Anda di halaman 1dari 21

I.

Website:
https://www.kompasiana.com/muhammadreihanafk8967/624737f55a74dc349e16e832/
perwujudan-bela-negara-terhadap-generasi-muda

Judul
Perwujudan Bela Negara Terhadap Generasi Muda
Kreator: Muhammad Reihan AFK

2 April 2022   00:42 Diperbarui: 3 April 2022   12:13

Bela negara merupakan sebuah konsepan yang beraturan atas perangkat perundangan dan
petinggi suatu negara tentang patriotisme. Pada dasarnya bela negara ini didasari dengan jiwa
atau rasa cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan
pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Dalam artian luas bela negara bukan hanya tentang menyambangi ancaman kepada militer
melaninkan juga non militer. Di era muda ini ilmu pengetahuan dan teknologi amat sangat pesat
pada perkembanganya maka dengan demikian semakin banyak pula gambaran ancaman yang
semakin bervariasi. Bela negara sangat amat diperlukan supaya para penerus bangsa tidak
melupakan kewajibannya sebagai warga negara dan dapat mempertahankan NKRI ini dari
berbagai ancaman baik militer maupun non militer. Sehingga kita harus menanamkan rasa cinta
tanah air kepada para generasi muda sebagai penerus bangsa, supaya gererasi muda ini
mempunyai keunggulan kompetitif sehingga mampu bersaing melawan ancaman-ancaman
tersebut.

Menurut Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 yaitu tentang Pertahanan
Negara, bahwa usaha terhadap bela negara merupakan sikap dan perilaku warga negara yang
didasari oleh kecintaannya terhadap negara dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Perilaku bela negara ini merupakan suatu kewajiban dan
kehormatan untuk setiap warga negara yang dilakukan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab
dan rela berkorban dalam pengabdiannya terhadap NKRI.

Secara definisi Bela Negara terbagi menjadi tiga unsur, yaitu meliputi:
Jiwa: yaitu kecintaan terhadap NKRI yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam
menjamin keberlangsungan hidup bangsa dan negara.
Kewajiban: yaitu dasar manusia atau setiap warga negara.
Kehormatan: bela negara dilakukan oleh masing-masing warga negara dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab dan rela berkorban untuk pengabdian terhadap negara dan bangsa yang
berwujud sikap serta perilaku.
Dasar Perwujudan Bela Negara Yang Dilakukan Terhadap Generasi Muda

Dasar Perwujudan Bela Negara Yang Dilakukan Terhadap Generasi Muda


Dasar hukum mengenai bela negara terdapat dalam isi UUD NKRI 1945, yakni Pasal 27 ayat (3)
yang menyatakan maka semua warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya untuk
pembelaan negara. Kemudian pada Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Upaya
tersebut harus dijiwai oleh kecintaannya terhadap NKRI yang berdasarkan pada Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia 1945. Ketahanan nasional sebagai keadaan dinamis suatu
bangsa, merupakan keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kemampuan kekuatan
nasional saat menghadapi dan mengatasi segala ancaman, hambatan, gangguan, dan tantangan,
baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri langsung atau tidak langsung. Ancaman,
hambatan, gangguan, dan tantangan tersebut selalu ada di setiap gatra dan saling mempengaruhi.
Ketahanan nasional sebagai konsepsi geostrategis mewujudkan transformasi kekuatan nasional
untuk tujuan dan kepentingan nasional.
Nilai-Nilai Bela Negara Yang Perlu Diperhatikan Oleh Generasi Muda
Sebagai generasi muda yaitu garda terdepan pembangunan nasional, sudah seharusnya
mempunyai nilai-nilai bela negara yang tinggi untuk mencegah dari berbagai macam dimensi
ancaman.

Berikut Penjelasan Mengenai Nilai-Nilai Dasar Bela Negara


1. Cinta Tanah Air, Cinta adalah suatu perasaan atau rasa yang tumbuh dari hati paling dalam
tiap warga negara terhadap Tanah Air yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Negeri Indonesia luas dan kaya akan sumber daya yang
perlu kita cintai. Kesadaran bela negara yang ada pada setiap masyarakat didasarkan pada
kecintaan kita terhadap tanah air. Upaya untuk menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai rasa
cinta Tanah Air, diperlukannya untuk memahami Indonesia secara utuh.

2. Kesadaran dalam Berbangsa dan Bernegara. Kesadaran dalam berbangsa dan bernegara adalah
sikap kita yang harus sesuai dengan kepribadian bangsa dan dikaitkan dengan cita-cita serta
tujuan hidup bangsa. Rasa cinta Tanah Air yang tinggi dari tiap warga negara, diperlukannya
sikap kesadaran berbangsa yang selalu menciptakan suatu nilai-nilai kerukunan, persatuan dan
kesatuan dalam keberagaman di lingkungan masing-masing. Sikap kesadaran bernegara
menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Upaya menanamkan sikap kesadaran
berbangsa dan bernegara yang merdeka dan berdaulat di antara negara-negara lainny, perlu
dipahami nilai-nilai yang terkandung dalam konsepsi kebangsaan, yang terdiri dari: Wawasan
Nusantara, Ketahanan Nasional, Kewaspadaan Nasional, dan Politik Luar Negeri Bebas Aktif. 

3. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Ideologi kita adalah warisan dan hasil perjuangan para
pahlawan yang sungguh luar biasa. Pancasila bukanlah hanya sekedar teoritis dan normatif saja,
akan tetapi dapat diamalkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila ialah alat pemersatu
keberagaman yang ada di Indonesia yang mempunyai beragam macam agama, budaya, etnis, dan
lain-lain. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, terbukti telah mampu dalam menjamin
kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Setalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia,
telah terjadi berulang kali peristiwa sejarah yang mengancam keberadaan NKRI, tetapi berbagai
bentuk ancaman tersebut dapat diatasi karena adanya kesetiaan rakyat Indonesia pada ideologi
Pancasila.

4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara. Dalam mewujudkan bela negara tentunya kita
harus rela berkorban untuk bangsa dan negara. Perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh
kemerdekaan dan mempertahankan sampai saat ini ialah berkat tekad para pejuang bangsa yang
memiliki sikap rela berkorban demi bangsa dan negara. Sikap rela berkorban ini sudah menjadi
bukti sejarah, bahwa kemerdekaan Indonesia dapat diperoleh dengan hasil perjuangan yang tulus
tanpa pamrih dari seluruh kekuatan rakyat pada saat melawan kolonial belanda dan kelompok
yang anti terhadap NKRI. Adanya semangat dan pantang menyerah, para pejuang bangsa pun
maju ke medan perang, baik perang dalam fisik militer maupun perang diplomasi untuk
mencapai sebuah kemenangan. Agar membangun sikap rela berkorban bangsa dan negara, setiap
warga negara harus memahami beberapa aspek, antara lain: Semangat dan nilai juang 45 (JSN
45), konsepsi jiwa, tanggung jawab etik, konstitusi dan konstitusi, sikap rela berkorban demi
bangsa dan negara, rela menolong sesama tanpa pamrih dan tanpa melihat latar belakangnya,
lebih mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi dan golongan,
berpartisipasi aktif dan juga peduli pada pembangunan masyarakat Bangsa dan Negara.

5. Mempunyai Kemampuan Awal Bela Negara. Kemampuan awal bela negara memiliki arti
sebagai sebuah potensi serta kesiapan untuk melakukan aksi bela negara sesuai dengan profesi
dan kemampuannya di lingkungan masing-masing maupun di lingkungan publik yang
memerlukan atau membutuhkan peran serta upaya bela negara. Kemampuan bela negara bisa
diwujudkan dengan tetap menjaga keuletan, kedisiplinan, dan bekerja keras. Selain itu, dapat
diwujudkan dengan cara ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar seperti jadi bagian
dari Siskamling, lalu menolong dan membantu korban bencana yang sebagaimana kita ketahui
bahwa Indonesia seringkali terjadi bencana alam, menjaga kebersihan, mencegah bahaya dari
narkoba yang menjadi musuh besar bagi generasi penerus bangsa, cintai produk dalam negeri
agar Indonesia tidak terus mengimpor barang-barang dari luar negeri, dapat melestarikan budaya
Indonesia serta tampil sebagai anak bangsa yang berprestasi.

6. Semangat untuk Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil dan Makmur. Semangat
mewujudkan cita-cita bangsa adalah sikap dan tekad kebangsaan yang dilandasi oleh tekad
persatuan dan juga kesatuan dalam mewujudkan cita-cita bersama. Sikap dan tekad bersama
ialah kekuatan untuk mencapai suatu cita-cita bangsa, seperti yang tertuang pada Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945, yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Pada dasarnya, bangsa Indonesia berjuang untuk merdeka,
berdaulat dan berkeadilan, memberantas kemiskinan dan kebodohan serta menginginkan
perdamaian dunia yang damai.
Contoh Bela Negara Yang Dilakukan Oleh Generasi Muda Saat Ini
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa bela negara merupakan suatu sikap dan perilaku
warga negara yang memiliki rasa kecintaannya kepada tanah air. Hal itu berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 dalam merangkai kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang seutuhnya.
Dalam bela negara untuk mewujudkannya tidak harus dengan berperang, adapun contoh rasa
kecintaan terhadap tanah air dalam perwujudan sikap bela negara yang dilakukan oleh generasi
muda pada masa sekarang ini sebagai berikut, misalnya dalam lingkungan kampus sebagai
mahasiswa perlu sekali untuk mentaati seluruh peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak
kampus seperti masuk kelas mata kuliah tepat pada waktunya.

Sikap yang seperti itu merupakan suatu perilaku yang disiplin, selain disiplin kita pun sebagai
mahasiswa harus sopan terhadap pengajar yaitu dosen. Selama masih masa kuliah pun jangan
bermalas-malasan dan bolos akan tetapi rajin dan giat belajar apalagi dalam melaksanakan tugas-
tugas kampus yang diberikan oleh dosen dan tak lupa pula ikut berkontribusi dalam kampus
yaitu dengan berprestasi dan membanggakan serta mengharumkan nama Indonesia di kancah
Internasional. Hal itu dapat menjaga nama baik NKRI, ikut serta merta dalam berbagai kegiatan
sosial, aktif dalam berorganisasi dll.

Selain kita harus taat dalam waktu, mahasiswa pun perlu menegakkan dan sadar akan hukum,
tahu akan keadilan misalnya adanya korupsi di lingkungan kampus, menolak keterlibatan pada
paham-paham radikalisme, menyampaikan aspirasi rakyat. Sebagai generasi muda Indonesia kita
sebaiknya jangan acuh terhadap perkembangan pemerintah memberikan kritikan misal
pemerintah memberikan kebijakan yang tak adil untuk rakyat.

Generasi muda harus menjadi agent of change bagi negara, Jika ada suatu konflik bersikap
cerdas, serta berfikir logis, menciptakan kedamaian serta ketentraman masyarakat. Contohnya
ketika masyarakat memberikan dan membutuhkan sebuah aspirasi kepada pemerintah,
mahasiswa pun ikut membantu dalam menyampaikan dan memperjuangkan sebuah aspirasinya,
jangan acuh dan diam begitu saja. Maka dari itu bela negara sangat penting bagi mahasiswa,
karena kegiatan yang dilakukan seperti inilah bertujuan sebagai pembinaan dan penguatan
terhadap karakter, serta revolusi mental agar kita sebagai penerus tidak menjadi generasi yang
memiliki mental lemah.

Sejarah Bela Negara Terhadap Generasi Muda

Definisi sejarah ialah peristiwa yang sudah terjadi di masa lalu yang memiliki nilai sebagai
pelajaran. Apabila sejarah mempunyai peran sebagai ilmu, maka sejarah dapat bersifat ilmiah,
kritis, diakronik, empiris, dan mempunyai objek (manusia), teori, generalisasi serta metode
(Kuntowijoyo, 2013; Sukmana, 2021).

Semakin lajunya perkembangan teknologi membuat generasi muda cenderung lalai, abai bahkan
lupa akan identitas nasional bangsanya. Identitas nasional ialah ciri khas yang sangat ditentukan
oleh sejarah terciptanya suatu bangsa (Hendrizal, 2020). Bangsa yang kuat dan tangguh yaitu
bangsa yang mampu menggenggam identitas nasional dari bangsanya sendiri.

Kuntowijoyo (2013) menyampaikan bahwa sumber sejarah itu terdapat 2 jenis, yakni sumber
primer dan sekunder.

Sumber primer
dokumen tertulis (arsip), contohnya surat, kontrak kerja, hasil tulisan notulen rapat.

artifact, contohnya foto keluarga ataupun peristiwa, bangunan sejarah yang masih asli, atau alat-
alat bersejarah lainnya.

Sumber sekunder biasanya diperoleh dari buku-buku sejarah.


UU Republik No. 3 Tahun 2002 berisi Pertahanan Negara, pasal 2 dan pasal 9 Ayat (1) dan (2)
yang intinya menyatakan bahwa seluruh warga Negara ikut serta dalam usaha pembelaan Negara
yang direncanakan dalam Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem pendidikan Nasional, pasal 3, yang
menerangkan bahwa pendidikan membentuk peradaban bangsa serta martabat dengan
pengembangan potensi peserta didik untuk bertaqwa kepada tuhan, beriman, demokratis,
berahlak mulia, berilmu, mandiri, kreatif dan bertanggungjawab.

Segala permasalahan yang sudah terjadi dalam kondisi bela negara sekarang ini dapat di
identifikasi:
Semakin melemahnya Kesadaran Bela Negara untuk Generasi Muda. Berbagai kejadian yang
dilakukan oleh generasi muda kita menandakan bahwa, adanya sikap serta perilaku turunnya
nilai-nilai bela negara, seperti kecintaan terhadap tanah air Indonesia, bentuk kesadaran antar
bangsa dan negara Indonesia, keyakinan terhadap kebenaran Pancasila sebagai dasar negara,
sikap rela berkorban untuk tanah air Indonesia.
Posisi kesadaran Bela Negara belum mencapai keoptimalan dan membudaya di kehidupan
nasional. Sebelum pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, kita beryakinan dan
mengupayakan membina seoptimal mungkin untuk mensosialisasikan nilai-nilai bela negara di
kehidupan nasional yang mencakup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya
mensosialisasikan, melakukan pendidikan dan pelatihan, ceramah, diskusi dan lain sebagainya
berfungsi untuk membentuk budaya karakter bangsa yang nasionalisme dan memiliki jiwa
patriotisme.
Belum mencapai optimal terhadap pelaksanaan kebijakan aktualisasi kesadaran bela negara.
Reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 memiliki pengaruh lebih terhadap perkembangan
kehidupan nasional. Pengaruh reformasi tersebut membuat pemerintah kehilangan arah dan
kebijakan dalam merumuskan bela negara sebagai komponen utama guna membentuk kokohnya
karakter bangsa. Negara Indonesia dimiliki oleh semua warga negara Indonesia, maka dari itu,
setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat dalam rangka guna mengatur kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat tentunya menghubungkan seluruh partisipasi generasi
muda dari segi penjaringan aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Didalam kurikulum Pendidikan Nasional memuat sedikit sekali materi yang membahas
mengenai Bela Negara. Kurikulum Pendidikan Nasional secara formal yang dilakukan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi memuat materi Bela Negara sangat minim,
padahal pembentukan karakter bangsa dimulai sejak dini, pada saat anak-anak masih duduk
dibangku Taman Kanak-Kanak (TK). Apabila masih menginjak usia anak-anak dibentuk rasa
nasionalisme, wawasan kebangsaan, serta nilai-nilai Pancasila, maka akan dengan mudah
menumbuhkan sikap bela negara yang militan.
Menyadari permasalah diatas, terdapat sejumlah Kondisi Aktualisasi Kesadaran Bela Negara
yang diharapkan. Generasi muda yaitu tulang punggung negara, sangat berpeluang menjadi
pemimpin-pemimpin nasional baik dimasa sekarang ataupun masa depan. Kesadaran bela negara
akan tumbuh dan berkembang di kehidupan generasi muda kesehariannya dalam lingkungan
tempat tinggal, diawali dari lingkungan keluarga, lingkungan umum, lingkungan kerja hingga
lingkungan sekolah.

Aktualisasi Bela Negara Yang Harus Dilakukan Terhadap Generasi Muda Bela negara
merupakan sikap patriot dan tindakan warga negara yang didasari rasa cinta tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara, keyakinan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, kerelaan
berkorban guna menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
Negara, keutuhan wilayah, yurisdiksi nasional dan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Bela negara merupakan segala upaya untuk mempertahankan Negara
dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme, yakni kesadaran berbangsa dan bernegara,
menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan
negara. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 6B tertulis "Setiap warga
Negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara, sesuai dengan ketetapan yang berlaku".
Serta dikuatkan dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 9 Ayat : "Setiap
warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha bela Negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan Negara" (Banda, 2022).

Dalam (Suriata, 2019) Kesadaran bela negara diaktualisasikan melalui peningkatan kewaspadaan
generasi muda. Kewaspadaan generasi muda yang telah memahami kesadaran nilai-nilai bela
negara, kecintaan terhadap tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan dan
kebenaran terhadap Pancasila, rela berkonban untuk bangsa dan negara dan kemampuan awal
bela negara, sehingga memiliki kemampuan untuk mengatasi dan menyelesaikan terhadap
berbagai ancaman, hambatan, gangguan dan tantangan demi untuk mendukung kepentingan
pertahanan dan keamanan nasional. Kewaspadaan generasi muda sebagai generasi penerus
bangsa dan negara Indonesia diharapkan memiliki kemampuan peduli, kesiapsiagaan serta
tanggungjawab, dalam rangka peningkatan pencegahan dini, daya tangkal maupun daya cegah.
Keberadaan generasi muda berada pada semua level kehidupan masyarakat, perlu dilakukan
pembinaan, motivasi serta sosialisasi kesadaran bela negara agar peningkatan kewaspadaan bagi
generasi muda tetap dapat dapat dipertahankan.

Pemahaman terhadap kesadaran bela negara akan menimbulkan sikap dan prilaku yang melekat
kewaspadaan pada generasi muda dalam menyaring pengaruh budaya asing yang datang kedalam
wilayah negara Indonesia, karena adanya beberapa budaya asing tidak sesuai dengan budaya
bangsa Indonesia. Melalui kewaspadaan yang telah terbangun oleh generasi muda, maka telah
terjadi sikap keperdulian dari seorang warga negara Indonesia terhadap ancaman, hambatan,
tantangan dan gangguan baik yang datangnya dari dalam negeri maupun luar negeri dari potensi
ancaman.

KESIMPULAN

Bela negara merupakan sebuah konsepan yang beraturan atas perangkat perundangan dan
petinggi suatu negara tentang patriotisme. Menurut Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 yaitu tentang Pertahanan Negara, bahwa usaha terhadap bela negara
merupakan sikap dan perilaku warga negara yang didasari oleh kecintaannya terhadap negara
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Perilaku bela negara ini merupakan suatu kewajiban dan kehormatan untuk setiap warga negara
yang dilakukan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab dan rela berkorban dalam
pengabdiannya terhadap NKRI. Dasar hukum mengenai bela negara terdapat dalam isi UUD
NKRI 1945, yakni Pasal 27 ayat yang menyatakan maka semua warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya untuk pembelaan negara.

Kemampuan bela negara bisa diwujudkan dengan tetap menjaga keuletan, kedisiplinan, dan
bekerja keras. Selain itu, dapat diwujudkan dengan cara ikut serta dalam mengamankan
lingkungan sekitar seperti jadi bagian dari Siskamling, lalu menolong dan membantu korban
bencana yang sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia seringkali terjadi bencana alam,
menjaga kebersihan, mencegah bahaya dari narkoba yang menjadi musuh besar bagi generasi
penerus bangsa, cintai produk dalam negeri agar Indonesia tidak terus mengimpor barang-barang
dari luar negeri, dapat melestarikan budaya Indonesia serta tampil sebagai anak bangsa yang
berprestasi. 6. Semangat untuk Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil dan Makmur
Semangat mewujudkan cita-cita bangsa adalah sikap dan tekad kebangsaan yang dilandasi oleh
tekad persatuan dan juga kesatuan dalam mewujudkan cita-cita bersama. 3 Tahun 2002 berisi
Pertahanan Negara, pasal 2 dan pasal 9 Ayat dan yang intinya menyatakan bahwa seluruh warga
Negara ikut serta dalam usaha pembelaan Negara yang direncanakan dalam Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara. UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem
pendidikan Nasional, pasal 3, yang menerangkan bahwa pendidikan membentuk peradaban
bangsa serta martabat dengan pengembangan potensi peserta didik untuk bertaqwa kepada tuhan,
beriman, demokratis, berahlak mulia, berilmu, mandiri, kreatif dan bertanggungjawab. Seperti,
generasi Muda melakukan kekerasan pada tahun 2013 total telah terjadi 255 kasus kekerasan
yang menewaskan 20 siswa, tahun 2014 Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 2.737
kasus atau 210 setiap bulan dan tahun 2015 angka kekerasan pelakunya antar siswa akan
meningkat sekitar 12-18 persen. Pada tahun 2016 terjadinya peristiwa tawuran antar pelajar
SMKN 4 Tangerang dengan SMK PGRI 2 yang mengakibatkan 1 orang korban.

Dosen Pengampu: Subhan Widiansyah M. Pd (Pendidikan Kewarganegaraan)

Anggota: Ave Christin Pasaribu, Fitri Nur Kamilah, Hana Labibah, Iin Indriani, Iqomatul
Islamiyah, M Reihan AFK dan Siva Nurjannah
II.
Website :
https://edukasi.okezone.com/read/2022/04/01/624/2571603/sikap-sikap-yang-bisa-
dijalankan-agar-dapat-hasil-maksimal-apa-saja

Judul :
Sikap-sikap yang Bisa Dijalankan Agar Dapat Hasil Maksimal Apa Saja

Destriana Indria Pamungkas, MNC Portal · Jum'at 01 April 2022 14:29 WIB

JAKARTA - Sikap-sikap dalam beraktivitas agar hasil dapat maksimal dapat Anda lakukan
dengan beberapa cara. Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, sudah selayaknya kita memiliki
sikap positif agar dapat beraktivitas secara maksimal.
Indonesia, diketahui memiliki nilai-nilai kebangsaan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945. Nilai-Nilai Kebangsaan inilah yang dapat anda contoh untuk bersikap dalam
aktivitas sehari-hari.
Di mana pada usia produktif manusia harus diimbangi dengan sikap-sikap yang baik sehingga
akan memberikan dampak positif bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Nah, berikut ini adalah sikap-sikap dalam beraktivitas agar dapat hasil maksimal berdasarkan
Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia dalam UUD 1945.

Sikap-Sikap Dalam Beraktivitas Agar Hasil Dapat Maksimal


Nilai Religius
Memiliki sikap untuk percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
kepercayaan dan agama masing-masing. Memiliki sikap saling menghormati antar pemeluk
agama yang berbeda. Memiliki sikap untuk tidak saling memaksa antar umat beragama agar
memeluk agama yang kita yakini.

Nilai Kemanusiaan
Adanya sikap saling mengakui bahwa setiap manusia memiliki hak, kewajiban dan derajat yang
sama. Adanya sikap saling mencintai dan menyayangi antar sesama tanpa membeda-bedakan
latar belakang. Adanya sikap tenggang rasa dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Nilai Produktivitas
Memiliki sikap yang dapat mendukung adanya sarana dan prasarana yang memadai demi
mendorong agar masyarakat lebih produktif. Memiliki sikap untuk menciptakan undang-undang
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Nilai Keseimbangan
Adanya sikap untuk menjalankan hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara yang baik.
Adanya sikap untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan jasmani dan rohani.

Nilai Demokrasi
Memiliki sikap cinta tanah air dan berjiwa nasionalis. Adanya sikap untuk mencapai
kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Memiliki sikap dan pemahaman atas realita adanya perbedaan.

Nilai Kesamaan Derajat


Memiliki sikap yang menyadari bahwa setiap warga negara memiliki hak, kewajiban, dan
kedudukan yang sama didepan hukum negara ini. Memiliki sikap dan kesadaran bahwa setiap
warga negara memiliki hak untuk hidup, kesehatan, dan pendidikan yang layak, serta aman dari
adanya ancaman.

Nilai Ketaatan Hukum


Memiliki sikap untuk saling mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Adanya sikap
independen bagi lembaga hukum agar dijauhkan dari kekuatan politik.
III.

Website :
https://www.kompasiana.com/srirahayudpr19/6324ad2906b56a2ef57b4592/sri-rahayu-pancasila-
tetap-relevan-di-jaman-teknologi-tinggi-saat-ini

Judul Artikel :
"Sri Rahayu: Pancasila tetap Relevan di Jaman Teknologi Tinggi Saat Ini"

17 September 2022   00:06 Diperbarui: 17 September 2022   00:17

Pancasila masih menjadi dasar dan ideologi yang cocok bagi bangsa Indonesia. Meskipun jaman
berbembang pesat seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, Pancasila
mampu menjadi tameng kita dalam menangkal serangan dari luar dalam berbagai bentuk. Hal itu
disampaikan Sri Rahayu, Anggota DPR/MPR Fraksi PDI Perjuangan ini dalam pertemuan
dengan badan musyawarah antar gereja sekabupaten Blitar  (16/09) di Gedung Pusat Pembinaan
dan Pelatihan Kec. Wlingi kab. Blitar.

Lebih lanjut Legislator PDI Perjuangan asal Dapil VI Jawatimur ini menyampaikan kepada
seluruh peserta tentang pentingnya implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dimasa dunia teknologi berkembang sangat pesat, sehingga dibutuhkan filter yg kuat
terhadap serangan berbagai sektor dari dunia luar dimana Pancasila sbg cerminan jatidiri
masyarakat Indonesia yg harus terus dipupuk dan diterjemahkan dalam kehidupan nyata. Ini
menjadi sangat penting dan menjadi tanggung Jawab kita bersama untuk Keutuhan NKRI.

Dikemas dalam kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini, Sri Rahayu mengupas tentang
Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, Undang--undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara serta ketetapan MPR, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sebagai Bentuk Negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
Semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Acara yang dihadiri 250-an peserta dari seluruh wilayah kabupaten Blitar tersebut dilaksanakan
sejak 07.00 pagi hingga selesai sekitar tengah hari. Peserta sebagian besar adalah jemaat gereja
di wilayah Blitar tersebut sangat antusias mengikuti kegiatan. Terbukti sejak pagi hingga siang
hari.
IV.

Website :
https://tirto.id/sejarah-p4-di-masa-orde-baru-yang-kini-akan-dihidupkan-lagi-eCDt

Judul
Sejarah P4 Di Masa Orde Baru Yang Kini Akan Dihidupkan Lagi

Penulis: Indira Ardanareswari, tirto.id - 10 Mar 2020 07:00 WIB

Pada 2016, Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja Presiden Bidang Pemantapan Ideologi
Pancasila (BPIP). Melansir laporan Tempo (26/12/2016), lembaga setingkat menteri ini dibentuk
langsung di bawah Presiden dengan tugas melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan
mengendalikan penerapan nilai Pancasila. Sasaran implementasinya meliputi sekolah, lembaga
pemerintahan, hingga organisasi kemasyarakatan. “Pancasila harus betul-betul diwujudkan
dalam pola pikir, sikap, mental, dalam gaya hidup dan perilaku nyata kita dalam kehidupan
sehari hari,” ujar Jokowi saat menggelar rapat terbatas membahas soal pemantapan Pancasila
pada 19 Desember 2016. Pembentukan lembaga pembinaan Pancasila oleh Jokowi,
mengingatkan pada upaya indoktrinasi ideologi Pancasila yang dilakukan Presiden Soeharto 40
tahun lalu. Pada Maret 1979, pemerintah pernah membentuk badan serupa bernama Badan
Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).
Dalam pelaksanaannya, badan ini dibantu Penasihat Presiden tentang Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P7).

Melalui lembaga pemerintah non-departemen itu, rezim Orde Baru leluasa menjalankan proyek
ideologinya hingga api reformasi berkobar pada 1998. Dalam waktu 19 tahun, pemerintah
mewajibkan setiap pegawai negeri dan anggota masyarakat mengikuti penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Di tingkat sekolah, P4 lebih dulu diajarkan melalui
mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang pertama kali diatur dalam Kurikulum
1975. Sejak Januari 2017, pemerintahan Jokowi melalui BPIP berencana menghidupkan kembali
penataran P4 yang diklaim dapat menangkal paham radikalisme. Rencana ini kembali mencuat
pada Februari 2020, menyusul pernyataan mantan anggota dewan BPIP, Mahfud MD, yang
mengatakan sudah ada beberapa orang yang ditatar.

Operasi Tertib Mental Ketika PMP mulai diajarkan di sekolah-sekolah formal, gagasan tentang
pembudayaan Pancasila di kalangan pegawai pemerintahan juga turut diperbincangkan. Dalam
setiap pidato kenegaraan, Soeharto kerap mengingatkan pegawai negeri untuk mulai
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Puncaknya pada 1976, dia bilang
pemerintah tengah mempersiapkan sebuah panduan untuk itu. Susunan panduan pembudayaan
ideologi Pancasila secara resmi disahkan oleh MPR pada 21 Maret 1978 dengan nama Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Menurut David Bourchier dalam Illiberal
Democracy in Indonesia: The Ideology of the Family State (2014: 191), P4 bukan ditujukan
untuk menginterpretasi nilai-nilai Pancasila, melainkan sebuah “instruksi dan aturan tingkah laku
bagi kehidupan sosial dan politik seluruh warga negara Indonesia, khususnya pegawai negeri,
segenap institusi pemerintahan, dan organisasi masyarakat.” Bourchier juga mengatakan bahwa
P4 pada dasarnya merupakan manifestasi dari pemerintahan autokratis Orde Baru dalam upaya
penerapan nilai-nilai Pancasila. Program ini wajib diikuti oleh seluruh pegawai negeri dan
anggota ABRI dalam kurun waktu tertentu, tergantung golongan kepangkatannya. Selain
Pancasila, mereka juga diinstruksikan untuk mendalami UUD 1945 dan Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Penataran P4 nyatanya cukup berat, terlebih untuk ukuran masa kini.
Sebagaimana dicatat oleh Bourchier, penataran umumnya dilaksanakan dalam waktu dua
minggu, dari pukul delapan pagi hingga enam petang. Bagi pejabat pemerintahan senior, waktu
penataran yang harus dijalani adalah 120 jam. Peserta penataran dianggap gugur dan harus
mengulang dari awal ketika kedapatan satu kali tidak hadir atau dianggap tidak mengikuti etiket
penataran. “Peserta yang terlambat datang di setiap sesi akan langsung ditandai, begitu pula
peserta yang tidak mengindahkan etiket, seperti tidak duduk dengan rapi atau tidak menunjukkan
sikap hormat kepada pembina atau malah menguap,” tulis Bourchier. Lebih jauh, etiket
penataran P4 disusun dengan bercermin kepada budaya sopan santun orang Jawa. Bourchier
melanjutkan bahwa selama penataran, “peserta yang terlalu banyak mengekspresikan
pendapatnya juga akan mendapat teguran, begitu pula bagi peserta yang hanya diam.” Baca juga:
Dibayar Mahal, Stafsus Jokowi Cuma Urus Gimik Membumikan Pancasila Satu tahun setelah
seminar P4 pertama kali diadakan pada 1 Oktober 1978, Soeharto membentuk BP7 dan P7
dengan tugas pokok mengoordinasi seluruh kegiatan penataran P4 di tingkat bawah. Kedua
badan ini juga bertanggung jawab menyelenggarakan penataran di luar lembaga pemerintahan
yang berlaku secara nasional. Dalam wawancara Tempo (11/8/1979), Roeslan Abdulgani selaku
ketua Tim P7, mengakui bahwa penataran P4 pada dasarnya dapat disamakan dengan operasi
tertib mental. Baginya, lulus atau tidak peserta penataran tidaklah penting karena yang hendak
dicapai ialah perubahan situasi kerja di sebuah unit pemerintahan. “Sistem demokrasi selalu
mengenal persuasion dan coercion, bujukan dan paksaan, yang merupakan dua sayap dari satu
ide. Dan penataran P4 inilah merupakan persuasionnya,” katanya masih mengutip Tempo.
Sementara itu, menurut sejarawan dan peneliti LIPI, Taufik Abdullah, mendalami P4 ada
risikonya. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kenyataan yang terjadi di masyarakat tidak selalu
cocok dengan nilai-nilai luhur dalam P4, akibatnya tidak jarang timbul rasa frustasi yang
melahirkan sikap munafik. Penyeragaman Ideologi Pada tahun-tahun selanjutnya, cakupan
peserta penataran P4 kian melebar. Peserta tidak lagi didominasi pegawai negeri, tetapi juga
orang-orang partai, ulama, karyawan, pengusaha, pelajar, artis, jurnalis, dan seterusnya.
Sebagaimana dikatakan oleh Soeharto kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. dalam
Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1988: 316), ia merasa perlu “melanjutkan dan
memperluas penataran P4, khususnya di kalangan tokoh masyarakat sampai ke tingkat daerah.”
Nazaruddin Sjamsuddin dalam bukunya Integrasi Politik di Indonesia (1989: 159) menuliskan
alasan yang sangat politis di balik rencana Soeharto memperluas cakupan penataran P4.
Menurutnya, rezim Orde Baru tengah terdesak oleh penyebaran ideologi partai politik baru selain
Golkar. Di saat bersamaan, kelompok-kelompok Islam dan Nasionalis mulai secara terbuka
mengkritik pemerintah. Bermunculannya kubu oposisi membuat pemerintah merasa perlu
menegaskan kembali Pancasila sebagai falsafah negara. Hal ini senada dengan argumen yang
ditulis oleh David Bourchier bahwa “kampanye P4 adalah usaha pemerintah untuk mengelak dari
kritik dengan cara meningkatkan perhatian pada permasalahan krisis moral.” Melalui sosialisasi
ideologi semacam ini, masyarakat sipil dibimbing untuk menganut asas tunggal Orde Baru, yakni
Pancasila. Baca juga: Upaya Soeharto Mengklaim Pancasila dari Sukarno Demi meningkatkan
penetrasi P4 di kalangan sipil, pemerintah melalui BP7 dan P7, memperluas metode pelaksanaan
P4 dengan program-program non-penataran yang dinilai cocok bagi semua kalangan. Program
yang berlaku secara nasional itu meliputi kegiatan simulasi, penggunaan modul, dan
pertunjukan-pertunjukan seni budaya tradisional. Ditinjau dari lingkup pesertanya, P4 boleh jadi
adalah kampanye ideologi paling berhasil yang pernah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan
laporan Kepala BP7 Pusat, Oetojo Oesman, diketahui bahwa sampai tahun 1989 sudah terdapat
hampir 65 juta orang yang pernah mengikuti program pembudayaan P4 di luar jalur penataran.
Sementara lebih dari 32 juta orang lainnya pernah dinyatakan lulus penataran P4 oleh BP7.
Obsesi sosialisasi ideologi Pancasila itu dilanjutkan dengan keputusan Menteri Pendidikan
Nugroho Notosusanto yang menginginkan P4 diberikan juga kepada warga negara sejak bangku
sekolah. Maka pada 1984, ia menginstruksikan kepada perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta, agar mulai memasukan penataran P4 ke dalam sistem kredit semester mahasiswa baru.
Menurut Margono dalam tesis masternya yang berjudul “Karakteristik Proses Belajar Mengajar
Penataran P4 Pola 45 Jam Bagi Mahasiswa Baru” (1991), saat pertama kali diimplementasikan,
penataran P4 di kampus-kampus memakai pola 100 jam. Total waktu yang dihabiskan
mahasiswa untuk berkutat dengan ceramah Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, kala itu hanya
selisih 20 jam lebih sedikit dari waktu penataran pejabat pemerintahan. Tanpa disadari, hal ini
memicu frustrasi di kalangan pelajar karena materi penataran yang disampaikan selama dua
minggu berturut-turut, dari pukul tujuh pagi hingga lima sore, ternyata sekadar pengulangan
mata pelajaran PMP. Bermula dari sini, kampanye P4 mulai kehilangan pengaruhnya. Pada 1991,
masih menurut Margono, penerus Nugroho Notosusanto di pos Menteri Pendidikan, Fuad
Hassan, mempertimbangkan untuk mengurangi waktu penataran P4 bagi mahasiswa baru
menjadi 45 jam. Sayangnya, hal ini tidak mengurangi perasaan tertekan yang terlanjur dialami
para pelajar lantaran materi P4 ujung-ujungnya sampai juga ke atas meja siswa di bangku SMP
dan SMA. Selain itu, imbuh Margono, penataran P4 juga memiliki banyak kelemahan.
Metodologi penataran sudah dipolakan dan bersifat baku sehingga tidak mungkin diubah tanpa
persetujuan BP7. Pendekatan formal yang amat kaku dan berturut-turut ini dianggap sebagai
bentuk penindasan. Maka ketika Reformasi mencapai klimaksnya pada Mei 1998, penataran P4
di tingkat perguruan tinggi menjadi salah satu warisan Orde Baru yang langsung dihanguskan
oleh mahasiswa.

Baca juga artikel terkait P4 atau tulisan menarik lainnya Indira Ardanareswari (tirto.id - Sosial
Budaya)
Penulis: Indira Ardanareswari
Editor: Irfan Teguh
V.

Website:
https://nasional.okezone.com/read/2022/01/10/337/2529892/megawati-ingatkan-puan-untuk-
bikin-undang-undang-sesuai-uud-45

Judul :
Megawati Ingatkan Puan Untuk BIkin Undang-Undang Sesuai UUD 45

Kiswondari, Sindonews · Senin 10 Januari 2022 13:25 WIB

JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri


mengatakan bahwa titik kulminasi dari perjuangan bangsa terjadi ketika para pendiri bangsa
berkumpul merumuskan keseluruhan gagasan terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia melalui
sebuah sidang yang disebut Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK)
sebelum Indonesia berdiri.
"Dalam sidang BPUPK itulah keputusan strategis tentang falsafah dasar, padangan hidup bangsa,
Pancasila disepakati secara aklamasi dalam sidang penuh semangat kenegarawan itu. Itulah
mukadimah dan batang tubuh UUD 1945, dirumuskan dengan sangat visioner," kata Megawati
dalam pidato HUT ke-49 PDIP yang disiarkan daring, Senin (10/1/2022).
Karena putrinya Puan Maharani menjabat Ketua DPR, Megawati sering mengatakan kepada
Puan apakah pembuat Undang-Undang (UU) sudah lupa dengan UUD 1945, untuk itu Fraksi
PDIP di DPR dalam membuat UU selalu mengacu pada UUD 1945.
"Sekarang, saya sering, kebetulan kan putri saya ketua DPR. saya suka bilang begini, sebetulnya
kita ini apa sudah lupa sama UUD 1945 ya? Saya selalu mengatakan kepda fraksi saya, mbok ya
kalau apa pun yang mau dituangkan ke dalam UU itu selalu melihat dulu di UUD 1945 itu,"
ujarnya.

Presiden RI ke-5 ini menegaskan, bahwa UUD 1945 merupalan sumber dari segala perundang-
undangan, tapi dia melihat UU yang ada seperti tidak berhubungan dengan UUD 1945.
"Supaya, sekarang antara UUD 1945 itu di situ sumber segala perundangan, tapi terus di
bawahnya itu seperti apa kayak tdak berhubungan atau kurang berhubungan. Menurut saya,"
tukas Mega.
VI.
Website :
https://www.liputan6.com/news/read/4903023/puan-dukungan-ri-di-resolusi-pbb-soal-invasi-
rusia-ke-ukraina-sesuai-uud-1945

Judul:
Puan : Dukungan RI Di Resolusi PBB Soal Invasi Rusia Ke Ukraina Sesuai UUD 1945
Delvira Hutabarat 04 Mar 2022, 19:27 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI, Puan Maharani menilai dukungan pemerintah Indonesia
terhadap Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyesalkan
agresi Rusia kepada Ukranina sudah sesuai konstitusi negara.

“DPR RI sepakat dengan Pemerintah yang mendukung Resolusi Majelis Umum PBB terkait
agresi Rusia kepada Ukraina. Sikap Pemerintah sudah sesuai dengan UUD 1945 yang
mengamanatkan agar Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” kata Puan, Jumat (4/3/2022).

Puan mengingatkan, kemerdekaan merupakan hak segala bangsa. Menurutnya, sikap tegas dari
negara-negara dunia sudah seharusnya dikeluarkan, meski Resolusi PBB yang diteken pada Rabu
(2/3/2022) lalu tak mengikat secara hukum.

Resolusi PBB yang didukung Indonesia juga meminta agar Rusia segera menghentikan
penggunaan kekuatan militernya terhadap Ukraina tanpa syarat apa pun.

“Resolusi itu sebagai refleksi atas opini internasional terhadap agresi Rusia ke Ukraina.
Tentunya Resolusi tersebut sesuai dengan isi Piagam PBB yang bertekad untuk menyelamatkan
generasi mendatang dari bencana perang. Karena perang membawa derita yang tak bisa
diungkapkan bagi kemanusiaan,” ungkap Puan.

Puan pun mengingatkan bahwa Negara-negara PBB, termasuk Indonesia, punya kewajiban untuk
menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
“Piagam PBB juga mengamanatkan anggotanya menerima prinsip dan cara bahwa kekuatan
bersenjata tidak seharusnya digunakan, serta dijaga untuk kepentingan umum,” kata dia.

“Karena Resolusi PBB mengenai agresi Rusia terhadap Ukraina sesuai dengan prinsip itu, maka
sudah sewajarnya Indonesia memberi dukungan,” lanjut Puan Maharani.
VII.
Website :
https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/16/180000179/sistem-pemerintahan-indonesia-
menurut-uud-1945?page=all

Judul:
Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945

Kompas.com - 16/09/2022, 18:00 WIB

Penulis Tri Indriawati | Editor Tri Indriawati KOMPAS.com –


Setiap negara, termasuk Indonesia, memiliki sistem yang menjadi dasar penyelenggaraan
pemerintahan.  Terdapat tiga sistem pemerintahan yang banyak dianut negara-negara di dunia,
yakni presidensial, parlementer, dan sistem campuran.
Adapun Indonesia menjalankan sistem pemerintahan sesuai Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Berikut ini penjelasannya.


Sistem pemerintahan Indonesia penjelasan tentang sistem pemerintahan Indonesia telah diatur
dalam pasal-pasal UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara. Dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD
1945, disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan dengan bentuk republik.
Sementara itu, dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, dijelaskan bahwa Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensial karena kekuasaan tertinggi berada di tangan presiden.
Berikut ini bunyi Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
Apa itu sistem presidensial? Presidensial adalah adalah sistem pemerintahan yang menempatkan
presiden sebagai kepala pemerintahan. Di dalam pemerintahan, presiden berkedudukan sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif. Adapun, para menteri
bertanggung jawab kepada presiden. Pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif Pasal 4 UUD
1945 juga menjelaskan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif dalam
pemerintahan Indonesia. Sementara itu, kekuasaan legislatif dipegang oleh presiden, DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), sebagaimana diatur
dalam Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945.
Presiden dan DPR disebut sebagai pemegang kekuasaan legislatif sehari-hari, sedangkan MPR
adalah lembaga legislatif tingkat tertinggi. Sementara itu, hubungan presiden dan MPR serta
tugas masing-masing diatur dalam Penjelasan UUD 1945 pada Sistem Pemerintahan Negara,
yakni: Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR.
Presiden adalah mandataris MPR. MPR pemegang kekuasan negara yang tertingggi Presiden
tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR Presiden untergeornet kepada MPR.
Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif dengan dibantu oleh menteri-menteri negara.
Meski berkuasa sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, presiden tunduk kepada
MPR.
Adapun MPR merupakan penjelmaan rakyat dan pemegang kedaulatan rakyat, sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 Ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 3 UUD 1945. Dengan demikian, menurut
UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial dengan bentuk negara republik
demokrasi, artinya kedaulatan berada di tangan rakyat.
 
Sumber: Susilowati, Herry. 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 (Suatu
Kajian Teoritis). Jurnal Perspektif Volume IX No. 3 Tahun 2003 Edisi Juli.
VIII.
Website :
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18421&menu=2

Judul:
Kewenangan MK, Pandemi Covid-19, dan Hak Konstitusional Warga Negara

Rabu, 10 Agustus 2022 | 16:59 WIB

JAKARTA, HUMAS MKRI - Sejumlah 43 mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (HTN-HAN FH
Unhas), Makassar hadir ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam rangka program studi lapangan ke
beberapa lembaga negara di Ibu Kota Jakarta. Para mahasiswa didampingi Guru Besar HTN-
HAN Achmad Ruslan dan dan Dosen FH Unhas Muhammad Zulfan Hakim, diterima oleh
Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dan Peneliti MK Mohammad Mahrus Ali di Aula
Lantai Dasar Gedung 1 MK pada Rabu (10/8/2022).

Guntur dalam sambutannya bercerita tentang awal mula didirikannya Prodi HTN-HAN Unhas
yang diliputi berbagai proses dan kajian. Pasalnya, program studi ini didirikan sebagai salah satu
pengejawantahan dari penerapan nilai-nilai reformasi birokrasi yang diharapkan berskala
internasional. Sehingga diperlukan sumber daya manusia yang kompatibel dan beresonansi
menjadi generasi unggul. Singkatnya, untuk mencapai hal demikian Guntur berpesan agar para
mahasiswa Unhas dapat menerapkan beberapa prinsip agar dapat menjadi manusia unggul.

“Ada beberapa prinsip yang harus diterapkan, yaitu INDEP. INDEP merupakan akronim dari
Integritas, Disiplin, Dedikasi, dan Profesional. Jadi, kita harus terus meng-upgrade diri dengan
meningkatkan nilai diri,” kata Guntur.

Selanjutnya, para mahasiswa menyimak materi yang disampaikan Peneliti MK Mohammad


Mahrus Ali mengenai “Perlindungan Hak-Hak Konstitusional Warga Negara di Masa Pandemi”.
Terkait dengan kewenangan MK dalam hal pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dan
Pandemi Covid-19 ini, Mahkamah melalui Putusan Nomor 37/PUU-XVIII/2020 telah
memberikan pendapat sehubungan dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang dikeluarkan pada
31 Maret 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 pada 18
Mei 2020.

Pasalnya, sambung Mahrus, ketentuan tersebut dikeluarkan Presiden atas dasar kegentingan


memaksa yang diatur dalam Pasal 22 UUD 1945. Sejak disahkannya Perpu tersebut menjadi
undang-undang, terdapat delapan permohonan pengujian formil maupun materiil terkait norma
tersebut ke MK. Sebagaimana kita amati, saat pandemi terjadi banyak sekali dampak yang
ditimbulkannya, di antaranya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada berbagai sektor usaha, dan
terhentinya kegiatan ekspor dan impor yang berdampak pada sektor keuangan sehingga
profitabilitas dan solvabilitas perusahaan terus menurun.

Kemudian terhadap permohonan pengujian mengenai penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020
menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tersebut, MK menyatakan telah sesuai dengan
ketentuan Pasal 22 UUD 1945. Sebab pada masa pandemi, partisipasi publik tidak dapat
dilakukan secara langsung karena keterbatasan-keterbatasan. Oleh karenanya, partisipasi publik
secara konvensional sebagaimana dimintakan oleh Pemohon pada perkara tersebut tidak relevan
dipersoalkan saat masa Covid-19. Maka, Mahkamah menyatakan pengujian formil yang diajukan
oleh para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Hak Konstitusional Warga Negara

Pada masa awal pandemi Covid-19, MK tetap melakukan tugasnya dalam mengawal konstitusi
dan hak konstitusional warga negara melalui persidangan jarak jauh. MK tidak dengan serta
merta menghentikan pelayanan dan bahkan MK semakin bergiat melakukan persidangan daring
dengan pemanfaatan smart board mini court room yang terdapat pada 53 lokasi yang tersebar di
seluruh Indonesia. Demikian jawaban yang diberikan Mahrus terhadap pertanyaan dari Khairina
Amalia yang menanyakan keberadaan persidangan di MK pada masa pandemi yang terkait
dengan perjuangan hak konstitusional warga negara.

Berikutnya Ananda Faturrahman mempersoalkan kewenangan penyelesaian sengketa


kewenangan lembaga negara yang mungkin saja terjadi antara MK dengan lembaga
lainnya. Mahrus pun menganalogikan hal ini dengan uji Undang-Undang MK yang diuji dan
disidangkan oleh MK. Atas hal ini Mahrus menerangkan bahwa MK berdasarkan hukum
acaranya tidak dapat menolak setiap perkara yang dimohonkan padanya, termasuk tentang diri
MK sendiri. Catatan yang perlu dipahami adalah atas apapun dari sebuah norma dapat diajukan
ke MK, selama terdapat hak konstitusional warga negara yang dinilai dirugikan akan adanya
suatu produk undang-undang tersebut. Sementara jika suatu waktu terdapat warga negara yang
mengajukan persoalan sengketa kewenangan lembaga denga MK, maka MK pun tidak dapat
menolaknya.
“Justru ini ujian kenegarawan bagi MK untuk menguji norma tentang dirinya. Hal yang harus
dicermati dalam sengketa kewenangan lembaga negara ini adalah sengketa kewenangan. Jadi,
jika ada kewenangan MK yang beririsan dengan lembaga lain, hal itu dapat saja dilakukan
walaupun hingga saat ini hal demikian belum ada. Dengan keterbatasan kewenangannya,
mungkin akan kecil kemungkinan hal demikian terjadi. Tetapi jika pun ada, maka MK dapat saja
menguji tentang dirinya,” jawab Mahrus.

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: Nur R.

Anda mungkin juga menyukai