BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI OREM...............................................................................................4
2.1. Pendidikan Keperawatan.................................................................................................4
2.1.1. Definisi Umum Keperawatan...................................................................................4
2.1.2. Perkembangan Profesionalisme Keperawatan..........................................................6
2.2. Reflective Practice dalam Pendidikan Keperawatan.......................................................7
2.2.1. Definisi Reflective Practice......................................................................................7
2.2.2. Bentuk Reflective Practice........................................................................................8
2.3. Teori Keperawatan Self-Care Orem..............................................................................10
2.3.1. Latar Belakang Dorothea E. Orem..........................................................................11
2.3.2. Konsep Keperawatan Orem....................................................................................11
2.3.3. Implikasi Teori Orem dalam Tindakan Keperawatan.............................................17
BAB III REFLECTIVE PRACTICE.......................................................................................18
3.1. Kasus.........................................................................................................................18
3.2. Analisis......................................................................................................................19
3.2.1. Empirical Knowing............................................................................................19
3.2.2. Personal Knowing..............................................................................................23
3.2.3. Esthetics Knowing.............................................................................................25
3.2.4. Ethical Knowing.................................................................................................26
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................28
4.1. Simpulan........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
Tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan di masa yang akan datang, yaitu
pembangunan kesehatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
kesehatan, khususnya bidang keperawatan. Penekanan pendidikan bukan lagi hanya
penguasaan keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan, akan tetapi pada pertumbuhan dan pembinaan sikap dan
keterampilan profesional keperawatan disertai dengan landasan ilmu pengetahuan, yaitu
ilmu keperawatan. Kebutuhan akan dasar keilmuan sebagai acuan praktik profesional
keperawatan telah ditunjukkan melalui banyaknya hasil karya pakar keperawatan,
termasuk diantaranya dengan menjadikan keperawatan sebagai profesi yang dikenal dan
menghasilkan keberhasilan implementasi tindakan keperawatan yang profesional bagi
pasien.
Menurut Carper (1978), ada empat pola dasar mengetahui di keperawatan yang
penting untuk mengajar dan belajar keperawatan yang melibatkan analisis kritis (pattern
of knowing). Empat pola mengetahui tersebut adalah empiris (empirical knowing), etika
(ethical knowing), pengetahuan pribadi (personal knowing), dan estetika (aesthetic
knowing). Carper (1978) mendefinisikan empirical knowing adalah proses pembentukan
pengetahuan ilmiah terkait dengan mekanisme yang memproses pengetahuan tersebut.
Mekanisme ini lebih dikenal dengan isilah metode ilmiah yang memproses pengetahuan
dalam tiga aspek, yaitu keabsahan, kebenaran, dan penyusunan. Keabsahan pengetahuan
ilmiah di tentukan berdasarkan syarat yang harus di penuhi oleh suatu pengetahuan, yaitu
logis, analitis, dan sistematis. Pengetahuan empiris dalam teori keperawatan memurnikan
dan meningkatkan landasan struktural dalam kurikulum keperawatan sehingga
meningkatkan sudut padang ilmu keperawatan dalam perspektif global (Kalofissudis,
2007). Ethical knowing adalah penyusunan pengetahuan ilmiah yang memerlukan
pikiran dasar secara teoritis. Pikiran dasar itu terdiri atas postulat, asumsi, dan prinsip.
Pengetahuan etika menjadi panduan bagaimana perawat menghadapi dan menyelesaikan
masalah yang saling bertentangan dan membutuhkan penerapan penalaran etis. Aesthetic
knowing adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaiamana ia bisa terbentuk, dan
bagaimana seseorang bisa merasakannya. Aesthetic knowing melibatkan penerapan
empati, persepsi dan pengakuan dari nilai pengalaman hidup individu sehari-hari.
1
Aesthetic knowing melibatkan seni dalam keperawatan, dapat diperoleh melalui
pengalaman dan mencakup penggunaan intuisi. Personal knowing adalah pola
mengetahui yang berhubungan dengan penemuan dan aktualisasi diri individu. Personal
knowing berkaitan dengan menjadi sadar diri dan memiliki refleksi pribadi ketika
merawat pasien.
Asuhan keperawatan sebagai pelayanan profesional akan berkembang bila
didukung oleh teori dan model keperawatan, pengembangan riset keperawatan, dan
aplikasi hasil-hasil riset keperawatan di dalam praktek keperawatan. Sebenarnya model
konseptual keperawatan sudah berkembang banyak, namun banyak pula kalangan
perawat yang belum mengenalnya karena keterbatasan informasi, waktu, kesempatan,
bahasa dan teknologi. Salah satu konsep model keperawatan yang menunjang
pengembangan keperawatan baik dalam pengembangan ilmu maupun dalam praktek
adalah model self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem. Teori self care Orem
ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dan membantu hubungan
antara perawat-klien dengan lingkungannya yang berdampak pada status kesehatan serta
kebutuhan akan keperawatan. Sejalan dengan teori self care yang bentuk stimulusnya
berasal dari ketidakmampuan individu dalam melakukan perawatan diri, maka aplikasi
teori self care tersebut adalah bagaimana melakukan tahap-tahap asuhan keperawatan
yang didasarkan pada bentuk kerangka pikir model konseptual Orem dalam memberikan
bantuan ketidakmampuan kepada individu atau keluarga dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya dengan tujuan utamanya adalah bagaimana memandirikan individu atau
keluarga dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar
sesuai tingkat ketidakmampuan klien.
Teori self care dalam ilmu keperawatan digunakan banyak digunakan untuk
memberikan kerangka kerja konseptual sebagai panduan praktik dan membangun
pengetahuan perawatan diri melalui riset (Hartweg, 1991). Orem mendeskripsikan
perawatan diri sebagai tindakan yang berkesinambungan yang diperlukan dan dilakukan
oleh orang dewasa untuk mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan.
Aplikasi empat pola pengetahuan pada menerapkan teori self care penting untuk
perawat profesional dalam memberikan layanan berkualitas. Menggunakan berbagai
komponen dalam pattern of knowing secara terpadu dapat membantu perawat dalam
memberikan pelayana holistik kepada klien.
2
1.2. Tujuan
1. Menelusuri empirical knowinga pada teori keperawatan Orem di pelayanan
2. Menelusuri Ethical knowing pada teori keperawatan Orem di pelayanan
3. Menelusuri Aesthetic knowing pada teori keperawatan Orem di pelayanan
4. Menelusuri Personal knowing pada teori keperawatan Orem di pelayanan
BAB II
KAJIAN TEORI OREM
3
2.1. Pendidikan Keperawatan
bagian integral pelayan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang sehat maupun yang sakit untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan teori yang sistematis guna
cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan.
(1993) serta Berger dan Williams (1992), keperawatan sebagai suatu profesi
dan lain-lain
b. Kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada masyarakat. Fungsi
4
tehnikal yang memungkinkan mereka menjalankan peran dengan lebih
berkesinambungan
d. Pengendalian terhadap standar praktik. Standart praktik keperawatan
dari pekerjaan rutin, perawat bekerja sebagai tenaga penuh yang dibekali
sepanjang hayat.
g. Fungsi mandiri. Perawat memiliki kewenangan penuh melakukan asuhan
bermula pada awal abad ke-19, adalah sebagai tenaga pembantu dikarenakan
lebih baik sehingga diperlukan tenaga yang dapat membantu. Tenaga tersebut
5
pada penyakit dan cara pengobatannya. Sampai dengan perkembangan
kemudian disusul dengan pendirian program paska sarjana FIK UI pada tahun
6
2.1.2.2. Tujuan Pendidikan Keperawatan
pikir dan tindakan seseorang. Bagi seorang praktisi, hal ini berarti memusatkan
pada bagaimana mereka berinteraksi dengan teman sejawat mereka dan dengan
lingkungan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap tingkah laku
Arikunto (2009), melalui refleksi seseorang dapat melihat apa yang masih perlu
terhadap diri sendiri. Refleksi juga didefiniskan sebagai suatu tindakan atau
mengetahui hal yang telah dihasilkan dan yang belum dihasilkan, atau apa yang
belum tuntas dari suatu upaya atau tindakan yang telah dilakukan (Tahir, 2011).
7
untuk mengembangkan kompetensi personal dan professional. Menurut
Somerville & Keeling (2004), ada dua bentuk dasar dari refleksi
2.2.2.1. Reflection-on-action
Reflection-on-action mungkin merupakan bentuk yang paling
2.2.2.2. Reflection-in-action
Reflection-in-action adalah tanda dari pengalaman profesional. Hal
ini berarti menguji pengalaman sendiri dan orang lain ketika berada dalam
sebelumnya
8
3) Menjadi pengalaman pribadi dan pada saat yang sama mengadopsi
pengalaman orang lain jika berada di luar hal tersebut (Somerville &
Keeling, 2004).
lingkungannya.
Perawat hanya dapat mencapai tujuan tersebut jika mereka
9
mendeteksi pola-pola, membuat hubungan dan membuat keputusan
keperawatan (Meleis, 1997). Tuntutan akan pelayanan keperawatan yang bermutu telah
profesional. Salah satu model konseptual keperawatan yang terus berkembang dan selalu
tahun 1914. Ia memperoleh gelar sarjana keperawatan pada tahun 1939 dan
tahun 1971, dilanjutkan dengan publikasi yang kedua pada tahun 1980 dan
10
2.3.2. Konsep Keperawatan Orem
Orem mengembangkan Teori Keperawatan Umum Self-Care Deficit
yang terdiri dari 3 teori yang saling berhubungan, yaitu : theory of self-care,
theory of self-care deficit, dan theory of nursing systems. Dalam tiga teori
tersebut dimasukkan enam konsep sentral dan satu konsep tambahan. Konsep
Bayi, anak-anak, orang tua, orang sakit dan orang cacat membutuhan
11
perawatan secara menyeluruh atau bantuan dalam aktivitas self-care
(Orem, 2001).
Menurut Orem, kebutuhan self-care yang terapeutik adalah totalitas
seluruh siklus kehidupan dan harus dipandang sebagai faktor yang saling
daily living).
Orem mengidentifikasi persyaratan self-care sebagai berikut :
1) Pemeliharaan terhadap kecukupan udara
2) Pemelihraan teradap kecukupan air
3) Pemeliharaan terhadap kecukupan makanan
4) Perlengkapan yang berhubungan dengan proses eliminasi dan sisa
eliminasi
5) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
6) Pemeliharaan keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial,
7) Pencegahan terhadap bahaya kehidupan, fungsi manusia dan
kesejahteraan manusia
8) Peningkatan fungsi-fungsi manusia dan perkembangan dalam
12
Penyimpangan kesehatan self-care ditemukan dalam kondisi sakit,
13
1) Masuk ke dalam dan mempertahankan hubungan perawat-klien
keperawatan
3) Berespons terhadap permintaan, keinginan dan kebutuhan klien akan
defisit antara apa yang bisa dilakukan (self-care agency) dan apa yang
kompleks dari orang yang dididik dan dilatih sebagai perawat yang
14
persyaratan self-care klien ada 3, yaitu sistem kompensatori penuh
(supportive-educative system).
Sistem keperawatan kompensatori penuh (wholly compensatory
dengan keterbatasan ini secara sosial tergantung dengan orang lain untuk
dengan kondisi adalah klien koma, klien dengan fraktur C3 C4, atau
nursing system) digambarkan oleh situasi dimana baik perawat dan klien
melakukan tidakan care atau tindakan lain yang bersifat manipulatif atau
klien yang pasca operasi abdomen, yang mampu mencuci wajah dan
Dalam sistem ini klien melakukan semua self-care. Peran perawat adalah
15
sebagai pendidik atau konsultan dalam meningkatkan kemampuan klien
bantuan, yaitu:
a. Merumuskan,memberikan dan mengatur bantuan langsung pada klien dan
perkembangan individu
e. Memberikan pendidikan terkait kesehatan
f. Berespon terhadap permintaan, keinginan dan kebutuhan klien akan kontak
bantuan keperawatan
g. Kolaburasi, pelimpahan wewenamg
h. Melibatkan anggota masyarakat (Munawaroh, 2015).
BAB III
REFLECTIVE PRACTICE
3.1. Kasus
16
beristirahat. Ny S tidak melakukan kontrol dan pengobatan terhadap penyakit
hipertensinya, kecuali saat dirawat di RS karena stoke. Ny.S dirawat di pelayanan
kesehatan saat pertama kali terserang stroke dan pulang dari RS dengan izin
dokter. Saat pulang Ny S disuruh kontrol ke poliklinik dan menjalani fisioterapi
namun Ny S tidak lagi datang fisioterapi dan kontrol dengan alasan sulit untuk ke
RS. Keluarga memutuskan tidak menjalani fisioterapi dan kontrol ke RS karena
sulit dan lamanya prosedur berobat jalan (menghabiskan waktu lama, sulitnya
mengatur jadwal bagi keluarga yang harus mengantar karena anggota keluarga
harus bekerja dan mempunyai kegiatan masing-masing, sulitnya akses ke RS
karena keluarga harus naik angkutan umum saat membawa Ny S yang berobat
sementara Ny S tidak mampu bergerah sendiri dan kondisi keuangan keluarga
yang menengah ke bawah). Sebagai perawatan alternatif Ny S dibelikan obat
tradisional China untuk hipertensinya serta latihan berdiri dan berjalan di dalam
rumah. Ny.S tinggal di rumah bersama suami dan 3 anaknya. Suami dan putra
pertama Ny S bekerja 6 hari seminggu sedang 2 putrinya masih berada di sekolah
menengah. NY S mengatakan sudah mampu melakukan aktifitas harian seperti
makan, BAB, BAK, mandi dan berpindah sendiri namun dia belum mampu
melakukan tugas rumag tangga lain. Ny S mengatakan dirinya memakan
makanan yang sama dengan keluarga lainnya walaupun dirinya mengetahui kalau
hipertensinya harus dikontrol dengan mengurangi jumlah garam, dan mengurangi
makanan berlemak dan tinggi kolesterol tapi dikarenakan tidak mungkin anaknya
Ny Smemasakkan makanan terpisah karena akan menambah dana dan waktu.
3.2. Analisis
17
optimal. Orem mendeskripsikan perawatan diri sebagai tindakan yang
berkesinambungan yang diperlukan dan dilakukan oleh orang dewasa untuk
mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. (Orem, 1985).
Mengacu pada teori perawatan diri Ny S sudah melakukan perawatan diri
sesuai kemampuannya dibuktikan dengan usahanya untuk melakukan tindakan
perawatan diri harian seperti makan, eliminasi dan mengoptimalkan mobilisasi
dan mandi sendiri meski dalam keterbatasan satu bagian ekstermitas, ini semua
dibandingkan dengan kondisi Ny S 2 tahun lalu saat terserang stroke jauh lebih
optimal. Namun dari teori defisit perawatan diri, bila dikaji secara komprehensif
Ny S yang semuala mandiri sekarang tidak mampu melakukan perawatan diri
secara kontinyu dan independen dikarenakan hal-hal yang terkait dengan
kesehatan atau keterbatasan (Orem, 1985).
Bila merujuk pada teori sistem keperawatan yang menggambarkan
kebutuhan perawatan diri terapeutik dan tindakan-tindakan serta sistem-sistem
yang terlibat dalam perawatan diri dalam konteks hubungan interpersonal dan
yang dibangun dalam diri manusia dengan defisit perawatan diri (Orem dan
Taylor, 1986). Ny S dan sistem yang dia miliki dalam konsep perawatan masih
belum optimal. Ini dapat dilihat dari beberapa pemaparan berikut:.
a. Ny S menderita stoke semenjak tahun 2014 dan sebelumnya telah
mengetahui bahwa dirinya mempunyai riwayat hipertensi. Ini tidak berbeda
dengan kebanyakan pasien stoke hemoragik, dimana mereka sudah
mempunyai riwayat hipertensi. Ny S mengaku sering pusing sebelum
seranga stroke namun beliau mengatasinya dengan beristirahat dan tidak
melakukan pengobatan. Ini mengindikasikan Ny S belum memahami resiko
dari hipertensi yang dapat membunuh walau terkadang gejalanyanya tidak
terasa yang disebut juga silent killer sehingga tidak melakukan pengobatan
dan mengotrol hipertensinya.
b. Setelah serangan stoke Ny S mengalami kelumpuhan pada ekstermitas kiri.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan/kematian (Batticaca,
2008). Selain itu stroke juga dapat menyebabkan perubahan mental,
gangguan pada daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar dan
fungsi intelektual lainnya, gangguan komunikasi, gangguan emosional dan
kehilangan indera rasa (Vitahealth, 2003).
18
Kelumpuhan yang di alami Ny S akan mempegaruhi kehidupannya.
Menurut Taylor (1991, dalam Handayani, 2009 ) stroke membawa pengaruh
terhadap semua aspek kehidupan seseorang yang mengalaminya baik dari
aspek personal sosial, vokasional dan fisik. Penderita stroke akan mengalami
ketergantungan pada orang lain khususnya keluarga dan menyebabkan
gangguan relasi sosial. Dalam kasus ini Ny S yang semula sehat dan mandiri
menjadi memili keterbatasan. Menurut pengalaman saat seorang ibu dalam
sebuah keluarga mengalami stoke maka akan terjadi perubahan peran dalam
keluarga.
c. Ny S tidak lagi datang kontrol dan melakukan fisioterapi setelah masa
opnamenya berakhir. Setelah kondisi pasien mulai stabil pasca serangan
stoke dan tekanan darahnya stabil, perawat selanjutnya akan berfokus pada
pengembalian fisik melalui rehabilitasi yaitu fisioterapi. Tingginya
kecacatan akibat stroke menyebabkan semakin pentingnya fungsi rehabilitasi
(Supraptiningsih, 2002). Namun berdasarkan pengamatan di lapangan
kecacatan akibat stoke masih tinggi, banyak penderita stroke yang
mengalami kecacatan dan tidak kembali pada keadaan semula.
Ny S tidak melakukan kontrol dan pengobatan terhadap penyakit
hipertensinya. Menurut pengalaman pasien yang sudah pernah terkena
serangan stroke akan lebih peduli,berhati-hati, dan takut akan terjadinya
serangan ulang namun bila dilihat di lapangan pasien dengan kejadian stroke
bukan yang pertama di RS itu masih tinggi dan biasanya kecacatan yang
diakibatkan oleh serangan berulang itu lebih parah dari pada kecacatan dalam
serang stroke pertama. Ini biasa terjadi karena hipertensi yang tidak
terkontrol.
d. Keluarga memutuskan tidak menjalani fisioterapi dan kontrol ke RS karena
sulit dan lamanya prosedur berobat jalan (menghabiskan waktu lama,
sulitnya mengatur jadwal bagi keluarga yang harus mengantar karena
anggota keluarga harus bekerja dan mempunyai kegiatan masing-masing,
sulitnya akses ke RS karena keluarga harus naik angkutan umum saat
membawa Ny S yang berobat sementara Ny S tidak mampu bergerah sendiri
dan kondisi keuangan keluarga yang menengah ke bawah). Sebagai
perawatan alternatif Ny S dibelikan obat tradisional China untuk
hipertensinya serta latihan berdiri dan berjalan di dalam rumah. Ny.S tinggal
di rumah bersama suami dan 3 anaknya. Suami dan putra pertama Ny S
19
bekerja 6 hari dalam seminggu sedang 2 putrinya masih berada di sekolah
menengah.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dukungan keluarga adalah faktor
penting dalam perawatan pasien stroke. Dukungan keluarga dapat diberikan
dalam beberapa bentuk, yaitu: a). dukungan informasional; b). dukungan
penghargaan/penilaian; c). dukungan instrumental; dan d). dukungan
emosional. Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan dalam
bentuk memberikan saran, nasehat, dan informasi terkait dengan penyakit
yang dialami. Dukungan informasional yang dapat diberikan pada pasien
pasca stroke dapat berupa, mencari tahu tentang penyakit stroke, cara
merawat pasien pasca stroke di rumah, mencari tahu makanan yang
dibutuhkan oleh pasien pasca stroke, menasehati pasien pasca stroke untuk
rutin melakukan terapi yang sesuai dan dibutuhkan (Friedman, 1998).
Dukungan penghargaan/penilaian adalah dukungan yang diberikan
dalam bentuk saling memberikan umpan balik dan menghargai. Dukungan
penghargaan yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke dapat berupa
memberikan reinforcement positif saat pasien pasca stroke berhasil
melakukan sesuatu, misalnya memberikan selamat karena pasien pasca
stroke berhasil mengangkat tangannya yang selama ini susah dilakukannya
(Friedman, 1998).
Dukungan instrumental dalam bentuk bantuan tenaga, uang, dan waktu.
Dukungan instrumental yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke adalah
membantu pasien pasca stroke melatih rentang geraknya selama di rumah,
menemaninya menjalani terapi rehabilitasi. Dukungan emosional diberikan
dalam bentuk perhatian dan kasih sayang. Sedangkan dukungan emosional
yang dapat diberikan pada pasien pasca stroke adalah selalu memperhatikan
kebutuhan pasien pasca stroke seperti makan dan minumnya, menunjukkan
rasa sayang dengan selalu memotivasinya untuk sembuh (Friedman, 1998).
Berdasarkan pengalaman keluarga pasien yang kurang menjalankan
peran dan dukungan mereka terhadap pasien pasca stroke terkadang memiliki
pandangan yang keliru. Mereka menganggap pasien sudah sembuh sepulang
dari perawatan di rumah sakit. Sehingga tidak menyadari masalah potensi
resiko yang dapat terjadi. Terkadang pasien yang kembali sembuh pada
keadaan semula dari akibat stroke ringan menyebabkan keluarga
menyepelekan dampak stroke. Nyatanya salah satu faktor yang
20
mempengaruhi kualitas hidup pasien pasca stroke adalah dukungan keluarga
yang dapat mempengaruhi kepuasan terhadap status kesehatannya (Apriyeni,
2011).
e. Dalam kasus Ny S. kemungkinan besar diet dan kebiasaan hidup pasien yang
beresiko terhadap hipertensi dan stroke masih ada, karena putri pasien belum
melakukan pengaturan terhadap menu diet pasien. Ini biasa terjadi pada
keluarga yang kurang pengetahuan dan memiliki banyak keterbatasan dalam
merawat keluarga sakit. Padahal bantuan anggota juga keluarga penting
dalam membantu pasien mengubah gaya hidup beresikonya.
Berdasarkan teori Orem, peran perawat disini adalah mengkaji keadaan
pasien secara objektif dan faktual yang disebut dengan self-care agency. Self
care agency pada perawat perlu ditingkatkan oleh individu karena pelaksanaan
self care membutuhkan pembelajaran, pengetahuan, motivasi, dan skill (Taylor,
2011). Self care agency mengacu pada kemampuan kompleks dalam
melaksanakan self-care (Baker, 2008).
Pasien harus dapat melakukan self-care nya dengan tepat dan secara
bertahap dengan pengawasan dari perawat ataupun keluarga. Banyak penelitian
yang telah membuktikan bahwa self-care meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan menurunkan nyeri, kecemasan, dan keletihan. Self-care pasien juga
berpengaruh terhadap penilaiannya terhadap tenaga kesehatan yaitu pasien
merasa puas dengan pelayanan tenaga kesehatan, jumlah kunjungan atau
relapse menurun, dan memperpendek lama rawat inap di rumah sakit
(Nursalam, 2015).
21
Self Care (perawatan diri) merupakan perubahan tingkah laku secara lambat
dan terus menerus didukung atas pengalaman sosial sebagai hubungan
interpersonal (hubungan antara satu individu dengan individu lain), hubungan
interpersonal dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan sekedar hubungan
interpesonal. Jadi ketika berkomunikasi kita tidak hanya menuntukan conten
(isi pesan) melainkan juga menentukan relationship (hubungan). Oleh sebab
itu perawat harus dapat membangun personal knowingnya dengan membina
trust dengan pasien, kemudian pasien akan berkomunikasi tentang apa yang ia
rasakan sehingga perawat dapat mengetahui apa yang menjadi kebutuhan
pasiennya.
Teori self care memungkinkan kita untuk lebih memahami situasi
pasien. Dalam hal ini perawat harus mampu menjembatani status kesehatan
Ny S terkait kemampuannya melakukan perawatan diri serta keterbatansannya
dalam melakukan perawatan diri, serta status kesehatan Ny S dan konsisi
keluarga yang merawat Ny S terkait kemampuan menjadi agen yang
memberikan perawatan pada Ny S.
Perawatan diri tidak terbatas pada seseorang yang memberikan
perawatan untuk dirinya sendiri; hal ini termasuk perawatan yang ditawarkan
oleh orang lain untuk keperluan orang lain. Perawatan mungkin ditawarkan
oleh anggota keluarga atau orang lain hingga orang tersebut mampu untuk
melakukan perawatan diri (Orem, 1985). Pemberi perawatan diri, apakah diri
sendiri maupun orang lain, disebut agen perawatan diri. Hal ini merupakan
suatu kesatuan yang digambarkan dalam perkembangan dan dapat
dioperasionalkan, yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan latar belakang
genetik, kultural, dan pengalaman, dan dalam istilah keadekuatan. Hal yang
paling terakhir dapat dievaluasi dengan mempertimbangkan kemampuan dan
kebutuhan perawatan diri (Orem, 1987).
Pada Kasus Ny S agen perawatan diri adalah Ny S dan keluarganya.
Berdasarkan kasus sudah diketahui bahwa Ny s sudah memelakukan perawatan
diri meski dalam keterbatasannya. Selain itu agen perawatan diri Ny S adalah
keluarganya. Menurut Friedman (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional, dan
individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
22
keluarga. Tugas keluarga adalah memberikan perawatan pada anggota keluarga
yang sakit atau tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya
yang terlalu muda. Perawatan yang diberikan keluarga kepada pasien pasca
troke sangat penting untuk mencegah timbulnya stroke berulang, seperti
pengaturan diit, memotivasi dan mengawasi penderita melakukan latihan atau
aktivitas sesuai kemampuannya serta membantu kebutuhan (Jumaidar, 2011).
Beberapa hal yang menjadi peran keluarga NY S yang meiliki keluarga
dengan stroke adalah adalah memberikan dukungan dan juga perhatian untuk
pemulihan kesehatan pasien, seperti halnya dalam hal mengantar pasien untuk
kontrol dan juga mengingatkan pada saat waktu minum obat, selain itu
pasienpasien dengan stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi,
pendampingan dan dukungan penuh dari keluarga serta semangat dari keluarga
akan sangat menolong pemulihan, mendampingi pasien dalam melakukan
aktifitas kegiatan sehari-hari, dan memberikan bantuan jika memang diperlukan,
melakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, paling tidak dalam
seminggu sekali karena faktor resiko stroke adalah Hipertensi ( Yaslina, 2011).
Dalam kasus Ny S seperti hanya Ny S yang sudah berusaha untuk
melakukan perawatan diri dan keluarga yang sudah berusaha untuk menjasi
agen self care bagi Ny S, meskipun pelaksanaannya tidak optimal namun
keluarga sudah berusaha, maka perawat harus menempatkan diri untuk tidak
terkesan menyalahkan keterbatasan pelaksanaan konsep self care dalam
keluarga Ny S. Mendukung-edukatif teori sistem Orem (Deynes, Orem, &
Gerd-bekel, 2001) adalah tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah
mempertimbangkan kebutuhan pasien. Kenyataan bahwa Ny S tinggal di rumah
dengan keluarga yang harus membantu perawatan sekaligus memenuhi
kebutuhan mereka dan melakukan tugas masing-masing harus dihormati.
Tanggung jawab perawat adalah untuk mengajar dan membimbing ke arah
meningkatkan perawatan mandiri sambil mendukung agen perawatan dirinya.
Meskipun tanggung jawab utama untuk kesehatan pribadi milik pasien, kami
tidak meninggalkan semua tanggung jawab untuk perawatan pada pasien. Kami
juga menyadari bahwa, selain bantuan, sistem dukungan keluarga kami dan
penggunaan sumber daya masyarakat merupakan faktor lingkungan yang dapat
memfasilitasi dirinya
23
3.2.3. Esthetics Knowing
Pola ethical knowing berfokus kepada komponen moral atau etika praktek
keperawatan. Etika dalam praktek keperawatan melibatkan membuat
keputusan yang tepat pada saat yang tepat, berfokus pada apa yang harus
dilakukan dalam situasi, menawarkan alternatif, dan bertanggungjawab atas
keamanan dan kepentingan terbaik dari pasien (Chin, 1999).
Pola yang harusnya diterapkan pada perawat dalam menangani pasien ini
adalah perawat memberikan pendidikan kesehatan yang terkait dengan stroke
yaitu penyebab, diet yang baik, cara latihan fisik yang benar, fungsi obat, dan
prognosis penyakit stroke tetapi tidak dengan nada atau intonasi yang memaksa.
Perawat fisioterapi juga memberikan terapi nya harus yakin sesuai dengan
24
standar dan tidak menimbulkan resiko buruk bagi pasien. Kontrol tekanan darah
dan kolesterol adalah kunci untuk pencegahan dari kejadian-kejadian stroke atau
stroke berulang dimasa depan (Muttaqin, 2008).
Upaya pencegahan stroke berulang yang dapat dilakukan antara lain,
menjalankan gaya hidup sehat dengan cara menghindari : rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, mengurangi : kolesterol dan
lemak dalam makanan, mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, penyakit sumbatan pembuluh darah, menganjurkan : asupan gizi
seimbang dan olah raga teratur, secara rutin berkunjung ke dokter spesialis saraf
untuk kontrol, mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter spesialis
saraf, dukungan dan peran serta keluarga yang optimal, berkonsultasi dengan
bagian rehabilitasi medis sebagai usaha suportif bagi pasien untuk membantu
aktivitas sehari-hari seperti bicara, bergerak, makan dan minum, dan sebagainya
(redaksi klinik dokter).
Ketika perawat mengkaji pasien menggunakan empirical knowing yang
didasarkan pada keilmuan dan pengetahuannya, lalu perawat tersebut menelaah
menggunakan aesthetic knowing sehingga dapat memahami apa yang pasien
rasakan dan butuhkan. Perawat sebagai nursing agency harus dapat membantu
dan memaksimalkan kemampuan pasien didasari dengan empirical dan ethical
knowing kemudian yakin intervensi kepada pasien itu benar dan tidak
membahayakan pasien (ethical knowing), kemudian perawat menyampaikan
intervensi (personal knowing) sehingga pasien memiliki trust kemudian dapat
memahami dan mampu melaksanakan intervensi dengan tepat.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Berdasarkan analisa konsep teori keperawatan Self-Care atau teori Orem pada kasus
diatas pada aspek pattern of knowing yaitu:
1. Empirical Knowing
Tinjauan pada kasus Ny S secara empiris menunjukkan bahwa
perawatan pada Ny S belum dilakukan secara optimal, disebabkan perawatan
diri menurut Orem (1985) perawatan adalah suatu tindakan yang dilakukan
secara berkesenambungan, untuk mempertahankan kehidupan secara sehat dan
sejahtera. Sehingga membutuhkan perawatan dengan melibatkan beberapa
keluarga atau dukungan keluarga secara sepenuhnya agar kesehatan,
kesejahteraan dapat diterimanya, namun kejadian pada Ny S tidak bisa
terpenuhi secara utuhnya, walaupun ia mampu melakukan kegiatan kebutuhan
sehari-harinya dengan mandiri, melainkan pengkontrolan kesehatan,
26
keseimbangan dan mempertahankan kesehatan belum dapat terpenuhi
seutuhnya.
2. Personal Knowing
Pengembangan personal knowing pada kasus Ny. S menunjukkan
bahwa belum ada pengembangan secara baik, karena tujuan dari personal
knowing menurut Orem (1985) adalah kemampuan dalam membina hubungan
interpersonal antara perawat dengan pasien ataupun dengan keluarga pasien,
sehingga terbentuk hubungan komunikasi secara terapeutik serta keterbukaan
anatara perawat dan pasien/keluarga untuk berkonsultasi masalah kesehatan.
Komunikasi interpersonal yang baik akan mewujudkan hubungan baik dan
mempengaruhi pengalaman pasien, latak belakang budaya, kepercayaan yang
menjadi bagian dari support system perawatan pasien dan keluarga akan lebih
mengetahui kebutuhan pada keluarga yang sedang sakit, kemudian akan dapat
mengevaluasi diri dalam memberikan kebutuhan perawatan diri.
3. Esthetics Knowing
Pengaplikasian esthetics knowing pada kasus tersebut bagian dari
kemampuan dalam menterpretasikan, yang didasari dengan pemahaman secara
intuisi terhadap penyakit yang dialaminya. Menurut Orem (1985) seorang
perawat harus memiliki kemampuan untuk menilai keadaan pasien dengan
baik untuk menjaga kesehatannya. Kasus Ny S tersebut seorang perawat
mengetahuinya bahwasan pasien tersebut akan mengalami keterbatasan gerak,
ketidakmampuan untuk mengkomsumsi obat dengan tepat, serta tidak bisa
melakukan fisioterapi dan tidak patuh dalam diet, sehingga akan menyebabkan
stroke berulang, oleh sebab itu perawat harus mampu mengidentifikasi self-
care therapeutic demand dan perkembangan serta tingkat self care agency dari
seseorang individu karena self care therapeutic demand dan self care agency
berubah secara dinamis (Parker,2001).
4. Ethical Knowing
Permasalahan ethical knowing pada kasus tersebut adalah pengambilan
keputusan untuk menggunakan pengobatan alternatif yaitu pengobatan
tradisional China untuk menurunkan tekanan darahnya (Hipertensi), tindakan
tersebut harus dikaji terkait keamanan bagi kesehatan pasien. Menurut Orem
(1985) Kemampuan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan pada
pasien atau keluarga bagian dari tujuan dari peningkatan kesehatan dan
keamanan pasien. Kasus Ny S menunjukkan bahwa kemampuan dalam
27
memberikan pendidikan kesehatan pada pasein dan keluarga pasien belum
dilakukan dengan cara optimal, sehingga mengakibatkan keluarga
pasien/pasien mengambil tindakan pengobatan secara alternatif dan tidak
melakukan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
28
Deynes, M.J., Orem, D.E., & Gerd-Bekel, S. (2001). Self-care: A foundational science.
Nursing Science Quarterly, 14(1), 48-54.
Friedman, (1998). Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
George, J.B. 1995. Nursing Theories: The Base for Profesional Nursing Practice. Fourth
Helen Heath (1998). Reflection and Pattern of Knowing in Nursing. Journal of Advanced
Nursing. http://cmapspublic2.ihmc.us/rid=1P03KR1BL-22R7JC6-27KM/Heath%20-
%201998%20-%20Reflection%20and%20patterns%20of%20knowing%20in
%20nursing.pdf
Jakarta: ECG
Munawaroh, Siti. 2015. Penerapan teori dorothea e. Orem dalam pemberian asuhan
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek. Jakarta:
Salemba Medika
________. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
________ dan Ferry Effendi. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Orem, D. E., (1985). Nursing : Concept of practice. (3rd Ed.). New York : McGraw-Hill
Orem, DE. 2001. Nursing Concept of Pratice. St. Louis: The CV Mosby Company.
Parissopoulos, S., & Kotzabassaki, S. (2004). Orems self-care theory, transactional analysis
and the management of elderly rehabilitation. [Electronic version]. ICUS Nursing
Web Journal, (17), 1-11. Retrieved May 2, 2006.
Parker, M.E. (2001). Nursing Theories and Nursing Practice. Philadelphia : Davis Company
29
Simamora, Raymond. 2009. Pendidikan Dalam Keperawatan.Jakarta:EGC.
Somerville, D., Keeling, J. 2004 A practical approach to promote reflective practice within
30