PENDAHULUAN
Disusun Oleh :
Wahyu Setiyono, ST
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Disahkan di Merauke
Tanggal : Juli 2022
Dibuat: Disetujui:
Penyedia Jasa Direksi Pekerjaan
Mengetahui
PPK Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air I
Vallentino Gamrin, ST
NIP. 19900227 201903 1 004
KATA PENGATAR
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan laporan ini sesuai dengan persyaratan administrasi yang ditetapkan, dan
dibuat sebagai laporan awal penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan ini. Isi laporan ini
meliputi Pendahuluan, Gambaran Umum, Indeks Kekeringan, Metode Analisis Kekeringan,
Hasil Survey Terdahulu dan Analisis Awal, Rencana Kerja, dan Penutup.
Demikian Laporan Pendahuluan ini disampaikan, atas kerja sama dan kepercayaannya
saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Luas Distrik, Nama dan Jumlah Kampung di Kabupaten Merauke .......................II-2
Tabel 2.2 Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten di Kabupaten Merauke .....II-5
Tabel 2.3 Luas Wilayah (Km) Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut Dirinci Per
Kecamatan ............................................................................................................II-7
Tabel 2.4 Sebaran Jenis tanah............................................................................................ II-12
Tabel 2.5 Rata-Rata Tekanan Udara, Lama Penyinaran Matahari, dan Kecepatan Angin
Menurut Bulan di Kabupaten Merauke, 2021 .................................................... II-17
Tabel 2.6 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Merauke,
2021 .................................................................................................................... II-18
Tabel 2.7 Nama, Panjang, Lebar, dan Kecepatan Arus Sungai menurut Nama Sungai di
Kabupaten Merauke ........................................................................................... II-20
Tabel 2.8 Luas Lahan di Kabupaten Merauke ................................................................... II-22
Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 .............. II-25
Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Merauke,
2021.................................................................................................................... II-26
Tabel 2.11 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ...... II-27
Tabel 2.12 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Kecamatan di
Kabupaten Merauke, 2021................................................................................. II-28
Tabel 2.13 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-29
Tabel 2.14 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-30
Tabel 2.15 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-31
Tabel 2.16 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Jalar Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-32
Tabel 2.17 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-33
Tabel 2.18 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Gembili Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-34
Tabel 2.19 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kacang Tanah
Menurut Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ........................................... II-35
Tabel 2.20 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kacang Hijau Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021 ......................................................... II-36
Tabel 2.21 Luas Panen Tanaman Sayuran Menurut Kecamatan dan Jenis Tanaman (ha),
2021.................................................................................................................... II-37
Tabel 2.22 Luas Areal Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan dan Jenis Tanaman (ha),
2021.................................................................................................................... II-39
Tabel 3.1 Indeks Kekeringan Meteorologi ............................................................................ III-3
Tabel 3.2 Indeks Kekeringan Pertanian ............................................................................... III-4
Tabel 3.3 Indeks Kekeringan Hidrologis............................................................................... III-4
Tabel 4.1 Klasifikasi Faktor-K ............................................................................................... IV-8
Tabel 5.1 Sebaran dan Kondisi Pos Hidroklimatologi di Kabupaten Merauke ..................... V-1
Tabel 5.2 Data Curah Hujan Bulan Mei 2022 ....................................................................... V-7
Tabel 5.3 Analisis Curah Hujan Bulan Mei 2022 .................................................................. V-8
Tabel 5.4 Analisis Sifat Hujan Bulan Mei 2022 ................................................................... V-10
Tabel 5.5 Analisis Tingkat Kekeringan dan KebasahanPeriode Maret - Mei 2022 ............ V-12
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekeringan merupakan salah
satu bencana alam yang
mengancam kehidupan dan
menimbulkan kerugian besar.
Menurut Rencana Aksi Nasional
dalam Menghadapi Perubahan lklim
(2007), berdasarkan hasil
pemantauan kekeringan pada
tanaman padi selama 10 tahun
antara 1993-2002 yang dilakukan Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan
pertanian yang terkena dampak kekeringan, mencapai 220.380 ha dengan lahan puso
mencapai 43.434 ha atau setara dengan kehilangan 190.000 ton Gabah Kering Giling (GKG).
Data kekeringan rata-rata dari tahun 2003 – 2011 menunjukkan kenaikan luas sawah terkena
kekeringan menjadi 296.643 ha, yang berarti meningkat 35% dengan lahan puso 50.226 ha
atau meningkat 16%.
Rencana Alokasi Air Tahunan. Sedangkan pada tingkat operasional, untuk mengantisipasi
bencana kekeringan yang akan terjadi, maka perlu adanya pemantauan indikator kekeringan
dan analisis untuk prediksi kekeringan.
Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Sifat air
sangat berbeda dibandingkan dengan sumber daya lainnya, sebab air merupakan sumber
daya yang mengalir (flowing resources), tidak mengenal batas administrasi, dan
dibutuhkannya sangat bergantung pada waktu, uang, jumlah dan mutu.
Permasalahan air secara garis besar dapat dibagi dalam tiga buah kategori, yaitu:
1. Kekurangan banyak air, umumnya terjadi pada musim kemarau, dan kerap kali
menyebabkan bencana kekeringan;
2. Air terlalu kotor (too dirty), yaitu pencemaran air, banyak terjadi akibat limbah industri,
rumah tangga dan pertanian; dan
3. Air terlalu sedikit (too little). Kekurangan air ini menimbulkan bencana kekeringan yang
dampaknya terasa baik di pedesaan dalam penurunan produksi pangan maupun di
perkotaan mengalami kesulitan air baku. Hal ini juga menimbulkan konflik kepentingan
(conflict of interest) antar pengguna air, seperti yang sudah kerap terjadi di musim
kemarau. Kekeringan merupakan fenomena alam yang terjadi pada saat musim
kemarau tiba. Indonesia, yang masuk dalam kategori wilayah yang beriklim muson, rata-
rata selama 2 bulan akan mengalami musim hujan. Magnitute kejadian kekeringan yang
terjadi sekarang ini sudah terasa semakin lama semakin meningkat akibat kerusakan
DAS terutama di daerah hulu. Penyebab kekeringan dapat dikategorikan dalam 2
bagian, yaitu :
a. Faktor alam, yang disebabkan oleh kondisi geografis, morfologi dan klimatologis;
b. Faktor manusia, yang disebakan oleh ulah manuasia dalam merubah
keseimbangan alam, misalnya pengrusakan daerah hulu DAS, pembangunan
prasarana sungai yang tidak tepat dan lain-lain.
sehingga butuh pemetaan dan analisa tentang kerawanan kekeringan, serta rekomendasi
penanggulangan. Untuk mengetahui seberapa jauh dampak tersebut dan upaya penanganan
yang tepat, maka diperlukan adanya data dari hasil monitoring kekeringan. Untuk menjaga
keberlangsungan kinerja yang optimal dalam mengatasi masalah kekeringan pada Tahun
Anggaran 2022 ini Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air I, Satker Operasi
dan Pemeliharaan Sumber Daya Air Papua Merauke Provinsi Papua mengadakan kegiatan
Monitoring Kekeringan Kabupaten Merauke.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah menentukan tingkat kerusakan yang disebabkan oleh
kekeringan.
Sumber : petatematikindo.files.wordpress.com
Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015
Pelaksana Tugas
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 1/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Pekerjaan Umum;
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 11/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Sekretariat Dewan Sumber Daya Air;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 1/3PRT/M/2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Wilayah Sungai;
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Kondisi Administrasi dan Geografis
Kabupaten Merauke merupakan salah
satu kabupaten di Provinsi Papua. Menempati
wilayah seluas 46.791,63 Km². Atau14,67
persen dari keseluruhan wilayah Provinsi
Papua, menjadikan Kabupaten Merauke
sebagai kabupaten terluas tidak hanya di
Provinsi Papua namun juga di antara kabupaten
lainnya di Indonesia. Sejak tahun 2002, Kabupaten Merauke yang lama dimekarkan menjadi
4 (empat) kabupaten, yaitu Kabupaten Merauke (baru), Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi
dan Kabupaten Boven Digoel. Kemudian pada tahun 2007 ini Distrik dari Kabupaten Merauke
yang semula berjumlah 11 Distrik dimekarkan menjadi 20 Distrik yang dirinci menjadi 160
kampung, dan 8 (delapan) kelurahan. Secara astronomis, Kabupaten Merauke terletak antara
1370-1410 Bujur Timur dan 50-90 Lintang Selatan.
Kabupaten Merauke berada diujung timur bagian selatan Negara Indonesia, berbatasan
langsung dengan Negara Papua Nugini dan Australia. Kabupaten Merauke terdiri dari 20
kecamatan yaitu: Kimaam, Ilwayab, Tabonji, Waan, Okaba, Tuban, Ngguti, Kaptel, Kurik,
Malind, Animha, Merauke, Semangga, Tanah Miring, Naukenjerai, Sota, Muting, Jagebob,
Eligobel dan Ulilin. Dimana Distrik Tabonji merupakan distrik yang terluas yaitu mencapai
5.416,84 km² sedangkan Distrik Tanah miring adalah distrik yang terkecil dengan luas hanya
mencapai 326,95 km² atau hanya 0,70 persen dari total luas wilayah Kabupaten Merauke.
Sementara luas perairan di Kabupaten Merauke mencapai 5.089,71 km².
Wilayah administratif Kabupaten Merauke dibentuk oleh tiga bentukan permukaan, yaitu
ekosistem pulau, rawa serta perairan sungai. Secara keseluruhan dapat disebutkan, bahwa
Tabel 2.1 Nama, Luas Kecamatan dan Jumlah Kampung di Kabupaten Merauke
Tabel 2.2 Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten di Kabupaten Merauke
Satuan
No. Kecamatan Ibukota Distrik Jarak Tempuh
(Km)
1 Kimaam Kimaam 145 Km
2 Tabonji Tabonji 165 Km
3 Waan Waan 170 Km
4 Ilwayab Wanam 149 Km
5 Okaba Okaba 112 Km
6 Tubang Yowied 116 Km
7 Ngguti Po Epe 120 Km
8 Kaptel Kaptel 125 Km
9 Kurik Harapan Makmur 83 Km
10 Animha Wayau 92 Km
11 Malind Kaiburse 70 Km
12 Merauke Merauke - Km
13 Naukenjerai Onggaya 76 Km
14 Semangga Muram Sari 40 Km
15 Tanah Miring Hidup Baru 32 Km
16 Jagebob Kartini 50 Km
17 Sota Sota 99 Km
18 Muting Muting 247 Km
19 Eligobel Bupul 240 Km
20 Ulilin Kumaaf 244 Km
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Terdapat 16 dari 20 distrik yang berada wilayah daratan utama Pulau Papua. Wilayah
ini memiliki luasan sebesar 3.402.135,2 Hektar. Dataran dan bentang alam dari wilayah ini
berupa daerah rawa, sungai dan hamparan dataran rendah dimana ketinggian maksimum
yang didapati hanya ± 60 m dpl. Topografi datar sampai agak datar ini terutama bahkan
memanjang sampai ke Utara di bagian Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat dan
Kabupaten Mimika. Daerah rawa tersebar di seluruh distrik Kabupaten Merauke, dari Distrik
Ulilin didaerah Utara sampai Distrik Kimaam di Wilayah paling Barat Kabupaten Merauke.
Rawa-rawa itu antara lain Rawa Gudang Arang-Serapu, Rawa Wasur-Nasem, Rawa Burung,
Rawa Salor dan lain-lain.
Kendala secara umum yang dapat terjadi karena topografi ini adalah banjir pada tiga
DAS Bikuma dan bentang alam rawa, dimana kemungkinan terjadi penyusupan air laut akibat
arus pasang naik air laut sangat besar. Aliran air permukaan relatif sangat lambat dan mudah
tercampur dengan air payau (dari rawa) dan air laut.
Di Kabupaten Merauke terdapat 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Kimaam dan Pulau
Komolom. Di dalam Pulau-pulau besar ini terdapat empat distrik, yaitu Distrik Kimaam,
Ilwayab, Waan, dan Tabonji dengan jumlah luasan sebesar 1.489.866,14 Hektar. Morfologi
wilayah ini adalah datar, seragam dengan morfologi seluruh wilayah pesisir Kabupaten
Merauke. Permasalahan yang banyak ditemui di wilayah ini adalah erosi air laut yang cukup
besar, terutama wilayah pesisir Laut Arafura. Potensi perikanan sangat tinggi di wilayah ini,
dimana penangkapan di muara sungai besar seperti Muara Sungai Digoel dan Selat Mariana
merupakan tempat-tempat penangkapan paling strategis di wilayah kepulauan tersebut. Di
sekitar 2 pulau besar itu terdapat pulau-pulau dan tanah gosong/atol, yang berjumlah sekitar
12 buah, membentang diantara selat antara pulau besar dengan daratan utama (Selat
Mariana) ke arah Selatan sampai pertemuan dengan Laut Arafura.
pantai dengan bagian selatan berawa-rawa dan tergenang air sedangkan sisanya (35%)
memiliki kemiringan diatas 8% merupakan dataran bergelombang dan berbukit terletak di
bagian utara. Ketinggian daerah adalah antara 0 sampai dengan 100 meter diatas permukaan
laut.
Tinggi air pasang naik dan pasang surut antara 5 – 7 m. Pasang naik air laut dapat
mencapai sejauh 50 – 60 km dan beberapa tempat terinterusi air laut. Terdapat beberapa
sungai besar yang berfungsi sebagai urat nadi sarana tranportasi yang menghubungkan antar
kecamatan dan Distrik-Distrik serta menjadi sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan sumber air irigasi, air minum, perikanan dan pariwisata.
Tabel 2.3 Luas Wilayah (Km) Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut Dirinci
Per Kecamatan
Presentase Tinggi Wilayah
Luas
Kecamatan Terhadap Luas (mdpl)
(Km²)
Kabupaten (%)
Kimaam 4.630,30 9,90 4-8
Tabonji 5.416,84 11,58 5-7
Waan 2.868,06 6,13 5-7
Ilwayab 1.560,50 3,33 4-40
Okaba 1.560,50 3,33 4-40
Tubang 2.781,18 5,94 4-40
Ngguti 3.554,62 7,60 12-35
Kaptel 2.384,05 5,10 5-44
Kurik 977,05 2,09 5-30
Animha 490,60 1,05 4-12
Malind 1.465,60 3,13 6-44
Merauke 1.445,63 3,09 3-25
Naukenjerai 2.843,21 6,08 5-20
Semangga 905,86 1,94 4-14
Tanah Miring 326,95 0,70 4-20
Jagebob 1.516,67 3.24 6-44
Sota 1.364,96 2,92 10-25
Muting 3.501,67 7,48 40-60
Eligobel 166,23 3,56 40-60
Ulilin 5.092,57 10,88 40-60
Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 201604/PRT/M/2015 & Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Tahun 2012-2032
Tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah salah satu sumberdaya alam yang
sangat penting dijaga kelestariannya. Tanah dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh
lima faktor pembentuk tanah yaitu bahan induk, iklim, relief/landform, vegetasi, dan waktu.
Jenis tanah ini dapat dijelasakan sebagai berikut :
1. Aluvial (Entisol)
Tanah Aluvial/Entisol merupakan merupakan pelapukan dari material yang dikeluarkan
oleh letusan gunung berapi seperti debu, pasir, lahar, dan lapili.
2. Latosol (Inceptisol)
Tanah Latosol/Inceptisol merupakan tanah memiliki solum tanah yang agak tebal, yakni
sekitar 1 hingga 2 meter, Tanahnya berwarna hitam atau kelabu hingga coklat tua,
Tekstur tanahnya berdebu, lempung debu, dan bahkan lempung, Memiliki struktur tanah
/ lapisan tanah yang remah berkonsistensi gembur, memiliki pH 5,0 hingga 7,0, Memiliki
bahan organik sekitar 10% sampai 30%, Mengandung unsur hara yang sedang hingga
tinggi, Memiliki produktivitas tanah dari sedang hingga tinggi.
3. Podsolik (Ultisols)
Sifat atau ciri tanah Podsolik/Ultisols yaitu terdapat pengendapan liat dari lapisan A
(iluviasi) dan diendapkan di lapisan B (eluviasi), sehingga kadar liat horizon B > 1,2
kandungan liat horizon A atau disebut Horizon Argilik. Tanah ordo Ultisol merupakan
tanah penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa (KB) pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. KB < 35% dapat didekati
dengan mengukur pH (kemasaman tanah) < 6,5. Padanan nama tanah sistem klasifikasi
lama (FAO/Unesco, 1970) termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan
Hidromorf Kelabu. Warna tanah biasanya merah sampai kuning karena kandungan Al,
Fe dan Mn yang tinggi.
4. Spodosol
Spodosol adalah tanah berprodukivitas rendah dengan tekstur kasar dan sedikit hara
yang terbentuk dari bahan berupa pasir tunggal atau tanah liat yang kasar dan masam.
Ciri khususnya terdapat horison B spodik atau horison kumpulan dari bahan-bahan
amorf organik dan aluminium termasuk ada atau tidaknya besi.
5. Organosol (Histosol)
Jenis tanah Organosol/Histosol merupakan tanah yang sangat kaya bahan organik
keadaan kedalaman lebih dari 40 cm dari permukaan tanah. Umumnya tanah ini
tergenang air dalam waktu lama sedangkan didaerah yang ada drainase atau
dikeringkan ketebalan bahan organik akan mengalami penurunan (subsidence).
Sumber : Litnbang Pertanian dan Peta Rupa Bumi Indonesia, BIG 2016
Sumber : Litnbang Pertanian dan Peta Rupa Bumi Indonesia, BIG 2016
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh WWF (2005), Kabupaten Merauke
memiliki 2 (dua) ekoregion yang merupakan bagian ekoregion Pulau Papua secara
keseluruhan. Kedua ekoregion tersebut adalah ekoregion hutan rawa tawar dan gambut
Papua Selatan (Southern New Guinea Peat and Freshwater Swamp Forest) dan ekoregion
savanna dan padang rumput (Trans-Fly/Trans-Fly Savanna and Grassland). Kemudian di
bagian wilayah Merauke masih termasuk ke dalam kawasan lindung batas bersama-sama
dengan Tonda Wildlife Management Area Papua New Guinea.
Ekoregion hutan rawa tawar dan gambut Papua Selatan (Southern New Guinea Peat
and Freshwater Swamp Forest) seluas 52,7 ribu km² terdiri dari dua kawasan lindung kecil,
yaitu Cagar Alam Kumbe-Merauke dan habitat lahan basah, SM Danau Rawa Biru.
Sedangkan ekoregion darat lainnya adalah Savanna dan Padang Rumput (Trans-Fly/Trans-
Fly Savanna and Grassland) seluas 8,4 ribu km² yang terdiri dari Taman Nasional Wasur dan
Cagar Alam Rawa Biru. Trans Fly Ecoregion adalah suatu wilayah yang memiliki beraneka
ragam tumbuhan dan hewan yang terpusat. Disebut terpusat karena seluruh jenis burung
yang ada di Pulau Papua New Guinea atau pulau Papua setengah bagian atau 50% terdapat
dalam wilayah ini. PNG menetapkan wilayah ini sebagai suatu kawasan lindung, mulai dari
Sungai Fly ke bawah hingga cagar alam Tonda Wild Life Management Area yang berbatasan
langsung dengan Taman Nasional Wasur.
ekoregion di dunia tersebut melalui persetujuan untuk memelihara alam dengan suatu
kesepakatan yang disebut “Kesepakatan Ramsar”. Kesepakatan Ramsar merupakan
perjanjian antar pemerintahan yang memberikan kerangka untuk setiap negara untuk
melakukan usaha perlindungan habitat lahan basah dan kerjasama internasional untuk
pengelolaan. Persetujuan tersebut pertama kali ditandatangani di Kota Ramsar, Irian tahun
1971.
Oleh karena itu, dalam aspek lingkungan hidup, Kabupaten Merauke juga mempunyai
peran untuk turut serta melestarikan keanekaragaman hayati dan non hayati tidak hanya
untuk wilayah kabupaten saja, tetapi jugaseluruh Pulau Papua dan Papua New Guinea,
bahkan bagian dari ekoregion dunia.
Curah hujan pertahun di Kabupaten Merauke rata-rata mencapai 1.558,7 mm. Dari
data yang ada memperlihatkan bahwa perbedaan jumlah curah hujan pertahun antara daerah
Merauke Selatan dan bagian utara. Secara umum terjadi peningkatan curah hujan pertahun
dari daerah Merauke Selatan (1000 - 1500) dibagian Muting, kemudian curah hujan dengan
jumlah 1500-2000 mm/tahun terdapat di Kecamatan Okaba dan sebagian Muting, selebihnya
semakin menuju ke Utara curah hujannya semakin tinggi. Perbedaan tersebut juga berlaku
pada jumlah bulan basah yaitu semakin kebagian utara masa basah sangat panjang
sedangkan pada bagian selatan terdapat masa basah yang relatif pendek. Kondisi iklim yang
demikian berpeluang untuk dua kali tanam. Musim hujan yang terjadi merupakan kendala
terhadap kondisi jalan-jalan tanah yang setiap tahun mengalami kerusakan.
5,5 Hari/hari pada bulan Juli dan yang terbesar 8,43 Hari/hari pada bulan Oktober, dengan
rata-rata harian selama setahun sebesar 6,62 Hari. Tingkat kelembapan udara cukup tinggi
karena dipengaruhi oleh iklim Tropis Basah, kelembaban rata-rata berkisar antara 78-81%.
Tabel 2.5 Rata-Rata Tekanan Udara, Lama Penyinaran Matahari, dan Kecepatan Angin
Menurut Bulan di Kabupaten Merauke, 2021
Lama
Tekanan Rata-rata
Penyinaran
Bulan Udara Kecepatan
Matahari
(mb) (jam) (knot)
Januari 1008,2 81,8 4
Februari 1008,7 128,8 5
Maret 1010,0 144,9 4
April 1010,5 142,1 4
Mei 1011,0 184,1 6
Juni 1012,9 150,8 7
Juli 1011,8 130,5 6
Agustus 1013,0 169,3 7
September 1012,3 140,1 7
Oktober 1011,2 224,3 5
November 1009,6 203,6 5
Desember 1009,2 123,5 4
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.6 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Merauke, 2021
(hari) (mm)
Januari 26 296,1
Februari 25 186,8
Maret 16 377,9
April 18 174,2
Mei 18 94,5
Juni 13 11,8
Juli 12 188,2
Agustus 13 53,1
September 18 23,4
Oktober 7 37
November 16 128,3
Desember 26 375,3
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
5. Distrik Ilwayab, Tabonji, Kimaam dan Distrik Waan tergabung dalam DAS Dolak dengan
luas 1.246.950,8 Ha.
6. Distrik Kaptel, Ngguti, Ilwayab, Tabonji dan Distrik Kimaam tergabung dalam DAS
Digoel dengan luas 233.594,1 Ha
Untuk perwilayahan DAS Bikuma, Wilayah upstream, meliputi Distrik Ulilin, Eligobel,
dan Muting; Wilayah Median, meliputi Kurik, Tanah Miring, Jagebob, dan Sota; serta Wilayah
downstream, meliputi bagian selatan-timur Distrik Okaba, Kurik, Semangga dan Merauke.
Untuk perwilayahan DAS Buraka, wilayah upstream, meliputi: Wilayah Distrik Ngguti,
Bagian barat laut distrik Kaptel, wilayah Median, meliputi Wilayah bagian utara Distrik Okaba
dan wilayah downstream, meliputi Distrik Tuban.
Untuk perwilayahan DAS Dolak, wilayah Upstreamnya meliputi: wilayah Pulau Dolak
sendiri sebagai catchment areanya dan wilayah downstreamnya berupa sungai-sungai kecil
yang tidak terhitung jumlahnya. Wilayah DAS ini dihitung sebagai satu DAS pulau
berdasarkan Kepmen 11 tahun 2005 tentang Perwilayahan Sungai. Dalam peraturan tersebut
dijelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai dapat ditentukan oleh Sungai menurut sungainya dan
juga dapat dinamai berdasarkan Pulau. Hal tersebut terjadi pula dalam kasus Merauke,
dimana Pulau Dolak memiliki banyak sungai dan anak sungai sehingga DAS-nya dinamai
sesuai dengan nama Pulaunya.
Kabupaten Merauke memiliki 10 sungai besar yang memiliki karakteristik dan potensi
tersendiri. Sungai terpanjang adalah sungai Digul dengan panjang 800 km dan Sungai
terpendek adalah sungai Lorenz dengan lebar 120 km. Sementara Sungai dengan kecepatan
arus terbesar adalah sungai Bian yaitu 1,25 km/Hari. Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.7 Nama, Panjang, Lebar, dan Kecepatan Arus Sungai menurut Nama Sungai di
Kabupaten Merauke
Kecepatan
Panjang Lebar
Nama Sungai Arus
(km) (m) (km/hari)
Bian 210 117 - 1.449 1,25
Digul 800 215 - 1.200 0,27
Kouh 217 200 - 360 0,07
Kumbe 260 97 - 700 0,09
Lorenz 120 300 - 1.500 0,11
Maro 300 43 - 900 0,09
Obaa 160 70 - 400 0,07
Kawarga 218 50 - 300 0,09
Bets 240 200 - 900 -
Buraka - - -
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 & Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 2016
Gambar 2.5 Peta Daerah Aliran Sungai pada WS Einlanden-Digul-Bikuma
Tutupan lahan terbesar Savana letaknya tersebar antara bagian Tenggara Kabupaten
Merauke (Distrik Sota, Jagebob dan Eligobel), bagian tengah (Distrik Okaba dan Ngguti) serta
bagian barat di Pulau Kimaam (Distrik Kimaam dan Tabonji).
7 Perkebunan 16.135,7
8 Permukiman 37.614,2
11 Rawa 534,653,1
12 Savana 1.103.829,5
13 Sawah 29.190,5
Tahun 2021 ini laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Merauke mencapai hingga
0,44 persen pertahun. Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, rasio jenis kelamin di
Kabupaten Merauke sebesar 109,46. Hal ini menunjukkan jumlah penduduk laki-laki masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk perempuan. Secara lebih lanjut jumlah rumah
tangga di Kabupaten Merauke pada tahun 2021 ada sebanyak 53.728 rumah tangga,
sehingga secara rata-rata, anggota rumah tangga di masing-masing rumah tangga di
Kabupaten Merauke yaitu sebesar 4,31.
Laki- Jumlah
No. Kecamatan Perempuan
Laki Penduduk
Jumlah Penduduk
Ulilin
Eligobel
Muting
Sota
Jagebob
Tanah Miring
Semangga
Naukenjerai
Merauke
Malind
Animha
Kurik
Kaptel
Ngguti
Tubang
Okaba
Ilwayab
Waan
Tabonji
Kimaam
0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000
Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Laju Pertumbuhan Laju Pertumbuhan
Penduduk Penduduk
No. Kecamatan
2010-2020 2020-2021
(%) (%)
1 Kimaam -0,10 0,332
2 Waan -0,34 0,332
3 Tabonji -0,35 0,339
4 Ilwayab -0,35 0,337
5 Okaba -0,26 0,339
6 Tubang 0,04 0,336
7 Ngguti 0,68 0,332
8 Kaptel -0,10 0,334
9 Kurik 0,07 0,333
10 Malind 0,04 0,333
11 Animha 0,03 0,345
12 Merauke 0,01 0,330
13 Semangga 0,08 0,329
Kepadatan Kepadatan
Penduduk Penduduk
No. Kecamatan
(Km2) (Km2)
2010 2021
17 Naukenjerai 0,88
18 Muting 1,74
19 Eligobel 3,07
20 Ulilin 1,82
Kabupaten Merauke 4,95
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.12 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Kecamatan di Kabupaten
Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam 754,00 754,00 3.151,72 4,18
2 Tabonji 450,00 450,00 1.395,00 3,10
3 Waan 390,00 390,00 994,50 2,55
4 Ilwayab 100,0 100,0 265,00 2,65
5 Okaba 240,00 240,00 744,00 3,10
6 Tubang 35,00 35,00 87,50 2,50
7 Ngguti 5,00 5,00 12,50 2,50
8 Kaptel 2,00 2,00 5,00 2,50
9 Kurik 18.129,00 18.129,00 101.341,11 5,59
10 Animha 30,00 30,00 108,60 3,62
11 Malind 9.465,00 9.465,00 53.950,50 5,70
12 Merauke 1.622,00 1.622,00 9.083,00 5,60
13 Naukenjerai 458,00 458,00 1.740,00 3,80
14 Semangga 9.704,00 9.704,00 54.633,52 5,63
15 Tanah Miring 17.840,00 17.840,00 112.927,20 6,33
Tabel 2.13 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam 2,00 2,00 4,40 2,20
2 Tabonji - - - -
3 Waan - - - -
4 Ilwayab - - - -
5 Okaba 43,50 43,50 108,75 2,50
6 Tubang - - - -
7 Ngguti - - - -
8 Kaptel - - - -
9 Kurik 344,70 344,70 1206,45 3,50
10 Animha 1,00 1,00 2,00 2,00
11 Malind 22,25 22,25 73,43 3,30
12 Merauke 45,50 45,50 127,40 2,80
13 Naukenjerai 47,00 47,00 112,80 2,40
14 Semangga 147,00 147,00 502,74 3,42
15 Tanah Miring 53,00 53,00 180,20 3,40
16 Jagebob 256,74 256,74 1001,29 3,90
17 Sota 7,50 7,50 16,50 2,20
18 Muting 41,50 41,50 112,05 2,70
19 Eligobel 118,75 118,75 356,25 3,00
20 Ulilin 88,00 88,00 246,40 2,80
Tabel 2.14 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam - - - -
2 Tabonji - - - -
3 Waan - - - -
4 Ilwayab - - - -
5 Okaba - - - -
6 Tubang - - - -
7 Ngguti - - - -
8 Kaptel - - - -
9 Kurik 5,95 5,95 11,60 1,95
10 Animha - - - -
11 Malind 1,25 1,25 2,44 1,95
12 Merauke 2,50 2,50 4,75 1,90
13 Naukenjerai 0,00 0,00 0,00 0,00
14 Semangga 0,00 0,00 0,00 0,00
15 Tanah Miring 0,00 0,00 0,00 0,00
16 Jagebob 3,00 3,00 6,00 2,00
17 Sota 0,50 0,50 0,75 1,50
18 Muting - - - -
19 Eligobel - - - -
20 Ulilin - - - -
Kabupaten
13,20 13,20 25,54 1,93
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.15 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam 77,00 77,00 1463,00 19,00
2 Tabonji 84,00 84,00 1512,00 18,00
3 Waan 27,00 27,00 486,00 18,00
4 Ilwayab 47,50 47,50 760,00 16,00
5 Okaba 44,00 44,00 660,00 15,00
6 Tubang 14,25 14,25 213,75 15,00
7 Ngguti 4,00 4,00 60,00 15,00
8 Kaptel 3,00 3,00 45,00 15,00
9 Kurik 15,00 15,00 285,00 19,00
10 Animha 36,00 36,00 540,00 15,00
11 Malind 24,50 24,50 539,00 22,00
12 Merauke 27,00 27,00 432,00 16,00
13 Naukenjerai 33,75 33,75 472,50 14,00
14 Semangga 49,00 49,00 735,00 15,00
15 Tanah Miring 35,75 35,75 643,50 18,00
16 Jagebob 77,13 77,13 1542,60 20,00
17 Sota 28,00 28,00 532,00 19,00
18 Muting 64,50 64,50 967,50 15,00
19 Eligobel 56,75 56,75 1135,00 20,00
20 Ulilin 84,50 84,50 2112,50 25,00
Kabupaten
832,63 832,63 15.136,35 18,18
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.16 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Jalar Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam 50,50 50,50 606,00 12,00
2 Tabonji 37,00 37,00 481,00 13,00
3 Waan 29,00 29,00 348,00 12,00
4 Ilwayab 27,00 27,00 270,00 10,00
5 Okaba 44,00 44,00 572,00 13,00
6 Tubang 4,00 4,00 40,00 10,00
7 Ngguti 2,50 2,50 25,00 10,00
8 Kaptel 3,00 3,00 30,00 10,00
9 Kurik 14,15 14,15 183,95 13,00
10 Animha 42,00 42,00 462,00 11,00
11 Malind 20,50 20,50 246,00 12,00
12 Merauke 14,25 14,25 152,48 10,70
13 Naukenjerai 29,00 29,00 324,80 11,20
14 Semangga 17,00 17,00 204,00 12,00
15 Tanah Miring 110,25 110,25 1433,25 13,00
16 Jagebob 66,50 66,50 864,50 13,00
17 Sota 15,25 15,25 183,00 12,00
18 Muting 20,50 20,50 225,50 11,00
19 Eligobel 26,00 26,00 312,00 12,00
20 Ulilin 25,00 25,00 275,00 11,00
Kabupaten
597,40 597,40 7.238,48 12,12
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.17 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam 42,00 42,00 420,00 10,00
2 Tabonji 36,00 36,00 351,00 9,75
3 Waan 39,00 39,00 399,75 10,25
4 Ilwayab 23,00 23,00 218,50 9,50
5 Okaba 29,00 29,00 377,00 13,00
6 Tubang 1,50 1,50 12,75 8,50
7 Ngguti 3,50 3,50 29,75 8,50
8 Kaptel - - - -
9 Kurik 11,25 11,25 146,25 13,00
10 Animha 29,00 29,00 319,00 11,00
11 Malind 5,25 5,25 63,00 12,00
12 Merauke 14,50 14,50 174,00 12,00
13 Naukenjerai 17,00 17,00 190,40 11,20
14 Semangga 11,00 11,00 132,00 12,00
15 Tanah Miring 5,00 5,00 55,00 11,00
16 Jagebob 57,50 57,50 747,50 13,00
17 Sota 18,00 18,00 198,00 11,00
18 Muting 25,50 25,50 280,50 11,00
19 Eligobel 25,00 25,00 225,00 9,00
20 Ulilin 46,50 46,50 511,50 11,00
Kabupaten
439,50 439,50 4.850,90 11,04
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.18 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Gembili Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam 30,50 30,50 396,50 13,00
2 Tabonji 23,50 23,50 305,50 13,00
3 Waan 8,50 8,50 102,00 12,00
4 Ilwayab 16,50 16,50 198,00 12,00
5 Okaba - - - -
6 Tubang - - - -
7 Ngguti - - - -
8 Kaptel - - - -
9 Kurik - - - -
10 Animha 10,00 10,00 100,00 10,00
11 Malind - - - -
12 Merauke 4,00 4,00 46,00 11,50
13 Naukenjerai 12,00 12,00 134,40 11,20
14 Semangga - - - -
15 Tanah Miring - - - -
16 Jagebob 2,00 2,00 22,00 11,00
17 Sota 49,50 49,50 544,50 11,00
18 Muting - - - -
19 Eligobel 3,00 3,00 30,00 10,00
20 Ulilin 2,00 2,00 21,00 10,50
Kabupaten
161,50 161,50 1.899,90 11,76
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.19 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kacang Tanah Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam - - - -
2 Tabonji - - - -
3 Waan - - - -
4 Ilwayab - - - -
5 Okaba - - - -
6 Tubang - - - -
7 Ngguti - - - -
8 Kaptel - - - -
9 Kurik 12,75 12,75 25,50 2,00
10 Animha - - - -
11 Malind 52,75 52,75 116,05 2,20
12 Merauke 1,25 1,25 2,88 2,30
13 Naukenjerai 4,00 4,00 9,60 2,40
14 Semangga 4,50 4,50 10,35 2,30
15 Tanah Miring 5,75 5,75 10,93 1,90
16 Jagebob 189,67 189,67 455,21 2,40
17 Sota 3,00 3,00 6,60 2,20
18 Muting 32,50 32,50 61,75 1,90
19 Eligobel 54,00 54,00 129,60 2,40
20 Ulilin 35,50 35,50 69,23 1,95
Kabupaten
395,67 395,67 897,70 2,27
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
Tabel 2.20 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kacang Hijau Menurut
Kecamatan di Kabupaten Merauke, 2021
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas
No. Kecamatan
(ha) (ha) (ton) (ton/ha)
1 Kimaam - - - -
2 Tabonji - - - -
3 Waan - - - -
4 Ilwayab - - - -
5 Okaba - - - -
6 Tubang - - - -
7 Ngguti - - - -
8 Kaptel - - - -
9 Kurik 7,00 7,00 10,50 1,50
10 Animha - - - -
11 Malind 11,00 11,00 21,45 1,95
12 Merauke 0,75 0,75 1,28 1,70
13 Naukenjerai 8,00 8,00 14,40 1,80
14 Semangga 7,00 7,00 13,30 1,90
15 Tanah Miring 5,75 5,75 10,35 1,80
16 Jagebob 14,00 14,00 28,00 2,00
17 Sota - - - -
18 Muting 1,00 1,00 1,80 1,80
19 Eligobel 15,25 15,25 27,45 1,80
20 Ulilin 13,50 13,50 24,30 1,80
Kabupaten
83,25 83,25 152,83 1,84
Merauke
Sumber : Kabupaten Merauke Dalam Angka, 2022
2.9.2 Holtikultura
Di tahun 2020 tanaman kacang Panjang/ Long Beans 1.759.80 kuintal dan
Cabai/Chili merupakan tanaman sayuran dengan produksi yaitu sebanyak 2.649.60 kuintal
menurun dari tahun sebelumnya.
T a b e l 2. 2 1 L u a s P a n e n T a n a m a n S a y u r a n M e n u r ut K e c a m a t a n d a n J e ni s T a n a m a n ( h a ), 2 0 2 1
1 Kimaam - 1,50 0,35 - 1,50 0,35 - 0,10 0,25 1,00 0,75 0,25 - -
2 Tabonji - 2,00 2,00 - 2,00 2,00 - 2,00 - 2,10 2,10 2,10 - -
3 Waan - - - - - - - - - - - - - -
4 Ilwayab - 1,35 0,50 - 1,35 0,50 - 0,70 - 1,00 0,75 0,50 - -
5 Okaba 1,25 0,20 0,45 1,25 0,20 0,45 - - - 0,70 5,05 0,25 - -
6 Tubang - 0,60 - - 0,60 - - - - 0,60 0,60 0,50 - -
7 Ngguti - 0,10 - - 0,10 - - 0,25 - 0,15 0,10 - - -
8 Kaptel - - 0,05 - - 0,05 - - - - 0,05 - - -
9 Kurik - 6,15 0,25 - 6,15 0,25 - 1,38 - 2,09 1,40 1,57 - -
10 Animha - 1,10 1,00 - 1,10 1,00 - 1,10 - 1,10 1,00 - - -
11 Malind 3,75 20,75 13,00 3,75 20,75 13,00 27,00 19,10 9,00 10,00 23,45 3,00 13,00 17,00
12 Merauke 8,50 18,69 5,44 8,50 18,69 5,44 - 10,56 1,00 55,50 4,66 21,60 1,87 1,00
13 Naukenjerai - 7,00 1,50 - 7,00 1,50 - - - 0,25 0,20 - - -
14 Semangga 1,00 28,00 25,00 1,00 28,00 25,00 1,00 5,00 2,00 13,00 14,00 - 12,00 4,00
Tanah
15 7,00 12,50 8,85 7,00 12,50 8,85 1,25 1,10 1,00 - 3,25 1,00 0,75 3,25
Miring
16 Jagebob 1,00 12,97 0,13 1,00 12,97 0,13 - 2,69 0,25 3,57 9,50 0,50 2,06 18,75
17 Sota 8,50 13,50 14,50 8,50 13,50 14,50 - 0,50 14,50 0,50 3,00 - 0,50 -
18 Muting - 3,25 - - 3,25 - - 0,80 - 5,30 3,15 3,50 - -
19 Eligobel - 2,75 2,75 - 2,75 2,75 0,25 2,85 0,25 2,90 3,85 2,40 0,75 0,75
20 Ulilin - 16,75 14,00 - 16,75 14,00 - 8,00 19,25 24,25 13,00 10,75 16,25 2,50
Kabupaten
31,00 149,16 89,77 31,00 149,16 89,77 29,50 56,13 47,50 124,01 89,86 47,92 47,18 47,25
Merauke
S u m b er : Ka b up aten Merauk e Dala m An gk a, 2 02 2
2.9.3 Perkebunan
Pada tahun 2020 tanaman perkebunan yang banyak dihasilkan di Kabupaten
Merauke adalah tanaman kelapa Sawit. Dimana total produksi tanaman tersebut adalah
sebesar 78.211.54 ton dengan luas tanam seluas 80.200.53 ha. Secara total luas lahan
perkebunan di Kabupaten Merauke pada tahun 2020 mencapai hingga 9.622.725 ha.
BAB III
INDEKS KEKERINGAN
3.1 Indeks Kekeringan
lndeks kekeringan merupakan suatu
perangkat utama untuk mendeteksi,
memantau, dan mengevaluasi kejadian
kekeringan. Karena kekeringan memiliki
karakter multi-disiplin yang membuat tidak
adanya sebuah definisi yang dapat diterima
oleh semua pihak di dunia, maka tidak ada
sebuah indeks kekeringan yang berlaku
universal. Sesuai dengan jenis kekeringan,
terdapat pula indeks kekeringan meteorologi, indeks kekeringan hidrologi, dan indeks
kekeringan pertanian (Niemeyer, 2008).
lndeks kekeringan menggabungkan berbagai data mengenai curah hujan, salju, debit
aliran sungai dan berbagai indikator ketersediaan air pada sebuah gambaran yang
komprehensif. Suatu indeks kekeringan pada umumnya merupakan sebuah angka, yang jauh
lebih berguna dari banyak data mentah untuk pengambilan keputusan (Hayes, 1999).1ndeks
kekeringan mendefinisikan beberapa parameter kekeringan, yaitu intensitas, durasi,
keparahan, dan sebaran spasialnya. Skala waktu yang kerap digunakan adalah tahun dan
bulan. Untuk menyatakan kondisi kekeringan yang terkait dengan pertanian, penyediaan air,
dan air tanah, paling sesuai adalah interval waktu bulan (Panu and Sharma, 2002). Deret
waktu (time-series) dari indeks kekeringan memberikan dasar untuk mengevaluasi kejadian
kekeringan (Ashok dan Singh, 2010). lndeks kekeringan digunakan untuk mendukung
pengelolaan kekeringan.
Indeks kekeringan meteorologi telah memiliki metode yang disepakati dunia, yaitu
Standardized Precipitation Index (SPI), yang juga telah banyak digunakan dalam berbagai
studi kekeringan di Indonesia. Sedangkan untuk kekeringan hidrologi, sampai saat ini belum
diperoleh kesepakatan mengenai indeks kekeringan hidrologi yang dapat digunakan secara
global. Di Indonesia masih belum ada indeks kekeringan hidrologi yang telah diterapkan.
lndeks kekeringan hidrologi merupakan fungsi dari indikator kekeringan hidrologi, yaitu
data yang diamati di lapangan, yang berkaitan dengan kekeringan hidrologi, yaitu yang mudah
tersedia adalah : debit aliran sungai, serta muka air danau dan waduk. Semakin hari
kekeringan hidrologi menjadi semakin rumit dengan adanya campur tangan manusia berupa
infrastruktur sumber daya air, hukum dan kelembagaan.
Prosentase Normal
Desil
SPI Standardized
Meteorologi
Precipitation Index
Hujan dan Air di Waduk
Indeks Kekeringan
SDI Streamflow
Drought Index
Prosentase Prosentase dari hujan aktual Baik untuk suatu daerah dan musim
Normal dari hujan normal. Hujan tertentu. Populer dalam menyatakan
normal dihitung dari data seri prakiraan cuaca Tidak dapat menentukan
yang panjang (minimal 30 frekuensi penyimpangan; tidak mampu
tahun) mengidentifikasi dampak kekeringan atau
untuk rencana mitigasi kekeringan, belum
mengakomodasi distribusi hujan yang tak
simetris.
PDSI, Palmer Berdasarkan hujan dan suhu, Telah lama dan banyak digunakan di
Drought dihitung lengas tanah Lengas Amerika Untuk mewaspadai kekeringan
Severity tanah perlu dikalibrasi pertanian. Secara spasial tidak konsisten,
Index Palmer indeks antar wilayah tidak dapat
(1965) dibandingkan
Keetch- Berdasarkan hujan dan suhu Sistem peringatan dini kebakaran hutan
Byram
Drought
Index (KBDI)
Kalimantan,
Bappenas
(1999),
Hoffmann et
al.. (1999)
EDI (Effective Penyempurnaan SPI, dengan Menghitung tingkat kekeringan harian,
Drought menggunakan hujan efektif sesuai untuk kekeringan yang
Index) harian berlangsung singkat maupun tahunan
Sumber : Analisa Kekeringan untuk Pengelolaan Sumber Daya Air
CMI, Crop Pengembangan PDSI, dengan Cocok untuk pertanian pada awal musim
Moisture memasukkan lengas tanah tanam di musim panas. Kurang sesuai
Index untuk kekeringan yang berkepanjangan
Palmer (1968)
Normalised Menyatakan stress tanaman Untuk pertanian
Difference melalui infra merah data
Vegetation satelit
Index (NDVI)
Sumber : Analisa Kekeringan untuk Pengelolaan Sumber Daya Air
Faktor-K yang merupakan perbandingan antara penyediaan air dengan kebutuhan air
telah diterapkan di Jawa sejak jaman Belanda untuk mencapai keadilan alokasi air. Sampai
dengan saat ini Faktor-K masih digunakan di bendung irigasi dan bangunan bagi lainnya.
Faktor-K ini menyatakan keandalan pasokan air secara volume. Keandalan pasokan air jenis
lainnya adalah yang berdasarkan waktu, misalnya penyediaan air irigasi dengan tingkat
keandalan 80%.
Jika pada suatu sistem penyediaan air terdapat waduk, yang menyimpan air di musim
hujan untuk digunakan pada musim kemarau, maka tingkat keandalan sistem, yang
dinyatakan dalam Faktor-K akan meningkat. Dengan demikian Faktor-K menyatakan tingkat
pemenuhan kebutuhan air dan keandalan sistem secara volumetrik, yang dapat diterapkan
pada berbagai penggunaan air di wilayah sungai, tidak hanya terbatas pada irigasi.
Untuk mencapai keadilan alokasi air, kelompok pengguna air yang sama, misalnya
sesama irigasi, diatur untuk mencapai Faktor-K yang sama pula. Akan tetapi antar pengguna
air, misalnya untuk air bersih dan irigasi dapat memiliki Faktor-K yang berbeda sesuai dengan
prioritasnya.
3.4 Indeks Kekeringan dan Kelangkaan Air dalam Upaya Mitigasi Kekeringan dan
Kelangkaan Air
Diagram sebab akibat pada Gambar 3.2 menunjukkan bahwa indeks kekeringan
meteorologi IKM dan indeks kekeringan hidrologi IKH memiliki fungsi yang penting dalam
mitigasi bencana kekeringan, yaitu sebagai masukan utama dari pengelolaan kekeringan,
dalam memberikan evaluasi secara obyektif mengenai tingkat kekeringan yang terjadi, dan
dapat digunakan untuk deteksi dini dalam rangka antisipasi bencana kekeringan.
Gambar 3.2 Diagram Sebab-Akibat Penyebab Kekeringan dan Kelangkaan Air Serta Upaya
Mitigasinya
lndeks kelangkaan air IKA, selain menjadi masukan untuk pengelolaan kekeringan, juga
dapat digunakan sebagai masukan untuk rencana tata ruang, disamping juga untuk
pengelolaan sumber daya air, yang pada prinsipnya dimaksudkan untuk menyeimbangkan
antara kebutuhan air dengan air yang tersedia.
BAB IV
METODE ANALISIS KEKERINGAN
Analisis kekeringan dan kelangkaan air dilaksanakan sesuai dengan jenis kekeringan,
yaitu kekeringan meteorologi dari curah hujan, kekeringan hidrologi di sungai, kekeringan
hidrologi di danau dan waduk, serta kelangkaan air di pengguna air, sebagaimana disajikan
pada Gambar 4.1.
Kekurangan Air
Di Danau dan
Hujan Di Sungai Di Pengguna Air
Waduk
lndikator kekeringan seperti misalnya data runtut waktu hujan atau debit Xt dipotong
pada suatu am bang batas Xo, yang dapat berupa nilai rata-rata, median, atau persentil
tertentu, atau angka lainnya yang dapat berupa angka tetap maupun bervariasi menurut
musim. Kekeringan didefinisikan sebagai kondisi bilamana nilai indikator setelah dipotong
berada di bawah garis ambang batas, atau dengan lain perkataan jika nilainya negatif setelah
dilakukan pemotongan.
Selanjutnya Theory of Run diterapkan pada data runtut waktu (time-series) indikator
kekeringan yang telah dipotong, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.2 (Mishra and Singh,
2010). Durasi kekeringan D (Duration) adalah panjang waktu antara garis memotong Xo
menjadi negatif sampai dengan memotong Xo menjadi positif. Tingkat kekeringan M
(magnitude) dari suatu kejadian kekeringan adalah jumlah kumulatif defisit di bawah ambang
batas Xo. Sedangkan intensitas kekeringan I (Intensity) adalah rata-rata penyimpangan dari
Xo, atau hasil bagi antara keparahan dengan durasi.
Prosedur analisis run adalah: normalisasi distribusi, pemotongan batas kekeringan, dan
kajian durasi, intensitas atau magnitude, dan tingkat keparahan (severity) kekeringan.
Pembakuan data terhadap nilai tengahnya, dapat dilakukan dengan cara transformasi
menjadi prosentase rata-rata, penyimpangan dari rata-rata, atau dibuat menjadi baku normal-
z. Pembakuan debit menjadi normal-z ini tidak berdimensi, jadi dapat dibandingkan dengan
data baku normal-z. Kekeringan terjadi jika data berada dibawah tingkat potong, dan durasi
kekeringan adalah waktu selama data tetap berada di bawah ambang batas potong. SPI dan
SRI menggunakan batas potong rata-rata. Edossa et al. (2010) menggunakan batas potong
debit andalan 70%, 80% dan 95% menentukan tingkat keparahan kekeringan.
Dengan keterangan :
Qrata = rata-rata debit Q
SQ = simpangan baku debit Q
Maka Z akan mendekati distribusi normal baku dengan rata-rata 0 dan variansi 1.
Distribusi Normal ND Distribusi Normal ND Distribusi LogNormal Distribusi LogNormal Distribusi Gamma GM Distribusi Gamma GM
Ambang Batas Tetap Ambang Batas LN Ambang Batas LN Ambang Batas Ambang Batas Tetap Ambang Batas
50% 80% Musiman 50% 80% Tetap 50% 80% Musiman 50% 80% 50% 80% Musiman 50% 80%
Gambar 4.3 Berbagai Kombinasi Pembentukan IKH Berdasarkan Debit Aliran Sungai
Kejadian kekeringan didefinisikan sebagai waktu pad a sa at SPI bertanda negatif terus
menerus sampai nilai positif terjadi lagi, tenggang waktu tersebut dinamakan durasi
kekeringan. Jika nilai SPI dijumlahkan selama tenggang waktu durasi kekeringan tersebut,
maka akan menggambarkan jumlah kekeringan atau tingkat keparahan kekeringan. lntensitas
kekeringan adalah jumlah kekeringan dibagi dengan durasi kekeringan (Hayes,1999) dan
(McKee,1993}.
Deret SPI, akhirnya merupakan deret waktu dengan distribusi frekuensi mendekati
Normal, setelah melalui proses transformasi (Gammanisasi) dan standardisasi menjadi
Normal, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.4. Nilai SPI akan positif jika hujan diatas
hujan rata-rata, dan negatif jika sebaliknya. Penyimpangan nilai SPI dari rata-rata terkait
dengan probabilitas terjadinya kekeringan, dan dapat digunakan untuk kajian resiko
kekeringan. Deret waktu SPI dapat digunakan untuk pemantauan kekeringan dengan
mendefinisikan batas untuk menentukan awal dan akhir terjadinya kekeringan. Tingkat
keparahan kekeringan dapat dianalisis melalui akumulasi nilai SPI (Adidarma et al., 2011).
Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Hujan Bulanan Asli dan Setelah diubah Menjadi SPI
lndeks kekeringan SPI ini sangat populer dan diterima oleh masyarakat dunia sebab
sederhana, dapat dihitung untuk berbagai selang waktu, dapat menyatakan tingkat keparahan
kekeringan, dan dapat digunakan untuk sistem peringatan dini kekeringan (Hayes, 1999).
lndeks kekeringan untuk debit aliran sungai yang populer adalah Standardized Runoff
Index (SRI), yang merupakan penerapan SPI untuk debit aliran sungai (Shukla dan Wood,
2008). Sebagaimana indeks kekeringan meteorologi SPI, indeks kekeringan SRI juga
berdasarkan distribusi Gamma. Pada tulisan ini digunakan SRI.GM dengan distribusi Gamma,
atau juga disebut Adidarma (2006) sebagai SPIQ; serta pengembangannya dengan distribusi
Normal dan LogNormal, yang untuk selanjutnya dinamakan SRI.ND dan SRI.LN. Serupa
dengan SPI, maka SRI dapat dibuat untuk 1 bulan, rata-rata nilai 3 bulanan, 6 bulanan, dan
12 bulanan.
Tingkat keparahan kekeringan pada suatu saat dapat dinilai berdasarkan besaran
indeks kekeringan pada bulan yang bersangkutan. Sedangkan untuk setiap tahun dapat
dihitung jumlah kekeringan atau tingkat keparahan kekeringan tahunan, serta durasi lama
kekeringan yang terjadi dalam suatu tahun. Prosedur perhitungan indeks kekeringan hidrologi
SRI ini adalah sebagai berikut:
1. Kumpulkan data debit aliran sungai bulanan. Lengkapi data debit yang kosong dengan
analisis hujan-aliran, interpolasi atau teknik melengkapi data debit lainnya;
2. Susun debit runtut waktu Q1, Q3, Q6, dan Q12, yaitu data rata-rata bulanan, 3 bulanan,
6 bulanan, dan 12 bulanan;
3. Pilih distribusi statistik yang sesuai dengan debit runtut waktu tersebut diatas, antara
lain pilihan distribusi Normal, LogNormal, dan Gamma;
4. Transformasi data sesuai dengan distribusi yang sesuai;
5. Transformasi data menjadi baku normal, dengan rata-rata nol dan variansi satu;
6. Tentukan ambang batas pemotongan, misalnya nol untuk nilai rata-rata atau QSO%, -
1,84 untuk debit andalan Q80%;
7. Transformasi data menjadi indeks kekeringan hidrologi SRI seusai dengan distribusi
statistik yang sesuai dan am bang batas potong yang ditentukan.
Dengan keterangan :
wl = muka air waduk
Mwl = median muka air waduk
Persamaan (4.4) ini menyatakan penyimpangan tinggi muka air waduk terhadap median
tinggi muka air waduk pada bulan yang sama, dan selanjutnya dibakukan dengan membagi
median pada bulan tersebut, sehingga RDI menyatakan berapa persen penyimpangan tinggi
muka air dari median tiap bulan. Kesederhanaan RDI yang hanya membutuhkan data tinggi
muka air waduk atau danau, memungkinkan dapat diterapkan pada setiap waduk dan danau
di Indonesia. Kategori kekeringan RDI ini adalah Prosedur perhitungan indeks kekeringan
pada waduk dan danau.
1. Kumpulkan data runtut waktu bulanan tinggi muka air atau volume air pada danau atau
waduk.
2. Hitung indeks kekeringan hidrologi untuk danau, RDI dengan berdasarkan rumus (4.4).
Persamaan (4.6) menyatakan bahwa jika air yang tersedia lebih banyak dari yang
dibutuhkan, maka air yang dipasok akan sama dengan kebutuhan air.
Ambang batas yang digunakan pada studi ini adalah 1, sehingga jika Faktor-K = 1 maka
IKH = 0 yang berarti tidak terjadi kekurangan air. Saat ini pada bendung irigasi biasa
diterapkan Faktor-K dengan klasifikasi seperti pada Tabel 4.1 berikut.
Faktor-K Klasifikasi
BAB V
HASIL SURVEY TERDAHULU DAN
ANALISIS AWAL
5.1 Pemantauan Kondisi Pos Klimatologi
Salah satu upaya untuk mendukung optimasi manajemen sumberdaya air adalah
optimalnya jaringan stasiun pencatatan hujan. Dengan jaringan yang baik maka analisis
ketersediaan air yang menggunakan data hujan menjadi lebih valid (dapat dipertanggung
jawabkan). Kesalahan dalam pemantauan data dari stasiun hujan sangat berpengaruh
terhadap data hasil yang kurang optimal. Kesalahan tersebut bermacam-macam
penyebabnya ada yang dari alatnya yang rusak ataupun error ada juga dikarenakan jarak
antar stasiun hujan yang terlalu jauh ataupun variasi penyebaran hujan secara ruang kurang
merata pada daerah aliran sungai (DAS) tersebut. Jumlah stasiun hujan yang optimal dan
pola penyebaran stasiun hujan yang optimal sangatlah diperlukan untuk kegiatan
perencanaan dan manajemen sumberdaya air ke masa depan. Dalam mendukung kegiatan
monitoring kekeringan di Kabupaten Merauke maka perlunya meninjau kondisi Pos Hujan/Pos
Klimatologi milik Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Papua Merauke. Adapun sebaran dan
kondisi Pos Hujan/Pos Klimatologi dapat dilihat pada tabel berikut :
Koordinat
Point Jenis Pos Lokasi Kondisi DAS
Latitude Longitude
14 Pos Klimatologi Kurik IV -823.571 140.266.844 Baik Kumbe
15 Pos Klimatologi Sermayam II -829.286 140.702.369 Baik Maro
16 Pos Klimatologi Sidomulyo -846.745 1.404.456 Rusak Maro
17 Pos Klimatologi Muting -729.625 140.654.658 Rusak Kumbe
Univ.
18 Pos Klimatologi Musamus -853.158 140.417.053 Baik Maro
Merauke
Sumber : Laporan Monitoring Kekeringan Kab. Merauke, 2020 dan 2021
Tanggal RR
01-05-2022 29.4
Tanggal RR
02-05-2022 17.1 01-05-2022 31.8
03-05-2022 0.6 02-05-2022 8.6
04-05-2022 0 03-05-2022 1.6
05-05-2022 0 04-05-2022 0
06-05-2022 0 05-05-2022 1
07-05-2022 8888 06-05-2022
08-05-2022 0.4 07-05-2022
09-05-2022 8888 08-05-2022 1.4
09-05-2022 2
10-05-2022 0
10-05-2022 10.6
11-05-2022 3.6
11-05-2022
12-05-2022 10.6
12-05-2022 7
13-05-2022 24.7 13-05-2022
14-05-2022 0 14-05-2022
15-05-2022 0 15-05-2022
16-05-2022 0 16-05-2022
17-05-2022 0 17-05-2022
18-05-2022 0 18-05-2022
19-05-2022 19-05-2022
20-05-2022 0
20-05-2022
21-05-2022
21-05-2022 0
22-05-2022
22-05-2022 0
23-05-2022 8888
23-05-2022 8888
24-05-2022
24-05-2022 0 25-05-2022
25-05-2022 0 26-05-2022
26-05-2022 0.3 27-05-2022 8888
27-05-2022 0 28-05-2022
28-05-2022 0 29-05-2022
29-05-2022 0 30-05-2022
30-05-2022 0 31-05-2022 4.8
31-05-2022 1
Keterangan : Keterangan :
8888: data tidak terukur 8888: data tidak terukur
9999: Tidak Ada Data (tidak dilakukan pengukuran) 9999: Tidak Ada Data (tidak dilakukan pengukuran)
RR: Curah hujan (mm) RR: Curah hujan (mm)
Sumber : https://dataonline.bmkg.go.id/data_iklim
Berdasarkan data curah hujan bulan Mei 2022 di seluruh Wilayah Kabupaten
Merauke, analisis curah hujan untuk bulan Mei 2022 dapat dilihat pada tabel 5.3, Sedangkan
Peta analisis curah hujan untuk bulan Mei 2022 dapat dilihat pada gambar 5.3.
0 - 20
21 - 50
201 - 300 Kab. Merauke: Kimaam, Tabonji, Waan, Ilwayab, Tubang, Ngguti, Kaptel, Naukenjerai, Elikobel
301 - 400
401 - 500
>500
Dari hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa curah hujan pada bulan Mei 2022 di
Kabupaten Merauke mempunyai 2 (dua) jenis kategori cuarh hujan, yaitu kategori Rendah
dan Menengah. Untuk curah hujan dengan kategori Rendah terjadi di Distrik Jagebob dan
Sota. Sedangkan untuk curah hujan dengan kategori Menengah terjadi di Distrik Kurik,
Animha, Malind, Semangga, Ulilin, Okaba, Merauke, Tanah Miring, Muting, Kimaam, Tabonji,
Waan, Ilwayab, Tubang, Ngguti, Kaptel, Naukenjerai, dan Elikobel.
Dari hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa curah hujan pada bulan Mei 2022 di
Kabupaten Merauke mempunyai 3 (tiga) jenis kategori sifat hujan, yaitu kategori Bawah
Normal, Normal, dan Atas Normal. Untuk sifat hujan dengan kategori Bawah Normal terjadi
di Distrik Kurik, Animha, Malind, Jagebob, Sota, Muting, dan Ulilin. Untuk kategori Normal
terjadi di Distrik Okaba, Tubang, Kaptel, Merauke, Semangga, dan Tanah Miring. Sedangkan
untuk ketegori Atas Normal terjadi di Distrik Kimaam, Tabonji, Eaan, Ilwayab, Ngguti,
Naukenjerai, dan Elikobel.
Tabel 5.5 Analisis Tingkat Kekeringan dan KebasahanPeriode Maret - Mei 2022
Tingkat Kebasahan Tingkat Kekeringan
Kota/Kabupaten Sangat Agak Normal Sangat
Basah Kering Agak Kering
Basah Basah Kering
Seluruh
Merauke - - - - Ulilin Muting
Wilayah
Adapun kategori Indeks SPI 3 bulanan untuk periode bulan Maret sampai dengan
bulan Mei 2022 di wilayah Kabupaten Merauke memliliki tingkat kekeringan dengan kategori
Kering untuk wilayah Distrik Ulilin, kategori Agak Kering untuk wilayah Distrik Muting, dan
kategori Normal untuk sisa dari wilayah Kabupaten Merauke yang mengalami tingkat
kekeringan.
Hari Tanpa Hujan berturut-turut untuk Bulan Mei 2022 kategori menengah yakni 11
(sebelas) hari terdapat di Salor Indah, Wapeko, dan Semangga.
BAB VI
RENCANA KERJA
6.1 Umum
Rencana kerja adalah rencana
penyelesaian masalah dalam pekerjaan secara
runtun dengan menggunakan cara/metoda yang
dapat dipertanggung jawabkan, dimana setiap
item pekerjaan mempunyai keterkaitan dengan
item pekerjaan lainnya. Pada bab ini, rencana
kerja yang disampaikan masih bersifat umum
atau berupa garis besar langkah-langkah kerja.
Kegiatan pekerjaan persiapan ini direncanakan akan diselesaikan dalam kurun waktu
3 (tiga) minggu.
Pengumpulan data-data sekunder, yaitu data curah hujan, peta batas DAS, peta
administrasi, data debit, dan data ENSO.
3. Laporan Akhir
Sebelum laporan akhir diserahkan, konsultan harus menyerahkan Draft Laporan
Akhir yang memuat keseluruhan rencana laporan hasil akhir dari hasil pekerjaan
yang dilaksanakan sebagai bahan diskusi materi Laporan Akhir yang akan
disusun dan didiskusikan bersama dengan pihak-pihak terkait.
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya akhir bulan ke-6 (enam) sejak
SPMK diterbitkan.
Laporan Akhir memuat keseluruhan dari hasil laporan pekerjaan monitoring
kekeringan yang telah selesai dilaksanakan.
4. Diskusi
Selama periode pelaksanaan pekerjaan, konsultan harus mengadakan diskusi
dengan pihak pemberi tugas. Dalam hal ini PPK Operasi dan Pemeliharaan
Sumber Daya Air I dan direksi pekerjaan mengenai masalah-masalah yang ada di
lapangan agar segera mendapatkan solusinya. Diskusi dilakukan minimal 2 (dua)
kali selama pelaksanaan pekerjaan. Diskusi dilakukan pada saat Pembahasan
Laporan Pendahuluan, dan Pembahasan Konsep Laporan Akhir. Seluruh saran
dan masukan dari peserta diskusi harus dicatat guna penyempurnaan Laporan
Akhir dari pekerjaan Monitoring Kekeringan ini.
Q1, Cek :
1. Kelengkapan dan Kesesuaian
P1 P2
Dokumen Kontrak dan SPMK
dengan Paket Pekerjaan Persiapan Kantor, Penyusunan Rencana
2. Kesesuaian Personil sesuai Mobiliasi Personil dan Kerja dan Pengumpulan
dengan Surat Penugasan Peralatan, Perijinan Data Sekunder
3. Kelengkapan Personil dan Tidak Tidak
Peralatan
4. Kelengkapan Surat Perijinan
Q1 Q2
P2, Cek :
1. Studi Terdahulu
2. Peta Batas DAS Ya
3. Peta Administrasi P3
4. Data Debit
5. Data ENSO Penyusunan (Konsep)
6. Surat Permohonan Data Laporan Pendahuluan
Tidak
Q2, Cek :
1. Kualitas dan Validasi Data
Sekunder Q3
P3,Cek :
1. Pendahuluan Diskusi (Konsep) Ya Laporan Pendahuluan
2. Gambaran Umum Laporan Pendahuluan
3. Indeks Kekeringan
4. Metode Analisis Kekeringan
5. Rencana Kerja
6. Penutup A
Q3, Cek :
1. Kelengkapan Penyusunan Konsep
Laporan Pendahuluan
P4,Cek : A
1. Analisa Hidrologi
2. Analisa Indeks Kekeringan
3. Pemetaan Indeks Kekeringan
P4 P5
Q4, Cek :
1. Kualitas Hasil Analisis Data
Kegiatan Monitoring
Analisis Data
Kekeringan
P5, Cek : Tidak Tidak
1. Mendata Lokasi Rawan Kekeringan
Per-Bulan
2. Meninjau Lokasi Rawan Kekeringan P7
Q4 Q5
Per-Bulan Penyusunan Laporan
Q5, Cek : Bulanan
1. Validitas Hasil Monitoring (1 s/d 6)
Ya
Kekeringan P6 Tidak
2. Dokumentasi
Penyusunan (Konsep) Q7
P6,Cek : Laporan Akhir
1. Rangkuman Hasil Kegiatan Ya
Tidak
Monitoring Kekeringan
2. Rangkuman Hasil Analisis Data
Q6 Laporan Bulanan
3. Pemetaan Indeks Kekeringan
(1 s/d 6)
4. Kesimpulan dan Saran
Q6, Cek :
1. Kelengkapan Penyusunan Konsep Diskusi (Konsep) Ya Laporan Akhir
Laporan Akhir Laporan Akhir
P7,Cek :
1. Hasil Laporan Kemajuan Bulanan
Selesai
2. Permasalahan Yang Ada
3. Hasil Kegiatan Monitoring
Kekeringan Per Bulan
4. Rencana Kerja Bulan Berikutnya
Q7, Cek :
1. Kelengkapan Penyusunan Laporan
Bulanan
G a m b a r 6. 1 D i a g r a m Alir P el a k s a n a a n P e k e rj a a n
BAB VII
PENUTUP
Laporan Pendahuluan ini disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja dengan didukung
oleh data yang ada, sedangkan dalam pelaksanaan nanti akan lebih kualitatif dari apa yang
tersirat dalam Laporan Pendahuluan ini.