Anda di halaman 1dari 58

EFEKTIFITAS KUNJUNGAN NIFAS TERHADAP PENGURANGAN

KETIDAKNYAMANAN FISIK DAN KECEMASAN YANG


TERJADI PADA IBU SELAMA MASA NIFAS
DI PUSKESMAS CONGGEANG
TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh :

NENENG SARI YULIA DEWI


NIM : 512021047

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
BANDUNG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nifas (puerperium) merupakan masa pemulihan, Masa dimulai dari

selesainya persalinan hingga pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti

sebelum kehamilan yang berlangsung 6-8 minggu (Sukma dkk, 2017). Masa

nifas juga merupakan masa kritis ibu dan anak terutama pada 24 jam

pertama yang dapat menyebabkan kematian apabila lalai dalam

menanganinya (Larasati, 2015).

Ambarwati dan Wulandari (2010) dalam Larasati (2015) menyatakan

bahwa diperkirakan 60% kematian ibu terjadi setelah persalinan (post

partum) dan 50% kematian ibu nifas ialah pada 24 jam pertama, dari data

tersebut kematian dalam masa nifas adalah salah satu penyumbang

tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.

Angka Kematian Ibu (AKI) atau kematian maternal adalah kematian

yang berlangsung selama kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan

sampai batas waktu 42 hari (post partum), tetapi bukan karena kecelakaan

(BPS, 2013 dalam Tejayanti dkk, 2015).

Angka Kematian Ibu di Indonesia mengalami penurunan, dari semula

….. kasus di tahun 2019, …. kasus di tahun 2020, menjadi ….. kasus di

tahun 2021 (Kemenkes RI, 2022). AKI di Provinsi Jawa Barat pada tahun

1
2

2020 sebesar 745 kasus atau 85,77 per 100.000 KH, meningkat 61 kasus

dibandingkan tahun 2019 yaitu 684 kasus. AKI di Kabupaten Sumedang

pada tahun 2020 sebanyak 21 kematian ibu dari 19.060 jumlah kelahiran

hidup. Dari 21 kasus kematian ibu sebanyak 13 kasus merupakan kematian

ibu maternal yang terjadi pada masa nifas dan Puskesmas Conggeang tahun

2021 menyumbang kematian ibu sebanyak 3 kasus.

Kematian ibu nifas ini dapat dicegah dengan melakukan pelayanan

masa nifas. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan

(Kemenkes, 2015). Angka nasional untuk KF lengkap di Indonesia pada

tahun 2020 sebesar 88,3% dari target 100% (Kemenkes, 2021).

Cakupan pelayanan ibu nifas (KF3) di Provinsi Jawa Barat Tahun 2020

adalah sebesar 96,8% atau sebanyak 899.367 ibu nifas. Cakupan KF

lengkap di Kab. Sumedang Tahun 2021 sebesar 94,3%. Puskesmas dengan

pencapaian KF 4 tertinggi adalah Puskesmas Cisarua sebesar 118,6% dan

yang terendah adalah Puskesmas Tanjungkerta 67,0%, sedangkan

Puskesmas Conggeang berada di urutan 12 dengan pencapaian sebesar

95,1%.

Islam memberi waktu untuk perempuan pulih dengan tidak mewajibkan

sholat selama 40 hari. Pada masa nifas sebelum 40 hari, umumnya

perempuan belum berada pada masa suci. Berdasarkan hadis dari Ummu

Salamah radhiyallahu'anha, beliau pernah menceritakan, "Para wanita yang


3

mengalami nifas di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam, duduk (libur

sholat) selama 40 hari." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Menurut Anggraeni, Y. (2010) dalam masa nifas terdapat beberapa

adaptasi diantaranya fisiologi, psikologi dan sosial. Namun tidak semua ibu

nifas dapat melewati hal tersebut dengan baik, dan dapat berdampak pada

gangguan fisiologis dan psikologis. Salah satu gangguan fisiologis adalah

ketidaknyaman fisik dan gangguan psikologis ialah kecemasan.

Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu nifas yaitu rasa nyeri yang

timbul beberapa hari pertama setelah persalinan pervaginam. Ibu dapat

merasakan tidak nyaman karena berbagai alasan, salah satunya, nyeri

setelah melahirkan episiotomi, rasa nyeri yang mengganggu salah satunya

jahitan episiotomi dapat menimbulkan rasa tidak nyamanan pada ibu. Cara

mengurangi mengurangi nyeri jahitan dengan cara mengompres dengan air

dingin atau es sehingga dapat mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri

yang dirasakan oleh ibu (Cunningham, 2013).

Ketidaknyamanan fisik yang terjadi pada masa nifas adalah nyeri

setelah melahirkan dan pembengkakan payudara. Hasil penelitian Dewiani

(2018) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan kompres daun

kubis dingin terhadap penurunan intensitas nyeri dan pembengkakan

payudara pada ibu post partum.

Selain Ketidaknyamanan fisik faktor lain yang sering terjadi pada ibu

nifas adalah gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan hal

yang sering dialami oleh ibu primipara yang muncul akibat


4

ketidakmampuan dan belum siapnya ibu untuk menerima kehadiran bayinya

yang membutuhkan perawatan khusus pada minggu minggu pertama

kelahirannya (Lukarningsih, 2011).

Kejadian tingkat kecemasan ibu postpartum masih tinggi di berbagai

negara seperti Portugal sebesar (18,2%), Bangladesh sebesar (29%),

Hongkong sebesar (54%), dan Pakistan sebesar (70%) (Agustin dan

Septiyana, 2018), sedangkan di Indonesia yang mengalami kecemasan

sebesar (28,7%). Tingkat kecemasan yang terjadi pada Ibu primipara

mencapai 83,4% dengan tingkat kecemasan berat, 16,6% kecemasan sedang,

sedangkan yang terjadi pada ibu multipara mencapai 7% dengan tingkat

kecemasan berat, 71,5% dengan kecemasan sedang dan 21,5% dengan

cemas ringan (Kemenkes RI, 2013).

Prevalensi depresi postpartum di Indonesia, ditemukan sebanyak

18,37% pada satu bulan pertama setelah melahirkan dan 15,19% pada dua

bulan setelah melahirkan (Nurbaeti, 2018). Penelitian di RS PKU

Muhammadiyah Sukoharjo menunjukkan bahwa sebesar 73,3% ibu nifas

mengalami kecemasan sedang (Prabawani, 2018).

Ibu post partum apabila bisa memahami dan menyesuaikan diri pada

perubahan fisik maupun psikologis maka tidak akan terjadi kecemasan.

Sebaliknya ketika ibu merasakan takut, khawatir, dan cemas pada perubahan

yang terjadi maka ibu bisa mengalami gangguan-gangguan psikologis Salah

satunya adalah postpartum blues (Jannah, 2011). Post partum blues pada

ibu post partum terjadi sebesar 23 % di Rumah Sakit Bersalin Prasetya


5

Husada Malang. Postpartum blues beresiko 3,5 kali terjadi pada usia 35

tahun dibandingkan usia 20-34 tahun, dan 3,6 kali berisiko terjadi pada

primipara dibandingkan multipara (Syahrin, 2012).

Psikologis ibu postpartum yang terganggu dapat mengurangi kontak

bayi dan ibu karena minat dan ketertarikan ibu terhadap bayinya berkurang,

Ibu yang mendapati gejala depresi tidak dapat merawat bayinya secara

optimal sebab perasaan tidak mampu dan tidak berdaya dan dapat

menghilangkan rasa tanggung jawab seorang ibu terhadap bayinya (Sylvia,

2016). Ibu post partum yang mengalami cemas hingga terjadi postpartum

blues berdampak pada anak yakni kemampuan kognitif dan cara

berinteraksinya yang kurang dibandingkan dengan teman sebayanya

(Latifah & Hartati, 2016).

Dalam standar pelayanan kebidanan, bidan memberikan pelayanan bagi

ibu pada masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu

kedua dan minggu keenam setelah persalinan untuk membantu proses

pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar,

penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi

pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara

umum, personal hygiene, nutrisi, perawatan bayi baru lahir, pemberian asi,

imunisasi dan keluaga berencana (Islami dan Aisyarah, 2011).

Kunjungan rumah postpartum memiliki keuntungan yang sangat jelas

karena membuat bidan dapat melihat dan berinteraksi dengan anggota

keluarga di dalam lingkungan yang alami dan aman (Osman, et all, 2010).
6

Berdasarkan program dan kebijakan teknis kunjungan nifas minimal

dilakukan sebanyak empat kali untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru

lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah

yang terjadi seperti kecemasan dan ketidaknyamana fisik (Kemenkes,

2016).

Asuhan kebidanan kehamilan dilakukan 5 kali kunjungan selama masa

nifas dapat meningkatkan efektiftas perawatan pada ibu nifas dengan

kriteria masa nifas berjalan dengan lancar, ketidaknyamanan dapat teratasi,

involusi terjadi secara normal, tidak terdapat komplikasi dan ibu tampak

sehat dan pasien memilih menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan

sebagai alat kontrapsesinya (Putri, 2021).

Hasil penelitian Khair (2017) menunjukan ada pengaruh pemberian

edukasi pendampingan ibu postpartum terhadap tingkat depresi ibu post

partum, ada perbedaan rata-rata hormone β-Endorphin antara kelompok

kasus dan kontrol, dimana ibu post partum yang mendapat pendampingan

selama masa nifas dapat menurunkan depresi dibanding yang tidak

didampingi suami yang mendapat edukasi dan tidak mendapat edukasi.

Hasil wawancara yang dilakukan pada 10 orang ibu nifas terdapat 6 ibu

nifas merasa nyeri yang hebat dengan luka bekas jahitannya, 4 ibu nifas

merasakan nyeri karena adanya pembengkakan pada payudaranya,

pertanyaan terkait dengan kecemasan yang ditanyakan pada ibu nifas 5

orang merasa sangat sedih karena ketidakmampuannya dalam mengurs

anak, 3 orang ibu nifas mengeluhkan detak jantung yang berdebar-debar dan
7

2 orang mengeluh adanya kenaikan tekanan darah dari biasanya menjadi

150/90mmhg. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai efektifitas kunjungan nifas terhadap

pengurangan ketidaknyamanan fisik dan kecemasan yang terjadi pada ibu

selama masa nifas di Puskesmas Conggeang Tahun 2022.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana efektifitas

kunjungan nifas terhadap pengurangan ketidaknyamanan fisik dan

kecemasan yang terjadi pada ibu selama masa nifas di Puskesmas

Conggeang Tahun 2022?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas kunjungan nifas terhadap pengurangan

ketidaknyamanan fisik dan kecemasan yang terjadi pada ibu selama

masa nifas di Puskesmas Conggeang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi ketidaknyamanan fisik pada ibu selama masa

nifas di Puskesmas Conggeang Tahun 2022.

b. Mengidentifikasi kecemasan pada ibu selama masa nifas di

Puskesmas Conggeang Tahun 2022.


8

c. Mengidentifikasi efektifitas kunjungan nifas pada ibu selama masa

nifas di Puskesmas Conggeang Tahun 2022.

d. Menganalisis efektifitas kunjungan nifas terhadap pengurangan

ketidaknyamanan fisik pada ibu selama masa nifas di Puskesmas

Conggeang Tahun 2022.

e. Menganalisis efektifitas kunjungan nifas terhadap pengurangan

kecemasan yang terjadi pada ibu selama masa nifas di Puskesmas

Conggeang Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan kepustakaan dan bacaan mahasiswa program kebidanan

universitas ‘Aisyiyah agar dapat menambah wawasan tentang efektifitas

kunjungan nifas terhadap pengurangan ketidaknyamanan fisik dan

kecemasan yang terjadi pada ibu selama masa nifas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Bidan

Untuk menambah informasi kepada petugas kesehatan khususnya

petugas program KIA tentang ketidaknyamanan fisik dan

kecemasan yang terjadi pada ibu selama masa nifas.

b. Bagi Puskesmas Conggeang


9

Sebagai bahan evaluasi bagi Dinas Kesehatan untuk menentukan

kebijakan lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan

kuantitas kunjungan bagi ibu nifas.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah pemahaman dan

penelaahan penelitian. Dalam laporan penelitian ini, sistematika penulisan

terdiri atas lima bab, masing-masing uraian yang secara garis besar dapat

dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini merupakan pendahuluan yang materinya sebagian besar

menyempurnakan usulan penelitian yang berisikan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menguraikan teori-teori yang mendasari pembahasan secara

terperinci yang memuat tentang efektifitas kunjungan nifas ibu,

ketidaknyaman fisik, kecemasan selama masa nifas.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisikan tentang pengembangan metodologi yang terdiri dari

kerangka pemikiran, sumber data dan jenis data serta metode analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


10

Dalam bab ini menguraikan tentang gambaran umum Puskesmas

Conggeang, serta analisa data hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan dari serangkaian pembahasan skripsi

berdasarkan analisis yag telah dilakukan serta saran-saran untuk

disampaikan kepada obyek penelitian atau bagi penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Nifas

1. Pengertian Masa Nifas

Menurut Rukiyah (2014) bahwa masa nifas (puerperium) adalah dimulai

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira enam minggu.

Puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan

akhir periode intrapartum) hingga kembalinya reproduksi wanita pada kondisi

tidak hamil.

Wanita yang melalui periode puerperium disebut puerpura. Batasan waktu

nifas yang paling singkat tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam

waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batasan

maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa nifas adalah masa setelah keluarnya

plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara

normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati,

2014).

2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut Rukiyah (2014) selama bidan memberikan asuhan sebaiknya

bidan mengetahui apa tujuan dari pemberian asuhan pada ibu nifas. Tujuan

diberikannya asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain :

11
12

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik secara fisik maupun psikologis

dimana dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting,

dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan

bayi selalu terjaga.

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan

harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas secara

sistematis yaitu mulai pengkajian data subjektif, objektif maupun

penunjang

c. Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus

menganalisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas ini dapat

mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi.

d. Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya,

yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat langsung masuk ke

langkah berikutnya sehingga tujuan diatas dapat dilaksanakan.

e. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada

bayinya dan perawatan bayi sehat.

3. Tahapan Masa Nifas

Menurut Wulandari (2020)Ada beberapa tahapan yang di alami oleh

wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :

a. Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu telah

di perbolehkan berdiri atau jalan-jalan

b. Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan.

pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6- minggu.


13

c. Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan, inilah

waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna. Waktu

sehat bisa berminggu-minggu, bulan dan tahun.

4. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas (Post Partum)

Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum

Menurut Sutanto (2019) :

a. Fase Talking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua)

1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya.

2) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.

3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.

4) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan.

5) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan

tubuh ke kondisi normal.

6) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan

peningkatan nutrisi.

7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi

tubuh tidak berlangsung normal.

8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah

sebagai berikut:

b. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10)

1) Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi,

muncul perasaan sedih (baby blues).

2) Ibu memperhatikan kemampuan men jadi orang tua dan meningkatkan

teng gung jawab akan bayinya.


14

3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK,

BAB dan daya tahan tubuh.

4) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti

menggen dong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok.

5) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi.

6) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak

mampu membesarkan bayinya.

7) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak

mampu membesarkan bayinya.

8) Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya, cepat

tersinggung, dan cenderung menganggap pemberi tahuan bidan

sebagai teguran. Dianjur kan untuk berhati-hati dalam berko munikasi

dengan wanita ini dan perlu memberi support.

c. Fase Letting Go (Hari ke-10 sampai akhir masa nifas)

1) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu

pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian

keluarga.

2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan

memahami kebutuhan bayi

5. Perubahan Fisiologis Masa Nifas (Post Partum)

Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan

kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan

setelah melahirkan antara lain Risa & Rika (2014) :


15

a. Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi

sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya (TFU).

b. Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea

berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap

wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.

Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses

involusi.

Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya:

1) Lokhea rubra Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4

masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi

darah segar, jaringan sisasisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,

lanugo (rambut bayi), dan mekonium.

2) Lokhea sanguinolenta Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan

berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post

partum.

3) Lokhea serosa Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena

mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar

pada hari ke-7 sampai hari ke14.

4) Lokhea alba Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,

selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini

dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang

menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya tanda-

tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh


16

tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang

berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai

dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan

keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea

purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea

statis”.

c. Perubahan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta

peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam

beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam

keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada

keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan

muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.

d. Perubahan Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur

karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada

post partum hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian

tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.

e. Perubahan Sistem Pencernaan Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah

persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat

pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,

pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya

asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.

f. Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung,

biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama.

Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher
17

kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin

dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen

yang besifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok.

Keadaan tersebut disebut “diuresis”.

g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi segera

setelah partus, pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot

uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-

ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu

persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali.

Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.

h. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Setelah persalinan, shunt akan hilang

tiba-tiba. Volume darah bertambah, sehingga akan menimbulkan

dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi

dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi

sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini

terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.

i. Perubahan Tanda-tanda Vital Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang

harus dikaji antara lain:

1) Suhu badan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik

sedikit (37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan,

kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu

badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik

lagi karena ada pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun,

kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.


18

2) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut

nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang

melebihi 100x/menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi

atau perdarahan post partum.

3) Tekanan darah Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan

tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada

perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat post partum menandakan

terjadinya preeklampsi post partum.

4) Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan

suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga

akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran

nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,

kemungkinan ada tanda-tanda syok.

6. Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas (Post Partum)

a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi

haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut

saniter dalam waktu setengah jam)

b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.

c. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung Sakit Kepala yang terus

menerus. nyeri epigastrium atau masalah penglihatan.

d. Pembengkakan pada wajah dan tangan Deman muntah, rasa sakit sewaktu

buang air seni, atau merasa tidak enak badan Payudara yang memerah panas

dan/atau sakit.
19

e. Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan Rasa sakit.

warna merah, kelembutan dan/atau pembengkakan pada kaki.

f. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri sendiri atau bayi.

g. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah (Wilujeng & Hartati,

2018).

7. Infeksi Masa Nifas

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua pera dangan alat-alat

genitalia dalam masa nifas. Infeksi setelah persa linan disebabkan oleh bakteri

atau kuman. Infeksi masa nifas ini menjadi penyebab tertinggi angka kematian

ibu (AKI) (Anik Maryunani, 2017).

a. Tanda dan Gejala Masa Nifas

Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas,

Oleh karena itu, demam menjadi gejala yang penting untuk diwaspadai

apabila terjadi pada ibu postpartum. Demam pada masa nifas sering

disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas.

Morbiditas nifas ini ditandai dengan suhu 38'C atau lebih yang terjadi

selama 2 hari berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam

postpartum dalam 10 hari pertama masa nifas. Gambaran klinis infeksi

nifas dapat berbentuk:

1) Infeksi Lokal

Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna

kulit, pengeluaran lokhea bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena

rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.

2) Infeksi Umum
20

Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan darah

menurun dan nadi meningkat, pernapasan dapat meningkat dan terasa

sesak, kesadaran gelisah sampai menurundan koma, terjadi gangguan

involusi uterus, lokhea berbau dan bernanah kotor.

b. Faktor Penyebab Infeksi

1) Persalinan lama, khususnya dengan kasus pecah ketuban terlebih

dahulu.

2) Pecah ketuban sudah lama sebelum persalinan.

3) Pemeriksaan vagina berulang-ulang selama persalinan, khususnya

untuk kasus pecah ketuban.

4) Teknik aseptik tidak sempurna.

5) Tidak memperhatikan teknik cuci tangan.

6) Manipulasi intrauteri (misal: eksplorasi uteri, penge luaran plasenta

manual).

7) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka seperti laseri yang tidak

diperbaiki.

8) Hematoma.

9) Hemorargia, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1.000 ml.

10) Pelahiran operatif, terutama pelahiran melalui SC.

11) Retensi sisa plasenta atau membran janin.

12) Perawatan perineum tidak memadai.

13) Infeksi vagina atau serviks yang tidak ditangani.

B. Kunjungan Masa Nifas


21

1. Pengertian Kunjungan Nifas

Kunjungan rumah pada masa nifas dilakukan sebagai suatu tindakan

untuk pemeriksaan postpartum lanjutan. Kunjungan rumah direncanakan

untuk bekerjasama dengan keluarga dan dijadwalkan berdasarkan kebutuhan.

Pada program terdahulu, kunjungan bisa dilakukan sejak 24 jam setelah

pulang. Jarang sekali suatu kunjungan rumah ditunda sampai hari ketiga

setelah pulang ke rumah.

Kunjungan berikutnya direncanakan sepanjang minggu pertama jika

diperlukan. Kunjungan masa nifas dilakukan sedikitnya empat kali untuk

menilai status ibu dan status bayi baru lahir juga mencegah, mendeteksi, dan

menangani masalah-masalah yang terjadi (Saifudin, 2015).

Berdasarkan program dan kebijakan teknis kunjungan nifas minimal

dilakukan sebanyak empat (4) kali untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru

lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang

terjadi. Jadual kunjungan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Program Kunjungan Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan

Pertama 6-8 jam pertama a. Mencegah perdarahan masa


nifas karena atonia uteri
b. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain, perdarahan,
rujuk bila perdarahan berlanjut
c. Memberikan konseling pada
ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena
atonia uteri
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara
22

Kunjungan Waktu Tujuan

ibu dan bayi baru lahir


f. Menjaga bayi tetap sehat
dengan cara mencegah
hipotermi
Kedua 6 hari persalinan a. Memastikan involusi uterus
berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal dan tidak ada bau
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
c. Memastikan ibu mendapat
cukup makanan, cairan dan
istirahat
d. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetaphangat
dan perawatan bayi sehari-hari
Ketiga 2 minggu a. Memastikan involusi uterus
setelah berjalan normal, uterus
persalinan berkontraksi, fundus di bawah
umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal dan tidak
ada bau
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat
cukup makanan, cairan dan
istirahat
d. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada
ibu mengenai asuhan pada
bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan perawatan
bayi sehari-hari
Keempat 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang
setelah penyulit-penyulit yang dialami
23

Kunjungan Waktu Tujuan

persalinan atau bayinya


b. Memberikan konseling
Keluarga berencana secara dini
c. Menganjurkan ibu membawa
bayinya ke posyandu atau
puskesmas untuk penimbangan
dan imunisasi
Dikutip dari : Saleha S (2012) dan Saifuddin AB (2015).

2. Keuntungan dan Keterbatasan Kunjungan Nifas

Kunjungan rumah postpartum memiliki keuntungan yang sangat jelas

karena membuat bidan dapat melihat dan berinteraksi dengan anggota

keluarga di dalam lingkungan yang alami dan aman. Bidan mampu mengkaji

kecukupan sumber yang ada di rumah, demikian pula keamanan di rumah dan

di lingkungan sekitar.

Kedua data tersebut bermanfaat untuk merencanakan pengajaran atau

konseling kesehatan. Kunjungan rumah lebih mudah dilakukan untuk

mengidentifikasi penyesuaian fisik dan psikologis yang rumit. Selain

keuntungan, kunjungan rumah postpartum juga memiliki keterbatasan yang

masih sering dijumpai, yaitu sebagai berikut (Saleha, 2012) :

a. Besarnya biaya untuk mengunjungi pasien yang jaraknya jauh

b. Terbatasnya jumlah bidan dalam memberi pelayanan kebidanan

c. Kekhawatiran tentang keamanan untuk mendatangi pasien di daerah

tertentu

3. Efektifitas Asuhan Masa Nifas

Evaluasi efektifitas asuhan didasarkan pada harapan pasien yang

diidentifikasi saat merencanakan asuhan kebidanan. Bidan dapat merasa


24

cukup yakin bahwa asuhan yang diberikan cukup efektif, jika hasil akhir

beriku init dapat dicapai, diantaranya adalah :

a. Ibu postpartum mengalami pemulihan fisiologis tanpa komplikasi

b. Ibu postpartum menyebutkan pengetahuan dasar yang akurat mengenai

cara menyusui

c. Ibu postpartum mendemonstrasikan perawatan yang tepat untuk diri dan

bayinya

d. Ibu berinteraksi positif terhadap satu sama lain (bayi dan anggota

keluarga yang lain)

C. Ketidaknyaman Fisik Dalam Masa Nifas

1. Pengertian

Ketidaknyamanan pasca partum adalah perasaan tidak nyaman yang

berhubungan dengan kondisi setelah melahirkan (PPNI, 2016).

2. Penyebab Ketidaknyaman Fisik

Terdapat beberapa ketidaknyamanan pada masa nifas. Meskipun

dianggap normal, ketidaknyamanan tersebut dapat menyebabkan distres fisik

yang bermakna (Varney, 2015).

a. Nyeri setelah melahirkan

Nyeri setelah melahirkan disebabkan oleh kontraksi dan relaksasi uterus

yang berurutan yang terjadi secara terus menerus. Nyeri ini lebih umum

terjadi pada paritas tinggi dan pada wanita menyusui. Alasan nyeri yang

lebih berat pada wanita dengan paritas tinggi adalah penurunan tonus otot

uterus secara bersamaan, menyebabkan relaksasi intermiten. Berbeda

pada wanita primipara yang tonus ototnya masih kuat dan uterus tetap
25

berkontraksi tanpa relaksasi intermiten. Pada wanita menyusui, isapan

bayi menstimulasi produksi oksitosin oleh hipofise posterior. Pelepasan

oksitosin tidak hanya memicu refleks let down (pengeluaran ASI) pada

payudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus. Nyeri setelah

melahirkan akan hilang jika uterus tetap berkontraksi dengan baik saat

kandung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh mengubah posisi

uterus ke atas, menyebabkan relaksasi dan kontraksi uterus lebih nyeri.

b. Keringat berlebih

Wanita postpartum mengeluarkan keringat berlebihan karena tubuh

menggunakan rute ini dan diuresis untuk mengeluarkan kelebihan cairan

interstisial yang disebabkan oleh peningkatan normal cairan intraselular

selama kehamilan. Cara menguranginya sangat sederhana yaitu dengan

membuat kulit tetap bersih dan kering.

c. Pembesaran payudara

Diperkirakan bahwa pembesaran payudara disebabkan oleh kombinasi

akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan kongesti.

Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena stasis limfatik

dan vena. Hal ini terjadi saat pasokan air susu meningkat, pada sekitar

hari ketiga postpartum baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui

dan berakhir sekitar 24 hingga 48 jam.

d. Nyeri perineum
26

Beberapa tindakan dapat mengurangi ketidaknyamanan atau nyeri akibat

laserasi atau luka episiotomi dan jahitan laserasi atau episiotomy

tersebut. Sebelum tindakan dilakukan, penting untuk memeriksa

perineum untuk menyingkirkan komplikasi seperti hematoma.

Pemeriksaan ini juga mengindikasikan tindakan lanjutan apa yang

mungkin paling efektif.

e. Konstipasi

Rasa takut dapat menghambat fungsi bowel jika wanita takut bahwa hal

tersebut dapat merobek jahitan atau akibat nyeri yang disebabkan oleh

ingatannya tentang tekanan bowel pada saat persalinan. Konstipasi lebih

lanjut mungkin diperberat dengan longgarnya abdomen dan oleh

ketidaknyamanan jahitan robekan perineum derajat tiga atau empat.

f. Hemoroid

Jika wanita mengalami hemoroid, mungkin mereka sangat merasakan

nyeri selama beberapa hari. Hemoroid yang terjadi selama masa

kehamilan dapat menimbulkan traumatis dan menjadi lebih edema

selama kala dua persalinan.

3. Tehnik Pemulihan dari Ketidaknyamanan Fisik Dalam Masa Nifas

Beberapa tehnik dalam pemulihan dari ketidaknyamanan fisik dalam

masa nifas, menurut (Varney, 2012) adalah sebagai berikut :

a. Nyeri setelah melahirkan

Beberapa wanita merasa nyerinya cukup berkurang dengan mengubah

posisi tubuhnya menjadi telungkup dengan meletakkan bantal atau

gulungan selimut di bawah abdomen. Kompresi uterus yang konstan


27

pada posisi ini dapat mengurangi kram secara signifikan. Analgesia

efektif bagi sebagian besar wanita yang kontraksinya sangat nyeri, seperti

tylenol, ibuprofen.

b. Keringat berlebih

Keringat berlebihan selama masa nifas dapat dikurangi dengan cara

menjaga kulit tetap bersih, kering dan menjaga hidrasi yaitu minum

segelas air setiap satu jam pada kondisi tidak tidur.

c. Pembesaran payudara

1) Bagi ibu yang tidak menyusui :

a) Tindakan untuk mengatasi nyeri bergantung pada apakah ibu

menyusui atau tidak. Bagi ibu yang tidak menyusui, tindakan ini

ditujukan untuk pemulihan ketidaknyamanan dan penghentian

laktasi.

b) Menggunakan BH yang menyangga payudara

c) Kompres es yang ditujukan untuk membatasi aliran darah dan

menghambat produksi air susu

d) Penggunaan analgesik

e) Memberikan dukungan pada ibu bahwa ini adalah masalah

sementara

2) Bagi ibu yang menyusui :

a) Kompres hangat
28

b) Menyusui secara sering

c) Penggunaan analgesik ringan

d. Nyeri perineum

Teknik pengurangan nyeri perineum pada nifas yaitu :

1) Kompres kantong es bermanfaat untuk menguarngi pembengkakan

dan membuat perineum nyaman pada periode segera setelah

melahirkan. Es harus selalu dikompreskan pada laserasi derajat tiga

atau empat, dan jika ada edema perineum. Manfaat optimal dicapai

dengan kompres dingin selama 30 menit.

2) Anestesi topikal sesuai kebutuhan, contoh dari anestesi ini adalah

sprai Darmoplast, salep Nupercaine, salep nulpacaine. Jika

menggunakan salep wanita harus diajarkan untuk mencuci tangan

sebelum mengoleskannya. Salep dioleskan selama beberapa hari

postpartum selama periode penyembuhan akut baik karena jahitan

atau jika ada hemoroid.

3) Rendam duduk dua sampai tiga kali sehari dengan menggunakan

air dingin. Nyeri postpartum hilang dengan penggunaan rendam

duduk dingin termasuk penurunan respon pada ujung saraf dan juga

fase konstriksi lokal, yang mengurangi pembengkakan dan spasme

otot. Modifikasi dari tindakan ini adalah dengan mengalirkan air

hangat di atas perineum.

4) Kompres witch hazel dapat mengurangi edema dan merupakan

analgesik. Kompres ini dibuat dengan mencampur witch hazel di

atas beberapa kassa berukuran 4 x 4 dalam mangkuk atau baskom


29

kecil, peras kassa hingga air tidak menetes, tetapi tetap basah, lipat

sekali dan letakkan di atas perineum.

5) Cincin karet, penggunaan cincin karet mendapat kritik karena

kemungkinan mengganggu sirkulasi. Akan tetapi penggunaan yang

benar dapat memberikan pemulihan yang aman jika terjadi

penekanan akibat posisi di area perineum. Cincin karet sebaiknya

digembungkan secukupnya untuk menghilangkan tekanan tersebut.

Cincin karet harus besar dan diposisikan sedemikian rupa sehingga

tidak ada titik tekanan di area panggul.

6) Latihan Kegel bertujuan menghilangkan ketidaknyamanan dan

nyeri yang dialami wanita ketika duduk atau hendak berbaring dan

bangun dari tempat tidur. Latihan Kegel akan meningkatkan

sirkulasi ke area perineum sehingga meningkatkan penyembuhan.

Latihan ini juga dapat mengembalikan tonus otot panggul.

Tindakan ini merupakan salah satu tindakan yang paling

bermanfaat dan seringkali menghasilkan akibat yang dramatis

dalam memfasilitasi kemudahan pergerakan dan membuat wanita

lebih nyaman. Pada wanita yang mendapat episiotomi, latihan

Kegel ini dapat memberi efek berlawanan sehingga dapat

mengakibatkan nyeri.

e. Konstipasi

Masalah kontipasi dapat dikurangi dengan mengkonsumsi makanan

tinggi serat dan tambahan asupan cairan. Penggunaan laksatif pada


30

wanita yang mengalami laserasi derajat tiga atau empat dapat membantu

mencegah wanita mengejan.

f. Hemoroid

Untuk mengurangi masalah ini dapat dilakukan dengan cara :

1) Kantong es

2) Rendam duduk es

4. Dampak dari Ketidaknyamanan Fisik Dalam Masa Nifas

Dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari ketidaknyamanan pasca

partum yaitu :

a. Ansietas

Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman

yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau

peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya,

individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang

mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan

yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.

b. Gangguan mobilitas fisik

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi pada

ibu post partum dapat disebakan oleh trauma selama persalinan. Trauma

yang dimaksud adalah luka pada perineum yang menyebabkan ibu

merasa nyeri. Dari luka perineum yang dialami oleh ibu akan membuat

mobilitas fisik ibu terganggu.


31

c. Gangguan pola tidur

Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang terjadi pada kualitas dan

kuantitas waktu tidur seseorang akibat faktor eksternal. Pada ibu post

partum seringkali mengalaim pola tidur yang terganggu. Rasa yang

ketidaknyaman yang dialami oleh ibu post partum dipengaruhi oleh

lingkungan yang kurang nyaman, bayi meringis, aktivitas untuk merawat

bayi, serta nyeri yang dirasakan akibat trauma perineum selama

persalinan (Andarmoyo, 2013).

D. Kecemasan

1. Pengertian

Menurut Stuart & Sundeen pada tahun 1998, kecemasan merupakan

perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak dapat diamati secara

langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan

dan didahului oleh pengalaman baru.

Menurut Carpenito pada tahun 2000, menyebutkan bahwa kecemasan

merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan

yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon

terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik.

Kecemasan (anxietas) adalah respon normal pertama dari individu

terhadap ancaman atau stressor yang dapat timbul dari dalam individu sendiri

atau dari lingkungannya.


32

2. Tingkat Kecemasan

Kecemasan mempunyai berbagai tingkat, Stuart & Sundeen pada tahun

1998 menggolongkannya sebagai berikut:

a. Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada

tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta

waspada. Individu akan terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan

pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan ringan diperlukan orang agar

dapat mengatasi suatu kejadian. Seseorang dengan kecemasan ringan

dapat dijumpai berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

1) Persepsi dan perhatian meningkat, waspada.

2) Mampu mengatasi situasi bermasalah.

3) Dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa

mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi secara

konsensual, merumuskan makna.

4) Ingin tahu, mengulang pertanyaan.

5) Kecenderungan untuk tidur.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian

yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Orang

dengan kecemasan sedang biasanya menunjukan keadaan seperti:


33

1) Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat

mengarahkan perhatian.

2) Sedikit lebih sulit untuk konsentrasi, belajar menuntut upaya lebih.

3) Memandang pengalaman ini dengan masa lalu.

4) Dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi,

akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan

menganalisa.

5) Perubahan suara atau ketinggian suara.

6) Peningkatan frekuensi pernafasan dari jantung.

7) Tremor, gemetar.

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi. Individu cenderung

memikirkan pada hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang

lain. Individu tidak mampu berpikiran berat lagi dan membutuhkan

banyak pengarahan. Hal-hal dibawah ini sering dijumpai pada seseorang

dengan kecemasan berat, yaitu:

1) Persepsi sangat berkurang/berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat

berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan untuk

melakukannya.

2) Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian,

tidak mampu untuk memahami situasi saat ini.


34

3) Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak

mampu untuk memahami situasi ini.

4) Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami.

5) Hiperventilasi, takikardi, sakit kepala, pusing, mual.

d. Panik

Pada tingkat ini persepsi terganggu individu, sangat kacau, hilang

kontrol, tidak dapat berpikir secara sistematis dan tidak dapat melakukan

apa-apa walaupun telah diberi pengarahan. Tingkat ini tidak sejalan

dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama,

dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Seseorang dengan

panik akan dapat dijumpai adanya:

1) Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas.

2) Belajar tidak dapat terjadi.

3) Tidak mampu untuk mengikuti, dapat berfokus hanya pada hal saat

ini, tidak mampu melihat atau memahami situasi, hilang kemampuan

mengingat.

4) Tidak mampu berpikir, biasanya aktifitas motorik meningkat atau

respon yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor,

komunikasi yang tidak dapat dipahami.

5) Muntah, perasaan mau pingsan.

3. Etilogi Kecemasan

Ada tiga teori psikologi yang menyebutkan tentang penyebab kecemasan,

yaitu:

a. Teori psikoanalitik
35

Freud mendefinisikan kecemasan sebagai tanda adanya bahaya yang

tidak disadari. Kecemasan dipandang sebagai hasil konflik psikis antara

keinginan yang agresif atau dorongan seksual yang tidak disadari dengan

ancaman yang datang secara bersamaan dari superego atau kenyataan

eksternal.

Sebagai respon terhadap sinyal ini, ego menciptakan mekanisme

pertahanan untuk mencegah pikiran atau perasaan yang tidak dapat

diterima keluar ke alam sadar.

b. Teori perilaku

Teori ini mengemukakan bahwa kecemasan merupakan respon yang

dikondisikan sesuai dengan adanya stimulus yang spesifik dari

lingkungan. Individu menerima stimulus tertentu sebagai stimulus yang

tidak disukai, sehingga menimbulkan kecemasan. Setelah terjadi

berulang-ulang akhirnya menjadi kebiasaan untuk menghindari stimulus

tersebut.

c. Teori eksistensial

Teori ini memberikan model-model dari kecemasan menyeluruh, di mana

tidak ada stimulus yang dapat diidentifikasi untuk perasaan cemas yang

bersifat kronik. Konsep inti dari teori ini adalah bahwa orang mengalami

perasaan hidup dalam dunia yang tanpa tujuan. Kecemasan merupakan

respon terhadap persepsi kehampaan tersebut.

Ditinjau dari aspek biologis, ada beberapa hal yang kemungkinan

menjadi penyebab dari kecemasan, antara lain:

1) Sistem saraf otonom


36

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala-gejala tertentu

seperti: kardiovaskuler (misalnya takikardi), muskuler (misalnya nyeri

kepala), gastrointestinal (misalnya diare), dan respirasi (misalnya

takipneu).

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan kecemasan,

terutama gangguan panik, menunjukkan peningkatan tonus simpatik,

beradaptasi lambat terhadap stimulus yang berulang, dan beradaptasi

secara berlebihan terhadap stimulus dengan intensitas sedang.

2) Neurotransmiter

Ada tiga neurotransmiter utama yang berkaitan dengan kecemasan

berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat,

yaitu:

a) Norepinefrin

Gejala-gejala kronik yang dialami oleh pasien dengan kecemasan,

misalnya serangan panik, insomnia, ketakutan, dan peningkatan

aktivitas otonomik, ditandai dengan peningkatan fungsi

noradrenergik. Teori umum tentang peranan epinefrin dalam

gangguan kecemasan adalah bahwa pasien mungkin memiliki

sistem noradrenergik yang tidak teregulasi dengan baik disertai

ledakan aktivitas pada saat-saat tertentu.

b) Serotonin
37

Penelitian terhadap fungsi 5-hydroxytryptamine (5-HT) dalam

gangguan kecemasan memberikan hasil yang berbeda-beda

sehingga pola abnormalitasnya belum dapat dijelaskan.

c) Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Peranan GABA dalam gangguan kecemasan didukung kuat oleh

efikasi benzodiazepin yang tidak diragukan lagi dalam mengatasi

gangguan kecemasan. Obat-obatan tersebut meningkatkan

aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A.

Para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan

gangguan kecemasan memiliki reseptor GABA tipe A yang

abnormal, meskipun hubungan langsung di antara keduanya

belum dapat dijelaskan.

Selain teori-teori yang telah disebutkan di atas, ada beberapa faktor

yang memudahkan individu mengalami gejala kecemasan, yang meliputi:

a. Tempat tinggal, seseorang yang tinggal di kota memiliki tingkat

kecemasan lebih tinggi daripada di desa.

b. Usia, dari hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan, diketahui

usia antara 20 – 40 tahun yang menderita kecemasan terbanyak.

c. Inteligensi, cemas banyak terjadi pada orang-orang dengan tingkat

inteligensi tinggi.

d. Jenis kelamin, wanita lebih banyak menderita cemas daripada pria.

e. Kepribadian, cemas banyak diderita oleh orang dengan kepribadian

yang lemah, kurang percaya diri, selalu terburu-buru, dan

perfeksionis.
38

f. Lingkungan, cemas meningkat pada lingkungan sosial ekonomi

tingkat tinggi, karena banyak tuntutan dari lingkungan tersebut agar

seseorang dapat beradaptasi.

4. Etilogi Kecemasan

Manifestasi perifer dari kecemasan meliputi:29

a. Diare

b. Dizziness, light-headedness

c. Hiperhidrosis

d. Hiperefleksia

e. Hipertensi

f. Palpitasi

g. Midriasis pupil

h. Gelisah (misalnya berjalan mondar-mandir)

i. Sinkop

j. Takikardi

k. Kesemutan di ekstremitas

l. Tremor

m. Gastric upset

n. Urgensi, hesitansi, frekuensi urin

Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen: kesadaran adanya

sensasi psikologis (misalnya palpitasi dan berkeringat) dan kesadaran

mengenai adanya perasaan gugup atau takut. Perasaan malu mungkin juga

dapat meningkatkan kecemasan.


39

Selain efek motorik dan viseral, kecemasan juga mempengaruhi proses

berpikir, persepsi, dan belajar. Kecemasan cenderung menimbulkan

kebingungan dan penyimpangan persepsi. Penyimpangan ini dapat

mengganggu proses belajar dengan menurunkan konsentrasi, menurunkan

daya ingat, dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan suatu hal

dengan hal yang lain.

5. Zung Self-rating Anxiety Scale

Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS) adalah kuesioner yang digunakan

untuk mengukur gejala-gejala yang berkaitan dengan kecemasan. Kuesioner

ini didesain untuk mencatat adanya kecemasan dan menilai kuantitas tingkat

kecemasan.

Zung telah mengevaluasi validitas dan reliabilitasnya dan hasilnya baik.

Penelitian menunjukkan bahwa konsistensi internalnya pada sampel psikiatrik

dan non-psikiatrik adekuat dengan korelasi keseluruhan butir-butir pertanyaan

yang baik dan reliabilitas uji yang baik.

Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS) menitikberatkan pada keluhan

somatik yang mewakili gejala kecemasan. Kuesioner ini mengandung 20

pertanyaan, Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5

pertanyaan ke arah penurunan kecemasan.

Setiap butir pertanyaan dinilai berdasarkan frekuensi dan durasi gejala

yang timbul: Tidak pernah sama sekali dengan nilai (1), Kadang-kadang saja

mengalami demikian (2), Sering mengalami demikian (3) dan Selalu

mengalami demikian setiap hari (4). Rentang penilaian 20-80, dengan

pengelompokan antara lain: Skor 20-44 (kecemasan ringan), Skor 45-59


40

(kecemasan sedang), Skor 60-74 (kecemasan berat), Skor 75-80 (kecemasan

panik).

Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS) telah digunakan secara luas

sebagai alat skrining kecemasan. Kuesioner ini juga sering digunakan untuk

menilai kecemasan selama dan setelah seseorang mendapatkan terapi atas

gangguan kecemasan yang dialaminya.

E. Kerangka Teori

Masa nifas, disebut juga masa post partum atau puerperium, adalah masa

sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan

pengembalian alat – alat kandungan/reproduksi seperti sebekum hamil yang

lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan (Jannah, 2011).

Perubahan yang terjadi pada masa nifas yaitu terjadi perubahan pada sistem

reproduksi, perubahan system pencernaan, perubahan sistem perkemihan,

perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan Tanda-tanda Vital, perubahan

sistem kardiovaskuler, perubahan sistem hematologi dan perubahan berat badan.

Terdapat beberapa adaptasi didalam masa nifas diantaranya fisiologi,

psikologi dan sosial. Namun tidak semua ibu nifas dapat melewati hal tersebut

dengan baik, dan dapat berdampak pada gangguan fisiologis dan psikologis. Salah

satu gangguan fisiologis adalah ketidaknyaman fisik dan gangguan psikologis

ialah kecemasan.

Ketidaknyamanan fisik yang terjadi pada masa nifas adalah Nyeri setelah

melahirkan, Keringat berlebih, Pembesaran payudara, Nyeri perineum, Konstipasi


41

dan Hemoroid. Sebanyak 76% wanita mengalami sedikitnya satu masalah

kesehatan delapan minggu setelah melahirkan.

Selain Ketidaknyamanan fisik faktor lain yang sering terjadi pada ibu nifas

adalah gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan hal yang sering

dialami oleh ibu primipara yang muncul akibat ketidakmampuan dan belum

siapnya ibu untuk menerima kehadiran bayinya yang membutuhkan perawatan

khusus pada minggu minggu pertama kelahirannya (Lukarningsih, 2011).

Kecemasan postpartum terjadi pada 10% wanita postpartum (Hershfield,

2015). Prevalensi kecemasan lebih sering terjadi dibandingkan dengan depresi.

(Paul, 2013). Kecemasan postpartum dan depresi dapat berefek pada keseluruhan

perkembangan mental anak-anaknya. (Ali, 2013). Kecemasan yang terjadi pada

periode postnatal disebabkan karena adanya proses transisi wanita dan pria dalam

proses menjadi orang tua, terjadi penyesuaian diri yang besar diantara hubungan

mereka dan orang lain.

Selama masa nifas, akan terjadi banyak perubahan pada tubuh, baik secara

emosional ataupun fisik. Pada masa ini, Anda akan memulai beberapa kebiasaan

baru dengan adanya seorang bayi plus pemulihan pascamelahirkan. Kementerian

Kesehatan Indonesia merekomendasikan untuk melakukan kunjungan masa nifas

minimal 4 kali. Beberapa tujuan melakukan kunjungan setelah melahirkan, antara

lain menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik secara fisik maupun psikologis,

melakukan skrining secara menyeluruh untuk mendeteksi masalah atau

komplikasi (Kemenkes, 2015).

Berdasarkan teori tersebut diatas maka dapat dibuat kerangak teori tersebut

sebagai berikut :
42

Gambar 2.2
Kerangka Teori

Masa Nifas

Perubahan fisiologi, psikologi dan sosial

Masalah Fisiologis : Masalah Psikologis :


Ketidaknyamana Fisik Kecemasan

Kunjungan Masa Nifas

Sumber : Kemenkes, 2015; Anggraeni, 2010; Cunningham, 2013; Hershfield, 2015

Kerangka konsep penelitian adalah uraian tentang hubungan antar variable-

variabel yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan

kerangka teori/kerangka pikir atau hasil studi sebelumnya sebagai pedoman

penelitian (Supardi & Rustika, 2013). Berdasarkan teori dari kajian pustaka, dapat

disusun sebuah kerangka konsep dari penelitian ini dalam bentuk bagan sebagai

berikut :

Ketidaknyamanan Fisik
43

Efektifitas
Kunjungan Nifas

Kecemasan

Gambar 2.1

Kerangka konsep penelitian


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik, yaitu menjelaskan

hubungan kausal secara deskriptif dan analitik, dan metode yang digunakan

adalah metode survey. Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah studi

potong lintang (cross sectional study) yaitu mencari hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat yang diukur dalam satu waktu secara bersamaan

(Soekidjo Notoatmodjo, 2015).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoatmodjo, 2015).

a. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah ketidaknyamanan

fisik dan kecemasan.

b. Variabel terikat (Dependent variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah efektifitas kunjungan

nifas.

44
45

2. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2015).

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Skala
No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel bebas (V. independent)
1. Ketidaknyama Suatu perasaan yang Kuesioner Ordinal 1. Ketidaknya
na fisik mengganggu manan
kenyamanan ibu nifas ringan, jika
akibat kondisi setelah skor 1-3
melahirkan 2. Ketidaknya
manan
sedang, jika
skor 3-7
3. Ketidaknya
manan
tinggi, jika
skor 7-9
4. Ketidaknya
manan
sangat
tinggi, jika
skor 10
2. Kecemasan Reaksi emosional yang Zung Self- Ordinal 1. Kecemasan
timbul oleh penyebab Rating ringan, jika
yang tidak spesifik Anxiety skor 20-44
yang dapat Scale 2. Kecemasan
menimbulkan perasaan sedang, jika
tidak nyaman pada ibu skor 45-59
nifas, yang diukur 3. kecemasan
menggunakan Zung berat, jika
Self-rating Anxiety skor 60-74
Scale (ZSAS). 4. Kecemasan
Ada empat tingkatan panik, jika
yaitu tidak cemas, skor 75-80
kecemasan ringan, :
sedang, panik
3. Efektiftas Tindakan ibu pasca Kuesioner Ordinal 1. Patuh: bila
46

Kunjungan melahirkan kunjungan


Nifas mengunjungi sarana ≥ 4x selama
pelayanan kesehatan masa nifas.
terdekat minimal 4 kali. 2. Tidak
Patuh: bila
kunjungan
<4x selama
masa nifas.
(Kemenkes RI,
2015)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan sebjek penelitian (Arikunto, 2013). Populasi

juga merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang

akan diteliti (Hidayat, 2013). Jumlah kunjungan nifas di Puskesmas

Conggeang periode bulan Januari sampai Agustus 2022 sebanyak 368 ibu

nifas.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2013). Sampel

dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu nifas yang ada di wilayah

Puskesmas Conggeang, yang jumlahnya ditentukan dengan menggunakan

rumus.

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

slovin dalam Notoatmodjo (2010) sebagai berikut :

N
n=
1+ N ( d)2

Dimana :
47

n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,10%).
Besar sampel dalam penelitian ini adalah :

368
n= 2
1+368 (0,1)

368
n=
1+368 (0,01)

368
n=
1+3,68

368
n= = ≈ 78,6
4,68

n = 79 responden

Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak

79 responden.

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan

Teknik Proporsional Random Sampling. Adapun tahapan pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah:

a. Tahap pertama, ibu nifas yang ada di 9 Desa yang ada di wilayah

kerja Puskesmas Conggeang diambil semuanya sebagai sampel.

b. Tahap kedua, dari masing-masing Desa diambil sampel secara

proporsional yaitu pengambilan secara acak berdasarkan proporsi

masing-masing Desa.

Untuk memperoleh sampel dari masing-masing Desa dilakukan

perhitungan sampel dengan cara :

Ni
ni= xn
N

Keterangan :
48

ni = jumlah sampel menurut stratum


n = jumlah sampel seluruhnya
Ni = jumlah populasi menurut stratum
N = jumlah populasi seluruhnya

Berdasarkan perhitungan rumus diatas diperoleh besar sampel per

desa sebagai berikut :

Tabel 3.2
Proporsi Sampel Per Desa

Populasi Total dan Populasi Sampel yang


No Desa
per Desa dibutuhkan
29 7
1. Babakan Asem x = 6,2 6
368 9
4 x 7
2. Ungkal = 1 1
368 9
33 x 7
3. Cibubuan = 7,0 7
368 9
38 x 7
4. Conggeang Kulon = 8,1 8
368 9
26 x 7
5. Conggeang Wetan = 5,5 6
368 9
44 x 7
6. Narimbang = 9,4 9
368 9
36 x 7
7. Cipamekar = 7,7 8
368 9
43 7
8. Padaasih x = 9,2 9
368 9
41 7
9. Karanglayung x = 8,8 9
368 9
35 7
10. Jambu x = 7,5 8
368 9
15 7
11. Cacaban x = 3,2 3
368 9
24 7
12. Cibeureuyeuh x = 5,1 5
368 9
Jumlah Total 79

Untuk memenuhi syarat pengambilan sampel maka peneliti menentukan

kriteria inklusi dan ekslusi dari sampel, adapun kriterinya sebagai berikut :

a. Kriteria sampel inklusi


49

1. Responden tercatat sebagai ibu nifas yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Conggeang.

2. Responden dengan persalinan normal

3. Responden dapat membaca dan menulis

4. Bersedia menjadi responden

b. Kriteria sampel eksklusi

1. Responden mengalami komplikasi kehamilan

2. Responden dirawat di Rumah sakit.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa

metoda, yaitu :

1. Wawancara

Wawancara menjadi salah satu teknik yang digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Wawancara merupakan komunikasi dua arah

untuk memperoleh informasi dari Responden yang terkait. Dapat pula

dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to face)

antara pewawancara dengan narasumber, di mana pewawancara bertanya

langsung tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya.

Wawancara yang dipilih oleh peneliti adalah wawancara semiterstruktur

(semistructure interview).

2. Observasi

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui atau

menyelidiki tingkah laku non verbal yakni dengan menggunakan teknik


50

observasi. Menurut Sugiyono (2017) observasi merupakan teknik

pengumpulan data yang mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan

dengan teknik yang lain. Observasi juga tidak terbatas pada orang, tetapi juga

objek-objek alam yang lain. Melalui kegiatan observasi peneliti dapat belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Observasi dalam penelitian

ini yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk

mengetahui kondisi yang sebenarnya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis

sumber data, yaitu sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Data dikumpulkan sendiri oleh peniliti langsung dari

sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Peneliti

menggunakan hasil wawancara yang didapatkan dari Responden

mengenai topik penelitian sebagai data primer (Sugiyono, 2017).

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Seperti laporan bulanan Program KIA, Profil Puskesmas. Data ini dapat

ditemukan dengan cepat (Sugiyono, 2017).

E. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah analisis data menurut Hidayat (2013), adalah sebagai

berikut :
51

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini pada tahap editing data

yang telah diperoleh semuanya sudah lengkap dan tidak ada yang kosong.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan data dan analisis data menggunakan komputer.

3. Data entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.

4. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Pada penelitian ini, saat

cleaning tidak ada data yang salah saat di entry data.

5. Tabulating

Membuat tabulasi dalam penelitian ini ialah dengan memasukkan data ke

dalam tabel yang digunakan yaitu tabel distribusi frekuensi.

Tahap analisis data selanjutnya adalah mengelompokan data berdasarkan

variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh

responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan


52

untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah diajukan.

1. Analisis Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian (Notoadmodjo, 2015). Analisa univariat dengan

menggunakan analisa distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk

melihat presentase distribusi variabel independent yaitu ketidaknyaman fisik

dan kecemasan dan Variabel dependent yaitu efektifitas kunjungan rumah.

Analisa ini digunakan dengan rumus :

f
P= x 100 %
n

Keterangan :
P = Persentase
f = Jumlah pernyataan
n = Jumlah sampel

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan Notoadmodjo (2015). Mencari ada atau tidaknya

hubungan variabel independent dan variabel dependent yaitu dengan

mengetahui hubungan ketidaknyamana fisik dan kecemasan dengan variabel

dependent efektifitas kunnjungan nifas.

Analisa bivariat dilakukan dengan uji chi square dengan derajat kepercayaan

95 % (α = 0,05) dengan tabel kontigensi 2 x 2 pada derajat kebebasan, Dk =

(B-1) (K-1) = 1

Rumus uji Chi-Square :


53

( O − E )2
X 2 =∑
E

X2 : Statistik Chi-Square

O : Frekuensi yang diamati (Observasi)

E : Frekuensi yang diharapkan (Expected)

Untuk mengetahui P-Value tergantung pada besarnya derajat kebebasan

(Degree off Freedom) yang dinyatakan dalam :

df = (b-1) (k-1)

keterangan :

b = Jumlah baris di dalam tabel silang

k = Jumlah kolom didalam tabel silang

Untuk mengetahui apakah ada hubungan variabel independent dengan

variabel dependent, dapat disimpulkan :

a. Jika nilai “p” ≤ 0,05 maka H(0) ditolak yang berarti secara statistik

terbukti adanya hubungan,

b. Jika nilai “p” > 0,05 maka H(0) gagal ditolak sehingga secara statistik

tidak terbukti adanya hubungan.

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi tiga tahap,

yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan identifikasi masalah mengenai masalah yang akan diteliti

b. Melaksanakan konsultasi dengan pembimbing mengenai masalah yang

akan diteliti
54

c. Melakukan kajian pustaka mengenai teori-teori yang relevan terhadap

masalah yang akan diteliti

d. Melakukan observasi ke lapangan

e. Menyusun instrumen penelitian

f. Membuat surat izin studi pendahuluan

g. Membuat proposal penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti memastikan bahwa responden memakai masker, sudah mencuci

tangan, menjaga jarak dan sudah diukur suhu dengan hasil normal.

b. Peneliti menetapkan dan meminta data nama-nama responden.

c. Peneliti mengocok nama-nama responden, dan dikeluarkan sesuai

dengan jumlah perhitungan sampel.

d. Peneliti mengunjungi responden di desa wilayah kerja Puskesmas

Conggeang.

e. Peneliti mengunjungi responden, memperkenal kan diri, menjelaskan

tujuan yang akan diteliti, jika responden menyetujui untuk mengisi

kuesioner maka responden menandatangani persetujuan pengisian

kuesioner (informed consent).

f. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner.

g. Peneliti memberikan waktu dan mendampingi responden dalam mengisi

koesioner bila mana responden ada yang tidak mengerti bisa langsung

bertanya kepada peneliti.

h. Peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan kuesioner.


55

i. Untuk lembar kuesioner diambil saat itu juga apabila responden sudah

selesai mengisi kuesioner.

3. Tahap Pengolahan Data

a. Melakukan pengolahan data

b. Menganalisis hasil dari pengolahan data

c. Penyusunan laporan akhir sesuai dengan hasil penelitian yang didapat

d. Penyajian hasil laporan

G. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Conggeang Kabupaten

Sumedang. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan

November 2022.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan komite etik

Universitah ‘Aisyah dan ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kab. Sumedang

dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip etika penelitian yaitu The five right of

human subjects in research (Polit & Beck dalam Kurniawan, 2015) lima hak

tersebut adalah :

1. Respect for Autonomy

Responden memiliki hak untuk membuat keputusan secara sadar untuk

menerima atau menolak menjadi partisipan. Peneliti menjelaskan kepada

partisipan tentang proses penelitian yang meliputi maksud dan tujuan


56

penelitian, selanjutnya partisipan diberi kebebasan untuk menentukan apakah

bersedia atau menolak berpartisipasi dalam penelitian.

2. Privacy atau dignity

Responden memiliki hak untuk dihargai tentang apa yag mereka lakukan dan

apa yang dilakukan terhadap mereka serta untuk mengontrol kapan dan

bagaimana informasi tentang mereka dibagi dengan orang lain. Peneliti hanya

melakukan wawancara pada waktu yang telah disepakati dengan responden.

Setting wawancara dibuat berdasarkan pertimbangan terciptanya suasana

santai, tenang dan kondusif serta tidak diketahui oleh orang lain, kecuali

keluarga responden dan petugas terkait yang diijinkan oleh responden.

3. Anonymity dan Confidentialy

Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa identitasnya terjamin

kerahasiaannya dengan menggunakan pengkodean sebagai pengganti

identitas dari responden. Selain itu peneliti menyimpan seluruh dokumen

hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti penelitian,

biodata, arsip kuesioner dalam tempat khusus yang hanya dapat diakses oleh

peneliti. Semua bentuk data hanya digunakan untuk keperluan proses analisis

sampai penyusunan laporan penelitian sehingga responden tidak perlu takut

data yang bersifat rahasia dan pribadi diketahui orang lain.

4. Justice

Peneliti memberikan kesempatan yang sama bagi responden yang memenuhi

kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti

memberikan kesempatan yang sama dengan responden untuk


57

mengungkapkan perasaannya baik sedih maupun senang dan mengungkapkan

seluruh pengalamannya terkait ketidaknyamanan fisik dan kecemasan selama

masa nifas.

5. Beneficence dan Nonmaleficence

Penelitian ini tidak membahayakan responden dan peneliti telah berusaha

melindungi responden dari bahaya ketidaknyamanan (protection from

discomfort). Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan penggunaan data

penelitian sehingga bersedia menandatangani surat ketersediaan berpartisipasi

atau Informed Consent. Selama proses penelitian berlangsung peneliti

memperhatikan beberapa hal yang dapat merugikan responden antara lain

status hemodinamik, kenyamanan, dan perubahan perasaan. Apabila kondisi

tersebut membahayakan kondisi responden maka peneliti menghentikan

wawancara terlebih dulu dan memulainya lagi ketika kondisi sudah stabil dan

responden siap untuk melakukan wawancaran.

Anda mungkin juga menyukai