Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis dapat terjadi sejak lahir, congenital
Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired torticollis.
Congenital muscular torticollis (CMT) merupakan kelainan musculoskeletal
kongenital terbanyak ketiga setelah dislokasi panggul dan clubfoot. Kelainan
kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.4,7
Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma iagn
pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya pada persalinan
dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu dengan forceps.
Sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur,
dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.2
Berdasarkan data Statistik di Indonesia menunjukkan 1 dari 300 bayi lahir
dengan tortikolis otot bawaan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak pertama.
Tortikolis terjadi pada 0,4 % dari seluruh kelahiran. Untuk torticollis muscular
nonkongenital, rata-rata terjadi pada usia 40 tahun. Perempuan lebih sering terkena
dengan perbadingan 2:1 dibandingkan laki-laki.3
Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring iagnos
yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti iagnos tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di
sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut
(normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat
benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput
sternocledomastoideus.4,6

1
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Pada usia
anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif menunjukkan hasil yang
memuaskan. Sedangkan, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun. 4,7
Mengingat pentingnya iagnose sedini mungkin pada pasien dengan tortikolis, maka
penting bagi para calon dokter umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini lebih
jauh. Oleh karena itu, Refarat ini akan membahas mengenai tortikolis.

Gambar 1. Leher Miring

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot
leher terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis bisa juga diartikan
sebagai istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang
menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic )
ditandai dengan arah gerakan (horizontal atau vertikal) Tortikolis berasal dari
bahasa Latin , tortus berarti memutar dan collum berarti leher .2
Torticollis adalah suatu kondisi dimana otot sternocleidomastoideus
memendek pada satu sisi (Nelson, 1997). Sedangkan menurut Ji Eun Juni
(2007) Torticollis adalah keadaan dimana otot sternocleidomastoideus yang
mengalami pemendekan pada sisi yang terlibat dengan fibrosis, yang
menyebabkan kemiringan ipsilateral dan kontralateral rotasi wajah dan dagu.
Jadi Torticollis adalah suatu keadaan dimana terjadi keterbatasan gerak pada
leher yang disebabkan oleh pemendekan otot sternocleidomastoideus pada
salah satu sisi dan mengakibatkan kepala dipertahankan pada sisi yang
mengalami gangguan yang menyebabkan kontralateral pada dagu.
Pada kasus ini otot yang mengalami masalah adalah otot
sternocleidomastoideus yang fungsi utamnya yaitu untuk memutar kepala ke
arah berlawanan, fleksi kepala jika bergeraknya bersamaan dan membantu
mengangkat costa.

3
Gambar 2. Perbedaan posisi leher normal dan tortikolis

2.2 Anatomi Otot Leher


Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak melekat
pada tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu : (1)
Musculus Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan clavicula (1/3
medial) serta insersio di processus mastoideus os temporalis. Adapun aksinya
yakni bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala, memalingkan wajah ke sisi
sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus accessorius (N XI); (2) Musculus
scalenus anterior dan scalenus medius, origo di processus transverses vertebra
cervicalis bagian atas dan insersio di costa 1. Aksinya adalah fleksi leher dan
elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh ramus ventralis nervus cervicalis
(Gambar 3 dan Gambar 4).3

4
Gambar 3. Otot leher ( Tampak Anterolateral)3

Gambar 4 Otot leher ( Tampak anterior)3

Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu suprahyoid dan
infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus Omohyoid (otot
ini memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon intermediet), origo
untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular notch (tendon

5
intermediet dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya pada tulang hyoid.
Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid dipersarafi oleh ansa
cervicalis; (2) Musculus Sternohyoid , origonya berasal dari sternum-
manubrium klavikula dan insersionya di tulang hyoid. Aksinya untuk
mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa cervicalis; (3) Musculus
Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan insersionya di kartilago
tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea, depresi tulang hyoid
dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa cervicalis; (4)
Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio di tulang hyoid.
Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring. Thyrohyoid dipersarafi
oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar 3 dan Gambar 4).3

Gambar 5. Otot Infrahyoid dan suprahyoid3

6
Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus
(memiliki dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid notch
(medial terhadap processus mastoideus) sedangkan origo anterior belly dari
bagian dalam mandibula. Insersionya pada tulang hyoid melalui tendon
intermediet. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan depresi mandibula.
Posterior belly dipersarafi oleh nervus facialis ( N VII) dan anterior belly
dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus Stylohyoid, origo di
tulang temporal-processus styloideus dan insersio di tulang hyoid. Aksinya
untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N VII); (3)
Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar mulut
selama menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus trigeminus (N V3); (4)
Musculus Geniohyoid, origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke
depan. Otot ini dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus ( N XII) (Gambar 4 dan
Gambar 5).3

2.3 Etiologi2
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan
etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah ini.
a) Etiologi local
Pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur,
dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.
Penyebab lainnya yakni infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut. Selain itu,
infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi jaringan lunak di leher bisa
menyebabkan tortikolis sekunder terhadap kontraktur otot atau adenitis.
Pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh
abses retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang mengikuti

7
trauma atau infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher termasuk faringitis,
tonsillitis, epiglottitis, sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses nasofaring, dan
pneumonia lobus atas.

b) Etiologi kompensasi
Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau
symptom lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus
kongenital, dan tumor fossa posterior.

c) Etiologi sentral
Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder terhadap obat-
obatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol, carbamazepine,
phenytoin, and terapi L-dopa. Pada wamita usia 30-60 tahun idiopatik
spasmodic tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak etiologinya torsion
dystonia, drug-induced dystonia, dan cerebral palsy.
Faktor utama masih belum diketahui (idiopatik), sedangkan faktor-faktor
resiko terjadinya Torticollis yaitu:
1) Iskemik otot SCM di intrauterine karena posisinya yang menyimpang
(presentasi bokong)
2) Trauma saat kelahiran
3) Riwayat lahir sungsang
4) Kebiasaan posisi yang salah pada leher

2.4 Patofisiologi
2.4.1 Congenital Torticollis
Tortikolis kongenital jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini
disebabkan oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama
persalinan. Trauma otot sternokleidomastoideus saat proses persalinan
menyebabkan fibrosis atau malposisi intrauterine yang menyebabkan

8
pemendekan dari otot sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom yang
diikuti dengan kontraktur otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir dengan
persalinan sungsang atau menggunakan forseps. Penyebab lain yang mungkin
yakni herediter dan oklusi arteri atau vena yang menyebabkan fibrosis jaringan
didalam otot sternokleidomastoideus.2,4,5

2.4.2 Acquired Torticollis


Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan
tortikolis merupakan hasil dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau
nervus kranialis dari proses penyakit yang berbeda.2
Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan
leher atau dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan sembuh
dengan sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah
menghentikan obat pada tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan
seperti dopamine reseptor blocker, metoclopramide, phenytoin, carbamazepin.2
Atlantoaxial rotary subluxation (AARS) C1 pada C2 memiliki gejala
klinis yang sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak dan setelah
trauma minor, operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi saluran nafas bagian
atas. Hal ini diduga dipicu oleh edema retropharyngeal menyebabkan
kelemahan ligamen dan struktur di tingkat atlantoaxial, memungkinkan
deformitas rotasi. Berbeda dengan tortikolis otot kongenital, kepala miring jauh
dari otot sternokleidomastoideus yang terkena. Dikenal sebagai posisi "cock
robin", kepala rotasi ke sisi yang berlawanan dengan dislokasi dan lateral fleksi
ke arah yang berlawanan. Pasien juga dapat mengeluh sakit oksipital unilateral.2
Idiopatik spasmodik tortikolis (IST) adalah bentuk tortikolis yang dan
progresif , diklasifikasikan sebagai dystonia fokus. Etiologi tidak jelas,
meskipun diduga ada lesi thalamus. Hal ini ditandai dengan etiologi
nontraumatic terdiri dari episodik tonik dan / atau kontraksi involunter klonik

9
otot leher. Gejala berlangsung lebih dari 6 bulan dan menghasilkan cacat
somatic dan psikologis.2
Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang ditandai
dengan episode berulang dari kepala miring dengan muntah, pucat, irritabilitas,
ataksia, atau mengantuk dan biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama
kehidupan dan akan sembuh dengan sendirinya. 2
Sebagai penyakit neurodegeneratif, tortikolis, atau cervical dystonia
idiopatik, diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis yang berasal dari
kerentanan selektif struktur ini untuk proses biokimia abnormal yang mengarah
ke disfungsi neuronal. Beberapa indikasi keterlibatan sirkuit dopamine-
secreting berasal dari temuan rendahnya tingkat metabolit dopamin dalam
cairan serebrospinal (CSF).2

2.5 Diagnosis
Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus
berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant
(Gambar 2.5) . Didapati riwayat kelahiran sukar atau sungsang serta trauma
pada proses persalinan seperti fraktur klavikula pada tortikolis kongenital.
Selain itu, perinatal asfiksia, jaundice, kejang, penggunaan obat-obatan,
gastroesofageal reflux disease (GERD), atau sindrom Sandifer juga turut
menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu
kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti
anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan
pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu,
garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan
muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang
melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat
firm, tidak nyeri, terdiri dari jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan
migrasi fibroblast disekitar serat sternokleidomastoideus yang atrofi.4,6

10
Gambar 6. Pemeriksaan klinis tortikolis4

Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana


kombinasi dan fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau fleksibel,
dan apakah bisa sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi kelainan
musculoskeletal lainnya seperti hip dysplasia harus diperiksa. Selain itu,
pemeriksaan optalmologi perlu dilakukan karena dapat mengetahui
ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular yang merupakan faktor penyebab
dari tortikolis.4

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menentukan adanya keterbatasan


lingkup gerak sendi (LGS) leher. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan
artrodial protaktor pada bayi atau anak dalam posisi terlentang. Pemeriksaan
untuk menilai keterbatasan gerakan pada leher dilakukan dengan cara: posisi
bahu seimbang, kepala dan leher disokong, dan kepala digerakkan ke arah
berlawanan. Protaktor diletakkan di leher, lalu dilihat gerakan kepala yang

5
terbatas pada derajat yang mana.

Menurut Turek, pada setiap kasus tortikolis harus dilakukan minimal peme-
riksaan radiologik sebelum menegakkan diagnosis, yang terdiri dari foto polos

11
servikal untuk menilai adanya abnormalitas tulang servikal;16 dan MRI atau
CT-scan bila ada plagiocephaly, (pendataran kepala pada satu sisi) untuk
mengetahui adanya penutupan tulang tengkorak yang terlalu cepat

(prematur).3,13 Plagiocephaly ditemu-kan pada 90,1% anak dengan tortikolis

muskular kongenital.13
Tortikolis bisa mengakibatkan kelainan perkembangan bentuk dasar

tengkorak atau wajah. 17 Pada plagiocephaly dan tortikolis yang terjadi sejak
neonatus, terdapat pembatasan ruang gerak in utero yang menyebabkan
kompresi asimetris pada tulang tengkorak secara terus-menerus dan
pemendekan salah satu otot sternokleido-mastoid sampai akhir masa

kehamilan.2,18 Tortikolis muskular kongenital juga dapat menyebabkan


plagiocephaly setelah lahir akibat penekanan sesisi pada dasar teng-korak saat

bayi tersebut tidur terlentang. Menurut Freed dan Colleen 2 bayi dengan
deformitas plagiocephaly mempunyai gerakan otot-otot servikal yang terbatas.

Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang


penting dan untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan sensitivitas
(95.83%) dan spesifisitas (83.33%) dan dapat membedakan staging dari
tortikolis kongenital. Pemeriksaan penunjang yang lebih modern dan canggih
ialah dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Pada beberapa
studi dilaporkan bahwa hasil temuan dari MRI memiliki korelasi dengan hasil
histopatologi.4

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi Fisik

12
Peregangan secara pasif dan manual pada otot sternokleidomastoideus
sebelum usia 12 bulan adalah terapi fisik yang paling efektif. Hal ini dapat
dilakukan oleh orang tua dengan cara satu tangan berada pada kepala anak dan
bahu ipsilateral, kemudian fleksi lateral dari kepala anak dilakukan berbarengan
dengan rotasi ke arah yang berlawanan. Cara ini dilakukan setidaknya dua kali
dalam satu hari, dilakukan 10-15 peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai
30 detik. Dengan latihan yang dilakukan secara benar dan teratur setiap hari,
didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih dari 90%, dan rekurensi 2%. 4
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino dan
thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik yang lain
yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang kaku dapat
mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral. Pada anak yang
lebih besar dapat digunakan penyangga (torticollis brace) yang bersifat
membantu terapi.4

Non bedah8

Penatalaksanaan standar untuk torticollis kongenital terdiri dari latihan


peregangan otot sternocleidomastoid.
1. Peregangan pasif

Gambar 7

13
Gambar 8
Kepala bayi digerakkan menoleh ke tiap sisi sehingga dagu menyentuh tiap
bahu, dan dengan perlahan kepala dimiringkan sehingga telinga menyentuh
bahu sisi yang normal. Anda harus selalu berkonsultasi terlebih dahulu dengan
dokter Anda sebelum melakukan manipulasi pada leher bayi.
Peregangan otot harus dilakukan hingga hitungan ke 10 dan dilakukan
sebanyak 15 hingga 20 kali masing-masing sisi, 4 hingga 6 kali sehari.
Bila bayi Anda tidak membaik setelah beberapa bulan latihan peregangan,
segera hubungi dokter Anda karena mungkin terdapat masalah lain, atau
diperlukan pembedahan.
2. Postur
Hal lain yang dapat dilakukan antara lain:
Memposisikan mainan di sisi leher yang kaku agar bayi menoleh ke arah
mainan.

Gambar 9

14
Gendong bayi dengan posisi yang membuatnya menoleh ke sisi yang
berlawanan dengan leher yang kaku (gunakan lengan bawah untuk
menopang dan menahan kepala).

Gambar 10

Ketika menyuapi bayi, pegangi bayi sehingga ia harus memutar dagunya ke


arah yang benar.
Posisikan tempat tidur bayi agar bayi menggerakkan dagunya ke arah yang
benar ketika perhatiannya teralihkan pada suatu hal, misalnya mainan.
Posisi tidur tengkurap harus dihindari karena dapat memperburuk kelainan
bentuk wajah dan kontraktur.

2.6.2 Toksin Botulinum


Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum
untuk segala jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak dan
remaja. Toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan otot yang
kaku secara manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi dengan
toksin botulinum ini. Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk
keamanan dan efisiensi dari pengobatan modern ini.4

15
2.6.3 Operasi
Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 12-18
bulan yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif atau
dijumpai wajah yang asimetris dan plagiocephaly (Gambar 2.6). Operasi untuk
memanjangkan otot sternokleidomastoideus yang kontraktur dijumpai pada 3%
kasus. Operasi sangat direkomendasikan jika didapati keterbatasan gerakan
sampai 30 derajat serta pada kasus deformitas tulang wajah yang kompleks.4

Gambar 11. Tindakan Tenotomi pada otot sternokledomastoideus

Gambar 12 Penatalaksanaan tortikolis secara operatif 4

16
Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4
tahun. Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun respon
terhadap terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada dewasa dengan
tortikolis kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi unipolar pada
ujung distal dari otot sternikleidomastoideus. Hasilnya didapati jarak dari
gerakan leher dan kemiringan kepala meningkat dan secara kosmetik
tampilannya membaik (Gambar 13).7

Gambar 13 Gambaran preoperatif dan postoperatif


pada pasien tortikolis dewasa7

Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka


relapsnya mencapai 1.2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi
88.1% sangat baik, 8.3% baik, dan 3.6% cukup baik sampai kurang baik.
Hasil operasi ini dipengaruhi oleh usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang
optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun, meskipun hasil yang baik juga
didapati pada usia pasien di atas 10 tahun saat operasi.7

17
2.7 Prognosis
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Hasil
yang positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan
peregangan setiap hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diaras 2%.
Faktor prognostik yang negatif didapati pada kasus yang terdapat massa pada
sternokleidomastoideus, rotasi awal dari posisi netral lebih dari 15 derajat, serta
pengobatannya baru dimulai setelah usia satu tahun.4,6

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot
leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir,
congenital muscular torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired
torticollis.7 Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot
sternokleidomastoideus unilateral.4
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan
etiologi sentral. Patofisiologinya dapat terjadi secara bawaan atau didapat,
tergantung dari penyakit yang mendasarinya.2 Manifestasi klinisnya berupa
kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti
anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek
pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis
mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka
dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan
satu atau kedua caput sternocledomastoideus. Selain dari pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi USG dan MRI dapat digunakan sebagai penunjang.4,6
Pengobatan tortikolis yang utama adalah terapi konservatif, pada
tortikolis kongenital. Terapi fisik berupa peregangan otot yang dilakukan setiap
hari memiliki dampak yang bagus. Sedangkan, untuk kasus yang gagal dengan
terapi konservatif dapat dilakukan tindakan operasi, tenotomi. Hasil operasi dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien, akan tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh
usia pasien.4,7

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta : EGC. h 1104
2. Kruer, M.C., et al. Torticollis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1152543-overview# [Accesed 16th May
2015]
3. Netter. Interactive Atlas of Human Anatomy. Elsevier. p 91-96
4. Angoules, et al. 2013. Congenital Muscular Torticollis: An Overview. Available
at http://dx.doi.org/10.4172/2329-9126.1000105 [Accesed 16th May 2015]
5. The Pediatric Orthopaedic Society of North America. 2015. Torticollis.
Available at http://www.posna.org/education/StudyGuide/torticollis.asp [Accesed
16th May 2015]
6. Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur. Jakarta : Widya
Medika
7. Chang et al. 2013. Case report: A Surgical Treatment for Adult Muscular
Torticollis. Hindawi. Available at
http://www.hindawi.com/journals/crior/2013/965693/ [Accesed 16th May 2015]
8. Musculoskeletal Rehabilitasi clinik. 2017. Tortikolis congenital. Jakarta Utara. Di
akses pada tanggal 03/09/2017 di http://www.flexfreeclinic.com/detail-
artikelx/108-TORTICOLLIS-KONGENITAL.

20

Anda mungkin juga menyukai