Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN II

BBLR (BERAT BADAN LAHIR RENDAH)

DI RUANG DAHLIA RSUD DR. MOHAMMAD SALEH

Disusun Oleh :

Fatimah Nurul Qudsiyah (14201.11.19010)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG

PAJARAKAN-PROBOLINGGO

2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

BBLR (BERAT BADAN LAHIR RENDAH)

Nama : Fatimah Nurul Qudsiyah

NIM : 14201.11.19010

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Semester : V (Lima)

Laporan pendahuluan disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa

Fatimah Nurul QUdsiyah

Pembimbing Praktik/CI Pembimbing Akademik

____________________ _____________________

Mengetahui,

Kepala Ruangan

____________________
LAPORAN PENDAHULUAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Sirkulasi peredaran darah


Sirkulasi darah janin selama dalam kandungan tidak sama dengan sirkulasi
darah setelah lahir atau pada orang dewasa, karena paru janin belum berkembang
sehingga oksigen diambil melalui perantaraan plasenta. Plasenta merupakan
jaringan dinding rahim dengan jonjot-jonjot yang mengandung banyak pembuluh
darah, merupakan tempat pertukaran zat dimana zat yang diperlukan diambil dari
darah ibu dan yang tidak berguna dikeluarkan. Plasenta terbentuk pada minggu ke 8
kehamilan dan merupakan bagian konsepsi yang menempel pada endometrium
uterus serta terikat kuat sampai bayi lahir. Fungsi plasenta antara lain: menyediakan
makanan untuk janin yang diambil dari darah ibu, bekerja sebagai paru janin
dengan menyediakan oksigen darah janin, menyingkirkan sisa pembakaran dari
janin serta sebagai penghalang mikroorganisme penyebab penyakit yang akan
masuk ke dalam tubuh janin.
Sistem sirkulasi darah janin meliputi vena umbilikalis, duktus venosus arantii,
foramen ovale, duktus arteriosus botalli, dan arteri umbilikalis. Vena umbilikalis
yaitu pembuluh darah yang membawa darah dari plasenta ke peredaran darah janin,
darah yang dibawanya banyak mengandung nutrisi dan oksigen. Duktus venosus
arantii, pembuluh darah yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena cava
inferior. Foramen ovale yaitu suatu lubang antara atrium kanan dan kiri, lubang ini
akan tertutup setelah janin lahir. Duktus arteriosus botalli yaitu pembuluh darah
yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta. Sedangkan arteri umbilikalis
yaitu pembuluh darah yang membawa darah janin ke plasenta. Kedua arteri dan
vena umbilikalis terbungkus dalam suatu saluran yang disebut duktus umbilikalis
(tali pusat).
Perjalanan sirkulasi janin bersifat pararel yang artinya sirkulasi paru dan
sirkulasi sistemik berjalan sendiri-sendiri dan antara keduanya dihubungkan oleh
pirau intrakardiak dan ekstrakardiak. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi,
dan ekskresi, janin memerlukan sirkulasi yang berbeda dengan sirkulasi
ekstrauterin. Kondisi ini berbeda dengan sirkulasi bayi, dimana sirkulasi paru dan
sirkulasi sistemik berjalan secara seri.
Pada janin sirkulasi darah dengan oksigen relatif yang cukup (pO2=30
mmHg) mengalir dari plasenta melalui vena umbilikalis (Gambar 2). Separuh
jumlah darah ini mengalir ke hati, dan melalui vena hepatika ke vena cava inferior,
sedangkan sisanya melalui ductus venosus langsung (memintas hati) ke vena cava
inferior, yang juga menerima darah dari tubuh bagian bawah. Sebagian besar darah
dari vena cava inferior mengalir ke dalam atrium kiri melalui formen ovale,
selanjutnya ke ventrikel kiri yang kemudian dipompa memasuki aorta asendens dan
sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan sirkulasi koroner mendapat
darah dengan pO2 yang cukup.
Sebagian kecil darah dari vena cava inferior memasuki ventrikel kanan
melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin
mengandung O2 sangat rendah (pO2 = 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui
vena cava superior, dan bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju
ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah dari
ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus
menuju aorta desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah
dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh
sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing, dan juga ke plasenta melalui arteri
umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna.
Dari gambaran sirkulasi tersebut, aorta asendens menerima darah yang jauh
lebih sedikit daripada aorta desendens yang selain menerima darah dari aorta
asendens juga dari duktus arteriosus. Kondisi ini membuat istmus aorta janin
sempit dan melebar setelah lahir ketika duktus menutup. Diameter duktus arteriosus
pada janin sama dengan diameter aorta dan tekanan arteri pulmonalis juga sama
dengan tekanan aorta. Tahanan vaskuler pulmoner masih tinggi oleh karena
konstruksi otot arteri pulmonalis. Dimensi aorta dan arteri pulmonalis dipengaruhi
oleh aliran darah ke kedua pembuluh ini. Pada kelainan dengan hambatan aliran ke
arteri pulmonalis, seluruh curah jantung akan menuju aorta asendens hingga
penyempitan istmus tidak terjadi. Sebaliknya, apabila aliran ke aorta asendens
terhambat, misalnya pada stenosis aorta, maka arteri pulmonalis berdilatasi dan
terjadi hipoplasia aorta asendens serta istmus aorta.

Sirkulasi janin memiliki karakteristik berupa sistem bertekan rendah. Karena


tali pusat di klem, sistem bertekana rendah yang ada pada unit-unit plasenta
terputus. Sistem sirkulasi bayi baru lahir sekarang merupakan sistem sirkulasi
tertutup, bertekanan tinggi dan berdiri sendiri. Efek yang terjadi setelah tali pusat di
klem adalah peningkatan tatanan pembuluh darah sistematik. Peningkatan SVR ini
terjadi pada waktu yang bersamaan dengan tarikan nafas pertama bayi baru lahir.

Oksigen dari nafas pertama tersebut menyebabkan sistem pembuluh darah paru
relaksasi dan terbuka, sehingga paru bertekanan rendah. Kombinasi tekana yang
meningkat dalam sirkulasisistemik, tetapi menurun pada sirkulasi paru
menyebabkan perubahan tekanan aliran darah di sisi kiri jantung menyebabkan
penutupan foramen ovale. Vena umbilicus, duktus venosus dan arteri hipogastrika
dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa menit setelah lahir dan
setelah tali pusat di klem. Penutupan anatomi jaringan berlangsung dalam 2-3
bulan.
Dengan demikian sisa ductus arteriosus Botalli menjadi ligamentum
anteriosum, duktus venosus arantii menjadi ligamentum teres hepatis dan kedua
arteri umbilicalis menjadi ligamentum vesico umbilicale laterale kiri dan kanan.

b. Pernapasan

Fenomena yang menstimulasi neonatus untuk mengambil napas pertama


kali hanya dipahami sebagian. Namun, dapat dijelaskan awal mula adanya
pernapasan, yaitu adanya 2 factor yang berperan pada rangsangan napas pertama
bayi, yaitu :

1) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan isik lingkungan luar rahim yang
merangsang pusat pernapasan di otak. Adapun rangsangan isik lingkungan luar
rahim yaitu udara dingin, gaya gravitasi, nyeri, cahaya, dan suara.
2) Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru- paru selama
persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru secara
mekanis. Interaksi antara sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan susunan sara
pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan yang
diperlukan untuk kehidupan. Jadi, semua sistem-sistem tersebut harus berfungsi
secara normal.

c. Pengaturan Suhu

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh mereka, sehingga akan
mengalami stress karena adanya perubahan-perubahan lingkungan. Bayi baru lahir
memiliki kecenderungan menjadi cepat stress karena perubahan suhu lingkungan.
Dimana suhu dalam uterus berluktuasi sedikit, janin tidak perlu mengatur suhu.
Suhu janin biasanya lebih tinggi dari 0,6 dari pada suhu ibu.
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui 4 mekanisme, yaitu :

1) Konveksi

Kehilangan panas tubuh yang terjadi saat terjadi saat bayi terpapar udara
sekitar yang lebih dingin. Contoh bayi yang dilahirkan di ruangan yang dingin,
bayi terkena hembusan kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan.

2) Konduksi

Kehilangan panas tubuh melalui kontak lagsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakan di atas benda-benda
tersebut.

3) Radiasi

Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda


yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi
kehilangan panas dengan cara ini karena benda- benda tersebut menyerap
radiasi panas tubuh bayi.
4) Evaporasi

Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada


permukaan tubuh oleh tubuh bayi sendiri karena setelah lahir tubuh bayi tidak
segera dikeringkan.

d. Kelenjar Endokrin

Kelenjar Endokrin adalah kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu sebab
sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu saluran tetapi
langsung masuk ke dalam darah yang beredar di dalam jaringan kaalenjar. Sistem
endokrin pada neonatus ekstra uterin jelas berbeda daripada ketika berada dalam
kandungan. Dimana ketika janin masih berada didalam kandungan, bayi masih
mendapatkan segala kebutuhannya daari plasenta meskipun dalam kandungan
mulai terbentuk organ-organ bagi aktivitas hidup.

Selain lahir ada beberapa kelenjar yang mengalami adaptasiagar mampu


bekerja misalnya :

1) Kelenjar Tiroid

Segera setelah lahir, kelenjar tiroid mengalami perubahan-perubahan besar


fungsi dan metabolismenya. Pendinginan atmosfer membangkitkan
peningkatan mendadak dan jelas sekresi tirotropsin, yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan progresif kadar tiroksin serum maksimal 24-26
minggu setelah lahir.

2) Kelenjar Timus

Pada bayi baru lahir ukurannya masih sangat kecil dan beratnya kira- kira 10
gram atau sedikit ukurannya bertambah dan pada masa remaja beratnya
meningkat 30-40 gram kemudian mengerut lagi.

e. Persyarafan

Aktivitas motorik spontan dapat muncul dalam bentuk tremor sementara di


mulut dan dagu terutama waktu menangis dan pada ekstremitas terutama pada
lengan dan tangan.

Beberapa gerak releks yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir
normal :

1) Menelan

Beri bayi minum, menelan biasanya disertai menghisap dan mendapat cairan.
Menelan biasanya diatur oleh mengisap dan biasabya terjadi tanpa tersendak,
batuk atau muntah.

2) Menggenggam telapak tangan

Tempatkan jari pada telapak tangan, jari-jari menggenggam jari-jari


pemeriksa, jari kaki menekuk ke bawah.

3) Menjulurkan Lidah

Sentuh atau tekan lidah, BBL menjulurkan lidah keluar. Reaksi ini akan hilang
pada usia sekitar 4 bulan.

4) Glabelar

Ketuk dahi, batang hidung, atau maksila BBL yang matanya sedang terbuka.
BBL akan mengejapkan matanya pada 4-5 ketukan pertama. Kedipan yang
terus-menerus pada ketukan berulang menunjukan adanya gangguan
ekstrapiramidal

5) Leher tonik

Pada saat bayi dalaam keadaan tertidur, dengan cepat putar kepala ke arah satu
sisi. Jika bayi menghadap ke kiri, lengan dan kaki pada sisi itu akan lurus,
sedangkan lengan dan tungkainya akan berada dalam posisi fleksi.

6) Moro

Tempatkan bayi pada permukaan rata, hentakan permukaan unutk


mengejutkan bayi. Abduksi dan ekstensi simetris lengan, jari-jari mengembang
seperti kipas dan membentuk huru C denagnibi jari dan jari telunjuknmungkin
terlihat adanya sedikit tremor, lengan teraduksi dalam gerakan memeluk dan
kembali dalam posisi leksi dan gerakan yang rileks.

7) Melangkah dan berjalan

Pegang bayi secara vertikal, biarkan salah satu kaki menyentuh permukaan
meja. Bayi akan melakukan gerakan seperti berjalan, kaki akan bergantian
fleksi dan ekstensi, bayi aterm akan berjalan dengan ujungjari-jarinya.

8) Merangkak

Baringkan bayi baru lahir diatas perutnya (temgkurap). Bayi baru lahir akan
melakukan gerakan merangkak dengan menggunakan tangan dan tungkainya.

9) Terkejut

Suara keras dari tepukan tangan yang nyaring akan menimbulkan respons,
lengan melakukan gerakan abduksi disertai fleksi pada siku, tangan tetap
menggenggam.

10) Tanda babinsky (telapak kaki)

Pada telapak kaki, dimulai pada tumit, goressisi lateral telapak ke arah atas
kemudian gerakan jari sepanjang telapak kaki. Semua jari kaki hiperekstensi
dengan ibu jari dorsileksi.

11) Respons tambahan (menguap, meregang, sendawa, cekukan, bersin- bersin).

Merupakan perilaku spontan, yang dapat sedikit berkurang akinat analgesia


atau anestesi pada ibu, hipoksia janin atau infeksi.

f. Imunologi

Sel-sel yang menyuplai imunitas bayi berkembang pada awal kehidupan


janin. Namun sel-sel ini tidak aktif selama beberapa bulan pertama. Oleh selama
tiga bulan pertama kehidupannya, bayi dilindungi kekebalan pasif yang diterima
dari ibu. Barier alami seperti keasaman lambung atau produksi pepsin dan tripsin,
yang tetap mempertahankan kesterilan usus halus, belum berkembang dengan baik
sampai tiga atau empat minngu. IgA pelindung membran lenyap dari traktus napas
dan traktus urinarius. IgA ini juga tidak terlihat pada traktus gastrointestinal,
kecuali jika bayi diberi ASI. Bayi mulai menyitensis IgG dan mencapai sekitar
40% kadar IgG orang dewasa pada usia satu tahun. Bayi yang menyusui mendapat
kekebalan pasi dari kolostrum dan ASI. Tingkat proteksi bervariasi tergantung
pada usia dan kematangan bayi serta imunitas yang dimiliki ibu.
II. DEFINISI BBLR
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang saat
dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa gestasi.
(Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO) semua bayi
yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low
Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
BBLR dapat disebabkan kelahiran prematur atau gangguan dalam rahim atau
kombinasi patologis dari keduanya. Bayi kurang bulan (prematur) sering mengalami
penyulit yang berhubungan dengan kekurangmatangan organ terutama pada organ
paru. Prematuritas dapat mengakibatkan kualitas bayi yang dilahirkan kurang baik,
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental tidak optimal, hal ini terjadi selain
karena faktor prematuritas itu sendiri juga disebabkan oleh komplikasi yangmengikuti
kelahiran prematur seperti BBLR dan asfiksia neonatorum (Myles, Fraser M. D.
2013).
Definisi WHO tahun 2017 terkait BBLR yaitu sebagai bayi yang lahir dengan
berat ≤ 2500 gr. WHO mengelompokkan BBLR menjadi 3 macam, yaitu BBLR
(1500–2499 gram), BBLR (1000- 1499 gram), BBLR (< 1000 gram). (WHO, 2017)
menjelaskan bahwa sebesar 60– 80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang terjadi,
disebabkan karena BBLR. BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami
morbiditas dan mortalitas daripada bayi lahir yang memiliki berat badan normal.
Masa kehamilan yang kurang dari 37 minggu dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi pada bayi karena pertumbuhan organ-organ yang berada dalam tubuhnya
kurang sempurna.(F, E, & D, n.d.) Kemungkinan yang terjadi akan lebih buruk bila
berat bayi semakin rendah (WHO, 2014). Semakin rendah berat badan bayi, maka
semakin penting untuk memantau perkembangannya di minggu-minggu setelah
kelahiran. Ibu yang selalu menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi makanan
bergizi dan menerapkan gaya hidup yang baik akan melahirkan bayi yang sehat,
sebaliknya ibu yang mengalami defisiensi gizi memiliki risiko untuk melahirkan
BBLR (Nussbaumer-Streit et al., 2020).
III. ETIOLOGI BBLR
Penyebab terbanyaknya BBLR adalah kelahiran prematur.faktor ibu yang lain
adalah umur ,paritas ,dll.faktor plasentan seperti penyakit vaskuler ,kehamilan
kembar atau ganda,serta faktor janin juga merupakan terjadinya BBLR. Faktor-faktor
penyebab kejadian BBLR menurut hasil penelitian dari Narsih, dkk (2016) meliputi
Faktor obstetri, morbiditas, dan paparan zat racun dapat menyebabkan terjadinya bayi
dengan berat badan lahir rendah. Faktor obstetri memberikan kontribusi terbesar
penyebab bayi dengan berat badan lahir rendah.
Penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2019):
a. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Toksemia gravidarum
2) Pendarahan antepartum
3) Trauma fisik dan psikologis
4) Nefritis akut
5) Diabetes militus
b. Usia ibu
1) Usia < 16 thn
2) Usia > 35 thn
3) Multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat
c. Keadaan social
1) Keadaan social ekonomi rendah
2) Perkawinan yang tidak sah
d. Sebab lain
1) Ibu yang merokok
2) Ibu peminum alcohol
3) Ibu pecandu narkotik
e. Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
f. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, penyakit jantung.
g. Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
h. Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
i. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
j. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
IV. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya digunakan
untuk menggambarkan sesuatu kejadian yang sedang terjadi. Manifestasi klinis dari
BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas dan dismaturitas.
1. Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu :
a. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkaran
dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
d. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
e. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
f. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
g. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
h. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis kelamin
perempuan, sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki belum turunnya
testis.
i. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami hipotonik.
j. Menangis dan lemah.
k. Pernapasan kurang teratur.
l. Sering terjadi serangan apnea.
m. Refleks tonik leher masih lemah.
n. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra, 2014).
2. Manifestasi klinis dari dismaturitas sebagai berikut :
a. Kulit pucat ada seperti noda
b. Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis
c. Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada
d. Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis
e. Bayi tampak gerak cepat, aktif, dan kuat
f. Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan (Saputra, 2014).

AdapunDampak BBLR adalah sebagai berikut :

1. Jangka Pendek Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada
BBLR (Izzah , 2018) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan metabolik
Gangguan metabolik yang diikuti dengan hipotermi dapat
terjadi karena bayi BBLR memiliki jumlah lemak yang sangat sedikit di
dalam tubuhnya. Selain itu, pengaturan sistem suhu tubuhnya juga
belum matur. Yang sering menjadi masalah pada bayi BBLR yaitu
hipoglikemi. Bayi dengan asupan yang kurang dapat berdampak
kerusakan sel pada otak yang mengakibatkan sel pada otak mati.
Apabila terjadi kematian pada sel otak, mengakibatkan gangguan pada
kecerdasan anak tesebut. Untuk memperoleh glukosa yang lebih harus
dibantu dengan ASI yang lebih banyak. Kebanyakan bayi BBLR
kekurangan ASI karena ukuran bayi kecil, lambung kecil dan energi
saat menghisap sangat lemah.
b. Gangguan imunitas
Gangguan imunologik Sistem imun akan berkurang karena
diberikan rendahnya kadar Ig dan Gamma globulin. Sehingga
menyebabkan sering terkena infeksi. Bayi BBLR juga sering terinfeksi
penyakit yang ditularkan ibu melalui plasenta.
c. Gangguan pernafasan
1. Sindroma gangguan pemafasan Gangguan sistem pernapasan pada
bayi BBLR dapat disebabkan karena kurang adekuatnya surfaktan
pada paru – paru.
2. Asfiksia Pada bayi BBLR saat lahir biasanya dapat timbul asfiksia.
3. Apneu periodik Terjadi apneu periodik karena kurang matangnya
organ yang terbentuk pada saat bayi BBLR dilahirkan.
4. Paru belum berkembang Paru yang belum berkembang
menyebabkan bayi BBLR sesak napas. Untuk menghindari
berhentinya jalan napas pada payi BBLR harus sering dilakukan
resusitasi.
5. Retrolenta fibroplasia Retrolenta fibroplasia dapat terjadi akibat
berlebihnya gangguan oksigen pada bayi BBLR (Kusparlina,
2016).
d. Gangguan sistem peredarah darah
1. Perdarahan Perdarahan dapat terjadi padi bayi BBLR karena
terjadi gangguan pada pembekuan darah. Gangguan fungsi pada
pembukuh darah dapat menyebabkan tingginya tekanan vaskuler
pada otak dan saluran cerna. Untuk mempertahankan pembekuan
darah normal dapat diberikan suntikan vitamin K.
2. Anemia Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi pada
bayi BBLR.
e. Gangguan jantung
Gangguan jantung dapat terjadi akibat kurang adekuatnya
pompa jantung pada bayi BBLR.
f. Gangguan cairan dan elektrolit Gangguan eliminasi Pada bayi BBLR
kurang dapat mengatur pembuangan sisa metabolisme dan juga kerja
ginjal yang belum matang. Sehingga, menyebabkan adsorpsi sedikit,
produksi urin berkurang dan tidak mampunya mengeluarkan kelebihan
air didalam tubuh. Edema dan asidosis metabolik sering terjadi pada
bayi BBLR.
g. Distensi abdomen Distensi abdomen pada bayi BBLR dapat
menyebkan kurangnya absopsi makanan di dalam lambung. Akibatkan
sari – sari makanan hanya sedikit yang diserap.
h. Gangguan pencernaan Saluran pencernaan pada bayi BBLR kurang
sempurna sehingga lemahnya otot – otot dalam melakukan pencernaan
dan kurangnya pengosongan dalam lambung (England, 2014).
2. Jangka Panjang Dampak atau masalah jangka panjang yang terjadi pada
BBLR (Izzah, 2018) adalah sebagai berikut :
a. Masalah psikis
1. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan Pada bayi BBLR
terdapat gangguan pada masa pertembuhan dan perkembangan
sehingga menyebabkan lambatnya tumbuh kembang Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).
2. Gangguan bicara dan komunikasi Gangguan ini menyebabkan
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) memiliki kemampuan
bicara yang lambat dibandingkan bayi pada umummnya.
3. Gangguan neurologi dan kognisi Gangguan neurologi dan kognisi
pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga sering
ditemukan (Lestari, 2018).
b. Masalah fisik
1. Penyakit paru kronis Penyakit paru kronis disebabkan karena
infeksi. Ini terjadi pada ibu yang merokok dan terdapat radiasi
pada saat kehamilan.
2. Gangguan penglihatan dan pendengaran Pada bayi BBLR sering
terjadi Retinopathy of prematurity (ROP) dengan BB 1500 gram
dan masa gestasi < 30 minggu.
3. Kelainan bawaan
4. Kelainan bawaan merupakan kelainan fungsi atubuh pada ibu yang
dapat ditularkan saat ibu melahirkan bayi BBLR ( Khoiriah, 2017).
V. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan berat badan
Seiring dengan semakin efektifnya teknologi dan perawatan neonatus,
kategori berat badan lahir yang baru telah ditemukan untuk lebih mendefinisikan
bayi berdasarkan berat badan. Kategori bayi berat badan lahir rendah adalah:
1. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan di
bawah 2500 gram pada saat lahir.
2. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat badan
lahir
3. Bayi berat badan lahir extrem rendah (BBLER) adalah bayi dengan berat
badan lahir
b. Berdasarkan masa gestasi
1. Prematuritas murni
Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasinya. Tanda banyi premature Adalah
semakin prematur atau semakin kecil umur kehamilan saat dilahirkan makin
besar pula perbedaannya dengan banyi lahir yang cukup bulan.tanda dangejala
bayi premature:
1) Umur kehamilan atau sama dengan atau kurngnya dari 37 minggu
2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
3) Berat badan sama dengan kurang dari 2500 gram

Bayi baru lahir pada waktu penentuan umur kehamilan sangat penting karna
angka kematian dan kesakitan menurun dengan meningkatnya umur
kehamilan. Penyakit yang Masalah masalah yang dapa terjadi pada prematur
berhubungan dengan belum matangnya fugsi organ organ tubuhnya hal ini
berhubungan dengan umur kehamilan saat bayi dilahikan semakin muda
kehamilan makin tidak sempurna konsenkuensi dari anatomi fisiologi masalah
yang berfareasi.adapun masalah masalah yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. Hipotermia
 Tanda klinis hipotermia
a) Suhu tubuh dibawah normal
b) Kulit dingin
c) Akral dingin
d) Sianosis
2. Sindrom gawat nafas
 Tanda klinis sindrom gawat nafas
a) Pernafasn cepat
b) Sianosis perioral
c) Merintih waktu exspirasi
3. Hiploglikimia
 Tanda klinis hiplogkimia
a) Gemetar atau tremor
b) Sianosis
c) Apatis
d) Kejang
e) Apnea intermiten
2. Dismatur
Bayi lahir dengan berat badan kurang dariberat badan seharusnya untuk masa
gestasinya. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
VI. PATOFISIOLOGI
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih
kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan 13 berat badan
lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita
sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi
bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih
besar (Nelson, 2020).
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi antara lain :
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh sedikit,
hampir semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium, fosfor dan
seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi
preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan hipoglikemia, anemia dan lain-
lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama pada bayi BBLR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih
sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-
34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena target
pencapaian BB nya lebih besar. 9 Penundaan pengosongan lambung dan buruknya
motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan kalori
yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak sebanding
dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan panas
ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
VII. PATHWAY
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada BBLR:
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht (normal: 33
-38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila
ada.
Rentang nilai normal:
1) pH : 7,35-7,45
2) TCO2 : 23-27 mmol/L
3) PCO2 : 35-45 mmHg
4) PO2 : 80-100 mmHg
5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
Bilirubin normal:
1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia
mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.
i. Pemeriksaan glukosa darah terhadap hipoglikemia
j. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
k. Titer torch sesuai indikasi
l. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
m. Pemantauan elektrolit
n. Bayigram ataupun fotodada (Pantiwati,2010).
IX. PENATALAKSANAAN
Menurut Prawirohardjo (2010) dalam Andika dkk 2020, penanganan bayi
dengan berat badan lahir rendah adalah sebagai berikut:
a. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin prematur bayi, maka semakin besar perawatan
yang diperlukan karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua
perawatan bayi harus dilakukan di dalam inkubator.
b. Pelestarian suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam mempertahankan


suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal suhu rektal
dipertahankan antara 36,5 oC - 37 oC. Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu
suhu lingkungan di mana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha
metabolik yang minimal. Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur
terbuka, juga memerlukan pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu
perawatan harus di atas 25oC, bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai
30oC untuk bayi dengan berat kurang dari 2000 gram

c. Inkubator

Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat di dalam inkubator. Prosedur
perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum
memasukkan bayi ke dalam inkubator, inkubator terlebih dahulu dihangatkan,
sampai sekitar 29,4 oC, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi
yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi
terhadap pernafasan lebih mudah.

d. Pemberian oksigen

Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar
30% - 35% dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam
masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang
dapat menimbulkan kebutaan.
e. Pencegahan infeksi

Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai sistem imunologi yang kurang
berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap
infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci
tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas,
lepaskan semua asesoris dan tidak boleh masuk ke kamar bayi dalam keadaan
infeksi dan sakit kulit.

f. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiper billirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat
diberikan melalui kateter (sonde), terutama pada bayi yang reflek hisap dan
menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara relatif memerlukan lebih
banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan
beberapa metode Developemntal care yaitu
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan
dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk
mengatasi usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan
energi ini untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm
dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih
menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya 21 lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring
miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai,
karena tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan
menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan
mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat mengakibatkan
abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan
ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung
melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi
telungkup (Wong, 2008).
b. Minimal Handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan
mempertahankan respirasi. Bayi dengan penanganan suportif ini diposisikan
untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan
kebutuhan dan penyakit bayi.
2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki
masa otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk
menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan
control reflek yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir
mereka harus segera ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini
untuk mencegah atau menunda terjadinya efek stres dingin.
3) Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit.
Lingkungan perilindungan dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan
dan diganti merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang
ditularkan melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung
berhubungan dengan jumlah personel dan peralatan yang berkontak langsung
dengan bayi.

4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada
bayi preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada
bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan
permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada
ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi
tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.
5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena
berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya
berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh
ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun
enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus
dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis.
Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak
sebelum lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang
lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron
dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis)
dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia,
dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan preterm yang terganggu
memerlukan metode alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu.
Jumlah yang diberikan terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan
bayi BBLR dan toleransi terhadap pemberian makan sebelum dan
ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan
dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan
kesabaran dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan,
dan mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan
yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau
melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan.
c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)
1) Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara
perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR.
Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang
membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya,
hal ini dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya
karena sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya. PMK dapat memberikan
kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR tetap normal, hal ini dapat
mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberikan
kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak antara kulit ibu
dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang sesuai
untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif terhadap
peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan antara ibu
dan bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi (Perinansia, 2018).
2) Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR
Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR (Perinansia, 2008).
a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel
pada kulit ibu.
b) Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
c) Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai
punggung bayi.
d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos
dalam (laki-laki) selama PMK.

Gambar 2.1 posisi bayi dalam gendongan PMK


e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya,
agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika
bayi berada pada posisi tegak.
f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada
ibu dan bayi seluas-luasnya.
g) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu
memakai baju yang longgar dan berkancing depan.
Gambar 2.2 perawatan metode kanguru
h) Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
i) Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat,
memakai popok dan memakai kaus kaki.
j) Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek,
dll), dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan
bayi dalam posisi kanguru.

Gambar 2.3 mengeluarkan bayi dari baju kanguru

Gambar 2.4 menyusui dalam PMK


PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan
jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di
inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam
satu hari atau disebut PMK intermiten. Sedangkan PMK yang
diberikan sepanjang waktu yang dapat dilakukan di unit rawat gabung
atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan metode kanguru
disebut PMK kontinue.
d. Perawatan pada inkubator
Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan
yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat
mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu
inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005).
1) Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi
tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c) Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi.
d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan
suhu 27 derajat celcius.
2) Perawatan bayi dalam inkubator terbuka
a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian
perawatan pada bayi.
b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu
normal dan kehangatan.
c) Membungkus dengan selimut hangat.
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah
aliran udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
f) Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan
ketentuan.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah (Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir
yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum
atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang rendah.
Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/dL.
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah,
terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan belum
sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga dibutuhkan tenaga
negative yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati) Hiperbilirubinemia (ikterus
bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning.
f. Hipotermia
g. Gangguan cairan dan elektrolit
h. Sindroma gawat nafas (asfiksia)
i. Paten suktus arteriosus
j. Infeksi
k. Perdarahan intra ventrikuler
l. Apnea of prematuruty
m. Anemia
n. Gangguan perkembangan
o. Gangguan pertumbuhan
p. Gangguan penglihatan (retionopati)
q. Gangguan pendengaran
r. Penyakit paru kronis
s. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
t. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010).
XI. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun
seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi
masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan
untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi
penyusunan nilaiAPGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau
adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2009 dalam wulandari, 2020).
a. Biodata Pasien
Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin.Biodata penanggung jawab meliputi : nama (ayah dan ibu), umur,
agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.
b. Riwayat kesehatan antenatal
1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
2) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
3) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak
teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
4) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
5) Riwayat natalkomplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
a) Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
Plasenta previa.
b) Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian
obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat
pernafasan.
c. Riwayat kesehatan Post natal
1) Pengkajian awal
Metode yang paling sering digunakan untuk mengkaji penyesuaian segera
bayii baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin adalah sistem skoring
APGAR. Skor ini didasarkan pada observasi denyut jantung, usaha
bernafas, tonus otot, reflek iritabilitas dan warna. Setiap item diberi skor
0,1, atau 2. Evaluasi pada kelima kategori tersebutdibuat pada menit 1 dan
5 setelah kelahiran dan diulang sampai kondisi bayi stabil.
2) Pengkajian umum
a) Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan
menggunakan timbangan elektronik.
b) Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
c) Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat,
kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
d) Observasi adanya deformitas yang tampak.
e) Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia,tidak
responsive, dan apnea.
3) Pengkajian respirasi
a) Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi,slang
dada, atau devisiasi lainnya.
b) Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung
atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c) Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d) Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi,
suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya
masukan udara, dan kesamaan suara napas.
e) Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
4) Pengkajian kardiovaskuler
a) Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b) Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c) Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/PMI),
titik ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar danteraba
(perubahan PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d) Jelaskan warna bayi (bisa karena gangguan jantung, respirasi
atauhematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak-
bercak.
e) Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f) Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
5) Pengkajian Gastrointestinal
a) Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dindingabdomen,
tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b) Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitandengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jikamakanan keluar,
jika terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipepenghisap, dan haluaran
(warna, konsistensi, pH).
c) Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d) Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e) Jelaskan bising usus.
6) Pengkajian genitourinaria
a) Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b) Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH,temuan
lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaringkecukupan hidrasi).
c) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalammengkaji
hidrasi).
7) Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a) Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat
aktivitasterhadaprangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
b) Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
c) Jelaskan refleks yang ada (moro, rooting, sucking, plantar, tonickneck,
palmar).
d) Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
8) Suhu tubuh
a) Tentukan suhu kulit dan aksila.
b) b) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
9) Pengkajian kulit
a) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda
iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama
dimanaperalatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan
kulit.
b) Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester,
povidone-jodine).
c) Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik,terkelupas
dan lain-lain.
d) Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
2. Diagnosa
a) Hipotermia b.d Berat badan ekstrem d.d suhu tubuh dibawah normal (D.0131)
b) Pola napas tidak efektif b.d imaturitas neurologis d.d pola napas abnormal
(D.0005)
c) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d otot menelan lemah
(D.0019)
d) Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (D.0142)
e) Termoregulasi tidak efektif b.d berat badan ekstrem (D.0149)
3. Intervensi
a. Diagnosa : Hipotermia b.d Berat badan ekstrem d.d suhu tubuh dibawah
normal (D.0131)

Luaran utama : Termoregulasi (L.14134)

: Ekspektasi (Membaik)

Kriteria hasil :

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat Menurun

Mengigil 1 2 3 4 5

Kulit merah 1 2 3 4 5

Kejang 1 2 3 4 5

Akrosianosis 1 2 3 4 5

Konsumsi 1 2 3 4 5
oksigen

Piloereksi 1 2 3 4 5

Vasokostriksi 1 2 3 4 5
perifer

Kutis 1 2 3 4 5
memorata
Pucat 1 2 3 4 5

Takikardi 1 2 3 4 5

Takipnea 1 2 3 4 5

Bradikardi 1 2 3 4 5

Dasar kuku 1 2 3 4 5
sianosis

Hipoksia 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik

Suhu tubuh 1 2 3 4 5

Suhu kulit 1 2 3 4 5

Kadar glukosa 1 2 3 4 5
darah

Pengisian 1 2 3 4 5
kapiler

Ventilasi 1 2 3 4 5

Tekanan darah 1 2 3 4 5

a) Manajemen Hipotermia (I.14507)


Observasi
1. Monitor suhu tubuh
2. Identifikasi penyebab hipotermia (mis. terpapar suhu lingkungan rendah ,
pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan)
3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (hipotermia ringan: takipnea,
disatria, menggigil, hipertensi, diuresis:hipotermia sedang: aritimia,
hipotensi, apatis, koagulopati, refleks menurun : hipotermia berat: oliguria,
refleks menghilang, edema paru, asam-basa abrnormal)
Terapeutik
4. Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur suhu ruangan, inkubator)
5. Ganti pakaian dan atau linen yang basah
6. Lakukan penghangatan pasif (mis. selimut, menutup kepala,pakaian tebal )
7. Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. kompres hangat, botol hangat,
selimut hangat, perawatan metode kanguru)
8. Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus cairan hangat, oksigen
hangat,lavase peritoneal dengan cairan hangat)
b. Pola napas tidak efektif b.d imaturitas neurologis d.d pola napas
abnormal (D.0005)

Luaran Utama : Pola Napas (L.01004)


: Ekspektasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun

Dispnea 1 2 3 4 5

Penggunaan otot bantu napas 1 2 3 4 5

Pemanjangan fase ekspirasi 1 2 3 4 5

Ortopnea 1 2 3 4 5

Pernapasan pursed-lip 1 2 3 4 5

Pernapasan cuping hidung 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

Frekuensi napas 1 2 3 4 5

Kedalaman napas 1 2 3 4 5

Ekskursi dada 1 2 3 4 5
Ventilasi semenit 1 2 3 4 5

Kapasitas vital 1 2 3 4 5

Diameter thoraks anterior- 1 2 3 4 5


posterior

Tekanan ekspirasi 1 2 3 4 5

Tekanan inspirasi 1 2 3 4 5

a) Manajemen jalan napas (I.01011)


Obsevasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
2. Monitor bunyi tambahan (Mis,gurgling,mengi.wheezing,ronkhi kering)
3. Monitor sputum (Jumlah,warna,aroma)
Teraupetik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas denagn head-tilt dan chin-lift (jaw
thrust jika curuga trauma servikal)
5. Posisiskan semi fowler atau fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perliu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigonasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d otot menelan
lemah (D.0019)

Luaran Utama : Status Nutrisi (L.03030)


: Ekspetasi (Membaik)
Kriteria Hasil :

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Porsi makan yang dihabiskan 1 2 3 4 5

Kekuatan otot pengunyah 1 2 3 4 5

Kekuatan otot menelan 1 2 3 4 5

Serum albumin 1 2 3 4 5

Verbalisasi keinginan untuk 1 2 3 4 5


meningkatkan nutrisi

Pengetahuan tentang pilihan 1 2 3 4 5


makanan yang sehat

Pengetahuan tentang pilihan 1 2 3 4 5


minuman yang sehat

Pengetahuan tentang standar 1 2 3 4 5


asupan nutrisi yang tepat

Penyiapan dan penyimpanan 1 2 3 4 5


makanan yang aman

Penyiapan dan penyimpanan 1 2 3 4 5


minuman yang aman

Sikap terhadap makanan/


minuman sesuai dengan tujuan
1 2 3 4 5
kesehatan

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun

Perasaan cepat kenyang 1 2 3 4 5

Nyeri abdomen 1 2 3 4 5

Sariawan 1 2 3 4 5

Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

Berat badan 1 2 3 4 5

Indeks Massa Tubuh (IMT) 1 2 3 4 5

Frekuensi makan 1 2 3 4 5

Nafsu makan 1 2 3 4 5

Bising usus 1 2 3 4 5

Tebal lipatan kulit trisep 1 2 3 4 5

Intervensi Utama :
a) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
17. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
d. Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (D.0142)

Luaran : Tingkat Infeksi (L.14137)

: Ekspektasi (menurun)

Kriteria Hasil :

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Kebersihan tangan 1 2 3 4 5

Kebersihan badan 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun

Demam 1 2 3 4 5

Kemerahan 1 2 3 4 5

Nyeri 1 2 3 4 5

Bengkak 1 2 3 4 5

Vesikel 1 2 3 4 5

Cairan berbau busuk 1 2 3 4 5

Sputum berwarna hijau 1 2 3 4 5

Drainase purulen 1 2 3 4 5
Piuria 1 2 3 4 5

Periode malaise 1 2 3 4 5

Periode menggigil 1 2 3 4 5

Letargi 1 2 3 4 5

Gangguan kognitif 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

Kadar sel darah putih 1 2 3 4 5

Kultur darah 1 2 3 4 5

Kultur urine 1 2 3 4 5

Kultur sputum 1 2 3 4 5

Kultur area luka 1 2 3 4 5

Kultur feses 1 2 3 4 5

Kultur makan 1 2 3 4 5

Intervesi Utama

a) Pencegahan infeksi (I.14539)


Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terpeutik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
e. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan berat badan ekstrem
(D.0149)

Luaran utama : Termoregulasi (L.14134)

: Ekspektasi (Membaik)

Kriteria hasil :

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun

Menggigil 1 2 3 4 5

Kulit merah 1 2 3 4 5

Kejang 1 2 3 4 5

Akrossianosis 1 2 3 4 5

Konsumsi oksigen 1 2 3 4 5

Piloereksi 1 2 3 4 5

Vasokonstriksi perifer 1 2 3 4 5

Kutis memorata 1 2 3 4 5

Pucat 1 2 3 4 5

Takikardi 1 2 3 4 5

Takipnea 1 2 3 4 5

Bradikardi 1 2 3 4 5

Dasar kuku sianotik 1 2 3 4 5

Hipoksia 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik

Suhu tubuh 1 2 3 4 5

Suhu Kulit 1 2 3 4 5

Kadar glukosa darah 1 2 3 4 5

Pengisian kapiler 1 2 3 4 5

Ventilasi 1 2 3 4 5

Tekanan darah 1 2 3 4 5

a) Regulasi Temperature (I.14578)

Observasi

1. Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5oc-37,5oc)


2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertemia

Terapeutik

6. Pasangkan alat pemantau suhu kontinu, jika perlu


7. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
8. Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
9. Masukan bayi bblr kedalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan
polyethylene, polyurethane)
10. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru
lahir
11. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
12. Pertahankan kelembahan incubator 50% atau lebih untuk mengurangi
kehilngan panas karena proses evaporasi
13. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
14. Hangat terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi
(mis. Selimut,kain bedongan ,stetoskop)
15. Hindari meletakkan bayi didekat jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas angina
16. Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat rungan
untuk menaikan suhu tubuh, jika perlu
17. Gunakan kasur pendingin, wafer circulating blankets, ice pack atau gel
pad dan intravascular cooling catheterization untuk menurunkan suhu tubuh
18. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien

Kolaborasi

19. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Dwi Widiarti. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Perry & Potter. 2005. Fundamental keperawatan edisi 4, volume 1. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Andini, F., Fatmawati, z., & Mudrikatin, S. (2020). Asuhan Kebidanan pada By. Ny. “N”
Riwayat Prematur BBLR Umur 31 Hari Dengan Pneumonia Di Paviliun Anggrek
RSUD Jombang, Prima Wiyata Health, 1(1), 8-8

Tarwoto, Wartona. 2002. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Manusia edisi 1. Surabaya : Health-Books


Publishing.

Nanda Internasional 2013. Diagnosa keperawatan Definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta


; EGC

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Dewan
Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2019), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Dewan
Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2019), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Dewan
Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.

Niswah, L., Dyah Noviawati, S. A., & Muslihatun, W. N. (2020). HUBUNGAN USIA IBU
DAN JARAK KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN BBLR DI RSUD WATES
KABUPATEN KULON PROGO (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

Pantiawati, Ika. 2010. Bayi dan BBLR. Yogyakarta : Nuha Medika

Pristya, T. Y., Novitasari A., & Hutami, M.S. (2020). Pencegahan dan Pengendalian BBLR
Di Indonesia : SYSTEMATIC REVIEW. Indonesian Journal Of Healt Development,
2(3), 175-182

Anda mungkin juga menyukai