Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis ketika tekanan
darah pada dinding arteri (pembuluh darah bersih) meningkat, kondisi ini dikenal
sebagai “pembunuh diam-diam” karena jarang memiliki gejala yang jelas. Satu-
satunya cara mengetahui apakah seseorang memiliki hipertensi adalah dengan
mengukur tekanan darah (Anie, 2018). Sedangkan menurut American College of
Cardiology ACC dan American Heart Association AHA, hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang menetap dimana tekanan darah
diastolik >130 mmHg atau tekanan darah sistolik >80 mmHg.

Jadi bisa saya simpulkan penyakit hipertensi merupakan penyakit yang


disebabkan oleh peningkatan pembuluh darah dimana tekanan sistolik dan
diastolik lebih dari rentang normal biasanya di sebabkan oleh faktor gaya hidup
yang tidak sehat. Perlu pengukuran tekanan darah untuk mengetahuinya karena
jarang menimbulkan yang jelas untuk mendeteksi hipertensi di awal, pengukuran
dilakukan agar dapat segera di obati dan tidak menjadi semakin parah yang
akhirnya dapat berkomplikasi ke penyakit yang lain.

Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang


berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5
juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya
(Kemenkes RI, 2014). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi
terutama terjadi di Negara berkembang pada tahun 2025, dari jumlah 639 juta
kasus di tahun 2000. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 1,15 miliar
kasus di tahun 2025 (Ardiansyah, 2012). Hampir 1 miliyar orang diseluruh dunia
memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah salah satu penyebab utama

1
kematian dini diseluruh dunia. Ditahun 2020 sekitar 1,56 miliar orang dewasa
akan hidup dengan hipertensi. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang
setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan Asia
Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan
menderita hipertensi (WHO,2015). Bedasarkan data dari Riskesdas Litbang
Depkes (2013), hipertensi di Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan
prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung
(30,9%) diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa
Barat (29,4%) dan Gorontalo (29,4%) (Kemenkes RI, 2014).

Penderita tekanan darah tinggi mungkin mengalami sakit kepala ringan


atau kronis dan sulit untuk berkonsentrasi, tekanan darah tinggi juga dapat
mempengaruhi pembuluh darah di mata sehingga fungsi pengelihatan terganggu
dan menjadi buram. Dalam kesehariannya penderita hipertensi juga dapat
mengalami gejala seperti kesulitan untuk bernafas, kelelahan, rasa tekanan pada
dada dan leher dan pusing tiba-tiba dan kehilangan keseimbangan dan biasanya
merupakan tanda adanya stroke yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi
(stroke hemoragik).

Adapun penanganan untuk penderita Hipertensi adalah dengan terapi obat


obatan seperti obat golonga diuretic, golongan inhibitor simpatik (beta blocker),
golongan blok ganglion, golongan penghambat enzim konversi angiotensin (ACE
1). Golongan antagonis kalsium. Penghentian terapi hipertensi ini dengan cara
mengurangi dosis secara perlahan, hal ini bertujuan untuk menghindari efek
“rebound fenomena” yaitu peningkatan kembali tekanan darah akibat
pemberhentian terapi secara mendadak. Selain terpi obat-obatan, menerapkan
gaya hidup yang sehat merupakan bagian dari penanganan hipertensi seperti
mengurangi berat badan untuk penderita dengan obesitas, menggunakan pola
makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya kalium dan

2
kalsium, mengurangi asupan garam, olahraga, mengurangi konsumsi alcohol
dan berhenti merokok.

Anda mungkin juga menyukai