Anda di halaman 1dari 6

RESUME

SEJARAH WAKAF DI ZAMAN RASULULLAH, SAHABAT HINGGA


ERA ISLAM KONTEMPORER

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai pada Mata Kuliah Hukum
Perwakafan

Dosen Pengampu : Andini Asmarini, S.H., M.H

Disusun Oleh Kelompok 2:


Fadlun 193070018
Intan Ayu Intias 193070001

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) DATOKARAMA PALU
2022
A. Sejarah Wakaf Zaman Rasulullah
Menurut Mundzir Qahaf, wakaf di zaman Islam telah dimulai bersamaan dengan
dimulainya masa kenabian Muhammad di Madinah yang ditandai dengan
pembangunan Masjid Quba’, yaitu masjid yang dibangun atas dasar takwa sejak dari
pertama, agar menjadi wakaf pertama dalam Islam untuk kepentingan agama.
Peristiwa ini terjadi setelah Nabi hijrah ke Madinah dan sebelum pindah ke rumah
pamannya yang berasal dari Bani Najjar. Kemudian disusul dengan pembangunan
Masjid Nabawi yang dibangun di atas tanah anak yatim dari Bani Najjar setelah dibeli
oleh Rasulullah dengan harga delapan ratus dirham. Dengan demikian, Rasulullah
telah mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid.

Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah Nabi
SAW ke Madinah pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di
kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali
melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa
yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW yakni wakaf milik Nabi
SAW untuk dibangun masjid.

Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari
Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari
Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam
Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang
Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW”.

Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun
kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun A’raf Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun
lainnya.menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali
melaksanakan syariat Wakaf ialah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan hadis
yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Ia berkata:
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang
tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta
petunjuk, umar berkata: “Hai Rasulullah SAW, saya mendapat sebidang tanah di
Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau
perintahkan kepadaku?”

Rasulullah SAW bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu,
dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak
diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah)
kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah Ibnu sabil, dan tamu,
dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan
cara yang baik (sepantasnya) atau member makan orang lain dengan tidak bermaksud
menumpuk harta.”

B. Sejarah Wakaf Sahabat


Syariat wakaf yang telah dilakukan Umar bin Khattab disusul oleh Abu Thalhah
yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun “Bairaha”. Selanjutnya disusul oleh
sahabat Nabi SAW lainnya seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di
Makkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Makkah.
Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya
yang subur. Mu’ad bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan
“Dar Al-Anshar”. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah
bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah istri Rasulullah SAW.

Nabi juga mewakafkan perkebunan Mukhairik, yang telah menjadi milik beliau
setelah terbunuhnya Mukhairik ketika perang Uhud. Beliau menyisihkan sebagian
keuntungan dari perkebunan itu untuk member nafkah keluarganya selama satu
tahun, sedangkan sisanya untuk membeli kuda perang, senjata dan untuk kepentingan
kaum Muslimin. Mayoritas ahli fikih mengatakan bahwa peristiwa ini disebut wakaf.
Sebab Abu Bakar ketika menjadi Khalifah tidak mewariskan perkebunan ini kepada
kelurga Nabi, dan sebagian keuntungannya tidak lagi diberikan kepada mereka. Ketika
Umar Bin Khattab menjadi Khalifah, ia mempercayakan pengelolaan perkebunan itu
kepada Al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib. Namun, ketika keduanya berbeda pendapat,
Umar tidak mau membagikan kepengurusan wakaf itu kepada keduanya, khawatir
perkebunan itu menjadi harta warisan. Karena itu Umar segera meminta perkebunan
itu dikembalikan ke Baitul Mal.

Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti
Abbasiyah, semua orang berduyun- duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf
tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal
untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar
gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.
Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara
untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas
sosial dan ekonomi masyarakat.

Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin Ghar
Al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia sangat perhatian dan
tertarik dengan pengembangan wakaf sehingga terbentuk Lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang
pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara
Islam. Pada saat itu juga, Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak
itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen Kehakiman yang dikelola
dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan yang membutuhkan.

Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr
al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang
manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga wakaf berkembang
searah dengan pengaturan administrasinya.
C. Wakaf Di Era Islam Kontemporer
Dalam hukum Islam, wakaf tidak terbatas pada benda tidak bergerak tetapi juga
benda bergerak termasuk uang. Di beberapa negara seperti Mesir, Yordania, Saudi
Arabia, Turki, Kuwait, wakaf selain berupa sarana dan prasarana ibadah dan
pendidikan juga berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, hotel, pusat perbelanjaan,
uang, saham, real estate dan lain-lain yang semuanya dikelola secara produktif.
Dengan demikian hasilnya benar-benar dapat dipergunakan untuk mewujudkan
kesejahteraan umat. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah berperan sangat penting
dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat
Islam serta telah menfasilitasi sarjana dan mahasiswa dengan sarana dan prasarana
yang memadai yang memungkinkan mereka melakukan berbagai kegiatan seperti riset
dan menyelesaikan studi mereka.

Pada saat ini, di Indonesia sedang dilakukan sosialisasi wakaf uang. Di negara
lain seperti Turki, Kuwait, Bangladesh sudah cukup lama dikembangkan, sehingga
dapat mengembangkan harta benda wakaf yang lain. Hasil pengelolaan wakaf di
negara-negara tersebut sangat membantu menyelesaikan berbagai masalah umat,
khususnya masalah sosial dan ekonomi masyarakat. Wakaf uang sebenarnya sudah
dikenal oleh para ulama klasik.

Ulama yang membolehkan wakaf uang berpendapat, bahwa uang dapat


diwakafkan asalkan uang tersebut diinvestasikan dalam usaha bagi hasil
(mudlarabah), kemudian keuntungannya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.
Dengan demikian uang yang diwakafkan tetap, sedangkan yang disampaikan kepada
mauquf ‘alaih adalah hasil pengembangan wakaf uang itu. Pada saat ini sudah cukup
banyak bermunculan bentuk baru pengelolaan wakaf uang. Munculnya bentuk-bentuk
pengelolaan wakaf uang tersebut tidak terlepas dari munculnya berbagai bentuk
investasi dan berbagai cara dalam pengelolaan ekonomi. Salah satu bentuk baru dalam
pengelolaan wakaf uang adalah wakaf uang yang dikelola oleh perusahaan investasi.
Biasanya wakaf uang di sini dikelola atas asas mudlarabah. Dalam hal ini uang
diserahkan kepada badan atau yayasan yang menerima pinjaman usaha bagi hasil atau
kepada yayasan yang dikelola oleh pengelola sewaan, sedangkan hasilnya diberikan
kepada mauquf ‘alaih sebagai amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf.

Adapun bentuk pengembangan wakaf yang terjadi akhir-akhir ini sangat


bermacam-macam sesuai dengan benda yang diwakafkan. harta benda yang
diwakafkan meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak
anatara lain meliputi tanah, bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain yang
berkaitan dengan tanah, dan benda lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara yang bersangkutan. Adapun
benda bergerak yang boleh diwakafkan antara lain uang, logam mulia, surat berharga,
kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan
ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai