Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PEDIATRI

“TORTICOLIS”

DI SUSUN OLEH :

RINI APRILIA WULANDARI


PO714241201022
D.IV FISIO TK.III

Poltekkes Kemenkes Makassar


Tahun 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur Kami ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan kepada Saya sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang
“TORTICOLLIS” yang merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa untuk
melengkapi penilaian dalam mengikuti mata kuliah PEDIATRI 2022-2023.Saya mengucapkan terima
kasih kepada bapak Dr.Yonathan R, S.Ft,Physio, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Pediatri,

Andai kata dalam penyusunan makalah tentang “TORTICOLLIS" terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki
penulisan dimasa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Makassar , 27 September 2022

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir, congenital
Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired torticollis. Congenital
muscular torticollis (CMT) merupakan kelainan musculoskeletal kongenital terbanyak
ketiga setelah dislokasi panggul dan clubfoot.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan
pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.4
Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma lokal
pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya pada persalinan
dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu dengan forceps.
Sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur,
dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.2
Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah
yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di
sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut
(normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat
benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput
4,6
sternocledomastoideus.
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Pada usia
anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif menunjukkan hasil yang
memuaskan. Sedangkan, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4
tahun.4,7Mengingat pentingnya diagnosa sedini mungkin pada pasien dengan tortikolis,
maka penting bagi para calon dokter umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini
lebih jauh. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai tortikolis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis bisa juga diartikan sebagai istilah
umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang menampilkan variasi
tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic ) ditandai dengan arah gerakan
(horizontal , seolah-olah mengatakan " tidak" , atau vertikal , seolah-olah mengatakan
" iya "). Tortikolis berasal dari bahasa Latin , tortus , berarti memutar dan collum ,
berarti leher .2

2.2 Anatomi Otot Leher


Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak melekat
pada tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu : (1) Musculus
Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan clavicula (1/3 medial) serta
insersio di processus mastoideus os temporalis. Adapun aksinya yakni bilateral-flexi
kepala, rotasi unilateral kepala, memalingkan wajah ke sisi sebaliknya. Otot ini
dipersarafi oleh nervus accessorius (N XI); (2) Musculus scalenus anterior dan
scalenus medius, origo di processus transverses vertebra cervicalis bagian atas dan
insersio di costa 1. Aksinya adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi
oleh ramus ventralis nervus cervicalis (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).3

Gambar 2.1 Otot leher ( Tampak lateral) 3


Gambar 2.2 Otot leher ( Tampak anterior) 3

Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu suprahyoid dan
infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus Omohyoid (otot ini
memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon intermediet), origo untuk inferior
belly dariscapula-medial ke suprascapular notch (tendon intermediet dihubungkan ke
klavikula dan rib
(1) Insersionya pada tulang hyoid. Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid.
Omohyoid dipersarafi oleh ansa cervicalis;
(2) Musculus Sternohyoid , origonya berasal dari sternum- manubrium klavikula dan
insersionya di tulang hyoid. Aksinya untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid
dipersarafi ansa cervicalis;
(3) Musculus Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan insersionya di
kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea, depresi tulang
hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa cervicalis;
(4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio di tulang hyoid.
Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring. Thyrohyoid dipersarafi oleh C1
dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).3
Gambar 2.3 Otot Infrahyoid dan suprahyoid3

Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus (memiliki
dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid notch (medial terhadap
processus mastoideus) sedangkan origo anterior belly dari bagian dalam mandibula.
Insersionya pada tulang hyoid melalui tendon intermediet. Aksinya untuk elevasi
tulang hyoid dan depresi mandibula. Posterior belly dipersarafi oleh nervus facialis ( N
VII) dan anterior belly dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus
Stylohyoid, origo di tulang temporal-processus styloideus dan insersio di tulang hyoid.
Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N VII); (3)
Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di tulang
hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar mulut selama
menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus trigeminus (N V3); (4) Musculus Geniohyoid,
origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk
elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke depan. Otot ini dipersarafi oleh C1,
nervus hypoglossus ( N XII) (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).3

Gambar 2.4 Otot Infrahyoid dan Suprahyoid serta aksinya3


2.1 Etiologi2

Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan


etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah ini.
a. Etiologi lokal
Pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur,
dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher. Penyebab lainnya
yakni infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut. Selain itu, infeksi saluran nafas
bagian atas dan infeksi jaringan lunak di leher bisa menyebabkan tortikolis sekunder
terhadap kontraktur otot atau adenitis.
Pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh abses
retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang mengikuti trauma atau
infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher termasuk faringitis, tonsillitis, epiglottitis,
sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses nasofaring, dan pneumonia lobus atas.

b. Etiologi kompensasi
Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau
symptom lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus kongenital, dan
tumor fossa posterior.

c. Etiologi sentral
Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder terhadap
obat-obatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol, carbamazepine,
phenytoin, and terapi L- dopa. Pada wamita usia 30-60 tahun idiopatik spasmodic
tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak etiologinya torsion dystonia, drug-induced
dystonia, dan cerebral palsy.

2.1 Patofisiologi
2.1.1 Congenital Torticollis
Tortikolis kongenital jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini disebabkan
oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan. Trauma
otot sternokleidomastoideus saat proses persalinan menyebabkan fibrosis atau
malposisi intrauterine yang menyebabkan pemendekan dari otot
sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom yang diikuti dengan kontraktur
otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir dengan persalinan sungsang atau
menggunakan forseps. Penyebab lain yang mungkin yakni herediter dan oklusi arteri
atau vena yang menyebabkan fibrosis jaringan didalam otot
2,4,5
sternokleidomastoideus.
2.1.2 Acquired Torticollis
Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan tortikolis merupakan hasil
dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau nervus kranialis dari proses penyakit
yang berbeda.2
Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan leher atau
dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah menghentikan obat pada
tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan seperti dopamine reseptor blocker,
metoclopramide, phenytoin, carbamazepin.2
Atlantoaxial rotary subluxation (AARS) C1 pada C2 memiliki gejala klinis
yang sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak dan setelah trauma
minor, operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi saluran nafas bagian atas. Hal ini
diduga dipicu oleh edema retropharyngeal menyebabkan kelemahan ligamen dan
struktur di tingkat atlantoaxial, memungkinkan deformitas rotasi. Berbeda dengan
tortikolis otot kongenital, kepala miring jauh dari otot sternokleidomastoideus yang
terkena. Dikenal sebagai posisi "cock robin", kepala rotasi ke sisi yang berlawanan
dengan dislokasi dan lateral fleksi ke arah yang berlawanan. Pasien juga dapat
mengeluh sakit oksipital unilateral.2
Idiopatik spasmodik tortikolis (IST) adalah bentuk tortikolis yang dan progresif
, diklasifikasikan sebagai dystonia fokus. Etiologi tidak jelas, meskipun diduga ada
lesi thalamus. Hal ini ditandai dengan etiologi nontraumatic terdiri dari episodik tonik
dan / atau kontraksi involunter klonik otot leher. Gejala berlangsung lebih dari 6 bulan
dan menghasilkan cacat somatic dan psikologis.2
Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang ditandai dengan
episode berulang dari kepala miring dengan muntah, pucat, irritabilitas, ataksia, atau
mengantuk dan biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan akan
sembuh dengan sendirinya. 2
Sebagai penyakit neurodegeneratif, tortikolis, atau cervical dystonia idiopatik,
diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis yang berasal dari kerentanan
selektif struktur ini untuk proses biokimia abnormal yang mengarah ke disfungsi
neuronal. Beberapa indikasi keterlibatan sirkuit dopamine-secretingberasal dari
temuan rendahnya tingkat metabolit dopamin dalam cairan serebrospinal (CSF).2

2.1 Diagnosis
Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus berdasarkan
riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant (Gambar 2.5) . Didapati
riwayat kelahiran sukar atau sungsang serta trauma pada proses persalinan seperti
fraktur klavikula pada tortikolis kongenital. Selain itu, perinatal asfiksia, jaundice,
kejang, penggunaan obat-obatan, gastroesofageal reflux disease (GERD), atau sindrom
Sandifer juga turut menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat dari
pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab
lain seperti anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan
pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis
mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat
menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau
kedua caput sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari
jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan migrasi fibroblast disekitar serat
sternokleidomastoideus yang atrofi.4,6

Gambar 2.5 Pemeriksaan klinis tortikolis4

Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana kombinasi dan


fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau fleksibel, dan apakah bisa
sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi kelainan musculoskeletal lainnya
seperti hip dysplasia harus diperiksa. Selain itu, pemeriksaan optalmologi perlu
dilakukan karena dapat mengetahui ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular yang
merupakan faktor penyebab dari tortikolis.4
Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang penting dan
untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan sensitivitas (95.83%) dan
spesifisitas (83.33%) dan dapat membedakan staging dari tortikolis kongenital.
Pemeriksaan penunjang yang lebih modern dan canggih ialah dengan menggunakan
magnetic resonance imaging (MRI). Pada beberapa studi dilaporkan bahwa hasil
temuan dari MRI memiliki korelasi dengan hasil histopatologi.4

2.6 Penatalaksanaan
2.1.1 Terapi Fisik
Peregangan secara pasif dan manual pada otot sternokleidomastoideus sebelum
usia 12 bulan adalah terapi fisik yang paling efektif. Hal ini dapat dilakukan oleh orang
tua dengan cara satu tangan berada pada kepala anak dan bahu ipsilateral, kemudian
fleksi lateral dari kepala anak dilakukan berbarengan dengan rotasi ke arah yang
berlawanan. Cara ini dilakukan setidaknya dua kali dalam satu hari, dilakukan 10-15
peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai 30 detik. Dengan latihan yang dilakukan
secara benar dan teratur setiap hari, didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih dari
90%, dan rekurensi 2%. 4
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino dan
thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik yang lain yaitu
dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang kaku dapat mengurangi
nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral. Pada anak yang lebih besar dapat
digunakan penyangga (torticollis brace) yang bersifat membantu terapi.4

2.1.2 Toksin Botulinum


Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum untuk
segala jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak dan remaja.
Toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan otot yang kaku secara
manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi dengan toksin botulinum ini.
Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk keamanan dan efisiensi dari
pengobatan modern ini.4

2.1.3 Operasi
Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 12-18 bulan
yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif atau dijumpai wajah
yang asimetris dan plagiocephaly (Gambar 2.6). Operasi untuk memanjangkan otot
sternokleidomastoideus yang kontraktur dijumpai pada 3% kasus. Operasi sangat
direkomendasikan jika didapati keterbatasan gerakan sampai 30 derajat serta pada
kasus deformitas tulang wajah yang kompleks.4

Gambar 2.6 Penatalaksanaan tortikolis secara operatif 4


Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun.
Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun respon terhadap
terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada dewasa dengan tortikolis
kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi unipolar pada ujung distal dari
otot sternikleidomastoideus. Hasilnya didapati jarak dari gerakan leher dan kemiringan
kepala meningkat dan secara kosmetik tampilannya membaik (Gambar 2.7).7

Gambar 2.7 Gambaran preoperatif dan


postoperatif pada pasien tortikolis dewasa7

2.1 Prognosis
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Hasil yang
positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan peregangan setiap
hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diaras 2%. Faktor prognostik yang
negatif didapati pada kasus yang terdapat massa pada sternokleidomastoideus, rotasi
awal dari posisi netral lebih dari 15 derajat, serta pengobatannya baru dimulai setelah
usia satu tahun.4,6
Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka relapsnya
mencapai 1.2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi 88.1% sangat baik,
8.3% baik, dan 3.6% cukup baik sampai kurang baik. Hasil operasi ini dipengaruhi
oleh usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4
tahun, meskipun hasil yang baik juga didapati pada usia pasien di atas 10 tahun saat
operasi.7
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir, congenital
muscular torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired torticollis.7 Kelainan
kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.4
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan
etiologi sentral. Patofisiologinya dapat terjadi secara bawaan atau didapat, tergantung
dari penyakit yang mendasarinya.2 Manifestasi klinisnya berupa kepala miring ke arah
yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di
sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut
(normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat
benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus.
Selain dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi USG dan MRI dapat digunakan
sebagai penunjang.4,6
Pengobatan tortikolis yang utama adalah terapi konservatif, pada tortikolis
kongenital. Terapi fisik berupa peregangan otot yang dilakukan setiap hari memiliki
dampak yang bagus. Sedangkan, untuk kasus yang gagal dengan terapi konservatif
dapat dilakukan tindakan operasi, tenotomi. Hasil operasi dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien, akan tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh usia pasien.4,7
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta : EGC. h 1104
2. Kruer, M.C., et al. Torticollis. Available
athttp://emedicine.medscape.com/article/1152543- overview# [Accesed 16th May
2015]
3. Netter. Interactive Atlas of Human Anatomy. Elsevier. p 91-96
4. Angoules, et al. 2013. Congenital Muscular Torticollis: An Overview. Available at
http://dx.doi.org/10.4172/2329-9126.1000105 [Accesed 16th May 2015]
5. The Pediatric Orthopaedic Society of North America. 2015. Torticollis.
Available at http://www.posna.org/education/StudyGuide/torticollis.asp[Accesed 16th
May 2015]
6. Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur. Jakarta : Widya Medika
7. Chang et al. 2013. Case report: A Surgical Treatment for Adult Muscular Torticollis.
Hindawi. Available athttp://www.hindawi.com/journals/crior/2013/965693/
th
[Accesed 16 May 2015]

Anda mungkin juga menyukai