Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Saat ini dunia dihadapkan pada suatu pandemi akibat coronavirus yang
pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei pada bulan Desember 2019.
Sumber penularan kasus ini masih belum jelas hingga saat ini, namun awalnya
kasus pertama yang muncul dikaitkan dengan pasar ikan yang ada di kota
Wuhan.1 Hasil isolasi virus dari spesimen yang diambil dari pasien yang dirawat
Wuhan menunjukkan suatu strain Coronavirus yang belum dikenal sebelumnya. 2
Virus ini awalnya, oleh WHO dinamakan sebagai 2019 novel coronavirus (2019
n-Cov) namun sejak Februari 2020 WHO menetapkan nama virus ini sebagai
SARS-CoV-2 dan nama penyakit yang diakibatkan oleh virus ini sebagai Corona
Virus Disease 19 (COVID-19) serta menetapkan kondisi pandemi sejak tanggal
11 Maret 2020.3
Gambaran klinis yang biasanya ditemukan pada penyakit ini adalah berupa
demam, batuk tidak produktif, dan disertai sesak. Namun, selain gambaran klinis
tersebut, Pan dkk (2020) dan Lin dkk (2020) melaporkan ditemukannya gejala
gastrointestinal, terutama diare sebagai keluhan tunggal pada pasien-pasien
COVID-19 yang terkonfirmasi positif melalui hasil pemeriksaan RT-PCR feses. 4–6
Telah diketahui sebelumnya bahwa SARS-CoV-2 masuk kedalam sel manusia
dengan berikatan pada reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE-2).7,8
ACE-2 merupakan pengatur inflamasi usus dan imunitas innate yang penting dan
paling banyak diekspresikan di dalam ileum dan colon. 9,10 ACE-2 juga
memberikan dampak yang besar pada gangguan komposisi microbiome usus atau
disbiosis yang selanjutnya akan mempengaruhi kondisi paru seseorang. 8,11,12

1
Gambar 1. Peranan ACE-2 dalam patogenesis COVID-19
Dikutip dari : Gheblawi M, Wang K, Viveiros A, Nguyen Q, Zhong J-C, Turner AJ, et al.
Angiotensin Converting Enzyme 2: SARS-CoV-2 Receptor and Regulator of the Renin-
Angiotensin System. Circ Res. 2020;1456–74.

SITUASI TERKINI COVID-19


Sejak WHO menetapkan Covid 19 sebagai pandemi pada Maret 2020 sampai
pada tanggal 20 Mei 2020 tercatat 5.015.676 kasus terkonfirmasi yang dilaporkan
di seluruh dunia dengan jumlah kematian diperkirakan 325.509 dan jumlah pasien
yang dinyatakan pulih berkisar 1.979.223. Di Indonesia, per tanggal 20 Mei 2020
tercatat 19.189 kasus terkonfirmasi positif yang dilaporkan dengan jumlah
kematian diperkirakan 1.242 dan jumlah pasien yang dinyatakan pulih 4.575.13

2
Gambar 2. Peta penyebaran COVID-19 di seluruh dunia per tanggal 20 Mei 2020
Dikutip dari : Johns Hopkins University (JHU), Center for Systems Science and Engineering
(CSSE): Coronavirus COVID-19 Global Cases May 20th 2020.14

Covid-19 dianggap lebih superior dari penyakit lainnya yang juga diakibatkan
oleh coronavirus. Karena jumlah infeksi Covid-19 yang terkonfirmasi lebih
banyak daripada jumlah kasus yang dicurigasi SARS, maka Covid-19 dianggap
lebih menular dibandingkan dengan SARS dalam hal penyebaran pada komunitas
dan beratnya kondisi yang dialami penderita.3,15

GANGGUAN GASTROINTESTINAL PADA COVID-19


Gambaran klinis yang biasanya ditemukan pada Covid-19 adalah berupa
demam, batuk tidak produktif, dan disertai sesak. Namun, selain gambaran klinis
tersebut, ada beberapa penelitian yang melaporkan ditemukannya keluhan
gastrointestinal, terutama diare sebagai keluhan tunggal pada pasien-pasien yang
terkonfirmasi positif melalui hasil pemeriksaan RT-PCR feses. 4–6 Semenjak RNA
SARS-CoV-2 ditemukan pada spesimen feses dari pasien COVID-19 yang
pertama kali didiagnosa di Amerika Serikat, mulai banyak penelitian mengenai
gangguan gastrointestinal pada Covid-19.16,17
Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya RNA virus pada swab
anal/rektal maupun feses dari pasien Covid-19.18 Pada suatu penelitian yang
dilakukan oleh Xiao dkk (2020), dari hasil evaluasi terhadap 73 pasien Covid-19,
39 (53,4%) ditemukan positif untuk RNA SARS-CoV-2 dalam sampel fesesnya,

3
dengan durasi hasil pemeriksaan feses yang positif berkisar dari 1 sampai 12 hari.
Perhatian khusus diberikan karena hasil pemeriksaan sampel feses 17 (23,3%)
pasien masih tetap positif RNA virus meskipun telah menunjukkan hasil negatif
pada sampel saluran nafas.19 Hal ini memunculkan dugaan bahwa viral shedding
dari saluran cerna mungkin sangat banyak dan dapat terjadi jauh setelah hilangnya
gejala klinis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chan dkk (2004) terhadap
pasien yang menderita SARS, sangat terindikasi kuat bahwa RNA virus SARS-
CoV dapat tetap terdeteksi setelah 30 hari pada pasien-pasien SARS.20

PATOFISIOLOGI GANGGUAN GASTROINTESTINAL PADA COVID-19


Dari hasil pengurutan genom diketahui bahwa SARS-CoV-2 memiliki urutan
genome yang 79,6% sama dengan SARS-CoV. Dengan adanya kemiripan ini,
SARS-CoV-2 diduga memiliki sifat yang sama dengan SARS-CoV, diantaranya
adalah sifat tropisme pada saluran cerna. Selain itu, keduanya diduga sama-sama
mengenkode dan mengekspresikan spike (S) glycoprotein yang dapat berikatan
dengan ACE-2 untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia. 18,21–23

Gambar 3. Perbandingan genome virus yang termasuk dalam kelompok


betacoronavirus manusia (SARS-CoV-2, SARS-CoV, dan MERS-CoV)

Sumber : Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19 infection: Origin,
transmission, and characteristics of human coronaviruses. J Adv Res. 2020;24:91–8.

Sebagai regulator yang penting pada inflamasi di usus, ekspresi ACE-2


diketahui lebih tinggi di ileum dan colon terutama pada enterosit dibandingkan
dengan paru-paru.9,10 Dampak yang dimiliki oleh ACE-2 juga sangat besar pada
komposisi mikrobiota usus, serta akhirnya akan mempengaruhi penyakit

4
kardiopulmonal.8,11 Xiao dkk (2020) melaporkan hasil otopsi seorang pasien
dengan COVID-19. Hasil pewarnaan ACE-2 pada spesimen patologi yang
diperoleh dari otopsi menunjukkan distribusi ACE-2 adalah terutama pada
sitoplasma sel epitel dan silia dari sel epitel glandular, jarang ditemukan pada sel
epitel skuamosa esofagus. Protein nukleokapsid virus terdeteksi pada sitoplasma
lambung, duodenum, dan sel-sel epitel glandular rektal, tetapi tidak ditemukan
pada jaringan epitel esofagus. Penemuan ini memunculkan dugaan bahwa
kerusakan jaringan gastrointestinal yang diakibatkan oleh SARS-CoV-2 adalah
melalui serangan langsung maupun melalui kerusakan organ akibat respons
imun.19

Gambar 4. Pengaruh ACE-2 pada sistem-sistem yang ada pada tubuh manusia.
Sumber : Cole-Jeffrey CT, Liu M, Katovich MJ, Raizada MK, Shenoy V. ACE2 and Microbiota :
Emerging Targets for Cardiopulmonary Disease Therapy. J Cardiovasc Pharmacol. 2015
Dec;66(6):540–50.

MICROBIOME
Definisi dan komposisi
Microbiome merupakan istilah untuk menggambarkan mikroorganisme yang
hidup pada atau didalam organisme lain. Microbiome dan host yang ditinggalinya
dapat berinteraksi yang saling menguntungkan (simbiosis) atau merugikan

5
(patogen).24 Pada manusia terdapat sekitar seratus triliun (10 14) mikroorganisme
yang terdapat pada berbagai bagian dari tubuh seperti kulit, gastrointestinal,
genitourinaria, dan saluran napas. Saluran gastrointestinal merupakan tempat
terbanyak mikroorganisme di tubuh, mulai dari mulut, esofagus, lambung, usus
halus, kolon, rektum, dan anus.25
Microbiome usus merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks mencakup
jamur eukariotik, virus, archaea, dan bakteri yang merupakan komponen utama.26
Komposisi dari microbiome usus secara umum dibentuk selama 3 tahun pertama
kehidupan.27 Meskipun masa pembentukannya yang sangat dini, komposisi dari
microbiome usus sangat dinamis dan bergantung pada faktor-faktor yang
berkaitan dengan host seperti usia, diet, dan kondisi lingkungan.28,29 Bakteri
merupakan komponen terbesar dari microbiome usus. Sedikitnya terdapat sekitar
1014 bakteri yang berbeda bahkan bisa mencapai 1000 spesies bakteri. Sekitar dua
per tiga dari mikrobiota usus adalah bakteri anaerob. Saat ini terdapat lebih dari
50 phyla bakteri yang ditemukan pada usus manusia, namun hanya di dominasi
oleh dua golongan phyla, yaitu bacteroidetes dan firmicutes, sedangkan
proteobacteria, verrucomicrobia, actinobateria, fusobacteria, dan cyanobateria
terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit.30,31
Komposisi dan jumlah mikrobiota usus pada saluran gastrointestinal tidak
homogen dan sangat bervariasi, berkisar 101 – 103 bakteri per gram di lambung
dan duodenum, meningkat menjadi 104 di jejenum, 107 bakteri per gram di ileum,
dan mencapai puncaknya dengan 1012 per gram di kolon.25,31,32 Heterogenitas dan
variasi ini dipengaruhi oleh fisiologi, pH dan tekanan O2, kecepatan alur
pencernaan, ketersediaan substrat, dan sekresi host.30

Asal-usul mikroba usus


Beberapa faktor membentuk mikroflora usus selama kehamilan, yaitu cara
kelahiran, pemilihan cara pemberian nutrisi, hospitilisasi, dan prematuritas.
Kolonisasi mikrobiota usus manusia mulai terjadi segera setelah kelahiran bayi.
Melalui pijatan saat melewati jalan lahir, fetus terekspos dengan berbagai populasi
mikrobial yang kompleks. Sejumlah studi menunjukkan bahwa kontak pertama
dengan mikrobiota saat bayi dilahirkan dapat mempengaruhi komposisi

6
mikrobiota usus. Mikrobiota usus pada bayi menyerupai mikrobiota vagina ibu.
Bayi yang dilahirkan melalui operasi cesar memiliki komposisi mikrobiota yang
berbeda dengan bayi yang dilahirkan pervaginam. Mikrobiota usus bayi awalnya
sederhana yang selanjutnya berkembang dalam variasi dan jumlah sampai bayi
berusia satu tahun. Setelah berusia satu tahun, jumlah mikrobiota cenderung sama
namun komposisinya terus berevolusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
komposisi mikrobiota usus antara lain kolonisasi maternal, asupan nutrisi, paparan
lingkungan dan penggunaan antimikroba.30,31

DISBIOSIS
Gangguan pada komposisi dan penurunan keragaman dari mikroflora
intestinal akan mengakibatkan suatu kondisi yang disebut sebagai disbiosis.33
Dalam menentukan disbiosis yang terjadi, secara umum bergantung pada katalog
taksonomi dari mikroba usus yang dihasilkan pada beberapa individu yang
berbeda pada suatu saat dengan menggunakan sequencing 16S atau 18S rRNA.34
Upaya-upaya selanjutnya adalah dengan mencoba untuk mengumpulkan bukan
data spesies mikroba namun gen mikroba di dalam usus dengan menggunakan
shotgun metagenomic.35 Gou dkk menggunakan proteomic risk score (PRS) darah
untuk memprediksi kemungkinan COVID-19 untuk berkembang menjadi berat
secara klinis. Hasil yang diperoleh dari skor ini kemudian dihubungkan dengan
analisis metabolomic feses untuk mencari mekanisme biologis yang potensial
untuk menghubungkan mikrobiota usus dengan kerentanan terhadap COVID-19
diantara individu-individu yang tidak terinfeksi. Hasil penelitian ini memunculkan
dugaan bahwa diantara individu-individu yang sehat dan tidak terinfeksi,
gambaran mikroba usus sangat prediktif untuk biomarker COVID-19 yang berat.
Gangguan pada microbiome usus berpotensi menjadi predisposisi pada individu-
individu yang sehat untuk terjadi inflamasi yang abnormal di masa depan, yang
berperan pada kerentanan terhadap COVID-19 dan beratnya gejala klinis yang
dapat terjadi. Hasil analisis metabolomic feses mengungkapkan bahwa jalur yang
berhubungan dengan asam amino mungkin memberikan kunci yang
menghubungkan mikrobiota usus, inflamasi, dan kerentanan terhadap COVID-

7
19.12 Untuk mengatasi kondisi disbiosis ini, salah satu cara yang paling sering
digunakan adalah dengan penggunaan probiotik.
PROBIOTIK
Definisi
Kata probiotik (dari bahasa latin pro dan bahasa yunani bios yang berarti
“untuk hidup”) pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Jerman bernama Werner
Kollath pada tahun 1953 untuk menggambarkan “substansi aktif yang esensial
untuk perkembangan hidup secara sehat”.36 Berdasarkan definisi WHO/FAO yang
saat ini dipergunakan, probiotik merupakan suplemen oral atau suatu produk
makanan yang mengandung sejumlah mikroorganisme yang hidup yang
dipergunakan untuk mengubah mikroflora dari host dan memiliki berpotensi
memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan host saat diberikan dalam
jumlah yang adekuat.37
Riwayat modern dari probiotik dimulai pada awal 1900an dengan penelitian yang
dipelopori oleh seorang ilmuwan Rusia, Elie Metchnikoff, yang bekerja pada
Institute Pasteur di Paris. Louis Pasteur mengidentifikasi mikroorganisme yang
bertanggungjawab untuk terjadinya proses fermentasi, sedangkan Metchnikoff
adalah yang pertama kali mencoba untuk mengetahui efek yang mungkin terjadi
akibat mikroba ini terhadap kesehatan manusia. Metchnikoff mencoba
menghubungkan umur panjang dari penduduk di daerah pinggiran Bulgaria
dengan kebiasaan mengkonsumsi produk-produk susu yang difermentasi seperti
yogurt. Penelitian tersebut dihubungkan dengan basilus Bulgaria yang ditemukan
oleh seorang dokter Bulgaria bernama Stamen Grigorov yang kemudian
memunculkan kemungkinan bahwa lactobacili melawan efek pembusukan dari
metabolisme gastrointestinal.36
Saat ini probiotik umumnya dikonsumsi sebagai preparat yang mengandung
bakteri dan kultur yang hidup seperti lactobacilli, lactococci atau bifidobacteria
yang telah diisolasi dari lingkungan alaminya. Daftar berbagai spesies bakteri
yang dipergunakan secara aktif sebagai probiotik dijabarkan dalam Tabel 1.38

8
Tabel 1. Daftar berbagai spesies probiotik.
Genera bakteri Species yang dipergunakan
Lactobacillus L. plantarum, L. paracasei, L. acidophilus, L.
casei, L. rhamnosus, L. crispatus, L.
gasseri, L. reuteri, L. bulgaricus
Propionibacterium P. jensenii, P. freudenreichii
Peptostreptococcus P. productus
Bacillus B. coagulans, B. subtilis, B. laterosporus
Lactococcus L. lactis, L. reuteri, L. rhamnosus, L. casei, L.
acidophilus, L. curvatus, L. plantarum
Enterococcus E. faecium
Pediococcus P. acidilactici, P. pentosaceus
Streptococcus S. sanguis, S. oralis, S. mitis, S. thermophilus,
S. salivarius
Bifidobacterium B. longum, B. catenulatum, B. breve, B.
animalis, B. bifidum
Bacteroides B. uniformis
Akkermansia A. muciniphila
Saccharomyces S. boulardii
Dikutip dari : George Kerry R, Patra JK, Gouda S, Park Y, Shin HS, Das G. Benefaction of
probiotics for human health: A review. J Food Drug Anal. 2018;26(3):927–39.

Mekanisme kerja probiotik


Efek dari probiotik terhadap host sangat beragam, heterogen, dan spesifik.
Efek probiotik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jalur aksi. (i) Probiotik
dapat memodulasi sistem pertahanan tubuh dari host baik sistem imun innate
maupun yang didapat. Jalur ini terutama menghasilkan diferensiasi sel-sel T-
regulator dan peningkatan respon terhadap stimulus dari sitokin-sitokin anti
inflamasi dan growth factor, seperti interleukin-10 dan transforming growth
factor. Jalur aksi ini paling penting dalam pencegahan dan terapi penyakit infeksi
dan juga untuk penanganan inflamasi kronis dari bagian-bagian saluran cerna. (ii)
Probiotik juga dapat memiliki efek langsung terhadap mikroorganisme patogen
melalui kompetisi dalam memperoleh nutrisi dan tempat perlekatan serta produksi

9
bakterosin dan musin. (iii) Memperbaiki fungsi sawar dari jaringan epitel saluran
cerna. (iv) Probiotik juga dapat memberikan efek pada organ-organ lain di dalam
tubuh melalui sistem imun, pengaturan fungsi endokrin dan neurologis, serta
produksi neurotransmitter (seperti γ-aminobutyric acid (GABA) atau serotonin).
(v) Kolonisasi dan normalisasi komunitas mikroba usus yang mengalami
gangguan. (vi) Modulasi aktifitas enzim feses yang berhubungan dengan
metabolisasi garam-garam empedu dan inaktifasi karsinogen dan xenobiotik
lainnya. (vii) Produksi short-chain fatty acid (SCFA) dan branched-chain fatty
acids (BCFA), yang kemudian memiliki dampak yang luas tidak hanya di saluran
cerna tetapi juga di jaringan perifer melalui interaksi dengan reseptor-reseptor
SCFA, terutama memodulasi sensitifitas insulin jaringan.
Semua jalur aksi probiotik yang sudah disebutkan diatas semuanya terlibat
dalam sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi infeksi, pencegahan kanker
dan dalam stabilisasi atau menyusun kembali keseimbangan fisiologis antara
mikrobiota usus dan host. Tetapi, harus ditekankan bahwa nampaknya tidak ada
satupun probiotik yang dapat memunculkan semua prinsip kerja probiotik diatas
secara sekaligus, setidaknya dalam ruang lingkup bahwa probiotik tersebut dapat
menjadi modalitas untuk pencegahan dan terapi dari semua penyakit yang ada.
Hal ini bergantung pada sifat-sifat metabolik yang dimiliki, jenis molekul
permukaan yang diekspresikan dan komponen yang dapat disekresikan oleh aksi-
aksi probiotik dari suatu strain probiotik tertentu.39–41

10
Gambar 5. Jalur aksi mekanisme kerja probiotik
Dikutip dari : Plaza-Diaz J, Ruiz-Ojeda FJ, Gil-Campos M, Gil A. Mechanisms of Action of
Probiotics. Adv Nutr. 2019;10:S49–66.

Probiotik dan Gastroenteritis viral


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada awal kemunculannya,
SARS-CoV-2 dianggap terjadi terutama lewat droplet respiratorik, namun dalam
perjalanannya kemudian diketahui bahwa saluran cerna juga berkontribusi pada
patogenesis dari COVID-19.42 Beberapa penelitian kemudian mengkofirmasi
terdeteksinya RNA dari SARS-CoV-2 dalam sampel yang diambil dari saluran
cerna dan feses pasien, dan dalam sistem pembuangan kotoran.5,43–45 Diketahui
kemudian bahwa coronavirus, termasuk SARS-CoV-2 dapat menginvasi enterosit,
yang kemudian bertindak sebagai suatu reservoir untuk virus ini.5,46 Bahkan
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Lin dkk (2020) dan Jink dkk (2020)
terhadap pasien-pasien di Tiongkok mengindikasikan bahwa gejala-gejala
gastrointestinal merupakan kondisi yang umum terjadi pada COVID-19, bahkan
berhubungan dengan beratnya penyakit.5,44
Mekanisme yang dapat menjelaskan keberhasilan klinis dari probiotik dalam
melawan gastroenteritis yang diakibatkan oleh virus adalah melalui mekanisme
langsung dan tidak langsung. Peningkatan sawar epitel usus, kompetisi dengan

11
patogen untuk nutrisi dan perlekatan dengan epitel usus, produksi substansi anti-
mikroba, modulasi sistem imun host, dan perubahan komposis mikrobiota usus
merupakan mekanisme-mekanisme yang dihasilkan oleh probiotik dalam
berinteraksi dengan virus yang menyerang sistem gastrointestinal.47,48 Suatu RCT
yang dilakukan oleh Saavedra dkk terhadap 55 bayi menunjukkan bahwa
suplementasi oral dengan kombinasi Bifidobacterium bifidum and Streptococcus
thermophilus mengurangi insidens diare dan shedding dari rotavirus.49 Hal ini
dapat mengindikasikan adanya gangguan pada masuknya virus kedalam sel
dan/atau inhibisi replikasi virus dalam usus. Selain itu, beberapa penelitian
menunjukkan efek yang menjanjikan dari probiotik saat diberikan pada infeksi
gastrointestinal yang diakibatkan oleh virus lainnya seperti norovirus, astrovirus
dan enterovirus.50–52 Laporan-laporan mengenai efek yang menjanjikan dari
probiotik dalam melawan infeksi virus pada sistem gastrointestinal membuat kita
memiliki pilihan alternatif dalam penangan pasien, meskipun demikian kita tetap
harus berhati-hati dalam memilih strain probiotik yang akan digunakan dan
sedapat mungkin memilih strain dengan kemungkinan paling kecil untuk terjadi
resistensi.48,53

Gambar 6. Mekanisme probiotik antivirus dalam menghadapi gastroenteritis viral.

12
Dikutip dari : Al Kassaa I. New insights on antiviral probiotics: From research to applications. In:
Al Kassaa I, editor. Antiviral Probiotics: A New Concept in Medical Sciences. 1st ed. Springer;
2016. p. 1–119.

Probiotik dan infeksi saluran nafas yang diakibatkan oleh virus


Virus merupakan agen etiologis pada lebih dari 90% infeksi saluran nafas
bagian atas dan infeksi saluran nafas seperti influenza berhubungan dengan
ketidakseimbangan dalam komunitas mikroba dari saluran nafas dan
gastrointestinal.54,55 Mikrobiom usus memiliki dampak yang penting pada respons
imun sistemik, dan respons imun pada lokasi mukosa yang jauh, termasuk
paru.56,57
Jalur mekanisme yang dipergunakan probiotik dalam melawan infeksi virus
pada sistem gastrointestinal secara langsung mungkin berperan dalam mengurangi
penyebaran coronavirus melalui usus, tetapi sediaan strain probiotik tidak dapat
diberikan secara langsung melalui saluran nafas, sehingga inhibisi langsung
mungkin sulit untuk terjadi pada sistem pernafasan. Meskipun demikian, paru
memiliki mikrobanya sendiri dan hubungan usus-paru telah digambarkan pada
beberapa penelitian sebelumnya dimana interaksi host-mikroba, mikroba-mikroba
dan imun dapat mempengaruhi perjalanan dari penyakit respiratorik. Modulasi
terhadap sistem imun merupakan jalur aksi yang dipergunakan oleh probiotik
untuk kondisi seperti ini. Penggunaan probiotik pada infeksi sistem pernafasan
akan mengaktifkan banyak sinyal untuk imunitas innate dan produksi antibodi
IgA dalam jaringan pernafasan 48,58
Strain probiotik meningkatkan level dari
interferon tipe I, meningkatkan jumlah dan aktifitas antigen, sel-sel NK, sel-sel T,
dan juga level dari antibodi sistemik dan mukosa yang spesifik dalam paru. 57,59,60
Adalah mungkin bahwa strain probiotik yang diberikan secara oral dapat
mempengaruhi lebih jauh aksis usus-paru ini, dimana beberapa dapat bermigrasi
dari usus ke lokasi yang jauh, seperti payudara untuk menangani mastitis.61
Bukti adanya aktifitas antivirus dari strain probiotic terhadap virus respiratorik
yang umum ditemukan, termasuk influenza, rhinovirus, dan virus syncytial
respiratorik berasal dari pengalaman klinis dan penelitian eksperimental. 60,62–64
Meta-analisis dan percobaan klinis merupakan metode yang dipergunakan untuk
mengevaluasi implikasi penggunaan probiotik pada infeksi saluran nafas. Suatu

13
meta-analisis yang dilakukan oleh Hao dkk (2011) terhadap 12 randomized
controlled trial (RCT) yang mengikutsertakan 3.720 orang dewasa dan anak-anak
melaporkan penurunan 2 kali lipat resiko terjadinya infeksi saluran nafas bagian
atas pada subyek yang menerima probiotik, dan penurunan yang sedikit namun
signifikan pada beratnya penyakit yang diderita.65 Pemberian bifidobacteria atau
lactobacili tertentu memiliki efek yang menguntungkan terhadap klirens virus
influenza dari saluran nafas.57,66 Suatu RCT, buta ganda, terkontrol dengan
placebo yang dilakukan oleh de Vrese dkk yang melibatkan 479 orang dewasa
menunjukkan bahwa Lactobacillus gasseri PA 16/8, Bifidobacterium longum SP
07/3, dan Bifidobacterium bifidum MF 20/5 yang diberikan bersama dengan
vitamin dan mineral menurunkan tidak hanya durasi dari episode common cold
namun juga jumlah hari dimana terjadinya demam.59 Dampak dari probiotik pada
pencegahan infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh virus yang
spesifik juga telah didokumentasikan. Suatu RCT yang dilakukan oleh Luoto dkk
(2014) dengan mengikutsertakan 94 bayi preterm menunjukkan bahwa campuran
galactooligosaccharide dan polydextrose prebiotic (1:1), atau probiotik
Lactobacillus rhamnosus GG yang diberikan antara hari ke-3 sampai hari ke-60
dapat menurunkan insidens infeksi saluran nafas yang secara klinis diakibatkan
oleh virus 2 sampai 3 kali lipat bila dibandingkan dengan placebo. 62 Insidens
episode-episode yang berhubungan dengan rhinovirus, yang mengakibatkan 80%
infeksi saluran nafas pada penelitian ini, juga sangat berkurang dengan pemberian
probiotik dan prebiotik. Infeksi saluran nafas influenza berkurang setelah
mengkonsumsi Lactobacillus brevis pada suatu penelitian open label terhadap
1.783 anak sekolah yang dilakukan oleh Waki dkk pada tahun 2014.63 Sejalan
dengan pandemi yang terjadi yang lebih mempengaruhi orang dewasa
dibandingkan dengan anak-anak, penemuan-penemuan positif ini juga
dikonfirmasi pada suatu RCT yang dilakukan oleh Namba dkk pada tahun 2014
dengan mengikutsertakan 27 orang lanjut usia yang menerima Bifidobacterium
longum atau plasebo.60 Penelitian-penelitian yang telah dilakukan ini dapat
membuka pemahaman dan menjadi bahan pertimbangan kita untuk menggunakan
probiotik dalam upaya untuk menahan laju perkembangan pandemi coronavirus.

14
Gambar 7. Mekanisme probiotik antivirus dalam menghadapi virus di saluran
nafas.
Dikutip dari : Al Kassaa I. New insights on antiviral probiotics: From research to applications. In:
Al Kassaa I, editor. Antiviral Probiotics: A New Concept in Medical Sciences. 1st ed. Springer;
2016. p. 1–119.

PROBIOTIK DALAM PENANGANAN COVID-19


Disbiosis yang terjadi dapat mengubah fungsi imun yang terjadi selanjutnya
dan merupakan predisposisi terhadap terjadinya infeksi bakterial sekunder. Seperti
yang diindikasikan oleh laporan dari hasil penelitian Gou dkk (2020), Gao (2020)
dkk, dan Di Piero dkk (2020) bahwa COVID-19 mungkin berhubungan dengan
disbiosis intestinal yang kemudian menyebabkan inflamasi dan respons yang lebih
buruk terhadap patogen, membuka kemungkinan bagi penggunaan suatu strain
probiotik dalam mengembalikan homeostasis usus.12,67–69
Probiotik memodifikasi keseimbangan yang dinamis antara sitokin-sitokin
proinflamasi dan immunoregulatorik yang memperbolehkan terjadinya klirens
virus dan bersamaan dengan itu meminimalisir kerusakan pada paru yang
dimediasi oleh respons imun. Hal ini mungkin relevan dalam mencegah terjadinya
ARDS, suatu komplikasi utama dari COVID-19. Suatu RCT yang dilakukan oleh

15
Chong dkk pada tahun 2019 yang menggunakan Lactobacillus plantarum DR7
menunjukkan supresi sitokin pro-inflamasi plasma (IFN-γ, TNF-α) pada orang
dewasa usia menengah, dan peningkatan sitokin anti inflamasi (IL-4, IL-10) pada
orang dewasa muda, bersama dengan penurunan level peroksidase plasma dan
stres oksidatif.70 Lebih jauh lagi, pasien-pasien yang sekarat dapat diakibatkan
infeksi bakterial sekunder. Penelitian terbaru pada tikus yang dilakukan oleh
Shoaib dkk pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa pemberian secara oral dari
Lactobacillus acidophilus CMCC878, dimulai 24 jam setelah dilakukan inokulasi
pulmonal dengan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus akan
menurunkan jumlah bakteri dalam paru, penurunan kerusakan paru dan inflamasi
sistemik.71 Dengan memperhatikan bahwa cytokine storm yang nampaknya terjadi
pada banyak pasien COVID-19, tipe modulasi ini mungkin terbukti sangat
penting. Cara dimana strain probiotik yang diberikan secara oral berkontribusi
pada peristiwa ini nampaknya melibatkan respons imun yang terpancar dari
saluran cerna, suatu titik fokal dari pertahanan tubuh seseorang. Karena itu, strain
probiotik yang terdokumentasi meningkatkan integritas tight junctions, contohnya
melalui peningkatan butirat, suatu bahan bakar bagi kolonosit yang secara teori
dapat menghambat invasi SARS-Cov-2 dapat dipergunakan pada penanganan
COVID-19.64
Meskipun belum ada efek mekanisme ini yang telah diuji secara langsung pada
virus SARS-CoV-2 yang baru, hal ini janganlah membuat kita menghindari
pendekatan dengan menggunakan probiotik, khususnya saat efek dari probiotik
melawan strain coronavirus lainnya juga telah dilaporkan.72–75

16
Gambar 8. Skema peran mikrobiota usus dalam modulasi respons imun terhadap
COVID-19
Dikutip dari : Dhar D, Mohanty A. Gut microbiota and Covid-19- possible link and implications.
Virus Res. 2020;285:198018.

RINGKASAN
Saat ini dunia sedang dilanda pandemi yang diakibatkan oleh COVID-19.
Jumlah kasus baru dan kematian yang dilaporkan setiap hari di seluruh dunia terus
bertambah. Belum adanya konsensus penanganan yang berlaku secara umum serta
vaksin yang masih dalam pengembangan membuat pencarian cara alternatif dalam
membantu mempercepat penyembuhan maupun pencegahan akibat yang mungkin
ditimbulkan oleh infeksi COVID-19 terus dilakukan. Salah satu cara alternatif
tersebut adalah probiotik, baik untuk terapi maupun pendamping terapi serta
suplemen dalam pencegahan infeksi COVID-19. Sejauh ini belum ada laporan
yang secara gamblang menyatakan efek langsung pada SARS-CoV-2 dan
COVID-19 yang diakibatkannya. Semua upaya untuk mencari hubungan antara
probiotik dan COVID-19 didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah membuktikan hubungan antara probiotik dengan virus secara umum maupun
betacoronavirus lainnya. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti kita dapat
mengabaikan peranan probiotik dalam menghadapi pandemi ini, karena saat ini
kita telah mengetahui bahwa dampak dari COVID-19 sangat kompleks yang

17
melibatkan berbagai sistem-sistem di dalam tubuh manusia yang harus dibuktikan
sampai dimana peranan probiotik sesungguhnya.

SUMMARY
At present the world is being hit by a pandemic caused by COVID-19. The
number of new cases and deaths reported every day throughout the world
continues to grow. The lack of consensus in general handling and vaccines that
are still under development makes the search for alternative ways to help speed
up healing and prevent the consequences that might be caused by COVID-19
infection. One of the alternatives is probiotics, both for therapy and companion
therapy and supplements for the prevention of COVID-19 infection. So far there
have been no reports that clearly state the direct effect on SARS-CoV-2 and
COVID-19 caused. All attempts to find a relationship between probiotics and
COVID-19 are based on previous studies that have proven the relationship
between probiotics and viruses in general and other betacoronaviruses. However,
this does not mean that we can ignore the role of probiotics in dealing with this
pandemic, because we now know that the impact of COVID-19 is very complex
involving various systems in the human body that must be proven to what the
actual role of probiotics is.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun.
2020;109(102433):1–4.
2. Ren LL, Wang YM, Wu ZQ, Xiang ZC, Guo L, Xu T, et al. Identification of
a novel coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive study.
Chin Med J (Engl). 2020;No:4–13.

18
3. Acter T, Uddin N, Das J, Akhter A, Choudhury TR, Kim S. Evolution of
severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) as
coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic: A global health emergency.
Sci Total Environ. 2020;730(138996):1–19.
4. Pan L, Mu M, Yang P, Sun Y, Wang R, Yan J, et al. Clinical Characteristics
of COVID-19 Patients With Digestive Symptoms in Hubei, China. Am J
Gastroenterol. 2020;115:766–73.
5. Lin L, Jiang X, Zhang Z, Huang S, Zhang Z, Fang Z, et al. Gastrointestinal
symptoms of 95 cases with SARS-CoV-2 infection. Gut. 2020;69:997–1001.
6. Schmulson M, Dávalos F, Berumen J. Beware: Gastrointestinal symptoms
can be a manifestation of COVID-19. Rev Gastroenterol México (English Ed.
2020;633:1–6.
7. Yan R, Zhang Y, Li Y, Xia L, Guo Y, Zhou Q. Structural basis for the
recognition of SARS-CoV-2 by full-length human ACE2. Science (80- ).
2020;367(6485):1444–8.
8. Gheblawi M, Wang K, Viveiros A, Nguyen Q, Zhong J-C, Turner AJ, et al.
Angiotensin Converting Enzyme 2: SARS-CoV-2 Receptor and Regulator of
the Renin-Angiotensin System. Circ Res. 2020;126:1456–74.
9. Hashimoto T, Perlot T, Rehman A, Trichereau J, Ishiguro H, Paolino M, et al.
ACE2 links amino acid malnutrition to microbial ecology and intestinal
inflammation. Nature. 2012;487(7408):477–81.
10. Zhang H, Kang Z, Gong H, Xu D, Wang J, Li Z, et al. The digestive system is
a potential route of 2019-nCov infection: a bioinformatics analysis based on
single-cell transcriptomes. bioRxiv. 2020;1–26.
11. Cole-Jeffrey CT, Liu M, Katovich MJ, Raizada MK, Shenoy V. ACE2 and
Microbiota : Emerging Targets for Cardiopulmonary Disease Therapy. J
Cardiovasc Pharmacol. 2015 Dec;66(6):540–50.
12. Gou W, Fu Y, Yue L, Chen G, Cai X, Shuai M, et al. Gut microbiota may
underlie the predisposition of healthy individuals to COVID-19. medRxiv.
2020;1–44.
13. Worldometer. COVID-19 CORONAVIRUS PANDEMIC [Internet]. 2020
[cited 2020 May 20]. Available from:

19
https://www.worldometers.info/coronavirus/
14. Johns Hopkins University, Center for Systems Science and Engineering.
Coronavirus COVID-19 (2019-nCoV) global cases. [Internet]. 2020 [cited
2020 May 20]. Available from:
https://www.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299
423467b48e9ecf6
15. De Wit E, Van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS:
Recent insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol.
2016;14(8):523–34.
16. Holshue ML, DeBolt C, Lindquist S, Lofy KH, Wiesman J, Bruce H, et al.
First case of 2019 novel coronavirus in the United States. N Engl J Med.
2020;382(10):929–36.
17. Musa S. Hepatic and gastrointestinal involvement in coronavirus disease
2019 (COVID-19): What do we know till now? Arab J Gastroenterol. 2020
Mar;21(1):3–8.
18. Wong SH, Lui RNS, Sung JJY. Covid-19 and the digestive system. J
Gastroenterol Hepatol. 2020;35:744–8.
19. Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for
Gastrointestinal Infection of SARS-CoV-2. Gastroenterology.
2020;158(6):1831-1833.e3.
20. Chan KH, Poon LLLM, Cheng VCC, Guan Y, Hung IFN, Kong J, et al.
Detection of SARS Coronavirus in Patients with Suspected SARS. Emerg
Infect Dis. 2004;10(2):294–9.
21. Hoffmann M, Kleine-Weber H, Schroeder S, Krüger N, Herrler T, Erichsen
S, et al. SARS-CoV-2 Cell Entry Depends on ACE2 and TMPRSS2 and Is
Blocked by a Clinically Proven Protease Inhibitor. Cell. 2020;181(2):271-
280.e8.
22. Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu H, et al. Genomic characterisation
and epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins
and receptor binding. Lancet. 2020;395(10224):565–74.
23. Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19 infection:
Origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses. J Adv Res.

20
2020;24:91–8.
24. Riiser A. The human microbiome, asthma, and allergy. Allergy, Asthma Clin
Immunol. 2015;11(1):1–7.
25. Ramezani A, Raj DS. The gut microbiome, kidney disease, and targeted
interventions. J Am Soc Nephrol. 2014;25(4):657–70.
26. Power SE, O’Toole PW, Stanton C, Ross RP, Fitzgerald GF. Intestinal
microbiota, diet and health. Br J Nutr. 2014;111(3):387–402.
27. Yatsunenko T, Rey FE, Manary MJ, Trehan I, Dominguez-Bello MG,
Contreras M, et al. Human gut microbiome viewed across age and geography.
Nature. 2012;486(7402):222–7.
28. Roswall J, Peng Y, Feng Q, Jia H, Kovatcheva-datchary P. Dynamics and
Stabilization of the Human Gut Microbiome during the First Year of Life
Resource Dynamics and Stabilization of the Human Gut Microbiome during
the First Year of Life. 2015;690–703.
29. Qin J, Li R, Raes J, Arumugam M, Burgdorf S, Manichanh C, et al. Europe
PMC Funders Group Europe PMC Funders Author Manuscripts A human gut
microbial gene catalog established by metagenomic sequencing. Nature.
2010;464(7285):59–65.
30. Rinninella E, Raoul P, Cintoni M, Franceschi F, Miggiano GAD, Gasbarrini
A, et al. What is the healthy gut microbiota composition? A changing
ecosystem across age, environment, diet, and diseases. Microorganisms.
2019;7(1):1–22.
31. Sekirov I, Russell SL, Caetano M Antunes L, Finlay BB. Gut microbiota in
health and disease. Physiol Rev. 2010;90(3):859–904.
32. Pascal M, Perez-Gordo M, Caballero T, Escribese MM, Lopez Longo MN,
Luengo O, et al. Microbiome and allergic diseases. Front Immunol.
2018;9(1584):1–11.
33. Appanna VD. Dysbiosis, Probiotics, and Prebiotics: In Diseases and Health.
In: Appanna VD, editor. Human Microbes - The Power Within. 1st ed.
Singapore: Springer; 2018. p. 81–122.
34. Frank DN, St. Amand AL, Feldman RA, Boedeker EC, Harpaz N, Pace NR.
Molecular-phylogenetic characterization of microbial community imbalances

21
in human inflammatory bowel diseases. Proc Natl Acad Sci U S A.
2007;104(34):13780–5.
35. Wang WL, Xu SY, Ren ZG, Tao L, Jiang JW, Zheng S Sen. Application of
metagenomics in the human gut microbiome. World J Gastroenterol.
2015;21(3):803–14.
36. Gasbarrini G, Bonvicini F, Gramenzi A. Probiotics History. J Clin
Gastroenterol. 2016;50:S116–9.
37. Joint FAO/WHO Working Group Report on Drafting Guidelines for the
Evaluation of Probiotics in Food. Guidelines for the Evaluation of Probiotics
in Food. London Ontario, Canada; 2002.
38. George Kerry R, Patra JK, Gouda S, Park Y, Shin HS, Das G. Benefaction of
probiotics for human health: A review. J Food Drug Anal. 2018;26(3):927–
39.
39. Oelschlaeger TA. Mechanisms of probiotic actions - A review. Int J Med
Microbiol. 2010;300(1):57–62.
40. Sánchez B, Delgado S, Blanco-Míguez A, Lourenço A, Gueimonde M,
Margolles A. Probiotics, gut microbiota, and their influence on host health
and disease. Mol Nutr Food Res. 2017;61(1):1–15.
41. Plaza-Diaz J, Ruiz-Ojeda FJ, Gil-Campos M, Gil A. Mechanisms of Action
of Probiotics. Adv Nutr. 2019;10:S49–66.
42. Ng SC, Tilg H. COVID-19 and the gastrointestinal tract: more than meets the
eye. Gut. 2020 Jun;69(6):973–4.
43. Pan Y, Zhang D, Yang P, Poon LLM, Wang Q. Viral load of SARS-CoV-2 in
clinical samples. Lancet Infect Dis. 2020 Apr;20(4):411–2.
44. Jin X, Lian JS, Hu JH, Gao J, Zheng L, Zhang YM, et al. Epidemiological,
clinical and virological characteristics of 74 cases of coronavirus-infected
disease 2019 (COVID-19) with gastrointestinal symptoms. Gut. 2020;1–8.
45. FQ W, A X, Zhang Jb, XQ G. SARS-CoV-2 titers in wastewater are higher
than expected from clinically confirmed cases Authors: Block Caving – A
Viable Altern. 2020;21(1):1–9.
46. Feng Z, Wang Y, Qi W. The small intestine, an underestimated site of SARS-
CoV-2 infection: from Red Queen effect to probiotics. Preprints. 2020;1–18.

22
47. Bermudez-Brito M, Plaza-Díaz J, Muñoz-Quezada S, Gómez-Llorente C, Gil
A. Probiotic mechanisms of action. Ann Nutr Metab. 2012;61(2):160–74.
48. Al Kassaa I. New insights on antiviral probiotics: From research to
applications. In: Al Kassaa I, editor. Antiviral Probiotics: A New Concept in
Medical Sciences. 1st ed. Springer; 2016. p. 1–119.
49. Saavedra JM, Bauman NA, Perman JA, Yolken RH, Saavedra JM, Bauman
NA, et al. Feeding of Bifidobacterium bifidum and Streptococcus
thermophilus to infants in hospital for prevention of diarrhoea and shedding
of rotavirus. Lancet. 1994;344(8929):1046–9.
50. Karst SM, Wobus CE, Goodfellow IG, Green KY, Virgin HW. Advances in
Norovirus Biology. Cell Host Microbe. 2014 Jun;15(6):668–80.
51. Bosch A, Pintó RM, Guix S. Human astroviruses. Clin Microbiol Rev.
2014;27(4):1048–74.
52. Wang SM, Liu CC. Update of enterovirus 71 infection: Epidemiology,
pathogenesis and vaccine. Expert Rev Anti Infect Ther. 2014;12(4):447–56.
53. Sharma P, Tomar SK, Goswami P, Sangwan V, Singh R. Antibiotic
resistance among commercially available probiotics. Food Res Int.
2014;57:176–95.
54. Sencio V, Barthelemy A, Tavares LP, Machado MG, Soulard D, Cuinat C, et
al. Gut Dysbiosis during Influenza Contributes to Pulmonary Pneumococcal
Superinfection through Altered Short-Chain Fatty Acid Production. Cell Rep.
2020;30(9):2934-2947.e6.
55. Hanada S, Pirzadeh M, Carver KY, Deng JC. Respiratory viral infection-
induced microbiome alterations and secondary bacterial pneumonia. Front
Immunol. 2018;9:1–15.
56. Abt MC, Osborne LC, Monticelli LA, Doering TA, Alenghat T, Sonnenberg
GF, et al. Commensal Bacteria Calibrate the Activation Threshold of Innate
Antiviral Immunity. Immunity. 2012;37(1):158–70.
57. Zelaya H, Alvarez S, Kitazawa H, Villena J. Respiratory antiviral immunity
and immunobiotics: Beneficial effects on inflammation-coagulation
interaction during influenza virus infection. Front Immunol. 2016;7(633):1–
16.

23
58. Enaud R, Prevel R, Ciarlo E, Beaufils F, Wieërs G, Guery B, et al. The Gut-
Lung Axis in Health and Respiratory Diseases: A Place for Inter-Organ and
Inter-Kingdom Crosstalks. Front Cell Infect Microbiol. 2020;10(9):1–11.
59. de Vrese M, Winkler P, Rautenberg P, Harder T, Noah C, Laue C, et al.
Effect of Lactobacillus gasseri PA 16/8, Bifidobacterium longum SP 07/3, B.
bifidum MF 20/5 on common cold episodes: A double blind, randomized,
controlled trial. Clin Nutr. 2005;24(4):481–91.
60. Namba K, Hatano M, Yaeshima T, Takase M, Suzuki K. Effects of
bifidobacterium longum BB536 administration on influenza infection,
influenza vaccine antibody titer, and cell-mediated immunity in the elderly.
Biosci Biotechnol Biochem. 2010;74(5):939–45.
61. Arroyo R, Martín V, Maldonado A, Jiménez E, Fernández L, Rodríguez JM.
Treatment of Infectious Mastitis during Lactation: Antibiotics versus Oral
Administration of Lactobacilli Isolated from Breast Milk. Clin Infect Dis.
2010;50(12):1551–8.
62. Luoto R, Ruuskanen O, Waris M, Kalliomäki M, Salminen S, Isolauri E.
Prebiotic and probiotic supplementation prevents rhinovirus infections in
preterm infants: A randomized, placebo-controlled trial. J Allergy Clin
Immunol. 2014;133(2):405–13.
63. Waki N, Matsumoto M, Fukui Y, Suganuma H. Effects of probiotic
Lactobacillus brevis KB290 on incidence of influenza infection among
schoolchildren: An open-label pilot study. Lett Appl Microbiol.
2014;59(6):565–71.
64. Turner RB, Woodfolk JA, Borish L, Steinke JW, Patrie JT, Muehling LM, et
al. Effect of probiotic on innate inflammatory response and viral shedding in
experimental rhinovirus infection – a randomised controlled trial. Benef
Microbes. 2017 Apr 26;8(2):207–15.
65. Hao Q, Lu Z, Dong BR, Huang CQ, Wu T. Probiotics for preventing acute
upper respiratory tract infections. Dong BR, editor. Cochrane Database Syst
Rev. 2011 Sep 7;2015(9):1–64.
66. Ichinohe T, Pang IK, Kumamoto Y, Peaper DR, Ho JH, Murray TS, et al.
Microbiota regulates immune defense against respiratory tract influenza a

24
virus infection. Proc Natl Acad Sci U S A. 2011;108(13):5354–9.
67. Gao QY, Chen YX, Fang JY. 2019 Novel coronavirus infection and
gastrointestinal tract. J Dig Dis. 2020;21(3):125–6.
68. Di Pierro F. A possible probiotic (S. salivarius K12) approach to improve oral
and lung microbiotas and raise defenses against SARS-CoV-2. Minerva Med.
2020;111(0):24–6.
69. Dhar D, Mohanty A. Gut microbiota and Covid-19- possible link and
implications. Virus Res. 2020;285:1–19.
70. Chong HX, Yusoff NAA, Hor YY, Lew LC, Jaafar MH, Choi SB, et al.
Lactobacillus plantarum DR7 improved upper respiratory tract infections via
enhancing immune and inflammatory parameters: A randomized, double-
blind, placebo-controlled study. J Dairy Sci. 2019;102(6):4783–97.
71. Shoaib A, Xin L, Xin Y. Oral administration of Lactobacillus acidophilus
alleviates exacerbations in Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus
aureus pulmonary infections. Pak J Pharm Sci. 2019;32(4):1621–30.
72. J RK V., Seo BJ, Mun MR, Kim CJ, Lee I, Kim H, et al. Putative probiotic
Lactobacillus spp. from porcine gastrointestinal tract inhibit transmissible
gastroenteritis coronavirus and enteric bacterial pathogens. Trop Anim Health
Prod. 2010;42(8):1855–60.
73. Liu Y, Liu Q, Jiang YL, Yang WT, Huang H Bin, Shi CW, et al. Surface-
Displayed Porcine IFN-λ3 in Lactobacillus plantarum Inhibits Porcine Enteric
Coronavirus Infection of Porcine Intestinal Epithelial Cells. J Microbiol
Biotechnol. 2020;30(4):515–25.
74. Wang K, Ran L, Yan T, Niu Z, Kan Z, Zhang Y, et al. Anti-TGEV Miller
Strain Infection Effect of Lactobacillus plantarum Supernatant Based on the
JAK-STAT1 Signaling Pathway. Front Microbiol. 2019;10(November):1–12.
75. Chai W, Burwinkel M, Wang Z, Palissa C, Esch B, Twardziok S, et al.
Antiviral effects of a probiotic Enterococcus faecium strain against
transmissible gastroenteritis coronavirus. Arch Virol. 2013;158(4):799–807.

25

Anda mungkin juga menyukai