Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“ SEJARAH DAN PRAKTIK WAKAF PADA ERA DINASTI


UMAYYAH, ABBASIYAH, DAN MODERN ”

DIBUAT OLEH:

Reyhand Alfatir 223080010


Ulil Amri 223080011

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH (FASYA)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
DATOKARAMA PALU
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf
disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua
pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang
siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat
ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah
Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari
‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah,
dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf
dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan
orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani:
129).
Palu, 12 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
. i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................2
2.1 Perkembangan wakaf pada dinasti Umayyah..........................................2
2.2 Perkembangan wakaf pada Masa bani Abbasiyah..................................2
2.3 Praktik wakaf di era Modern...................................................................3
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................5
3.1 Kesimpulan..............................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................6
https://simbi.kemenag.go.id/eliterasi/storage/perpustakaan/provinsi/e76782c8-
ec78-43b5-bc37-e8bc5665f12d/buku-digital/d4ee97547d-6553519990.pdf.......6

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin Ghar Al-
Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia sangat perhatian dan tertarik dengan
pengembangan wakaf sehingga terbentuk lembaga 4 wakaf tersendiri sebagaimana lembaga
lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam
administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada saat itu juga, Hakim Taubah
mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah
Departemen Kehakiman yang dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang
berhak dan yang membutuhkan. Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang
disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola
lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah
yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga wakaf berkembang
searah dengan pengaturan administrasinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan wakaf pada dinasti umayyah
2. Bagaimana perkembangan wakaf pada dinasti Abbasiyah
3. Bagaimana perkembangan wakaf pada era modern

1.3 Tujuan
1. Mengetahui perkembangan wakaf pada dinasti umayyah
2. Mengetahui perkembangan wakaf pada dinasti Abbasiyah
3. Mengetahui perkembangan wakaf pada era Modern

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan wakaf pada dinasti Umayyah


Syariat wakaf telah dikenal sejak zaman Rasulullah, tepatnya ketika hijrah ke Madinah.
Rasulullah SAW sendiri yang pertama kali mewakafkan tanah milik untuk di bangun Masjid.
Masjid yang di bangun atas dasar takwa itu kini dikenal dengan sebutan Masjid Quba. Setelah
itu, wakaf banyak dipraktekkan para sahabat. Lalu, praktek wakaf juga berjaya di era
selanjutnya, salah satunya di masa khilafah Umayyah. Seiring dengan terus meluasnya wilayah
kekuasaan umat di era dinasti Umayyah, Islam telah menjadi negara yang kuat dan damai. Para
pakar menyebut dinasti Umayyah sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan
Islam. Meski memerintah kurang dari satu abad, berbagai kemajuan telah banyak diraih.
Berbagai praktik ekonomi Islam makin dikembangkan, mulai dari sedekah, Zakat, infak, dan
wakaf.Hal ini rupanya memberi dampak signifikan bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat
Islam.Pada zaman itu, wakaf tidak hanya dikelola dan didistribusikan untuk orang-orang fakir
dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan,
membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk
para siswa dan mahasiswa. Di masa ini, wakaf awalnya hanyalah keinginan berbuat baik
seseorang dengan menyalurkan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa
ada aturan pasti yang menaunginya. Antusiasme masyarakat Muslim untuk berwakaf telah
menarik perhatian penguasa Dinasti Umayyah untuk mengatur dan mengelola wakaf. Maka,
dibentuklah lembaga yang mengatur wakaf. Lembaga itu bertugas untuk mengelola, memelihara
dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau
keluarga. Seiring berjalannya waktu, Umat Islam mulai merasakan betapa pentingnya
pengelolaan oleh lembaga wakaf, hingga timbul keinginan mengatur perwakafan dengan baik
dan benar bedasarkan Al Quran dan Sunnah. Setelah itu, dibentuklah lembaga yang mengatur
aset wakaf dan penyalurannya ke mauquf ‘alaih.Taubah bin Ghar al-Hadhramiy yang menjabat
sebagai hakim di Mesir pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M) dari Dinasti
Umayyah, misalnya, telah merintis pengelolaan wakaf di bawah pengawasan seorang hakim. Ia
juga menetapkan formulir pendaftaran khusus dan kantor untuk mencatat dan mengawasi wakaf
di daerahnya. Upaya itu mencapai puncaknya dengan berdirinya kantor wakaf yang berfungsi
sebagai tempat pendaftaran dan kontrol terhadap harta yang diwakafkan. Lembaga wakaf itu
tercacat sebagai yang pertama dalam mengelola administrasi wakaf di Mesir, bahkan di seluruh
negeri Islam pada masa itu.

2.2 Perkembangan wakaf pada Masa bani Abbasiyah


pada masa Khilafah Bani Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan
“Shadr al-Wuquf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, wakaf telah
memberikan pengaruh yang positif dalam kehidupan umat Islam. Pengaruh positif dari
pengembangan wakaf era ini adalah makin meluasnya peranan wakaf dan antusiasme
masyarakat kala itu, sehingga muncullah beberapa institusi pendukung:

1) didirikannya lembaga khusus bidang wakaf;

2
2) keterlibatan khalifah dan pemerintah dalam pengembangan

3) monitoring dan pengawasan oleh para hakim dalam pelaksanaan wakaf

2.3 Praktik wakaf di era Modern


Praktik wakaf di era modern Secara fikih, wakaf dimaknai sebagai salah satu amal jariyah
dalam bentuk harta yang tidak boleh habis. Oleh karena itu, kebanyakan wakif atau pemberi
wakaf berwakaf dalam bentuk tanah untuk digunakan sebagai masjid, musala, dan sekolah.
Namun, dengan pengelolaan yang baik dan kreatif, wakaf dapat dijadikan instrumen ekonomi
pembangunan berbasis Islam. Hal itu disampaikan oleh Prof Dr Nurul Huda, Komisioner Badan
Wakaf Indonesia dalam webinar serangkaian acara Gemilang Ramadan yang diadakan oleh
Pusat Pengelolaan Dana Sosial (PUSPAS) UNAIR Senin (05/04). Ia menjelaskan beberapa
model pengelolaan wakaf modern sehingga bisa menghasilkan kebermanfaatan yang lebih luas.
Salah satu di antaranya melalui pendekatan investasi. Ia memberikan contoh pada pembangunan
zam-zam tower di Arab Saudi. Prof Nurul Huda menjelaskan bahwa pembangunan zam-zam
tower merupakan salah satu pembangunan aset wakaf melalui penerbitan sukuk wakaf di luar
negeri. “Dimana pada awalnya zam-zam tower dibangun diatas tanah wakaf yang kemudian
biaya pembangunannya didapat dari kontrak jangka panjang dengan perusahaan Bin Ladin
Group dan Mushaat Real Estate yang menerbitkan sukuk,” ujarnya dalam webinar
bertajuk Filantropi Gerakan Wakaf untuk Kesejahteraan Sosial. Ia melanjutkan, selama masa
kontrak, hasil sewa zam-zam tower dan hotel digunakan untuk memberikan imbalan bagi para
investor. “Ketika masa kontrak habis akan dikembalikan kepada nadzir (pengelola wakaf, Red)
zam-zam tower untuk dikelola sebagai dana sosial,” tandasnya. Hal serupa juga dilakukan oleh
Majelis Agama Islam Singapura (MUIS) dalam membangun Kompleks Bencoolen. Dimana
pada saat itu MUIS menggandeng Warees Investment sebagai management untuk membentuk
joint venture dan menerbitkan sukuk. Kemudian, bangunan hasil sukuk dikomersilkan oleh
Ascott International untuk memberikan imbal balik kepada investor hingga jangka waktu
kontrak. “Itu beberapa contoh pengelolaan wakaf melalui pendekatan investasi, jadi jika nadzir
memang tidak berkapasitas, bisa menggandeng pihak-pihak eksternal yang memang
berpengalaman di bidangnya,” ujarnya. Selain melalui sukuk, Prof Nurul Huda juga
menerangkan model Wakaf Tunai Deposit yang dikembangkan oleh Social Islamic Bank
Limited (SIBL). Dalam model ini, uang wakaf disimpan di bank dalam jangka waktu tertentu
yang keuntungannya dipergunakan untuk keperluan tertentu yang ditetapkan oleh wakif dalam
rangka mensejahterakan umat. Pada akhir, Prof Nurul Huda mengapresiasi langkah PUSPAS
dalam mengelola dana wakaf yang didapat. Ia berharap, PUSPAS bisa terus konsisten sehingga
menjadi salah satu role model pengelolaan wakaf di Indonesia. “Beberapa pengelolaan wakaf

3
sangatlah prospektif untuk dikembangkan, sehingga kita bisa mengubah persepsi klasik wakaf
yang dipahami banyak umat Islam hanya berupa sumbangan dalam bentuk aset tetap,”
pungkasnya. (*

4
BAB 3
PENUTUP

5
3.1 Kesimpulan
Wakaf merupakan merelakan tanah yang dimiliki untuk digunakan manfaatnya bagi
kemaslahatan umat dan agama. Tujuan wakaf pada umumnya hanya untuk beribadah. Dalam
perkembangannya saat ini, terdapat wakaf untuk kegiatan sosial dan wakaf produktif yang dapat
menghasilkan keuntungan.

DAFTAR PUSTAKA
https://simbi.kemenag.go.id/eliterasi/storage/perpustakaan/provinsi/e76782c8-ec78-43b5-
bc37-e8bc5665f12d/buku-digital/d4ee97547d-6553519990.pdf

https://www.kbknews.id/sejarah-awal-perwakafan-islam-bagian-3/

https://unair.ac.id/transformasi-model-wakaf-di-era-modern/

Anda mungkin juga menyukai