Anda di halaman 1dari 29

FILSAFAT

“Integrasi Penelitian Keperawatan Dan Khasanah Kefilsafatan“

Oleh :

kelompok 4

- Ismi Nada - Rina


- Dodi Zulfi - Hayatun Toyyibah
- Asmiati Sulistianingsih - Basri,D
- Dewi Nopita - Winarsih
- Yuni Midia ningsih - Usmar Berlian
- Robin Dafitra

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER-B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM,
2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Integrasi Penelitian Keperawatan Dan Khasanah
Kefilsafatan“ dengan baik. Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah filsafat/
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari
segi isi maupun penyajiannya. Hal ini disebabkan kemampuan dan pengetahuan
penulis yang masih sangat terbatas. Walaupun demikian penulis berusaha
semaksimal mungkin untuk menyajikan makalah ini dengan sebaik- baiknya.
Akhir kata Penulis mengharapkan semoga makalah yang disusun ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Jambi, 28 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................2
BAB II TINJUAN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Integrasi Penelitian Keperawatan...................................................................3
2.1.1 Dasar-Dasar Riset Keperawatan........................................................3
2.1.2 Pentingnya Riset Keperawatan..........................................................4
2.1.3 Keterkaitan Antara Riset Kaperawatan Dengan Dunia Keperawatan 5
2.1.4 Hubungan Teori, Praktik Dan Riset Keperawatan.............................7
2.1.5 Karakteristik Dan Prioritas Riset Keperawatan.................................8
2.1.6 Metode Riset Kuantitatif Dan Kualitatif............................................9
2.1.7 Langkah-Langkah Kegiatan Riset...................................................11
2.2 Khasanah Kefilsafatan.................................................................................11
2.2.1 Pengertian filsafat...........................................................................11
2.2.2 Metode penelitian secara filsafat.....................................................12
2.2.3 Tata Cara Perenungan Kefilsafatan.................................................13
2.2.4 Analisa Filsafat...............................................................................14
2.2.5 Sintesa.............................................................................................17
2.2.6 Perangkat – Perangkat Metodologi(Logika , induksi, Deduksi,
Analogi, Komparasi).......................................................................20
2.2.7 Penerapan Metode Kefilsafatan.......................................................22
BAB III PENUTUP...............................................................................................24
3.1 Kesimpulan..................................................................................................24
3.2 Saran............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam era modern seperti sekarang ini tuntutan profesionalisme
semakin menguat, Perawat sebagai garda terdepan dari pelayanan kesehatan
dan sebagai mitra dokter (bukan sebagai pembantu dokter) sudah
seharusnya mampu untuk memberikan pelayanan kesehatan secara
maksimal dengan didukung dengan ilmu pengetahuan kesehatan, terutama
ilmu keperawatan.
Perawat sebagai seorang anggota tim kesehatan, dalam memberikan
askep (asuhan keperawatan) terhadap klien haruslah dapat memberikan
informasi tentang klien yang dirawatnya secara akurat dan komplit dan
dalam waktu dan cara yang memungkinkan. Seorang klien tergantung pada
pemberi perawatan untuk mengkomunikasikan kepada yang lainnya untuk
memastikan mutu terbaik dari perawatan, sesuai dengan ilmu keperawatan
yang dimilikinya.
Pada perkembangannya, ilmu keperawatan selalu mengikuti
perkembangan ilmu lain mengingat ilmu ini merupakan ilmu terapan yang
selalu berubah menurut tuntutan zaman. Sebagai ilmu yang mulai
berkembang, ilmu ini banyak mendapatkan tekanan dari luar dan dalam.
Untuk mencapai tingkat perkembangan yang diinginkan oleh
komunitas profesional, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menghasilkan masalah baru dalam keperawatan melalui proses
berkelanjutan. Dalam proses berkembangnya, ilmu keperawatan dituntut
adanya riset dan pengembangan sehingga diharapkan perawat dapat
melakukan penelitian, selain itu dilihat juga adanya pusat penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan, adanya pusat penapis dan
adaptasi teknologi keperawatan serta adanya pengembangan model
pemberian asuhan keperawatan
1.2 Rumusan Masalah

4
1. Apa yang dimaksud Integrasi penelitian keperawatan?
2. Apa yang dimaksud dengan khasanah penelitian?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Integrasi penelitian
keperawatan?
2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan khasanah
penelitian?

5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Integrasi Penelitian Keperawatan


2.1.1 Dasar-Dasar Riset Keperawatan
 Ilmu keperawatan merupakan suatu disiplin ilmu yang
memiliki body of knowledge yang khas sehingga akan selalu
berkembang. Secara garis besar, riset keperawatan adalah suatu proses
yang dilakukan dengan metode tertentu untuk menemukan,
menganalisa, memecahkan, dan mendokumentasikan masalah
keperawatan. Ada 2 nilai strategis mengapa riset keperawatan itu
penting bagi ilmu keperawatan, yaitu:
Pertama, riset keperawatan akan memberikan kontribusi yang
positif terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu keperawatan;
Kedua, riset keperawatan jika dikelola dengan prinsip proaktif,
profesional, dan proporsional akan memberikan keuntungan dalam
bentuk pertambahan nilai (revenue generating) bagi ilmu
keperawatan.
Riset keperawatan merupakan salah satu bentuk karya ilmiah,
sehingga untuk dapat menguasainya, pemahaman tentang dasar-dasar
pembuatan karya ilmiah sangat diharuskan. Di dalam karya ilmiah,
ada 3 aspek filosofis yang harus dipahami, yaitu:
Pertama, aspek ontologis. Aspek ini meliputi objek yang akan
dibicarakan dalam suatu karya ilmiah, atau dengan kata lain aspek
ontologis adalah objek kajian yang biasanya berupa tema atau masalah
yang akan dibahas. Sebuah kerangka pemikiran latar belakang yang
jelas, logis, runtut, dan alur pemikiran yang konsisten sangat
diperlukan supaya objek kajian yang akan dibahas mudah dipahami;
Kedua, aspek epistemologis. Aspek ini terkait dengan metode
pemecahan masalah, baik secara teoritis maupun secara empiris
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara rasional empiris.

6
Ketiga, aspek aksiologis. Aspek ini berkaitan dengan kontribusi
atau nilai pemecahan masalah yang ditemukan dalam judul atau tema
kajian. Umumnya, aspek aksiologis tidak tidak harus dimunculkan
dalam bab tersendiri, namun biasanya dapat ditemukan dalam tujuan
penelitian dan manfaat penelitian, yang terdiri dari nilai
pengembangan akademis, kebijakan, dan pelaksanaan teknis.Untuk
membedakan riset keperawatan dengan karya ilmiah yang lain, perlu
diketahui jenis-jenis karya ilmiah. Ada 2 jenis karya ilmiah, yaitu:
Pertama, karya ilmiah yang dipublikasikan. Publikasi ini
umumnya dilakukan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah atau melalui
media seperti buku, jurnal, monografi, prosiding. Karya ilmiah yang
dipublikasikan diantaranya adalah artikel ilmiah, makalah, jurnal,
poster hasil penelitian, dan buku.
Kedua, karya ilmiah yang tidak dipublikasikan. Tidak
dipublikasikan artinya hanya dapat ditemukan dalam kalangan-
kalangan tertentu, misalnya hanya didokumentasikan di perpustakaan.
Karya ilmiah jenis ini seperti penelitian baik oleh dosen atau
mahasiswa, laporan kegiatan mahasiswa, atau tugas akhir mahasiswa.
Kita bisa melakukan riset keperawatan dengan baik jika
memiliki 2 hal, yaitu: Pertama, penguasaan terhadap pokok-pokok
metode riset keperawatan; Kedua, pemahaman terhadap alur
penelitian. Kedua hal diatas dapat kita miliki dengan cara belajar dan
berbagi dengan siapapun.
2.1.2 Pentingnya Riset Keperawatan
Riset keperawatan merupakan salah satu komponen
berkembangnya disiplin keperawatan. Karena riset keperawatan
sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan dan
mengembangkan atau memvalidasi teori yang sangat dibutuhkan
sebagai landasan dalam praktik keperawatan, serta perkembangan
tubuh ilmu pengetahuan keperawatan (body of knowledge). Mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan sangat tergantung pada upaya

7
kegiatan riset keperawatan yang selalu berinteraksi dengan
pengembangan teori dan ilmu pengetahuan keperawatan yang
diterapkan dalam praktik keperawatan.Riset keperawatan adalah suatu
upaya yang sistematis, terkendali dan empiris dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan penyelesaian masalah. Riset keperawatan
didefinisikan sebagai proses ilmiah yang memvalidasi pengetahuan
yang ada dan menghasilkan pengetahuan baru yang secara langsung
dan tidak langsung mempengaruhi praktik keperawatan (Burns &
Grove, 1995). Dengan demikian, tujuan utama riset keperawatan
adalah untuk mengemgangkan pengetahuan ilmiah yang mennjadi
landasan praktik keperawatan, karena keperawatan bertanggung gugat
kepada masyarakat terhadap mutu asuhan dan mencari cara terbaik
untuk meningkatkan mutu asuhan tersebut. Landasan riset yang
mantap akan memberikan fakta (evidence) tentang tindakan
keperawatan yang efektif dalam meningkatkan hasil asuhan pada
pasien. Riset keperawatan yang merupakan penelitian terapan sangat
bermanfaat untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang
selanjutnya dapat meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan
keperawatan.
Riset keperawatan juga sangat berguna untuk mengevaluasi
mutu layanan dan asuhan keperawatan, khususnya dalam suatu
program pengendalian/peningkatan mutu yang menjamin mutu
pelayanan/asuhan.
2.1.3 Keterkaitan Antara Riset Kaperawatan Dengan Dunia Keperawatan
Riset keperawatan tidak dapat dilepasakan dari elemen
keperawatan lain secara menyeluruh. Konsep-konsep yang terkait
dengan riset keperawatan digambarkan dalam satu rentang dari dunia
empirik yang konkrit sampai filosofi keperawatan yang bersifat sangat
abstrak, dan sebaliknya.
Keterkaitan riset keperawatan dengan dunia keperawatan
(sumber Burns & Grove, 1993)terlihat komponen keperawatan dalam

8
rentang yang meliputi pemikiran dari konkrit hingga abstrak atau
sebaliknya, dunia empirik (praktik keperawatan), uji realitas (riset),
proses berfikir abstrak, ilmu, teori, pengetahuan dan fisolofi.
Pemikiran tentang keperawatan berkembang sepanjang rentang dari
konkrit keabstrak yang menunjukkan bahwa pemikiran tentang
keperawatan dapat berkembang baik dari konkrit keabstrak maupun
dari abstrak ke konkrit. Pemikiran yang konkrit (concrete thinking)
berorientasi pada sesuatu yang dapat disentuh atau peristiwa yang
dapat diamati dan dialami dalam kehidupan nyata. Jadi fokus
pemikiran konkrit adalah kejadian langsung yang dibatasi oleh waktu
dan ruang. Penyelesaian masalah dianggap sesuatu yang penting
hanya jika dapat memberikan pengaruh secara langsung.
Pemikiran abstrak menurut Burns & Grove (1993) berorientasi
pada pengembangan ide tanpa penerapan atau hubungan dengan hal
tertentu, tetapi cenderung mencari arti, pola, hubungan dan implikasi
yang bersifat filosofis. Tiga proses berpikir yang penting adalah
introspeksi, intuisi dan pembenaran. Proses berpikir ini digunakan
dalam praktik keperawatan, mengembangkan danmengevaluasi teori,
mengkritik dan menggunakan teemuan ilmiah, merencanakan dan
mengimplementasikan penelitian dan membangun ilmu pengetahuan
(body of knowledge). 
Berbeda dengan pemikiran konkrit, pemikiran abstrak tidak
dibatasi oleh waktu dan ruang, dalam kata lain bebas waktu dan ruang.
Ilmu dan teori adalah dua hal yang berbeda tetapi merupakan konsep
yang tergantung dan terkait dengan proses berpikir abstrak. Ilmu
adalah tubuh ilmu pengetahuan (body of knowledge) yang terdiri dari
temuan penelitian dan teori yang telah diuji untuk suatu disiplin. Jadi,
ilmu terdiri dari suatu proses (metode ilmiah) dan produk
(kumpulan/tubuh ilmu pengetahuan). Ilmu keperawatan secara
bertahap berkembang melalui metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Sedangkan teori adalah suatu cara untuk menjelaskan

9
beberapa elemen dari dunia empirik. Teori dikembangkan dan diuji
melalui penelitian dan setelah diuji, berkembang menjadi bagian dari
ilmu. Filosofi keperawatan, antara lain perspektif holistik dan
pentingnya kualitas hidup sangat berpengaruh dalam penelitian yang
dilakukan dan pengetahuan yang dikembangkan pada suatu disiplin.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian
keperawatan tidak dapat dipisahkan dari komponen keperawatan
lainnya tetapi saling mempengaruhi sehingga memungkinkan
berkenbangnya ilmu pengetahuan keperawatan. Untuk lebih jelasnya
pada bagian berikut ini akan diuraikan tentang hubungan antara teori,
praktik dan riset keperawatan.
2.1.4 Hubungan Teori, Praktik Dan Riset Keperawatan
Sebagaimana yang telah di jelaskan terdahulu, teori merupakan
serangkaian pernyataan teruji yang menguraikan, menjelaskan,
memprediksikan dan mengendalikan fenomena tertentu (meleis,
1985;  dan Walker & Avant, 2015). Fenomena adalah kejadian yang
ditemui atau diamati dalam praktik keperawatan. Teori mengarah
praktik dengan memberikan pernyataa yang dapat memprediksi dan
mengendalikan fenomena yang menjadi kepedulian perawat dan
memberikan landasan dalam pembuatan keputusan.
Sebaliknya, praktik keperawatan sering memberikan suatu
penghayatan tentang fenomena dan mengungkapkan kesenjangan
yang terdapat dalam teori. Praktik keperawatan dapat memberikan ide,
pengamatan dan substansi, yang diperlukan ilmuan keperawatan untuk
merumuskan pernyataan hubungan (relational statement) yang
memungkinkan berkembangnya suatu teori baru atau memvaliditasi
dari bangunan teori yang sudah ada.
Komponen riset dalam hubungannya dengan teori dan
praktik berperan memvaliditasi kemampuan teori untuk menguraikan,
menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan fenomena. Melalui
riset perawat dapat menetapkan apakah suatu teori mampu untuk

10
melakukan suatu kegiatan tersebut sehingga bermanfaat dalam
membuat keputusan. Hubungan ini bersifat timbal balik, karena riset
tidak hannya mempengaruhi pengembangan teori, tetapi teori juga
mempengaruhi desain riset dengan menentukan variable yang perlu
diteliti tentang masalah tertentu. Selanjutnya, temuan riset yang
dihasilkan dikembalikan pada tatanan praktik untuk diintegrasikan
dalam prkatik keperawatan, Dapat disimpulkan bahwa hubungan teori
praktik-riset yang telah dijelaskan tersebut bersifat timbal balik dan
saling

2.1.5 Karakteristik Dan Prioritas Riset Keperawatan


Krakteristik riset keperawatan menurut Diers dalam Graven
& Hirnle (2016), adalah :
1. Riset keperawatan harus berfokus pada variable yang dapat
meningkatkan asuhan keperawatan pada klien.
2. Riset keperawatan mempunyai potensi untuk mengkontribusi
pada pengembangan teori dan kumpulan/tubuh ilmu pengetahuan
keperawatan.
3. Masalah riset merupakan masalah riset keperawatan apabila
perawat mempunyai akses dan kendali terhadap fenomena yang
diteliti.
4. Perawat yang tertarik terhadap penelitian harus mempunyai
keingintahuan dan pertanyaan yang perlu dijawab secara ilmiah
Menurut Garven & Hirnle (2016) prioritas riset
keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemampuan untuk
merawat diri sendiri bagi tiap kelompok usia, sosial, kultural.
2. Meminimalkan atau mencegah perilaku dan lingkungan yang
menimbulkan masalah kesehatan dan berdampak pada menurunnya
kualitas konsep dan produktifitas.

11
3. Meminimalkan dampak negatif dari teknologi kesehatan yang baru
terhadap kemampuan adaptip individu dan keluarga yang sedang
mengalami masalah kesehatan akut dan kronik.
4. Memastikan bahwa asuhan keperawatan yang diperlukan bagi
kelompokyang berisiko seperti lanjut usia (lansia), anak-anak
dengan masalah kesehatan kongienital (bawaan lahir), individu
dengan latar belakang sosial kultural yang berbeda, individu
dengan ganguan jiwa, dan masyarakat miskin, dipenuhi dengan
cara yang dapat diterima dan efektif.
5. Mengklasidikasikan fenomena praktik keperawatan.
6. Memastikan prinsip etik sebagai pegangan dalam melakukan riset
keperawatan.
7. Mengembangkan instrumentuntuk mengukur hasil intevensi
keperawatan.
8. Mengembangkan metodologi yang integratif untuk mengkaji
manusia secara holistik dalam konteks keluarga dan gaya hidup.
9. Mendesain dan mengevaluasi model alternatif pelayanan kesehatan
dan sistem pemberian pelayanan kesehatan sehingga perawat
mampu meningkatkan mutu dan menghemat biaya yang
dike;urakan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
10.Mengevaluasi keberhasilan pendekatan alternatif yang memerlukan
pengetahuan yang luas dan keterampilan yang tinggi dalam praktik
keperawatan.
11.Mengindentifikasi dan menganalisis faktor-faktor historis dan
kotemporer yang mempengaruhi bentuk keterlibatan keperawatan
profesional dalam mengembangkan kesehatan nasional

2.1.6 Metode Riset Kuantitatif Dan Kualitatif


Metode ilmiah dalam penelitian atau riset keperawatan
terdiri dari metode riset kuantitatif dan kualitatif. Pada awalnya dalam

12
dunia keperawatan hanya dikenal metode riset kuantitatif yang bersifat
formal, objektif, proses sistematik dengan menggunakan data
numerik. Metode riset kuantitatif ini, menurut Burns & Grove (2013)
digunakan untuk menguraikan variable, memeriksa hubungan antara
variable dan menentukan interaksi sebab dan akibat antara variabel.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa riset kuantitatif melibatkan
pengumpulan informasi numerik yang sistematik, biasanya dalam
kondisi terkendali dan analisa informasi atau data menggunakan
prosedur statistik.
Sedangkan riset kualitatif melibatkan pengumpulan dan
analisis data dalam pengumpulan naratif bersifat subjektif
menggunakan posedur dengan pengendalian yang ketat. Jika riset
kualitatif lebih sering menggunakan pendekatan deduktif, logik, dan
ciri pengalaman manusia yang dapat diukur, maka riset kualitatif
cenderung menggunakan aspek pengalaman manusia yang dinamik
dengan pendekatan yang holistik (Polit & Hungler, 2015).
Perbandingan kedua metode riset kuantitatif dab kualitatif di sajikan
pa da tabel 5-1.
Tabel 2.1. Perbandingan antara riset kuantitatif dengan riset kualitatif
Aspek Riset KuanNtitatif Riset Kualitatif
Fokus Fokus pada sejumlah kecil dari Mencoba untuk lebih memahami
konsep yang spesfik. Ringkas dan secara menyeluruh suatu fenomena
sempit daripada memfokuskan pada konsep
spesifik komplek dan luas.
Konsep awal Mulai dengan ide awal tentang Mempunyai sedikit ide awal; lebih
bagaimana suatu konsep saling menekankan pada pentingnya
terikat. penafsiran orang lain tentang suatu
kejadian atau lingkungan sekitar
daripada penafsiran peneliti.
Metode Menggunakan prosedur terstruktur Mengumpulkan informasi tanpa
dan instrumen formal untuk instrumen terstruktur dan formal.
mengumpulkan data.
Objek versus Menekankan pada Menekankan pada data subjektif
subjektif objektifitas  dalam pengumpulan sebagai cara untuk memahami dan
dan analisis informasi. menafsirkan pengalaman manusia.
Analisis Menganalisis informasi numerik Menganalisi informasi naratif
dengan prosedur statik. berdasarkan keterampilan individual
Elemen dasar:  angka peneliti.
Elemen dasar : Kata

13
Penalaran(Reason Mengunakan logistik dan dedukatif Menggunakan dealitik dan induktif
ing)
Dasar Meneliti hubungan sebab-akibat. Meneliti pengertian/pemahaman dan
pengetahuan discovery.
Manfaat utama Terutama untuk uji teori. Terutama untuk mengembangkan
teori.

Metode riset kuantitatif dan kualitatif berfungsi saling


melengkapi karena kedua metode ini menghasilkan jenis pengetahuan
yang berbeda dan berguna untuk praktik keperawintegrasi penelitian
keperawatan atan. Empat jenis riset kuantitatif adalah deskriptif,
kolerasi, kuansi eksperimen. Sedangkan enam jenis riset kualitatif
menurut Burns & Grove ( 1993) adalah fenomenologik
(phenomenological), grounded theory, etnografik (ethnographic),
historis (historical), filosofis (philosophik iquiry), dan critical sosial
theory.
2.1.7 Langkah-Langkah Kegiatan Riset
1. Proses riset kegiatan terdiri atas tahapan
2. merumuskan masalah dan maksud riset;
3. tinjauan kepustakaan;
4. menyusun kerangka kerja teori/konsep;
5. merumuskan tujuan, pernyataan, dan hipotesa ;
6. menguraikan defenisi variabel riset;
7. membuat asumsi secara eksplisit;
8. (7)mengindentifikasi keterbatasan riset;
9. memilih desain riset;
10. mengindentifikasikan popilasi dan sampel;
11. memilih metoda pengukuran dan menyiapkan instrumen;
12. menyusun rencana pengumpulan dan analisis data;
13. implementasi rencana riset; (13) mengkomunikasikan temuan
riset.
2.2 Khasanah Kefilsafatan
2.2.1 Pengertian filsafat

14
Filsafat merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya daripada
segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengetahui kebenaran
dan arti "adanya" sesuatu. . W.J.S Poerwadarminta(1998)
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis
seperti yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan
dalam ilmu pengetahuan
Akan tetapi, secara kritis dalam arti kata: setelah segala
sesuatunya diselidiki problema-problema apa yang dapat ditimbulkan
oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu, dan setelah kita
menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi
dasar bagi pengertian kita sehari-hari. Bertrand Russel(1988)

2.2.2 Metode penelitian secara filsafat


Secara etimologi metode berasal dari Bahasa Yunani
“Methodos”. Methodos adalah gabungan dari dua kata yaitu Meta dan
Hodos. Meta berarti “dibelakang”, “dibalik” atau “sesudah”,
sedangkan Hodos berarti “jalan” atau “cara”. Jadi metode adalah apa
yang ada dibalik cara atau jalan.
Dalam konteks keilmuan metode berarti cara atau prosedur
yang ditempuh dalam rangka mencapai kebenaran. Langkah –langkah
dalam metode harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dihadapan akal budi, runtut, logis, rasional, dan konsisten. Metode
dimaksudkan agar langkah – langkah pencarian kebenaran –
kebenaran ilmiah dapat dilaksanakan secara tertib dan terarah,
sehingga dapat dicapai hasil optimal.

Metode dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode umum


dan metode khusus.

15
1. Metode Umum, terdiri dari metode deduktif-induktif dan metode
analisis-sintesis.
2. Metode Khusus, terdiri dari metode operasional khas tiap –tiap
ilmu atau kelompok ilmu.
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai metode khasnya
masing-masing. Metode berkaitan dengan operasi atau riset dalam
ilmu yang bersangkutan. Metode dalam khasanah dunia filsafat ada
dua :
1. Metode berfilsafat yaitu cara berfilsafat.
2. Metode penelitian filsafat yaitu alat atau perangkat untuk mengkaji,
meneliti, atau menelaah karya-karya filsafati. Jadi, ini merupakan
instrument penelitian.
2.2.3 Tata Cara Perenungan Kefilsafatan
Filsafat sebagai ilmu memiliki kekhasan sendiri
dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain. Filsafat memahami realitas
secara mendalam, menemukan jawaban yang paling final dari
berbagai kemungkinan jawaban. Filsafat menyingkapkan sebuah
bagan konseptual dari pemahaman manusia atas realitas. Filsafat
membeberkan sebab pertama dan sebab terakhir dari pencarian
manusia akan kebijaksanaan.
Ini mengandaikan bahwa filsafat sebagai ilmu memiliki
metodologi keilmuan yang khas. Metode atau cara kerja keilmuan
menunjukkan bagaimana sebuah ilmu dioperasikan dalam cara
tertentu dan khas dalam memecahkan suatu persoalan alam.
Dengan metodologi kefilsafatan sebenarnya mau
ditunjukkan bagaimana filsafat dipraktikkan atau dioperasikan dalam
cara tertentu untuk mencapai jawaban yang ultim dan final atas
realitas.
Dalam mengungkap sebab terdalam dari realitas, seorang
filsuf berusaha menyusun suatu bagan konseptual. Dalam menyusun
bagan konseptual ini, seorang filsuf bisa melakukannya dalam dua

16
cara. Pertama, dia melakukan analisa terhadap suatu istilah untuk
menemukan atau mengungkapkan makna terdalam dari istilah
tersebut. Kedua, dia mengumpulkan hasil-hasil penyelidikan ke dalam
sebuah sintesa
Dengan demikian, apa yang dilakukan seorang filsuf dalam
refleksi filosofisnya adalah melakukan analisa atau sintesa. Inilah
sebetulnya metode dasar kefilsafatan, yakni menganalisa dan/atau
mensintesa.
2.2.4 Analisa Filsafat
1. Ekstensi dan Intensi
Maksud pokok mengadakan analisa ialah melakukan
pemeriksaan konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-
istilahyang digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat.
Pemeriksaan ini mempunyai dua segi. Berusaha memperoleh 
makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah yang
bersangkutan dan menguju istilah-istilah itu melalui penggunaanya
atau dengan melakukan pengamatan terhadap contoh-contohnya
Sederhananya analisa berarti perincian atau pemerian. Jadi,
menganalisa sesuatu tidak lain adalah memerinci atau memerikan
sesuatu.Menganalisa suatu kata/istilah dengan maksud untuk
menyingkapkan makna dari kata itu. Makna baru bisa saja
terungkap karena proses pemerian atau perincian istilah itu.
Di sini seorang filsuf bisa menempuh 2 cara. Pertama, dia
menguji istilah tersebut dari sisi penggunaannya. Dia akan
melakukan pengamatan terhadap contoh-contoh penerapan istilah
itu. Di sini si filsuf memahami suatu kata atau istilah secara
ekstensif. Misalnya, seorang filsuf memahami kata atau istilah
“keberanian”. Dari segi ekstensi, dia mengungkapkan makna kata
ini berdasarkan bagaimana kata ini digunakan, sejauh mana kata
“keberanian” menggambarkan realitas tertentu, bagaimana
“keberanian” dikomparasikan dengan sifat atau trait lainnya dari

17
“yang ada”, dan sebagainya. Untuk menjelaskan makna suatu kata
atau istilah, seorang filsuf juga bisa melakukannya dengan
mendefinisikan kata atau istilah itu secara langsung. Ini yang
disebut dengan definisi ostentif. Misalnya, kata “keberanian” dalam
penalaran “Tentara harus memiliki keberanian supaya bisa
mengalahkan musuh”, bisa ditunjukkan secara langsung apakah
“keberanian” di sini menjelaskan tentara secara universal (semua
tentara) atau terbatas pada korps tertentu yang siap berperang
(makna partikular).Kedua, seorang filsuf menyingkapkan makna
kata dengan menganalisa sifat-sifat kata atau istilah tersebut.
Kembali ke contoh kata “keberanian” di atas. Seorang filsuf
berusaha menyingkapkan makna terdalam dari “keberanian”
dengan menganalisis sifat-sifat yang terkandung dalam istilah itu.
[4]
Contoh:
Mari kita menganalisa kata atau konsep “penderitaan”
(suffering). Makna kata ini bisa ditunjukkan dengan
mendefinisikan secara ostensif (pendekatan ekstensi) kata itu, yakni
gangguan atau kekacauan (disorder) atas keharmonisan batin
manusia yang disebabkan oleh daya-daya fisik, mental, dan
spiritual yang dialami seseorang secara tertutup (terisolasi) serta
mengancam eksistensi manusia itu sendiri.Definisi ostentif atau
pendekatan ekstensif ini sekaligus membatasi penderitaan hanya
pada masalah gangguan keharmonisan batin manusia. Mengapa
keharmonisan batin manusia ini terganggu, dijawab dengan
merujuk kepada adanya daya-daya fisik, mental, dan spiritual yang
dialami seseorang secara rerisolasi. Dan bahwa jika masalah ini
tidak diatasi, akan membahayakan eksistensi si penderita itu
sendiri. Inilah keluasan (ekstensi) kata penderitaan itu.
Makna kata penderitaan bisa juga dianalisa secara intesif,
misalnya dengan meneliti struktur manusia. Bahwa penderitaan

18
adalah bagian dari hidup manusia, bahwa penderitaan muncul atau
lahir karena penyalahgunaan kebebasan manusia. Bahwa struktur
manusia terdiri dari kehendak bebas (free will), akal budi, dan
tanggung jawab. Penderitaan terjadi karena kehendak bebas tidak
dikendalikan dan diatur oleh akal budi. Bahwa penderitaan terjadi
ketika seseorang menghindari atau menolak untuk bertanggung
jawab atas kehidupan, baik kehidupannya sendiri sebagai individu
maupun kehidupan kelompok (sosial).[5]
2. Makna yang Terkandung Oleh Suatu Pernyataan
Analisa tidak dimaksud untuk menangkap sebuah makna
final. Bahkan ketika subjek memahami makna penderitaan,
misalnya, makna tidak menjadi jelas dengan sendirinya. Dengan
analisa konsep, seorang filsuf ingin memperoleh kejelasan sebesar
mungkin tentang makna yang dikandung oleh suatu istilah atau
pernyataan.
Misalnya kita anggap saja bahwa kita tahu istilah “man”,
“anilmality”,dan “is:.apakah dengan demikian kita mengetahui
makna “man is an animal”?makna apakah yang terkandung dalam
kalimat itu?apakah kalimat itu berarti bahwa “ada manusia di
dalam ruang dan waktu yang juga merupakan hewan”?. Setelah
melakukan analisa terhadap pernyataan tadi, tampaklah bahwa apa
yang dimaksudkan bila mengatakan “man is an animal ialah “ bila
sesuatuitu adalah manusia, maka sesuatu tersebutjuga merupakan
hewan”.
Maksud segala analisa ini adalah untuk memperoleh
kejelasan sebesar mungkin mengenai makan ayang dikandung oleh
suatu pernyataan. Jika kita berusaha untuk memahami, maka kita
perlu kejelasan tentang makna yang harus kita pahami itu.
3. Makna Tidak Identik Dengan Kebenaran
Analisa terhadap makna tidaklah menetapkan kebenaran
atau kesesatan kalimat yang bersangkutan. Jika kita mengetahui

19
makna kalimat “hari telah tengah malam”, ini tidak berarti bahwa
kini telah tengah malam. Juga tidak berarti bahwa kini bukan
tengah malam. Kalimat tersebut mempunyai arti meskipun
seandainya kalimat tadi tidak benar, dan meskipun kita tidak dapat
menentukan apakah benar ataukah sesat.
Memahami makna suatu konsep atau istilah tidak identik
dengan telah menemukan suatu kebenaran. Makna bisa sangat
rasional dan logis, tetapi belum tentu benar.
4. Filsafat Kritis(critical philosophy)
Filsafat yang mengambil jalan analisa
(memahami/memerikan konsep atau kata) disebut juga filsafat
kritis (critical philosophy). Disebut kritis karena menganalisa
secara mendalam sebuah konsep/kata, membedakan fakta-fakta
yang dianalisa dan (hasil) analisa. Ingat, makna tidak identik
dengan kebenaran
2.2.5 Sintesa
1. Filsafat Spekulatif Dan Penyusunan Sistem
Secara sederhana sintesa dipahami sebagai pengumpulan.
Maksud sintesa yang utama adalah mengumpulkan semua
pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu
pandangan dunia. Dengan metode sintesa seorang filsuf akan
mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk
menyusun suatu pandangan dunia. Berbagai pengetahuan disusun
sebegitu rupa sehingga menghasilkan suatu kesatuan pemikiran.
Pandangan dunia yang dihasilkan melalui metode sintesa ini
menghasilkan refleksi filosofis yang sifatnya spekulatif (lawan
dari metode analisa yang disebut filsafat kritis).
2. Contoh Filsafat Spekulatif Dalam Pemikiran Seorang Rene
Descartes
Descartes dalam bukunya berjudul Perenungan tentang
Filsafat Pertama (1641) mengemukakan 6 tahap perenungan atau

20
refleksi sebagai berikut.
a. Perenungan pertama
Subjek meragukan segala sesuatu. Dengan meragukan
segala sesuatu, kita membebaskan diri kita dari setiap
prasangka dan mempersiapkan suatu jalan yang sangat
sederhana bagi kita untuk dapat melepaskan akal dari pengaruh
panca indra. Di mana batas di mana kita tidak meragukan lagi?
Keraguan untuk sementara berhenti ketika sesuatu telah
ditemukan sebagai sungguh-sungguh benar.
b. Perenungan kedua
Meragukan segala sesuatu bersifat metodis. Sebagai
metode dalam mencapai suatu pengetahuan yang jelas dan
terpilah-pilah, subjek yang berpikir meragukan segala sesuatu,
termasuk meragukan hal yang sebenarnya sudah paling sedikit
diragukan. Nah, setelah segala sesuatu diragukan, apa yang
tinggal atau bertahan sebagai sebuah kebenaran? Bagi
Descartes, paling tidak subjek yang sedang meragukan itu
tidak bisa diragukan. Jadi, dengan meragukan segala sesuatu,
subjek yang meragukan itu menegaskan eksistensinya sebagai
ada (eksis). Dalam kata-kata Descartes sendiri, “Cogito Ergo
Sum” (aku berpikir maka aku ada / I think therefore I am).
c. Perenungan ketiga
Pandangan tentang dualism tubuh – jiwa. Bagi Descartes,
tubuh adalah rex extensa. Tubuh dapat dipahami karena bisa
dibagi-bagi. Sementara akal adalah sesuatu yang tidak dapat
dibagi-bagi, Akal tidak bisa dipahami kecuali sifatnya yang
tidak dapat dibagi-bagi itu. Jika tubuh adalah rex extensa, akal
(jiwa) adalah rex cogitans. Tubuh adalah aksidensi, sementara
akal dan jiwa adalah substansi murni. Bagi Descartes, dualism
ini penting untuk menyelamatkan jiwa dari kehancuran tubuh.

21
Ketika tubuh mengalami kehancuran, jiwa tidak terpengaruh.
Jiwa dapat mengalami hidup tanpa tubuh.
Pada perenungan ketiga ini Descartes juga menjelaskan
mengenai 3 idea bawaan (innate idea). Disebut idea bawaan
karena sudah ada dalam akal dan pikiran manusia sejak ia
dilahirkan. Ini dikontraskan dengan idea yang terbentuk dalam
pikiran manusia karena pengalaman. Gagasan mengenai idea
bawaan ini memang khas pemikiran Descartes di abad ke-17.
Tiga idea bawaan menurut Descartes adalah (1) kebertubuhan
(kejasmanian) atau res extensa. Meskipun bisa menipu,
kebertubuhan adalah idea bawaan. Bagi Descartes,
kejasmanian atau kebertubuhan adalah materi. Materi adalah
substansi karena tidak mungkin Allah yang Maha Benar
menipu manusia mengenai kejasmaniannya. (2) Pikiran (res
cogitans). Ini juga termasuk idea bawaan (sejak lahir). Bagi
Descartes, pikiran adalah sebuah substansi yang berdiri sendiri.
Dialah jiwa. (3) Allah termasuk idea bawaan, karena manusia
memiliki idea tentang kesempurnaan. Sama seperti
kejasmanian dan jiwa, Allah pun sebuah substansi. Allah ada
karena pikiran memiliki idea mengenai Allah. Argumen
semacam ini dalam pembuktian akan adanya Allah disebut
argument ontologism.
d. Perenungan keempat
Setelah meragukan segala sesuatu dan manusia mencapai
kesadaran diri (diri yang sedang meragukan itu eksis), manusia
menangkap dan memahami realitas secara jelas dan terpilah
(clara et distinct). Di sini akal tidak hanya mengungkapkan
kebenaran, tetapi juga hakikat ada. Dengan begitu, akal juga
sanggup membedakan kesalahan-kesalahan atau kesesatan-
kesesatan.
e. Perenungan kelima

22
Kepastian pembuktian geometric sangat tergantung pada
pengetahuan tentang Tuhan. Materi tidak mungkin tidak ada
karena Allah yang Maha Baik tidak mungkin menipu.
f. Perenungan keenam
Ada suatu dunia. Manusia adalah makhluk bertubuh. Ini
tidak bisa diragukan oleh makhluk berindra. Kebertubuhan
(aksiden) berubah-ubah sehingga pengetahuan mengenai
mereka dapat diragukan. Akal dan Tuhan adalah tetap
(substansi yang tetap) sehingga kebenaran mengenai mereka
bersifat kekal (finitum).[10]
2.2.6 Perangkat – Perangkat Metodologi(Logika , induksi, Deduksi,
Analogi, Komparasi)
Di atas adalah dua petunjuk berpikir yang diikuti dalam
perenungan kefilsafatan. Ada banyak perabot khusus yang
memberikan bantuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan berpikir.
Logika (dibagi pada Logika Deduktif dan Logika Induktif)
1. Logika Deduktif
Logika Deduktif adalah cara berpikir dimana dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus.penarikan ksimpulan secara deduktif biasanya
mempergunakan pola piker yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini kemudian
dapat dibedakan menjadi prenis mayor dan premis minor.
Kesimpulan merupakan pegetahuan yang didapat dari penalaran
deduktif berdasarkan kedua premis tersebut
Semua binatang mempunyai mata      (Premis mayor)
Sapi adalah seekor binatang                (Premis minor)
Jadi Sapi mempunyai mata                 (Kesimpulan)
2. Logika Induktif

23
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan
yangb bersifat umum.
Kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata,
demikian juga dengan sapi, singa, dan bintang lainya. Dari
kenyataan-kenyatan ini kita dapat menarik kesimpulan yang
bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata.
Kesimpulan yang bersifat umum ini mempunyai dua keuntungan.
Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat
umum ini bersifat ekonomis.kehidupan yang beranekaragam
dengan berbagai corak dan segi dapat direduksikan menjadi
beberapa pernyataan. Keuntungan yang kedua adalah
dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif
maupun secara induktif. Secara induktif maka dari berbagai
pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang
bersifat lebih umum lagi.
3. Analogi Dan Komparasi
Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam
perenungan kefilsafatan adalah Analogi dan Komparasi. Penalaran
secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan
menggantikan apa yang dicoba dibuktikan dengan sesuatu yang
serupa dengan hal tersebut, namun hal yang lebih dikenal, dan
kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran
tersebut.
Penalaran secara komparasi adalah berusaha menyimpulkan
dengan menggantikan apa yang dicoba dibuktikan dengan sesuatu
yang serupa dengan hal tersebut, namun yang lebih dikenal.
Dimisalkan kita ingin membuktikan adanya Tuhan
berdasarkan susunan dunia tempat kita hidup. Dalam hal ini
mengatakan sebagai berikut. Perhatikanlah sebuah jam. Seperti
halnya dunia, jam tersebut juga merupakan mekanisme yang terdiri

24
dari bagian-bagian yang sangat erat hubungnya satu sama lain.
Kiranya tidak seorangpun beranggapan bahwa sebuah jam dapat
membuat dirinya sendiri atau terjadi secara kebetulan. Dengan
demikian secara analogi adanya dunia juga menunjukan ada
pembuatnya. Karena dunia kita sangat rumit susunannya dan
bagian-bagianya berhubungan sangat erat satu sama lain dengan
baik.
2.2.7 Penerapan Metode Kefilsafatan
Setelah melengkapi diri dengan beberapa pengertian dasar
filsafat dan metodologi kefilsafatan, kapan kita mulai berfilsafat.
Sekarang juga kita berfilsafat. Untuk mewujudkan hasrat ini, paling
kurang ada 6 langkah yang harus diperhatikan.
1. Menyadari adanya masalah. Realitas yang kita hadapi sangat
beragam, terus mengalir dan berubah. Kaum dogmatis akan
menerima dan menikmati realitas apa adanya. Seperti yang
ditegaskan di awal, seorang filsuf tidak akan puas dengan realitas
dan penjelasan-penjelasannya. Ketika dia tidak puas dengan
realitas yang ada, sang filsuf sebenarnya memosisikan realitas
sebagai sebuah masalah. Masalah inilah yang memicu pikirannya
untuk mengajukan pertanyaan dan mendorong dia untuk
mengungkapkan misteri yang menyertainya.
2. Meragukan dan menguji secara rasional anggapan-anggapan.
Sekali lagi, ketika kita menghadapi realitas, telah tersedia berbagai
pandangan atau anggapan mengenai realitas itu. Misalnya, ketika
melihat seseorang dengan pakaian lusuh berdiri di depan pintu
pagar rumahmu, kamu mungkin langsung berpikir bahwa orang itu
pasti pengemis. Seorang yang berpikiran kritis tidak akan langsung
percaya dengan pandangan selama ini yang mengkarakterisasi
pengemis secara tampilan luar. Dengan meragukan, seorang filsuf
sebenarnya ingin menghindari sikap tergesa-gesa dan prasangka
dalam memberikan tanggapan atas realitas.

25
3. Memeriksa penyelesaian-penyelesaian yang terdahulu.Bisa terjadi
bahwa kita tidak menghadapi suatu realitas atau suatu masalah
sebagai yang baru sama sekali. Mungkin orang lain pernah
menghadapi hal yang sama. Karena itu, penting bagi si subjek yang
berpikir untuk memeriksa bagaimana orang-orang sebelumnya
menjelaskan persoalan itu. Di sinilah pentingnya berfilsafat dalam
konteks sejarahnya.
4. Menyarankan hipotesa. Setelah meragukan segala sesuatu dan
menguji pandangan atau penyelesaian terdahulu mengenai suatu
masalah atau realitas, seorang filsuf mengajukan hipotesa untuk
menjelaskan realitas yang dia hadapi. Sekali lagi, hipotesa yang
diajukan ini bersifat sangat sementara dan terbuka untuk kritik
bahkan digugurkan dan diganti dengan hipotesa yang lebih cocok.
5. Menguji konsekuensi-konsekuensi. Suatu hipotesa semakin
diteguhkan ketika mampu bertahan dalam menjelaskan realitas.
Kebertahanan sebuah hipotesa ditentukan oleh pengujian terhadap
hipotesa tersebut, bagaimana dia mampu mengatasi berbagai kritik
dan serangan dari hipotesa lain.
6. Menarik kesimpulan. Nah, hipotesa yang diverifikasi dan bertahan
akan menjadi kesimpulan. Kesimpulan inilah yang menjadi
pandangan atau bagan konseptual si filsuf dalam menjelaskan
sebuah realitas. Sekali lagi, kesimpulan ini pun, meskipun sudah
tahan uji melalui pengujian hipotesa, tetap bersifat sementara dan
terbuka kepada kritik dan pembaruan
7. Ketika kesimpulan mulai diragukan, seorang filsuf kembali
menghadapi realitas sebagai masalah, lalu mempersoalkan,
mengajukan hipotesa, merumuskan kesimpulan, dan seterusnya.
Linkaran ini akan terus berlangsung tanpa akhir. Begitulah kita
mulai berfilsafat
.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Ilmu keperawatan merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki body
of knowledge yang khas sehingga akan selalu berkembang. Secara garis
besar, riset keperawatan adalah suatu proses yang dilakukan dengan metode
tertentu untuk menemukan, menganalisa, memecahkan, dan
mendokumentasikan masalah keperawatan. Ada 2 nilai strategis mengapa
riset keperawatan itu penting bagi ilmu keperawatan, yaitu:
Riset keperawatan merupakan salah satu bentuk karya ilmiah, sehingga
untuk dapat menguasainya, pemahaman tentang dasar-dasar pembuatan karya
ilmiah sangat diharuskan. Di dalam karya ilmiah, ada 3 aspek filosofis yang
harus dipahami, yaitu:
Pertama, aspek ontologis. Aspek ini meliputi objek yang akan
dibicarakan dalam suatu karya ilmiah, atau dengan kata lain aspek ontologis
adalah objek kajian yang biasanya berupa tema atau masalah yang akan
dibahas. Sebuah kerangka pemikiran latar belakang yang jelas, logis, runtut,
dan alur pemikiran yang konsisten sangat diperlukan supaya objek kajian
yang akan dibahas mudah dipahami; Kedua, aspek epistemologis. Aspek ini
terkait dengan metode pemecahan masalah, baik secara teoritis maupun
secara empiris sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara rasional
empiris.
Ketiga, aspek aksiologis. Aspek ini berkaitan dengan kontribusi atau
nilai pemecahan masalah yang ditemukan dalam judul atau tema kajian.
Umumnya, aspek aksiologis tidak tidak harus dimunculkan dalam bab
tersendiri, namun biasanya dapat ditemukan dalam tujuan penelitian dan
manfaat penelitian, yang terdiri dari nilai pengembangan akademis,
kebijakan, dan pelaksanaan teknis.Untuk membedakan riset keperawatan
dengan karya ilmiah yang lain, perlu diketahui jenis-jenis karya ilmiah. Ada 2
jenis karya ilmiah, yaitu:

27
Pertama, karya ilmiah yang dipublikasikan. Publikasi ini umumnya
dilakukan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah atau melalui media seperti
buku, jurnal, monografi, prosiding. Karya ilmiah yang dipublikasikan
diantaranya adalah artikel ilmiah, makalah, jurnal, poster hasil penelitian, dan
buku.
Kedua, karya ilmiah yang tidak dipublikasikan. Tidak dipublikasikan
artinya hanya dapat ditemukan dalam kalangan-kalangan tertentu, misalnya
hanya didokumentasikan di perpustakaan. Karya ilmiah jenis ini seperti
penelitian baik oleh dosen atau mahasiswa, laporan kegiatan mahasiswa, atau
tugas akhir mahasiswa.
Kita bisa melakukan riset keperawatan dengan baik jika memiliki 2 hal,
yaitu: Pertama, penguasaan terhadap pokok-pokok metode riset keperawatan;
Kedua, pemahaman terhadap alur penelitian. Kedua hal diatas dapat kita
miliki dengan cara belajar dan berbagi dengan siapapun.

3.2 Saran
Diharapkan setelah mempelajari integrasi keperawatan dan khasanah
kefilsafatan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan
tentang riset keperawatan dan filsafat. Selian itu juga diharapkan agar
mahasiswa dapat mengaplikaskan filsafat dalam melakukan penelitian
keperawatan

28
29

DAFTAR PUSTAKA

Buset (2017).definisi tahu,ilmu pengetahuan serta batasanannya. Jakarta


Prof. Dr. C.A. van Peursen(2008). Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip
dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu? Bandung:
Pustaka Sutra
Slamet (2010) filsasfat sebagai landasan ilmu/ tangerang selatan: graha medika
Vardiansyah, Dani. (2015). Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. jakarta:
Indeks media
Wahid, Ramli Abdul (2014). Ulumul Qu'ran dan filsafat edisi 3 cetakan ke V.
Jakarta: Grafindo

Anda mungkin juga menyukai