyaman, aman, dan dapat percaya kepada dokter yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:
a. Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
b. Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
c. Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
d. Mempersilahkan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa
punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan,
menghindari tampak lelah).
e. Mengucapkan salam (“Assalammu’alaikum/Selamat
pagi/siang/sore/malam”)
f. Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
g. Menilai suasana hati lawan bicara.

35
h. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh
dari pasien).
i. Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
j. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang
tidak perlu.
k. Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
l. Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
m. Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
n. Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua
belah pihak.
o. Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting:


a. Tahap pengumpulan informasi
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :
1) Mampu mengenali alasan kedatangan pasien
Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi
pendengar yang aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan
kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini
akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang
merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.
2) Penggalian riwayat penyakit
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui
pertanyaan- pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti
dengan pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban “ya” atau
“tidak”. Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua, dalam Van Dalen
(2005), dokter merupakan seorang ahli yang akan menggali riwayat
kesehatan pasien sesuai kepentingan medis.

Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :


a) Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih
jauh?
b) Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan
sesuatu, meminum obat tertentu atau bagaimana menurut Anda?

36
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis,
meliputi :
a) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
b) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
c) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh
menggunakan pedoman Macleod’s clinical examination seperti
disebutkan dalam Kurtz (1998) Macleod’s clinical examination :
d) Dimana dirasakan? Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut
dirasakan?
e) Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut?
Hilang timbul? Nyeri terus menerus? Nyeri? Amat nyeri?
Sampai tidak dapat melakukan kegiatan mengajar?
f) Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam?
Berhari-hari? Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan?
Berulang-ulang? Tidak tentu?
g) Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya kumat?
Saat istirahat? Ketika kerja? Sewaktu minum obat tertentu?
h) Adakah keluhan lain yang menyertainya ?

b. Tahap penyampaian informasi


Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka
dokter masuk ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang
akurat di tahap pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam
kecurigaan yang tidak beralasan.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar
efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
1) Materi informasi apa yang disampaikan
a) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan)
b) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
c) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi)
d) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan
untuk menegakkan diagnosis
e) Diagnosis, jenis atau tipe
f) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan
kelebihan masing-masing cara)

37
g) Prognosis
h) Dukungan (support) yang tersedia
2) Siapa yang diberi informasi
1) Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya
memungkinkan.
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
3) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggungjawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung.
3) Banyak atau sejauhmana:
1) Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter
merasa perlu dengan memperhatikan kesiapan mental pasien.
2) Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan
sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan
selanjutnya.
4) Kapan menyampaikan informasi:
1) Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
5) Dimana menyampaikannya :
1) Di ruang praktik dokter
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat
3) Di ruang diskusi
4) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama,
pasien/keluarga dan dokter
6) Bagaimana menyampaikannya:
1) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung,
tidak melalui telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan
yang dikirim melalui pos, fax, email, sms, internet.
2) Persiapan, meliputi :
a) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan
medis, prognosis sudah disepakati oleh tim).
b) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak
terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio,
telepon.
c) Waktu yang cukup.
d) Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien
ditemui oleh keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya
keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang).

38
e) Jejaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal
yang akan dibicarakan.
f) Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauhmana informasi
yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga
menerima informasi yang akan diberikan.
Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang
aktif. Hal-hal yng harus diperhatikan, adalah :
a. Perhatikan sikap non verbal pasien
1) Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk
berbaring, duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses
konsultasi.
2) Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter
dapat meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang
(cross check), apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.
3) Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala
sesuatu yang membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan
cara bernegosiasi dengan pasien. Bila perlu pasien dapat datang lagi
di kesempatan berikutnya.
4) Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter
hendaknya memberi kesempatan pasien untuk berbicara.
b. Mulai dengan pertanyaan terbuka
Contoh : “Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”
c. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum
tentu keluhan medis.
Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…”
“Harga sembako semakin mahal saja ya..”
d. Fasilitasi keluhan pasien dengan :
1) Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi.
2) Menanggapi dengan ucapan, “Baik…” atau “Oke…” atau “Aha…”,
atau mengganggukkan kepala.
3) Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan
pertanyaan atau jawaban pada waktu yang tepat.

e. Tanyakan bila ada keraguan.


f. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan
pendapat atau putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing

39
dan kelelahan, apakah ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak,
bisakah kita mulai sesi hari ini dengan…. kemudian dilanjutkan
dengan…?”

3. Pemberian informasi dan edukasi pasien dan keluarga terintegrasi


Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga (edukasi) merupakan salah satu
pemenuhan hak pasien dan keluarga akan informasi kesehatan yang dijamin
oleh undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.
Tanggungjawab rumah sakit adalah menfasilitasi edukasi dapat berjalan
dengan baik, yaitu :
a. Rumah Sakit membentuk pengelola pendidikan pasien dan keluarga
terintegrasi dengan struktur rumah sakit dalam bentuk instalasi PKRS
(Promosi Kesehatan Rumah Sakit).
b. Rumah Sakit meningkatkan kompetensi PPA sebagai edukator, melalui
pelatihan komunikasi efektif baik inhouse maupun out house training. Dan
membuat kewenangan klinis memberikan edukasi.
c. Rumah sakit menyediakan materi edukasi pasien dan keluarga, meliputi
materi edukasi tentang penggunaan obat-obatan yang didapat pasien
secara efektif dan aman (bukan hanya obat yang diresepkan untuk dibawa
pulang), termasuk potensi efek samping obat, penggunaan peralatan medis
secara efektif dan aman, potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan
obat lainnya termasuk obat yang tidak diresepkan serta makanan, diet dan
nutrisi, manajemen nyeri, teknik rehabilitasi, dan cuci tangan yang benar.
d. Rumah sakit bekerjasama dengan Fankes lainnya di wilayah Tebo (daftar
Fankes rujukan) untuk melaksanakan rujuk balik agar pemantauan upaya
pemulihan pasca perawatan di rumah sakit dapat terus berjalan. Begitupun
sumber lain di komunitas seperti komunitas HIV, komunitas hipertensi
dan komunitas DM.
e. Edukasi dilaksanakan secara terstruktur sesuai dengan formulir informasi
dan edukasi pasien dan keluarga terintegrasi sesuai dengan kaidah asuhan,
yaitu asesmen kemampuan, kemauan dan kebutuhan edukasi;
perencanaan; implementasi; dan verifikasi/evaluasi.
Ada 4 (empat) kata kunci yang menggambarkan definisi tentang edukasi
kesehatan yaitu :
a. Terencana; edukasi kesehatan dilakukan secara sistematis berdasarkan
hasil kajian kebutuhan dan direncanakan secara bersama-sama dengan
pasien.

40
b. Belajar; yaitu proses transfer pengetahuan dan keterampilan baik
berdasarkan pada pengalaman diri pasien maupun pengetahuan baru.
c. Kesukarelaan; proses edukasi kesehatan dilakukan secara sukarela tanpa
paksaan. Tujuan yang ingin dicapai dibuat secara bersama-sama dengan
pasien dan edukator. Pasien diajak terlibat aktif dalam mengenal
kebutuhan akan edukasi, proses perencanaan, mengatur prioritas dan
implementasi serta evaluasi.
d. Berperilaku; edukasi kesehatan berorientasi pada perubahan perilaku yang
lebih sehat. Pasien dan keluarganya dalam waktu singkat selama dirawat
di rumaah sakit belajar perilaku baru untuk meningkatkan kesehatannya
dan mencegah penyakitnya kambuh kembali.

Lima kunci komunikasi efektif petugas kesehatan dengan pasien dan atau
keluarga dalam pemberian edukasi, adalah :
a. Smile/tersenyum
Salah satu cara membangun kemampuan komunikasi yang baik
dengan pasien adalah dengan cara membangun hubungan
baik/kepercayaan sedini mungkin dengan pasien. Tersenyumlah dan
gunakan kontak mata sebagai sinyal positif yang anda kirimkan ketika
anda memulai percakapan. Pastikan pasien bahwa anda sangat merasa
senang bisa berbicara dengannya.
b. Be clear/berbicara dengan jelas
Berbicaralah dengan jelas ketika anda berbicara dengan pasien agar
pesan yang disampaikan dapat ditangkap secara komprehensif. Hindari
berbicara dengan cepat, suara lirih atau parau. Cara terbaik untuk
mengetahuinya adalah rekan pembicaraan anda dan dengarkan kembali,
jika anda merasa ada yang kurang jelas rubahlah gaya bicara anda.
c. Relax/santai
Anda dapat menjadi komunikator yang baik jika anda dapat
berbicara dengan santai. Jika anda gugup, anda akan berbicara cepat dan
sulit untuk dipahami. Gugup dapat terjadi ketika edukator tidak
memahami materi secara komprehensif. Anda juga dapat membuat pasien
tidak nyaman saat anda gugup.
d. Variatif /Tidak monoton
Edukator harus mampu membuat pasien tidak bosan
terhadap materi yang disampaikan. Anda dapat membuat topik

41
pembicaraan lebih variatif, diselingi dengan humor (jangan berlebihan)
atau sesekali merubah intonasi ketika menyampaikan pesan inti.
e. Dengar dan Pahami
Komunikasi dalam edukasi adalah komunikasi dua arah. Anda perlu
mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan oleh pasien dan
keluarga. Pasien akan kehilangan minat untuk berbicara ketika
edukator terus-terusan berbicara sehingga anda tidak mampu menggali
apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan pasien.Pendidikan kesehatan
dilakukan secara multidisiplin dan terintegrasi sesuai dengan kebutuhan
pendidikan.

Berdasarkan teori Stoomberg (2015) terdapat 4 langkah


proses edukasi pasien dan keluarga, yaitu asesmen, perencanaan,
implementasi dan evaluasi :
a. Asesmen kemampuan, kemauan, dan kebutuhan belajar pasien dan
keluarga
Merupakan langkah awal dari proses edukasi yang berupa kegiatan
pengumpulan data pasien, kebutuhan belajar dan potensi hambatan belajar.
Keberhasilan proses edukasi dipengaruhi oleh hasil pengkajian.
Pengkajian awal (initial assessment) dapat dilakukan oleh perawat
penanggungjawab pasien. Beberapa hal yang harus menjadi fokus data
pengkajian adalah (data ini didapatkan dari Formulir informasi dan
edukasi pasien dan keluarga terintegrasi):
1) Keyakinan serta nilai-nilai pasien dan keluarga
Kaji nilai-nilai dan keyakinan pasien tentang penyakitnya, baik
nilai dan keyakinan yang positif maupun negatif. Contohnya
keyakinan negatif pasien adalah jika sakit typhoid maka tidak boleh
gunting kuku, hal ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai
kesehatan, atau tidak boleh pulang pada hari Selasa, dll.
2) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan, dan bahasa yang
digunakan
Pengkajian kemampuan membaca dan menulis merupakan hal
yang sangat mendasar untuk mengkaji tingkat literasi kesehatan.
Semakin tinggi kemampuan literasi kesehatan maka pasien memiliki
kesiapan yang lebih baik untuk dilakukan proses edukasi. Cara
mengkaji literasi kesehatan pasien yang termudah adalah dengan
kemampuan membaca, penguasaan pengetahuan beberapa istilah

42
penyakit secara konferehensif, dan kemampuan menyebutkan kata-
kata istilah kesehatan.
Identifikasi bahasa yang digunakan sehari - hari :
menggunakan bahasa Indonesia, bahasa asing, bahasa daerah; Tebo
atau bahasa daerah lainnya atau bahasa isyarat. Bila dibutuhkan
penterjemah, RSUD Sultan Thaha Saifudin Tebo telah menyediakan
daftar nama penterjemah beserta nomor handphone.
3) Hambatan emosional dan motivasi (emosional, depresi, senang,
marah)
Termasuk identifikasi potensi dari pasien yang akan dijadikan
dasar dalam perubahan perilaku baru.
4) Keterbatasan fisik dan kognitif (tuna rugu, tuna wicara, tuna netra)
Identifikasi gaya pembelajaran yang sesuai dan disukai oleh
pasien/keluarga. Pada umumnya gaya pembelajaran terdiri dari 3
jenis yaitu visual, audio dan kinestetik. Pengkajian gaya belajar ini
penting untuk menentukan metode dan teknik edukasi yang akan
digunakan. Pasien dengan gaya pembelajaran visual lebih menyukai
metode pembelajaran melalui indra penglihatan. Pasien lebih
senang tampilan gambar/grafik dan sejenisnya. Pasien dengan gaya
pembelajaran auditori lebih dominan menyenangi proses
pembelajaran dengan menggunakan indra pendengaran, sehingga
pasien dengan karakteristik ini akan lebih senang jika diajak diskusi
atau mendengarkan pesan kesehatan melalui perangkat audio.
Sedangkan pasien dengan gaya pembelajaran kinestetik menyenangi
proses pembelajaran melalui gerakan anggota tubuh/demontrasi.
5) Kesediaan pasien untuk menerima informasi
Pengkajian terhadap hambatan belajar adalah
mengidentifikasi potensi-potensi yang dapat menganggu efektifitas
kegiatan edukasi. Pengkajian hambatan belajar ini sebagai dasar
untuk merencanakan teknik dan metode yang tepat dalam proses
kegiatan edukasi.
6) Kebutuhan edukasi
Mengkaji potensi kebutuhan edukasi merupakan hal yang
penting dalam menentukan materi edukasi yang tepat. Proses
mendapat data potensial kebutuhan edukasi dapat melalui data
objektif maupun subjektif. Data objektif, misalnya setelah
dilakukan asesmen pasien beriko jatuh sehingga pasien atau

43
keluarga harus dilakukan edukasi pencegahan pasien jatuh.
Sedangkan data subjektif diperoleh dari keterangan pasien atau
keluarga. Tanyakan kepada pasien apa yang membuatnya khwatir,
apa yang menjadi pikiran berkaitan dengan status kesehatannya,
atau apa yang ingin diketahui dari kondisi kesehatannya dan upaya
penyembuhan di rumah sakit.

b. Perencanaan
Setelah kebutuhan edukasi pasien dan potensi hambatan telah
diketahui maka proses perencanaan dimulai. Perencanaan edukasi
didasarkan pada hasil pengkajian dan dilakukan bersama-sama pasien
dan atau keluarga. Dalam proses perencanaan edukator harus membangun
jembatan antara kebutuhan pasien dan kekhawatiran pasien. Perencanaan
meliputi proses penetapan tujuan bersama, intervensi hambatan belajar,
penetapan materi, metode dan teknik pembelajaran. Langkah-langkah
perencanaan edukasi yaitu :
1) Menetapkan tujuan
Edukator bersama-sama pasien dan atau keluarga menetapkan
tujuan bersama kebutuhan edukasi berdasarkan hasil pengkajian.
Apa yang akan menjadi prioritas dalam kebutuhan edukasi dan
sampai level mana target-target edukasi dapat dicapai. Tujuan
yang dibuat harus spesifik, terukur, dapat dicapai, realistik dan
mempunyai batas waktu yang jelas. Dalam menetapkan tujuan
edukator harus menjembatani antara kebutuhan dan kekhawatiran.
2) Menetapkan intervensi untuk mengatasi hambatan
Edukator harus menetapkan intervensi hambatan belajar
agar proses edukasi berjalan lancar dengan efektif. Intervensi
hambatan belajar didasarkan pada hasil asesmen hambatan
belajar yang ditemukan. Setiap hambatan belajar harus dilakukan
intervensi untuk meminimalkannya. Beberapa hambatan belajar
yang mungkin muncul dan intervensi yang dapat dilakukan edukator,
adalah :
a) Bahasa; bila dibutuhkan penerjemah, tersedia buku daftar
penerjemah.
b) Nyeri; edukasi pada saat pasien mengalami nyeri akan tidak
efektif, batasi materi dan waktu, kolaborasi dengan

44
dokter/perawat untuk menajemen nyeri, lakukan penjadwalan
kembali.
c) Hambatan fungsional; hambatan fungsional dikarenakan
penurunan fungsi fisiologis tubuh, misalnya gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan bicara/tuna
wicara atau penurunan mobilitas fisik, maka proses komunikasi
edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media
cetak seperti brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung)dan
menjelaskannya kepada mereka.
d) Hambatan emosional; kondisi emosional akan mempengaruhi
efektifitas penerimaan pesan, lakukan pendampingan psikiater
atau rohaniawan.
e) Penurunan fungsi kognitif; kemampuan pasien dalam menerima
pesan pembelajaran dipengaruhi oleh fungsi kognitifnya.
Jika hal ini ditemukan maka edukator dapat melibatkan
keluarga atau orang yang tinggal serumah dalam proses edukasi.
f) Motivasi yang buruk; motivasi untuk berubah dapat menjadi
faktor penguat dari keinginan belajar, walaupun sebenarnya
tidak perlu motivasi pun seseorang dapat berubah dengan terus
melakukan pengulangan-pengulangan (repetisi). Waktu yang
sebentar di rumah sakit harus dimanfaatkan oleh edukator,
walaupun tidak ada motivasi untuk berubah, edukator dapat
menitipkan pesan-pesan perubahan perilaku kepada keluarganya
dan keluarganya diminta untuk mengulang- ngulang pesan yang
disampaikan (repetisi).
g) Literasi kesehatan yang rendah; dapat menjadi penghambat
proses pembelajaran. Edukator perlu melibatkan keluarga
yang memiliki literasi kesehatan yang lebih baik dalam
proses edukasi.

3) Menetapkan isi edukasi


Edukator menetapkan isi materi edukasi sesuai dengan hasil
kajian kebutuhan. Pada saat menetapkan isi materi edukasi tidak
harus diberikan secara komprehensif, mungkin ada beberapa hal
yang telah pasien dan atau keluarga ketahui, sehingga edukator
dapat memberikan penguatan atas informasi yang telah

45
diketahuinya. Sedangkan pada bagian materi yang belum diketahui
menjadi fokus dari materi yang akan disampaikan. Penentuan materi
edukasi juga disepakati bersama-sama pasien dan keluarga.
Struktur materi edukasi agar sistematis dapat menggunkan metode :
a. Why : Kenapa materi ini penting diketahui oleh pasien dan
keluarga
b. What : Apa isi materi tersebut
c. How to : Bagaimana caranya/ langkah langkahnya
d. Call to Action : Mengajak pasien dan keluarga untuk sesuai
tujuan materi edukasi
4) Menentukan metode dan media edukasi
Metode edukasi merupakan teknik penyampaian pesan
kesehatan pada proses edukasi sedangkan media adalah
instrumen/alat bantu penguatan pesan. Penentuan metode dan
media edukasi harus dilakukan secara cermat dan efektif.
Menentukan metode dan media yang digunakan untuk edukasi
didasarkan pada hasil kajian gaya belajar yang disukai.
a) Gaya belajar visual lebih menyukai gambar, grafik, dan
tampilan visual lainnya. Gunakan media visual, leaflet,
flashcard, lembar balik.
b) Gaya belajar auditori lebih menyukai instruks verbal,gunakan
diskusi.
c) Gaya belajar kinestetik lebih menyukai pembelajaran
melalui gerakan. Gunakan simulasi, demonstrasi, roleplay.

Penentuan metode dan media edukasi juga dapat dilakukan


berdasarkan pada tujuan yang ditetapkan dengan tetap memperhatikan
gaya pembelajaran yang disukai. Misalkan untuk meningkatkan
pengetahuan bisa menggunakan media leaflet dengan metode
diskusi sedangkan untuk meningkatkan keterampilan pasien dan keluarga
bisa menggunakan metode demontrasi/simulasi dengan media alat peraga.
c. Pelaksanaan
Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada hasil perencanaan. Rumah
sakit menggunakan materi dan proses edukasi pasien yang standar
paling sedikit pada topik-topik, berikut:

46
1) Penggunaan obat yang didapat pasien secara efektif dan aman
(bukan hanya obat yang diresepkan untuk dibawa pulang), termasuk
potensi efek samping obat;

a) Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan


dan bagaimana menggunakan obat yang benar, harapan setelah
menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke
dokter.
b) Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan.
c) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi
obat dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada
pasien.
d) Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug
Reaction/ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien
harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi
kemungkinan terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan
tersebut.
e) Penyimpanan dan penanganan obat dirumah termasuk
mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa
2) Penggunaaan peralatan medik secara efektif dan aman;
Pasien dan atau keluarga dijelaskan bagaimana menggunakan
peralatan medis yang aman untuk meningkatkan manfaat fungsi
peralatan yang digunakan. Misalkan pasien terpasang dower catheter
diharuskan dibawa pulang ke rumah, diajarkan pasien bagaimana cara
perawatan agar tidak terjadi infeksi di rumah. Contoh lain adalah cara
menggunakan alat bantu jalan pasien pasca stroke.
3) Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lainnya
termasuk obat yang tidak diresepkan serta makanan;
4) Diit dan Nutrisi;
Informasi dan edukasi tentang diit/gizi diberikan sesuai dengan
indikasi. Edukasi dilakukan oleh ahli gizi baik di unit rawat inap
maupun rawat jalan. Rumah sakit harus menfasilitasi pasien dan
keluarganya tentang nilai tukar makanan dengan nilai gizi yang
dibutuhkan.
5) Manajemen nyeri;
Pasien di rumah sakit harus terbebas dari nyeri, sehingga partisipasi
pasien dalam kemampuan melaporkan nyeri dan mengontrol nyeri

47
secara mandiri harus dimiliki oleh pasien. Rumah sakit harus
membentuk tim nyeri yang memiliki tugas untuk mendidik pasien
mulai dari bagaimana menilai nyeri, bersama-sama pasien
menetapkan manajemen terapi nyeri yang tepat, hingga pasien
mampu mengontrol nyeri secara mandiri.
6) Teknik Rehabilitasi;
Pasien harus diajarkan teknik rehabilitasi yang aman guna
menunjang upaya penyembuhan, misalnya cara senam untuk
mencegah low back pain, teknik-teknik rehabilitasi yang digunakan
di rumah serta penjelasannya atau teknik rehabilitasi yang tepat
untuk mencegah terjadinya dekubitus pada pasien dengan tirah
baring.
7) Cara cuci tangan yang benar
Pasien dan keluarganya harus belajar tentang cara cuci tangan yang
benar untuk mencegah penularan infeksi dari lingkungan rumah
sakit.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan edukasi :


1) Cek kembali kesiapan pasien dalam menerima edukasi, tidak
tertutup kemungkinan ditemukan pasien mengalami perubahan
kondisi kesehatannya.
2) Cek juga kesiapan edukator dalam memberikan edukasi, jika materi
yang disampaikan tidak dikuasai lebih baik meminta bantuan
ahlinya atau sampaikan materi dari panduan yang telah ditetapkan
oleh rumah sakit.
3) Cek kembali apakah media telah sesuai dengan perencanaan, jika
diperlukan lakukan mixing media.
4) Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan proses
pembelajaran
5) Hormati privasi pasien, jika materi edukasi sangat rahasia atau
pasien meminta untuk tidak diketahui oleh yang lain edukator
harus menfasilitasi ruangan khusus untuk edukasi.
6) Lakukan komunikasi efektif
7) Lakukan edukasi dengan tetap memperhatikan kondisi pasien
8) Lakukan langkah-langkah kecil untuk tujuan yang besar, hindari
membebani pasien dari informasi, menerima berapapun jumlah

48
langkah pasien bersedia untuk menerima informasi dan selalu
menawarkan kesempatan untuk mempelajari lebih lanjut.
9) Berikan penguatan-penguatan, garis bawahi pesan-pesan penting
yang harus diperhatikan
10) Tanyakan kembali materi yang disampaikan. Fungsi bertanya yaitu
mendorong minat dan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran
11) Berikan reinforcement dan penghargaan untuk membangun rasa
percaya diri pasien dalam perubahan perilaku yang akan dijalaninya.

Dalam proses pelaksanaan edukasi beberapa hambatan mungkin


akan ditemui dimana pada saat pengkajian tidak terdeteksi, oleh karena itu
dibutuhkan antisipasi dari edukator untuk melakukan intervensi hambatan
pada proses pelaksanaan edukasi.
Keberhasilan proses tindakan edukasi sangat tergantung dari
kesiapan pasien dan kesiapan edukator, sehingga peran edukator dalam
proses asesmen dan perencanaan menjadi sangat penting dalam
mempersiapkan keberhasilan tindakan edukasi.

d. Evaluasi / Verifikasi
Evaluasi adalah penilaian tujuan dan target edukasi yang telah
direncanakan dengan hasil dari proses implementasi. Evaluasi dapat
dilakukan pada setiap proses atau pada akhir proses edukasi. Evaluasi
yang dilakukan pada setiap proses untuk mengetahui sejauhmana
persiapan pada setiap proses edukasi. Sedangkan edukasi yang dilakukan
pada akhir proses dilakukan untuk menilai apakah tujuan dari edukasi
tercapai atau tidak dan sejauhmana capaian dari target evaluasi tersebut.
Tahap ini juga disebut sebagai tahap verifikasi bahwa pasien dan keluarga
menerima dan memahami edukasi yang diberikan:
1) Apabila pada tahap ini pasien kooperatif, maka verifikasi yang
dilakukan adalah: menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan. Pertanyaannya adalah: “Dari penjelasan yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bapak/ibu bisa pelajari?”.
2) Apabila pada tahap ini pasiennya mengalami hambatan fisik dan
atau mental (pasien mengalami hambatan emosional, misal marah
atau depresi) maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang

49
diberikan dan pahami. Verifikasinya dapat juga dilakukan ke pihak
keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari penjelasan yang
telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak/ibu bisa pelajari?”.
3) Secara umum evaluasi yang dilakukan pada tahapan akhir adalah
sebagai berikut:
a) Sudah mengerti (Mampu menjelaskan dengan bantuan,
mampu mendemonstrasikan dengan bantuan, mampu
menjelaskan secara mandiri, mampu mendemonstrasikan dan
menjelaskan secara mandiri)
b) Perlu pengulangan edukasi atau demonstrasi.
Edukasi dan konfirmasi ulang dapat dilakukan langsung kepada
pasien setelah pasien lebih kooperatif.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien,
diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan
diterapkan oleh pasien dan atau keluarga. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien. Setiap petugas dalam memberikan informasi
dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan
informasi dan ditandatangani kedua belah pihak antara pemberi
edukasi/informasi dengan pasien/keluarga pasien. Hal ini dilakukan
sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan
edukasi dan informasi yang benar.

C. Komunikasi Antar Staf Klinis

Komunikasi antar petugas kesehatan dapat dilakukan oleh lintas profesi


(misalnya perawat dengan dokter) maupun satu profesi (dokter dengan dokter).
Komunikasi antar tenaga kesehatan dilakukan sebagai bagian dari tim.
Setiap petugas kesehatan akan melakukan komunikasi baik komunikasi langsung
maupun komunikasi tidak langsung:
1. Komunikasi langsung dilakukan ketika masing-masing petugas melakukan
pertukaran pesan secara langsung seperti saat operan jaga (serah terima tugas),
transfer pasien di dalam rumah sakit, transfer pasien ke luar rumah sakit
(rujukan). Hal ini juga mungkin ditemui pada saat kunjungan pasien dan
berdiskusi tentang perkembangan pasien.

50
2. Komunikasi tidak langsung dapat terjadi ketika salah satu dari petugas tersebut
tidak dapat hadir secara langsung. Komunikasi tidak langsung dapat melalui
telepon, maupun catatan rekam medik (baik tertulis ataupun elektronik).

Komunikasi efektif antar petugas kesehatan (staf klinis) terjadi dalam dua
pendekatan:
1. Rekaman atau diagram klien adalah dokumentasi hukum permanen yang
bersifat rahasia dan relevan terhadap pelayanan kesehatan klien. Lakukan
perekaman informasi tentang pelayanan kesehatan setiap kali melakukan kontak
dengan klien. Rekaman ini merupakan data kontinu tentang status pelayanan
kesehatan klien yang tersedia bagi seluruh anggota tim kesehatan. Rekaman
harus memiliki informasi terkini dan paling akurat tentang status kesehatan
pasien. Semua rekaman pada dasarnya mengandung informasi sebagai berikut :
a. Data pribadi dan data demografi klien
b. Izin untuk pelaksanaan terapi dan prosedur
c. Riwayat keperawatan
d. Diagnosa dan rencana pelayanan keperawatan atau multidisiplin
e. Rekaman tentang terapi dan evaluasi asuhan keperawatan
f. Riwayat medis
g. Diagnosis medis
h. Perintah terapeutik
i. Catatan perkembangan medis dan disiplin kesehatan lain
j. Laporan tentang pemeriksaan fisik
k. Laporan tentang pemeriksaan diagnostik
l. Edukasi pasien
m. Ringkasan prosedur operasi
n. Rencana pemulangan dan ringkasannya
Jika Anda menganggap informasi tidak akurat, maka lakukan verifikasi
informasi dan buat catatan yang sesuai dalam rekaman pasien.
2. Laporan adalah pertukaran informasi secara lisan, tertulis, atau terekam yang
terjadi antara pemberi pelayanan. Laporan yang sering diberikan oleh perawat
adalah:
a. Laporan pergantian giliran jaga
b. Laporan telepon
c. Laporan transfer
d. Laporan insiden

51
Anggota tim mengkomunikasikan informasi melalui diskusi atau konferensi.
Sebagai contoh, konferensi rencana pemulangan sering melibatkan anggota berbagai
disiplin ilmu (keperawatan, pekerja sosial, ahli gizi, kedokteran dan fisioterapis).
Mereka mendiskusikan kemajuan pasien menuju tujuan pemulangan yang
ditetapkan. Konsultasi merupakan bentuk diskusi dimana seorang pemberi
pelayanan profesional memberikan saran formal tentang pelayanan pasien kepada
pemberi pelayanan lainnya. Sebagai contoh, seorang perawat yang melayani pasien
dengan luka kronis berkonsultasi dengan spesialis perawatan luka. Perawat
mendokumentasikan rujukan (penetapan pelayanan oleh penyedia lainnya),
konsultasi,dan konferensi dalam rekaman permanen pasien sehingga semua
penyedia pelayanan dapat menyusun rencana yang sesuai.
Peningkatan komunikasi efektif antar petugas kesehatan dapat dilakukan
dengan teknik SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation).
SBAR ini dikembangkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai teknik
komunikasi yang digunakan oleh kapal selam nuklir. Pada akhir tahun 1990 SBAR
mulai dikenalkan pada area kesehatan pada kurikulum pelatihan Crew Resource
Management (CRM). Sejak saat itu, SBAR diadopsi oleh rumah sakit dan fasilitas
perawatan di seluruh dunia sebagai cara sederhana namun efektif untuk standarisasi
komunikasi antara pemberi perawatan.
SBAR merupakan praktik terbaik dalam komunikasi standar dalam pelayanan
kesehatan untuk membangun budaya mutu dan keselamatan pasien. Dokter dan
profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya menggunakan SBAR untuk berbagi
informasi pasien dalam format yang jelas, lengkap, ringkas dan terstruktur.
SBAR memastikan komunikasi antar pelayanan kesehatan berjalan efektif dengan
satu set strategi. SBAR dapat digunakan pada saat pelaporan hasil kritis, transfer
pasien dan hand over (serah terima).
Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah :
1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.
2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat
paham akan kondisi pasien.
3. Memperbaiki komunikasi yang berarti sama dengan memperbaiki
mutu serta keselamatan pasien.
Menurut Byred et al. (2009) tujuan dan keuntungan menggunakan SBAR adalah:
1. Meningkatkan keamanan keselamatan pasien (patient safety)
2. Memberikan standar untuk penyebaran atau berbagi informasi

52
3. Meningkatkan kekuatan atau penjelasan dari para pemberi pelayanan
kesehatan dalam mengajukan permintaan perubahan perawatan pasien atau
untuk menyelesaikan informasi dalam keadaan kritis dengan benar dan akurat,
4. Meningkatkan efektivitas kerja tim,
5. Dapat dipergunakan pada daerah spesifik COPD.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur
Situation, Background, Assessment, Recommendation.
4 (Empat) unsur SBAR :
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis.
3. Assessment
Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
4. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini.
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M.,
dkk.,2006):
Situation (S)
1. Sebutkan nama Anda dan unit atau rumah sakit
2. Sebutkan identitas pasien (Nama, Nomor Rekam Medik, Tanggal Lahir, Jenis
Kelamin)
3. Sebutkan masalah pasien tersebut
(misalnya sesak nafas, nyeri dada, dsb)
Background (B)
1. Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai kebutuhan
2. Status kardiovaskular (nyeri dada, tekanan darah, EKG, dsb.)
3. Status respirasi (frekuensi pernafasan, Sp02, analisis gas darah, dsb.)
4. Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah, perdarahan, dsb.)
5. Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb.)
6. Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya.
Assessment (A)
1. Sebutkan problem pasien tersebut :

53
2. Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia maligna, dsb.)
3. Problem gastro-intestinal (perdarahan massif dan syok)
Recommendation (R)
Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) :
Saya meminta dokter untuk:
1. Memindahkan pasien ke ICU
2. Segera datang melihat pasien
3. Mewakilkan dokter lain untuk datang
4. Konsultasi ke dokter lain
5. Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan
6. Foto rontgen
7. Pemeriksaan analisi gas darah
8. Pemeriksaan EKG
9. Pemberian oksigenasi

D. Komunikasi Efektif Asesmen Pasien

Setelah seorang pasien dirawat di rumah sakit, staf klinis melakukan


penilaian klinis untuk menentukan pengobatan, perawatan, dan layanan yang akan
memenuhi kebutuhan pasien. Staf harus fokus pada pengumpulan setiap informasi
klinis, lingkungan, demografi, atau sosial yang berhubungan dengan diagnosa dan
perawatan pasien. Meskipun beberapa kebutuhan dasar pasien telah diidentifikasi
selama penerimaan, proses asesmen memberikan kesempatan kepada pasien untuk
memberitahu hal-hal yang lebih sensitif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
perawatan dan penting untuk dipertimbangkan. Beberapa diantaranya mobilitas,
kemampuan ekonomi dan gaya hidup. Staf harus memastikan kebutuhan
komunikasi pasien sebelum melakukan penilaian yang komprehensif atau
melibatkan pasien dalam diskusi perawatan.
Daftar-daftar yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan komunikasi
efektif selama proses asesmen adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama asesmen
Memberikan bantuan komunikasi yang tepat selama proses penilaian untuk
memenuhi kebutuhan komunikasi yang sebelumnya diidentifikasi selama proses
penerimaan.
a. Periksa rekam medis pasien untuk menentukan apakah ada kebutuhan
komunikasi yang sebelumnya telah diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan
pasien dan setiap kebutuhan sensorik untuk berkomunikasi.

54
b. Mengatur layanan bahasa selama asesmen untuk membantu pasien yang
tuli atau yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pilihannya.
c. Memastikan bahwa alat bantu dan layanan tambahan tersedia selama
asesmen untuk pasien yang mengalami gangguan sensorik.
d. Menyediakan komunikasi alternatif untuk pasien dengan gangguan
komunikasi untuk membantu pasien selama proses asesmen.

2. Memulai proses asesmen dengan pengenalan


Staf dapat menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan dan preferensi
pasien dengan menjelaskan perannya selama perawatan.
Memastikan bahwa semua anggota tim perawatan memperkenalkan diri
kepada pasien dan menjelaskan peran mereka selama proses perawatan.
a. Perhatikan nama panggilan atau sebutan yang dipilih pasien (Bapak, Ibu,
Dokter, dan lain-lain)
b. Tanya pasien apakah ada pertimbangan budaya dalam perawatan pasien.

3. Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan


yang diberikan
Pasien dengan pemahaman kesehatan yang rendah mungkin memiliki
kesulitan besar memahami informasi kesehatan, partisipasi dalam mengambil
keputusan untuk pengobatan dan rencana-rencana perawatan.
a. Mengajukan pertanyaan seperti, “Apakah anda memerlukan bantuan untuk
memahami informasi kesehatan?”.
b. Berbicara dalam bahasa sederhana dan sertakan contoh bila
memungkinkan.
c. Gunakan model visual, diagram, atau gambar untuk menggambarkan
prosedur atau kondisi.
d. Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan
menggunakan berbagai metode, strategi untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan tentang perawatan pasien.
e. Menggunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman
dengan meminta pasien untuk menjelaskan pada staf dalam kata-katanya
sendiri atau dengan meminta pasien untuk menunjukkan keterampilan
yang diajarkan.

55
f. Menahan diri bertanya pada pasien. “Anda mengerti?”. Terlepas dari
kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak
mengerti mungkin masih menjawab “Ya”.
g. Mendorong pasien untuk menulis catatan pada materi pasien selama
diskusi.

4. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen


Banyak pasien dengan kebutuhan mobilitas mengalami kesulitan secara fisik.
a. Menilai apakah pasien memerlukan bantuan mobilisasi, termasuk jenis
dan keadaan dimana bantuan diperlukan.
b. Pastikan bantuan mobilisas yang pasien gunakan mudah diakses pasien.
c. Perhatikan kebutuhan untuk bantuan mobilisasi dalam rekam medis
dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf.

5. Mengidentifikasi budaya, agama, nilai atau keyakinan pasien yang


mempengaruhi perawatan.
Budaya, agama atau keyakinan spritual dapat mempengaruhi persepsi
pasien dan keluarga tentang penyakit dan bagaimana mereka melakukan
pengobatan. Selain itu, pasien mungkin memiliki kebutuhan khusus yang
terkait dengan budaya, agama, atau keyakinan spritual mereka.
a. Tanya pasien apakah ada budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau
kegiatan tertentu yang dapat mempengaruhi perawatannya.
b. Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien
untuk berdoa.
c. Mencatat setiap kebutuhan budaya, agama atau kebutuhan
spiritual yang mempengaruhi perawatan dalam catatan medis dan
mengkomunikasi preferensi ini pada staf.

6. Mengidentifikasi kebutuhan makanan pasien atau pembatasan


yang mempengaruhi perawatan
Kebutuhan makanan dan pembatasan dapat timbul dari budaya, agama atau
praktik spiritual atau mereka mungkin berhubungan dengan kondisi medis
pasien.
a. Tanya pasien “Apakah ada sesuatu yang harus kami ketahui
mengenai makanan anda?
b. Identifikasi apakah agama atau keyakinan pasien atau kebiasaan agama
pasien melarang makanan-makanan tertentu.

56
c. Memastikan apakah pasien secara rutin atau berkala melakukan kegiatan
puasa.
d. Perhatikan kebutuhan makanan dan pembatasan dalam catatan medis dan
komunikasikan pada staf.
e. Pastikan pelayanan makanan rumah sakit mengakomodasi kebutuhan
pasien.

7. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan


Pendamping pasien harus memberikan dukungan emosional, memberikan
kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit.
Pasien harus memiliki akses ke pendukung pilihan mereka setiap saat.
a. Jelaskan tujuan pendamping untuk pasien, termasuk batasan-batasan jika
kehadiran individu tersebut melanggar hak-hak orang lain.
b. Membuat staf menyadari bahwa pasien telah memilih pendamping selama
masa perawatan
c. Mengijinkan pasien untuk mendapatkan akses ke pendamping setiap saat.
d. Tanya pasien apakah ingin melibatkan pendamping yang dipilihnya
selama edukasi, pengambilan keputusan penting, dan proses perawatan
lainnya. Pendamping mungkin atau tidak ditunjuk sebagai pengganti
pasien dalam pengambil keputusan.
e. Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis
dan komunikasikan pada staf.

8. Berkomunikasi mengenai kebutuhan khusus pasien pada tim asuhan


Setiap informasi tentang kebutuhan pasien harus mudah diakses di semua
titik perawatan dan di unit pelayanan lain yang sesuai untuk membantu staf
memberikan layanan dan pengaturan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
a. Catat semua data yang relevan dalam catatan medis pasien.
b. Buat proses untuk mengidentifikasi pasien dengan kebutuhan khusus.
c. Informasikan staf akan kebutuhan pasien pada titik pemindahan tertentu,
termasuk pemindahan untuk prosedur, tes, atau pemindahan ke unit atau
pelayanan yang berbeda.

57
E. Komunikasi Efektif Catatan Perkembangan Terintegrasi (CPPT)

Asuhan terintegrasi adalah suatu kegiatan tim yang terdiri dari dokter,
perawat/bidan, nutrisionis, dan farmasi dalam menyelenggarakan asuhan yang
terintegrasi dalam satu lokasi rekam medis yang dilaksanakan secara kolaborasi dari
masing-masing profesi.
Pelayanan pasien terintegrasi adalah suatu proses asuhan/pelayanan pasien
yang bersifat dinamis dan berkesinambungan yang melibatkan banyak praktisi
pelayanan kesehatan dan berbagai unit kerja atau pelayanan.
Anggota tim kesehatan memonitor dan merekam kemajuan masalah pasien.
Catatan perkembangan memiliki berbagai format. Salah satu metode adalah diagram
SOAP. Akronim SOAP memiliki kepanjangan: S-Subjektif data ( data subjektif,
ucapan pasien), O-Objektif (data objektif, merupakan hasil pengukuran dan
pengamatan), A-Asesmen (pengkajian, diagnosis berdasarkan data), P-Plan
(rencana).

F. Komunikasi Efektif Ringkasan Pulang Pasien Rawat Jalan Dan Rawat Inap

Rencana pemulangan multidisiplin memastikan bahwa pasien


meninggalkan rumah sakit tepat waktu dan disertai sumber daya yang dibutuhkan.
Idealnya, rencana pemulangan dimulai sejak awal rawat inap. Perawat merevisi
rencana perawatan seiring perubahan pada kondisi pasien. Dibutuhkan bukti
keterlibatan pasien dan anggota keluarga dalam proses perencanaan pemulangan,
sehingga memiliki informasi dan sumber daya yang cukup setelah dipulangkan.
Edukasi klien yang dibutuhkan untuk perencanaan pemulangan yang efektif sebagai
berikut:
1. Instruksi tentang potensi interaksi makanan dan obat, intervensi gizi, dan
modifikasi diet.
2. Teknik rehabilitasi untuk mendukung adaptasi terhadap kemandirian fungsional
di lingkungan.
3. Akses terhadap sumber daya masyarakat yang tersedia.
4. Situasi yang mengharuskan pasien untuk mencari terapi dan perawatan lebih
lanjut.
5. Metode perolehan perawatan tindak lanjut.
6. Tanggung jawab pasien dan keluaga dalam perawatan pasien.
7. Instruksi pengobatan, termasuk dosis, jalur pemberian, efek samping, waktu, dan
alasan untuk peresepan ulang obat-obatan.

58
Formulir ringkasan pulang berpusat pada pembelajaran sebelumnya oleh
pasien dan keluarga dan perawatan yang harus diteruskan pada tiap lingkungan
perawatan restorative. Saat diberikan kepada pasien, formulir tersebut dapat
disertakan dengan leaflet atau brosur pengajaran.
Informasi ringkasan pemulangan:
1. Gunakan bahasa yang ringkas dan jelas sesuai bahasa yang digunakan oleh
pasien.
2. Sediakan penjelasan tentang cara pelaksanaan prosedur secara tahap (misalnya:
pemberian obat di rumah). Perjelas keterangan dengan instruksi tercetak.
3. Identifikasi hal tertentu yang harus dimonitor saat melakukan perawatan diri atau
mengkonsumsi obat.
4. Tinjau tanda dan gejala komplain yang harus dilaporkan kepada dokter atau
penyedia pelayanan kesehatan lainnya.
5. Susun daftar nama dan nomor telepon penyedia pelayanan kesehatan dan badan
masyarakat yang dapat dihubungi oleh pasien.
6. Identifikasi masalah yang belum selesai, termasuk rencana tindak lanjut dan
terapi berkelenjutan.
7. Susun daftar waktu pemulangan, cara transportasi, dan pihak yang menemani
pasien.

G. Komunikasi Efektif Pemberian Informasi Klinis Saat Transfer Dan Dirujuk

Untuk mendorong kontinuitas pelayanan, dapat memberikan laporan


transfer melalui telepon atau secara langsung. Saat melaporkan transfer, sertakan
informasi berikut:
1. Nama, usia, dokter, dan diagnosis medis pasien
2. Ringkasan kemajuan sampai saat transfer
3. Status kesehatan saat ini (fisik dan psikososial)
4. Alergi
5. Status kode darurat
6. Dukungan keluarga
7. Diagnosis atau masalah keperawatan saat ini dan rencana perawatan
8. Pengkajian atau intervensi kritis yang harus segera diselesaikan setelah transfer
(membantu perawat yang meneriman pasien untuk menetapkan prioritas
pelayanan)
9. Kebutuhan akan peralatan khusus seperti peralatan isolasi atau traksi

59
Setelah penyelesaian laporan transfer, perawat penerima diberikan kesempatan
untuk bertanya tentang status pasien. Pada kasus lain, dokumentasi tertulis
harus menyertakan laporan informasi.

H. Komunikasi Efektif Early Warning System (EWS) pada Rekam Medis


EWS (early Warning sistem) adalah Tim yang bertugas memberikan
pertolongan segera pada pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti
nafas dan atau henti jantung (pre-Arrest dan arrest). Tujuannya yaitu :
1. Menurunkan jumlah kasus henti nafas dan atau henti jantung di bangsal atau
unit lain di lingkungan RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo
2. Menurunkan jumlah kasus masuk ICU yang tidak direncana
3. Teridentifikasi pasien yang tidak perlu diresusitasi dan kelengkapan dokumen
yang terkait

Adapun prosedur pelaksanaan yaitu :

1. Medical Emergency Teams bertugas memberikan pertolongan segera pada


pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti napas dan atau henti
jantung (pre-Arrest dan arrest)
2. Tim terdiri dari:
a. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) MET’s adalah dokter spesialis
Anastesi
b. Dokter umum jaga MET’s
c. Perawat ICU level supervisor
d. Dokter jaga anastesi (onsite) diluar jam kerja
e. Dokter residen anastesi yang telah dinyatakan kompeten.
f. Dokter ruangan adalah dokte residen yang bertugas diruangan saat itu
g. Perawat bangsal adalah perawat yang secara khusus dipersiapkan untuk
menjadi anggota METs dan atau
h. Karyawan terlatih BLS
3. Cara pemanggilan
a. METs dapat diaktifkan oleh semua tenaga medis, tenaga sekuriti dan atau
karyawan RS yang ditunjuk bila korban berada di luar bangsal perawatan.
b. MET’s ruangan di aktifkan oleh perawat ruangan bila score EWS >7, dan
sepersetujuan DPJD ruangan.

60
c. Pengaktifan METs melalui ext 112 ke Call center, dari Call Center akan
diarahkan ke pos METs sesuai lokasi kejadian dengan pengeras suara,
selanjutnya tim akan menuju ke lokasi.
d. Tim akan tiba ke lokasi kurang dari 10 menit.
4. Bila MET’s sudah di aktifkan, semua keputusan di ambil oleh DPJP MET’s
sampai langkah selanjutnya di tentukan.

I. Komunikasi Efektif Serah Terima/Operan Pasien


Handover atau handoff atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan istilah
serah terima pasien adalah proses pengalihan wewenang dan tanggungjawab
professional dari satu pengasuh ke pengasuh yang lain untuk memberikan perawatan
klinis kepada pasien secara berkelanjutan.
Tujuan serah terima pasien adalah :

1. Meningkatkan keamanan pasien.


2. Meningkatkan keakuratan komunikasi lisan dan tulisan.
3. Menjamin terlaksananya asuhan yang berkesinambungan dengan baik.
4. Menjamin tidak terjadinya pengulangan dan atau tidak dilakukannya tindakan
yang seharusnya dilakukan.
5. Meningkatkan kepuasan pasien akan layanan.
6. Meningkatkan efektifitas`dan efisiensi sistem pelayanan kesehatan.

Jenis serah terima pasien:


Serah terima pasien antar shif PPA secara umun
Proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab profesional beberapa/semua
aspek perawatan klinis pasien dari satu profesional pemberian asuhan (PPA) kepada
PPA yang lain secara sementara atau permanen. PPA meliputi DPJP, dokter jaga,
praktisi perawat, apoteker, asisten apoteker, dietesien. Pelaksanaan transfer pasien
terdiri dari :

1. Metode serah terima pasien antar shift dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan, di samping
tempat tidur pasien, melalui telepon, rekaman, nonverbal, menggunakan
laporan elektronik, cetakan komputer, dan memori. Serah terima pasien face-to-
face lebih disukai untuk memungkinkan pertukaran komunikasi verbal dan
nonverbal yang interaktif.
2. Lakukan serah terima yang meliputi hal-hal penting terkait kondisi dan
perawatan pasien sebelumnya.

61
3. Berikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan antara PPA terkait kondisi
serah terima yang belum dipahami.
Bila perlu gunakan kebiasaan "membaca kembali" dan "mengulang kembali"
terkait hal-hal serah terima untuk mengurangi kesalahan komunikasi.

Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan


mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan fungsi mandiri
perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang efektif
antar perawat, maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah satu bentuk
komunikasi yang harus ditingkatkan keefektivitasannya adalah saat pergantian shif
(timbang terima pasien).
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum, dan perkembangan pasien saat
itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan oleh
perawat primer keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas sore
atau dinas malam secara tertulis dan lisan..
Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :

1. Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.

2. Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan


kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3. Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah
keperawatan yang harus dilanjutkan.
4. Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini & hasil
pengkajian perawat shift sebelumnya.
5. Perawat menyiapkan rekam medik pasien termasuk rencana perawat harian.
Serah terima dinas perawat antar shif menggunakan metode SOAP, yaitu :
Subyektif
keluhan pasien atau hasil heteroanamnese (jika ada)
Obyektif
keadaan umum pasien, kesadaran, tingkat risiko (skoring jika ada), TTV sesuai
indikasi, prosedur yang telah dilakukan, hasil pemeriksaan penunjang yang
berkaitan, terapi dan pengobatan saat ini serta perubahannya jika ada

62
Assesment
diagnosa saat ini atau diagnosa baru yang muncul
Planning
tindakan selanjutnya, pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan, tambahan atau
perubahan terapi. Dapat berupa tindakan mandiri atau hasil kolaborasi.

Uraian Kegiatan
a. Prolog
Pada hari …… jam ……….. seluruh perawat (PP dan PA) shif pagi dan sore
serta kepala ruang berkumpul di nurse station untuk melakukan timbang terima.

2. Session I di Nurse Station


Kepala ruang/ketua tim memimpin dan membuka acara yang didahului dengan
doa dan kemudian mempersilakan PP dinas pagi untuk melaporkan keadaan dan
perkembangan pasien selama bertugas kepada PP yang akan berdinas
selanjutnya (sore). PP dan PA sif sore memberikan klarifikasi keluhan,
intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan (secara umum),
intervensi kolaboratif dan dependen, rencana umum dan persiapan yang perlu
dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, dan lain-lain), serta hal
yang belum jelas atas laporan yang telah disampaikan. Setelah melakukan
timbang terima di nurse station berupa laporan tertulis dan lisan, kemudian
diteruskan di ruang perawatan pasien.
3. Session II di ruang perawatan/bed pasien
Seluruh perawat dan kepala ruang bersama-sama melihat ke bed pasien. PP
dinas selanjutnya mengklarifikasi dan memvalidasi data langsung kepada
pasien atau keluarga yang mengalami masalah khusus. Untuk pasien yang tidak
mengalami masalah khusus, kunjungan tetap dilaksanakan. Bila terdapat hal-hal
yang bersifat rahasia bagi pasien dan keluarga perlu diklarifikasi, maka dapat
dilakukan di nurse station setelah kunjungan ke pasien berakhir.
4. Epilog
Kembali ke Nurse Station. Diskusi tentang keadaan pasien yang bersifat
rahasia. Setelah proses timbang terima selesai dilakukan, maka kedua PP
menandatangani laporan timbang terima dengan diketahui oleh kepala ruang.
Evaluasi
1. Struktur (Input)
Pada timbang terima, sarana dan prasarana yang menunjang telah tersedia
antara lain: catatan timbang terima, status pasien dan kelompok sif timbang

63
terima. Kepala ruang/Nurse in charge (NIC) memimpin kegiatan timbang
terima yang dilaksanakan pada pergantian sif yaitu malam ke pagi, pagi ke sore.
Kegiatan timbang terima pada sif sore ke malam dipimpim oleh perawat
primer/ketua tim yang bertugas saat itu.
2. Proses
Proses timbang terima dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksanakan oleh
seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti sif. Perawat
primer mengoperkan ke perawat primer berikutnya yang akan mengganti sif.
Timbang terima pertama dilakukan di nurse station kemudian ke ruang
perawatan pasien dan kemabali lagi ke nurse station. Isi timbang terima
mencakup jumlah pasien, diagnosis keperawatan, intervensi yang belum/sudah
dilakukan.
3. Hasil
Timbang terima dapat dilaksanakan setiap pergantian shif. Setiap perawat dapat
mengetahui perkembangan pasien. Komunikasi antar perawat berjalan dengan
baik.
Metode serah terima pasien antar shif dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan, di
samping tempat tidur pasien, komunikasi non verbal, menggunakan laporan
elektronik, cetakan komputer, dan memori.

1. Serah terima pasien antar unit keperawatan

Pasien mungkin akan sering ditransfer anatar unit keperawatan selama mereka
tinggal di rumah sakit. Namun, sejumlah faktor telah diidentifikasi berkontribusi
terhadap inefisiensi selama transfer pasien dari satu unit keperawatan ke unit
keperawatan yang lain, termasuk ketidaklengkapan dokumentasi, keterlambatan
atau waktu terbuang disebabkan oleh kemacetan komunikasi, menunggu
tanggapan dari perawat atau dokter atau tanggapan dari manajemen unit
keperawatan tempat yang akan ditempati pasien atau masalah ketersediaan
tempat tidur.
2. Serah terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan diagnostik
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan penunjang
diagnostik selama rawat inap. Pengiriman dari unit keperawatan ke tempat
pemeriksaan penunjang diagnostik (misalnya: radiologi, laboratorium,
kateterisasi jantung, endoskopi, dan lain-lain) merupakan kontributor untuk
terjadinya kesalahan. Hal ini penting, ketika terjadi perubahan unit perawatan
pasien, terutama untuk tingkat pelayanan yang berbeda dari unit perawatan

64
sebelumnya dan untuk keamanan pasien, staf pada unit pemeriksaan diagnostik
harus memiliki informasi lengkap yang mereka butuhkan dan komunikasi yang
konsisten dari unit perawatan sebelumnya, demikian juga sebaliknya (sesuai
formulir transfer pasien pemeriksaan penunjang dan diagnostik).

3. Serah terima pasien pada pengaturan khusus: ruang operasi dan gawat darurat
a. Ruang operasi dan postanesthesia
Ruang operasi dianggap sebagai salah satu lingkungan kerja yang paling
kompleks dalam perawatan kesehatan pasien, dengan rata-rata 4,8 kali
kegiatan serah terima pasien per kasus. Proses komunikasi di kamar operasi
telah mengidentifikasi sejumlah pola dan menemukan alasan yang paling
kuat untuk pelaksanaan komunikasi yang efektif pada setiap episode
kegiatan operasi, diantaranya yaitu: koordinasi persiapan dan kesiapan
operasi serta koordinasi peralatan/bahan untuk operasi. Dalam
meningkatkan kualitas dari protokol serah terima pasien pada unit
postanesthesia, termasuk kebutuhan untuk mengkomunikasikan informasi
secara tertulis, lisan dan lengkap kepada perawat dan bidan ( sesuai dengan
form pra operasi).
b. Gawat darurat
Unit gawat darurat dengan unit perawatan pasien telah mengungkapakn
bahwa ada perbedaan dalam karakteristik serah terima antara unit tersebut.
Serah terima pasien dalam pelayanan gawat darurat dipandang sebagai
“sumber yang kaya untuk cara yang merugikan”, sehingga memerlukan
perhatian khusus untuk mencegah terjadinya kehilangan informasi,
terputusnya instruksi, gangguan lingkungan, dan kurangnya kerahasiaan.
4. Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pelimpahan wewenang terhadap pasien dari tingkat yang lebih rendah ke
tingkat yang lebih tinggi (menerima rujukan) dan sebaliknya dari tingkat yang
lebih tinggi ketingkat yang lebih rendah (rujuk kembali) atau antar departemen.
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain sering
terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung antar
rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda.
Pengiriman pasien antar fasilitas, misalnya: antar rumah sakit, pusat rehabilitasi,
lembaga kesehatan di rumah, dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya.
Faktor yang cenderung membuat pengiriman pasien tidak efektif adalah
kesenjangan dan hambatan komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut.
Pengiriman pasien antar fasilitas kesehatan juga dipengaruhi oleh perbedaan

65
budaya organisasi aantar fasilitas tersebut. Sejumlah kontribusi telah
diidentifikasi sebagai penyebab kegagalan pengiriman pasien dalam proses
perencanaan pindah, termasuk: kurangnya pengetahuan tentang proses pindah,
kurangnya waktu, kurangnya komunikasi, pasien dan keluarga tidak konstruktif,
masalah sitem, dan masalah staf.
Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim
dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter rujukan.
Sebaliknya informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah menerima
pasien rujukan dan setelah selesai merawat pasien tersebut mencatat informasi
balasan rujukan di surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada pengirim
pasien rujukan.
Saat pasien pulang yang akan diinformasikan pada pasien yaitu : kapan
pasien tersebut dapat mengunjungi kembali dokter tersebut, cara perawatan di
rumah seperti pantangan makanan, perawatan luka, dan dijelaskan juga cara
pemberian obat dirumah.

Pasien dan atau keluarga akan diberi edukasi oleh petugas kesehatan saat
akan keluar rumah sakit untuk perawatan pasien di rumah, berisi :

a. Pasien minum obat sesuai aturan Dokter dan keluarga yang


memberikan obat dan mengawasi apakah obat benar-benar diminum
pasien.

b. Pasien diberi kegiatan/kesibukan.

c. Pasien menyerahkan resume medis kepada fasilitas/tenaga kesehatan


yang merujuk.

d. Kontrol teratur ke RS sesuai instruksi Dokter.

e. Lain-lain sesuai dengan kondisi pasien.

Serah terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan


diagnostik atau antar fasilitas kesehatan, yaitu:

a. Serah terima pasien dilakukan secara face to face antar PPA.


b. Deskripsikan pasien yang diserah-terimakan secara jelas dengan
menyertakan rekam medis pasien bila diperlukan. Hindari penggunaan
singkatan, istilah atau jargon yang tidak dapat dipahami secara bersama.
c. Ajukan pertanyaan apakah masih ada yang belum jelas tentang hal-hal yang
sudah diserah-terimakan.

66
d. Perawat mendampingi pasien yang diserah-terimakan atau yang akan
menjalani pemeriksaan diagnostik.

J. Komunikasi Efektif TBaK


Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus
melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan
harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak
besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat dengan metode Tulis, Baca kembali
dan Konfirmasi ulang (TBaK) yaitu :
1. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
2. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan (BACA
KEMBALI).
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat
diterima dengan baik.
3. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan.
(KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima
pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang
atau salah.
Setiap perintah yang diterima di tulis dan dibacakan ulang, untuk obat
terutama obat yang nama obat dan rupa mirip harus dilakukan pengejaan
menggunakan ejaan alfabet internasional.
Tabel 1. Karakter Kode Alfabet Telephonic Internasional

Karakter Kode Alfabet Karakte Kode Alfabet


A Alfa N r November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Fanta S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X X-ray
L Lima Y Yankee
M Mama Z Zulu

67
Adapun langkah-langkahnya TBaK :

1. Pelapor mencatat (Write/Tulis) semua rekomendasi/instruksi ke dalam lembar


catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien, meliputi:
a. Tanggal dan jam pesan diterima
b. Gunakan simbol/singkatan sesuai standar
c. Dosis/nilai harus spesifik untuk menghindari salah penafsiran
d. Nama petugas pelapor dan pengirim pesan/instruksi (DPJP/dokter yang
merawat)
e. Nama dan tandatangan penerima pesan (pelapor)
2. Pelapor memastikan bahwa rekomendasi yang diberikan telah sesuai
dengan cara membacakan kembali (Read Back) ke pengirim pesan
(DPJP/dokter) untuk konfirmasi kebenaran pesan yang telah diinstruksikan.
Kemudian pelapor membubuhkan stempel “Konfirmasi”.
3. Dokter yang menerima laporan harus melakukan verifikasi dengan cara
memberikan paraf, nama jelas, tanggal dan jam verifikasi.
4. Untuk rekam medik elektronik, harus dipastikan bahwa semua yang ada
di poin 1 (satu) tertulis dengan lengkap.
Rumah sakit harus menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostik dan hasil diagnostik kritis, dalam hal ini pemeriksaan laboratorium,
radiologi dan lain-lain yang diatur oleh masing-masing unit kerja. Daftar nilai
kritis ini perlu ada dan dipahami oleh staf klinis.
Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara
mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa.
Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai
kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan
informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Setiap
nilai kritis disampaikan oleh pihak pemeriksa kepada DPJP dan atau melalui
perawat di ruang rawat inap sesegera mungkin tidak melebihi 30 menit setelah
didapatkan hasil pemeriksaan. Selanjutnya perawat ruang inap akan melaporkan
kepada DPJP dan mencatat proses penerimaan informasi dan laporan dalam rekam
medik (CPPT) yang selanjutnya diverifikasi oleh pihak yang ditelepon.
Demikian juga petugas pelapor laboratorium mencatat penyampaian informasi
dalam formulir pelaporan nilai kritis. Ketepatan waktu dan mekanisme pelaporan

68
hasil nilai kritis ini menjadi salah satu tolak ukur dalam indikator mutu pelayanan
klinis.

K. Komunikasi Efektif Penyampaian Informasi yang Akurat, Tepat Waktu dan


Urgent di Seluruh Rumah Sakit

Di rumah sakit memerlukan penyampaian informasi yang akurat dan tepat


waktu di seluruh rumah sakit termasuk yang urgent seperti code blue, code
red, code black, dan perintah evakuasi.
Penyampaian informasi di seluruh rumah sakit ini dilaksanakan dengan
aturan sebagai berikut :
1. Pertemuan dan rapat koordinasi Direktur RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo
dengan seluruh pejabat di jajaran Rumah Sakit.
2. Pertemuan dan rapat koordinasi di lingkungan Kabid Pelayanan Medik dan
Keperawatan.
3. Pertemuan internal Komite dan Tim.
4. Pertemuan koordinasi antar Komite.
5. Pertemuan dan rapat koordinasi masing-masing Kepala Instalasi dan
Kepala Unit Kerja dengan jajaran dibawahnya diatur tersendiri dan menjadi
kewenangan masing-masing.
6. Rapat Insidentil dilaksanakan jika ada kebutuhan dan atau permasalahan
mendesak yang perlu pembahasan bersama.
7. Pertemuan untuk sosialisasi informasi tertentu, dilakukan sewaktu waktu sesuai
kebutuhan.
8. Masing-masing paket rapat koordinasi adalah undangan, daftar hadir dan
notulen.
9. Media komunikasi lain yang digunakan untuk penyampaian informasi ke
seluruh RS, antara lain:
a. Surat Edaran
b. Nota Dinas
c. Website
d. Hotline service (telepon RS)
e.. Media komunikasi internal rumah sakit
10. Penyampaian informasi yang bersifat urgent

Kode Keterangan Respon Primer Respon Sekunder Hubungi


Darurat

69
Code Blue Situasi yang berpotensi  Jagalah agar pasien tetap tenang Pusat
(Kegawat mengancam nyawa dan Hubungi Tim Medis Emergensi(Team  Periksa nadi dan pernafasan Informasi/Koma
daruratan memerlukan respon dari METs) untuk mengaktifkan code blue  Lakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ndo SATPAM
Medis) tim medis oleh staf berkompeten bila diperlukan Telp: 112
 H = Hubungi Pusat Informasi/SATPAM
(nomor 112) untuk menginformasikan Berusaha memadamkan api menggunakan
adanya code red atau informasikan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dengan
pegawai lainnya untuk meminta cara TATS
bantuan dan utamakan keselamatan  T = Tarik kunci/pin pengaman APAR Pusat Informasi
pasien, batasi penyebaran api dan Dalam posisi jongkok Komando/SATP
Code Red Adanya api, asap atau
asap jika fasilitas memungkinkan  A = Arahkan ujung selang ke dasar AM
(Kebakaran) bau benda terbakar
 P = Padamkan api menggunakan Api dengan jarak+ 2,5 m Telp:
peralatan yang efektif secepatnya,  T = Tekan gagang/tuas APAR 074421727
pastikan jalur keluar bebas hambatan  S = Sapukan dari sisi ke sisi, jangan
 E = Evakuasi pasien dan pengunjung Melawan arah angin
jika api tidak dapat dipadamkan menuju
titik kumpul
 Hubungi Pusat Informasi/Komando
SATPAM untuk mengaktifkan code pink
 Bantu pihak kepolisian dan kemanan
 Informasikan adanya code pink kepada Pusat
Code Pink RSUD STS jika diminta
Bayi/anak hilang atau pegawai lainnya dan penanggungjawab Informasi/Koma
(Penculikan  Jika sasaran telihat jangan dihentikan,
diculik ruangan ndo SATPAM
Bayi/Anak) hubungi Pusat Informasi/Komando
 Monitor semua pintu keluar terhadap Telp: 110
SATPAM dan laporkan lokasi temuan
seluruh orang yang akan meninggalkan
rumah sakit dengan bayi/anak
 Evakuasi area secara
Pindah dari lokasi yang Pusat
horizontal/vertical
Code Purple dapat membahayakan  Lihat rencana evakuasi masing-masing Informasi/Koma
 Evakuasi mulai dari yang dapat
(Evakuasi) nyawa, kesehatan atau gedung ndo SATPAM
berjalan, dengan kursi roda lalu dengan
keamanan Telp: 112
ranjang
 Laporkan kepada Pusat
Informasi/SATPAM.
 Hubungi Pusat Informasi/Komando
 Satpam melapor pada Ketua Komando
Adanya informasi SATPAM untuk menghidupkan code Pusat
Code Black Bencana dalam hal konsultasidengan
ancaman bom dan black Informasi/Koma
(Ancaman kepolisian sebagai pertimbangan untuk
benda-benda yang  Jangan sentuh benda yang dicurigai ndo SATPAM
Bom) mengevakuasi penghuni gedung
dicurigai dan tidak dikenal sebagai bom Telp: 110
 Bertanya sebanyak mungkin kepada
 Isolasi area/lokasi ancaman bom
penelepon jika menerima telepon
ancaman/peringatan bom

1. Penanganan Keadaan Darurat


a. Kebakaran (Code Red)
1) Pengertian
Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur
(bahan bakar, oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan
kerugian harta benda atau cidera bahkan sampai kematian.Menurut
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N),
kebakaran adalah suatu peristiwa bencana yang berasal dari api yang
tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian
materi (harta benda, bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana
dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut,
shock, ketakutan dan lain-lain) hingga kehilangan nyawa atau cacat
tubuh yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut.
2) Prosedur
a) Petugas menerima laporan telah terjadi code red
b) Petugas memastikan ruangan atau lokasi terjadinya code red

70
c) Petugas mengaktifkan kode darurat code red ke bagian informasi
112
d) Petugas membantu memadamkan api dengan menggunakan
APAR dan hidrant
e) Petugas melarang orang yang tidak berkepentingan masuk ke area
f) Petugas membantu evakuasi jika diperlukan
g) Petugas meminta bantuan ke petugas pemadam kebakaran
(Damkar) ke No. 08526620945

b. Penculikan Bayi/Anak (Code Pink)


1) Pengertian
Bayi/anak hilang atau diculik
2) Prosedur
a) Jika diketahui atau dicurigai ada pasien atau bayi yang hilang
segera teriakkan code pink
b) Petugas lain yang mendengar segera menghubungi pusat
informasi
c) Perugas informasi mengaktifkan code pink dan menghubungi
satpam di No. 112
d) Petugas satpam menginstruksikan jajarannya untuk menutup
semua akses masuk dan keluar rumah sakit
e) Petugas satpam melaporkan kejadian ke polisi
f) Petugas satpam segera menuju kelokasi dan mengidentifikasi
kejadian
g) Petugas satpam menyerahkan penanganan kasus segera setelah
polisi datang
h) Polisi mengambil alih penanganan kejadian

c. Evakuasi (Code Purple)


1) Pengertian
Evakuasi adalah proses berpindah dari lokasi yang membahayakan
nyawa, kesehatan atau keamanan
2) Prosedur
a) Mengatur lalu lintas kendaraan yang keluar masuk lingkungan
rumah sakit dan menyediakan lokasi parkir bagi kendaraan
pemadam kebakaran, ambulance atau mobil bantuan lainnya.

71
b) Lakukan langkah pengamanan selama proses evakuasi atau
dengan cara: mengatur lingkungan sekitar lokasi untuk
memberikan ruang yang cukup untuk menangani keadaan
darurat, baik kecelakaan kerja, kebakaran ataupun gempa, dan
lain-lain. Mengamankan seluruh pengunjung, pegawai ataupun
masyarakat rumah sakit dalam proses evakuasi.
c) Mengamankan daerah darurat tersebut dari kemungkinan
tindakan kejahatan misalnya mencuri barang-barang yang sedang
diselamatkan.
d) Menangkap pelaku tindak kejahatan selama proses evakuasi dan
membawanya ke pos komando satpam.
e) Tetap menjaga agar tidak terjadi kondisi panik selama proses
evakuasi.

d. Ancaman Bom (Code Black)


1) Pengertian
Ancaman bom bias tertulis dan juga bias lisan atau lewat telepon.
Ancaman bom ada 2 jenis :
a) Ancaman bom yang tidak spesifik :pengancam tidak menyebutkan
secara detail tentang ancam anbom yang disampaikan.
b) Ancaman bom yang spesifik :pengancam menyebutkan tempat di
taruhnya bom, jenis bom yang digunakan, kapan bom akan
diledakkan dan lain-lain.
Semua ancaman bom harus ditanggapi secara serius sampai
ditentukan oleh tim penjinak bom bahwa situasi aman.
2) Prosedur
a) Petugas yang menemukan ancaman kode black langsung
menelepon ke satpam
b) Satpam lansung melapor ke pusat informasi
c) Pusat informasi mengaktikan kode black dan menghubungi K3RS
d) Kemudian K3RS datang ke tempat kejadian dan melakukan
proses evakuasi

e. Kegawat Daruratan Medis (code blue)


1) Pengertian

72
Code Blue adalah terminology yang digunakan untuk menyiagakan
tim code blue (tim resusitasi) di unit kerja bila terdapat pasien
dengan masalah henti jantung

2) Prosedur
a) Memastikan pasien memang membutuhkan pertolongan segera
demi menyelamatkan hidupnya
b) Petugas yang menemukan segera menghubungi tim code blue
yang berada di IGD STS Tebo
c) Sebelum petugas datang ketempat kejadian petugas yang
menemukan pasien pertama wajib melakukan bantuan hidup
dasar
 Amankan diri, amankan lingkungan, amankan pasien
 Panggil pasien
 Jika tidak ada respon, observasi pernapasan dan nadi
selama 10 detik
 Jika nafas dan nadi tidak ada lakukan compresi jantung dan
ventilasi 30:2 selama 5 siklus
 Lakukan penilaian
 Jika napas dan jantung ada lakukan recovery
d) Setelah tim code blue datang ketempat kejadian selama tindakan
diambil alih
e) Apabila dibutuhkan perawatan lebih lanjut pasien dibawa ke IGD
untuk diobservasi dan dirawat inap

73
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi Komunikasi Efektif dengan Masyarakat, Pasien dan Keluarga serta


Antar Staf Klinis adalah :
1. Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
2. Formulir Pelaksanaan Transfer
3. Formulir Pelaksanaan Rujukan
4. Formulir Pelaksanaan Early Warning System (EWS)
5. Formulir Pelaksanaan Tulbakon (Tulis_Baca_Konfirmasi)
6. Formulir Pelaksanaan Serah Terima Pasien / Operan dalam shif
7. Formulir Resume Rawat Jalan
8. Formulir Resume Rawat Inap
9. Formulir Assesment Kebutuhan dan Perencanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga
10. Formulir Edukasi Terintegrasi Rawat Inap
11. Formulir Edukasi Terintegrasi Rawat Jalan
12. Formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran
13. Formulir Penolakan Tindakan Kedokteran
14. Formulir Persetujuan Tindakan Anastesi
15. Formulir Penolakan Tindakan Anastesi
16. Formulir Persetujuan/Penolakan Tindakan Kedokteran Untuk Pemberian Transfusi
Darah

74
75

Anda mungkin juga menyukai