TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam serviks (bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks terjadi jika
sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali. .Penyebab
terjadinya kelainan pada sel sel serviks tidak di ketahui secara pasti, tetapi terdapat
beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu
Deteksi dini kanker serviks adalah upaya memutus mata rantai infeksi, atau
mencegah progresivitas lesi displasia sel-sel serviks (disebut juga lesi prakanker)
menjadi kanker. Bila lesi displasia ditemukan sejak dini dan kemudian segera diobati,
hal ini akan mencegah terjadinya kanker serviks dikemudian hari (Nuranna et al.,
2013). Lesi prakanker yang perlu diangkat/diobati adalah jenis LISDT (lesi
skuamosa derajat rendah) dianggap lesi yang jinak dan sebagian besar akan
mengalami regresi secara spontan. Perempuan yang terkena lesi prakanker diharapkan
dapat sembuh hampir 100%, sementara kanker yang ditemukan pada stadium
dini memberikan harapan hidup 92%. Karenanya deteksi sedini mungkin sangat
penting untuk mencegah dan melindungi perempuan dari kanker serviks. WHO
kasus lanjut.
dengan sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang
efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan
perempuan usia produktif. Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga
lesi prakanker) memerlukan biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan
penatalaksanaan kanker serviks. Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam
melakukan deteksi dini kanker, supaya skrining yang dilaksanakan terprogram dan
terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan efektif, terutama berkaitan dengan
Kanker ini biasanya disebabkan oleh infeksi virus human papiloma (HPV-
human papillomavirus), yang ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga
merupakan penyebab kutil genitalia. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe
diduga berhubungan dengan insiden kanker serviks adalah smegma, infeksi virus
Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Kaker serviks timbul di sambungan
2.1.3 Predisposisi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
seksual dini, misalnya sebelum usia 16 tahun, mempunyai risiko lebih tinggi
karena pada
usia itu terkadang epitel atau lapisan dinding vagina dan serviks belum terbentuk
sempurna. Hal ini bisa terjadi karena belum sempurnanya keseimbangan hormonal
vaginaatau serviks sehingga gampang pula terjadi infeksi , termasuk infeksi oleh
lender sel tubuh bereaksi atau terangsang. Terutama pada tenggorokan, paru dan
serviks/serviks. Semakin banyak nikotin yang dihisap maka semakin banyak yang
diserap oleh tenggorokan, akibat semakin besar kemungkinan tiga organ itu
3. Paritas Tinggi. Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literature yang ada,
risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker serviks. Dengan seringnya seorang ibu
Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel
skuamosa serviks. Bila pada saat ini terjadi infeksi HPV, maka akan terbentuk sel
baru
hasil transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam DNA sel. Bila hal ini
berlanjut maka terbentuklah lesi prekanker dan lebih lanjut menjadi kanker. Sebagian
besar kasus displasia sel servix sembuh dengan sendirinya, sementara hanya sekitar
10% yang berubah menjadi displasia sedang dan berat. 50% kasus displasia berat
adalah 10-20 tahun. Kanker serviks invasif berawal dari lesi displasia sel serviks yang
adalah lesi displasia tingkat lanjut (high-grade dysplasia) yang sebagian kecilnya
akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15 tahun, sementara displasia tingkat
rendah (low- grade dysplasia) mengalami regresi spontan (Nuranna et al., 2013).
1. Lesi Prakanker
seluruh dunia, lesi prakanker disebut juga lesi intraepithel servik (cervical
karsinoma serviks. Diawali dengan NIS I (CIN I) karsinoma yang secara klasik
dinyatakan dapat berkembang menjadi NIS II, dan kemudian menjadi NIS III dan
serta lesi yang persistent menyatakan bahwa tidak semua lesi prakanker akan
berkembang menjadi lesi invasif, sehingga diakui bahwa masih cukup banyak
2. Kanker
dimulai sejak tahun 1960-an dengan pemeriksaan tes Pap. Selain itu dikembangkan
metode yang dianggap murah yaitu dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat). Skrining DNA HPV juga ditujukan untuk mendeteksi adanya HPV tipe
onkogenik, pada hasil yang positif, dan memprediksi seorang perempuan menjadi
Lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
sebanyak 76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali.18 Jika sudah terjadi
kanker akan timbul gejala yang sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat lokal
atau tersebar. Gejala yang timbul dapat berupa perdarahan pasca sanggama atau dapat
juga terjadi perdarahan diluar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar,
dapat terjadi infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar dari
vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang
berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar. Gejala lain yang timbul dapat
berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala, gangguan
kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut
kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan sebagainya (Nuranna et al., 2013).
biopsi lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan. Tindakan
Pemeriksaan pap smear rutin dapat mendeteksi kanker serviks sejak awal,
bahkan sebelum timbul gejala. Pemeriksaan ini memiliki keakuratan sampai 90%.
Pap smear juga dapat mendeteksi terjadinya dysplasia. Jika terdeteksi adanya
dysplasia, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang dalam 3-4 bulan kemudian.
kanker.
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18
tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika
selama 3 kali berturut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan
1 kali/2- 3tahun.
a. Normal
d. Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam
2. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau
kanker.
4. Tes Schiller
Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan
berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih
atau kuning.
lokasinya. Untuk membantu menentukan stadium kanker juga perlu dilihat apakah
kaker telah menyebar atau tidak, untuk itu dapat dilakukan beberapa pemeriksan,
seperti:
a. Sistoskopi
b. Rontgen dada
c. Urografi intravena
d. Sigmoidoskopi
f. Barium enema
sistoskopi, prostoskopi, IVP, foto thoraks, dan tulang. Diagnosis, termasuk mestasis
harus ditegakkan dengan biopsy dan histology (Samadi, 2016). Gejala klinis kanker
sebagai berikut
1. Gejala Awal.
terjadi bukan disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan karena iritasi
atau mikro lesi atau luka kecil di vagina saat bersanggama. Serviks yang
norma konsistensinya kenyal dan permukaan licin. Adapun serviks yang sudah
membesar. Serviks yang rapuh tersebut akan mudah berdarah pada saat
biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah ditumpangi infeksi sekunder.
Artinya cairan yang keluar dari lesi prakanker atau kanker tersebut ditambah
2. Gejala Lanjut.
Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang,
Timbul gejala sesuai dengan organ yang tekena, misalnya penyebaran di paru,
4. Kambuh/residif.
Skuamousa Derajat Rendah (LISDR). Terapi NIS dengan destruksi dapat dilakukan
pada LISDR dan LISDT (Lesi Intra epitelial Skuamousa Derajat Tinggi). Demikian
juga, terapi eksisi dapat ditujukan pada LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi
destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi, tetapi
penderita untuk memberikan hasil yang terbaik (tailored to the best interest of
patients). Terapi lesi prakanker serviks dapat berupa krioterapi (cryotherapy), atau
relatif sederhana dan murah, namun sangat besar manfaatnya untuk mencegah
perburukan lesi menjadi kanker. Sementara terapi kanker serviks dapat berupa
sebagai terapi primer, namun dapat diberikan bersamaan dengan radioterapi. Terapi
kanker serviks lebih kompleks, memiliki risiko dan efek samping, dan tentu saja lebih
mahal. Karenanya pencegahan lesi prakanker menjadi kanker sangat penting dan
2.1.10.1 Pengertian
atau oral. Obat anti-kanker ini akan membunuh sel kanker yang menyebar dalam
tubuh (Handayani et al., 2012). Kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap
kanker sistemik (misal leukimia, mieloma, limfoma, tumor trofoblas getasional dll)
dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut
lokal, kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif (Y. M.
Hidayat, 2013).
darah.
dengan kemoterapi, seperti leukemia limfoblastik akut, tumor wilm pada anak-
setelah operasi atau radioterapi. Pengobatan perlu waktu cukup lama dan dosis
limfoma maligna, kanker testes, karsinoma sel kecil paru, diagnosa banding
dapat dilakukan kemoterapi kuratif. Skipper melalui penelitian atas galur tumor
L1210 dari leukimia mencit menemukan efek obat terhadap sel tumor mengikuti
aturan 'kinetika orde pertama', yaitu dengan dosis tertentu obat antikanker dapat
atas obat dengan mekanisme kerja berbeda, efek toksik berbeda dan masing-
setiap obat dalam formula tersebut diupayakan memakai dosis maksimum yang
tercapai pembasmian total sel kanker dalam tubuh (Y. M. Hidayat, 2013).
2) Kemoterapi adjuvan
lainnya, seperti operasi atau radiasi. Cara ini bertujuan untuk menghilangkan
sisa- sisa sel kanker yang mungkin masih tertinggal dan belum bisa diatasi oleh
pengobatan lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sel kanker atau
4) Kemoterapi paliatif
Kebanyakan kanker dewasa ini seperti kanker bukan sel kecil paru,
kanker hati, lambung, pankreas, kolon, dan lain-lain. hasil kemoterapi masih
kurang memuaskan. Untuk kanker seperti itu dalam stadium lanjut kemoterapi
keuntungan dan kerugian yang dibawa kemoterapi pada diri pasien, menghindari
kemoterapi yang terlalu kuat hingga kualitas hidup pasien menurun atau
5) Kemoterapi Investigatif
baru atau obat baru yang sedang diteliti. Untuk menemukan obat atau regimen
metode observasi dan penilaian yang rinci, dan perlu seeara ketat mengikuti
prinsip etika kedokteran. Kini sudah terdapat aturan baku kendali mutu, disebut
Kepekaan dari efek samping kemoterapi dari setiap penderita berbeda, tetapi
secara umum efek dari pemberian kemoterapi antara lain (Jong, 2012).
1) Rasa Lelah
rasa Lelah, tubuh terasa berat, dan tidak ingin diganggu, hal tersebut sudah
Gangguan tersebut seperti, mual dan muntah, mucositis, dan kejang usus.
bervariasi. Diantaranya dosis tinggi DDP, DTIC, HN2, Ara-C, CTX, BCNU
sejenis SFU dan CPT-11 kadang kala menimbulkan diare serius, gangguan
keseimbangan air dan elektrolit yang terjadi harus dikoreksi segera. Diare tertunda
akibat CPT-11 harus segera diterapi dengan loperamid (Y. M. Hidayat, 2013).
merah, dan sel darah putih sehingga rentan terjadinya perdarahan. Jika produksi
sel darah merah berkurang akan menyebabkan anemi, dan kekurangan sel darah
infeksi.
infeksi,
septikemia dan hemoragi visera. Olah karena itu, memperkuat terapi penunjang
sisternik, kebersihan lingkungan, higiene oral dan perawatan yang baik dapat
M. Hidayat, 2013).
4) Alopesia
Gangguan ini seperti kerontokan pada rambut karena kantung rambut yang
meproduksi rambut terganggu. Alopesia sering terjadi pada kemoterapi akibat dari
efek obat terhadap sel folikel rambut. Kerontokan rambut biasanya terjadi antara
hari ke-10 sampai 21 setelah pemberian kemoterapi. Hal ini dapat terjadi secara
tiba-tiba dan dalam jumlah yang banyak atau rambut mungkin rontok secara
(Savitri, 2015).
5) Kemandulan
definitive, karena sel telur yang berada dalam indung telur tidak dapat
menstruasi terganggu, dan atau menopause terlalu dini, ini dapat disebabkan
7) Gagguan organ
Sering mengalami keluhan pada kulit, mata, hati, ginjal yang disebabkan oleh obat
2.2 Depresi
Depresi adalah penyakit yang membuat seseorang merasa murung, patah hati
selama beberapa waktu, merasakan kesedihan dan kekosongan di dalam diri, juga
Menurut Atkinson (dalam Lubis, 2016), depresi sebagai suatu gangguan mood
yang dicirikan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan yang
berlebihan, tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu
konsentrasi, tak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri.
Depresi adalah keadaan menyedihkan dari pikiran untuk sedikit memiliki hal
merupakan gangguan afektif yang ditandai dengan perasaan sedih, murung, putus asa,
dalam depresi. Depresi dapat terjadi bersamaan dengan penyakit serius lainnya,
seperti diabetes, kanker, penyakit jantung, dan penyakit Parkinson. Depresi dapat
membuat kondisi ini lebih buruk dan sebaliknya. Kadang-kadang obat yang diambil
untuk penyakit ini dapat menyebabkan efek samping yang berkontribusi terhadap
gejala depresi.
1. Faktor predisposisi
selanjutnya memantapkan konsep diri negatif itu. Konsep diri yang negatif
2. Faktor presipitasi
1) Stress yang dapat menurunkan harga diri seperti cinta ditolak, di PHK,
diasingkan keluarga
dipecahkan. Hal ini berkaitan dengan hambatan yang tidak dapat dilalui
Stress yang berlebihan yang didapatkan dari serangkaian peristiwa yang dapat
menimbulkan stress.
3. Faktor lain
Menurut Lubis (2016), gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan
depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu dari segi fisik, psikis, dan sosial:
1. Gejala Fisik
b. Sensitif
d. Perasaan bersalah
e. Perasaan terbebani
3. Gejala Sosial
letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada
b. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga
seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan
tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan
hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda
dan gejala lain dari gangguan mood adalah perubahan tingkat aktivitas,
rendah, kesedihan.
2. Fisiologik
3. Kognitif
minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang
4. Perilaku
diri yang kurang, was olasi sosial, mudah menangis, dan menarik diri.
The Burns Depression Checklist merupakan alat ukur depresi yang diisi
dengan memberikan tanda centang pada angka 0 jika tidak sama sekali merasakan
gejala, 1 jika kadang-kadang merasakan, 2 jika merasakan gejala yang sedang, 3 jika
banyak merasakan gejala tersebut, dan 4 jika gejala yang dirasakan ekstrim.
(Burns, 1977)
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian
semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan (Chaplin,
2016).
adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain yang yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai tugas
Menurut (Sarafino & Smith, 2015) ada empat aspek dukungan yaitu:
penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah
bantuan yang praktis dan konkrit. Bantuan mencakup memberikan bantuan yang
nyata dan pelayanan yang diberikan secara langsung bisa membantu sosial yang
membutuhkan.
Menurut (Bobak et al., 2012) faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Psikologis
Berhubungan erat dengan dengan fungsi internal sosial yang merupakan basis
Fungsi afektif meliputi : saling mengasuh, saling menghargai, dan ikatan sosial.
2. Faktor Sosial
salah satu hal dikarenakan para orang tua jauh lebih berpengalaman dan
mempunyai kesadaran yang lebih tinggi untuk melakukan suatu hal (Zaidin,
2016).
3. Tipe Sosial
Dari segi pemegang wewenang utama atas sosial, misalnya dalam hal
menentukan siapa yang bertanggung jawab atas sosialisasi anak, sosial dibedakan
4. Pendapatan
untuk membiayai keperluan hidupnya. Sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak
sosial sehingga kepala sosial tidak mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan
5. Tingkat Pendidikan
sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan sosial maka akses
Penelitian yang digunakan untuk menilai dukungan sosial pada penelitian ini
berupa kuesioner yang dimodifikasi dari pernyataan menurut (Nursalam, 2016) yang
Skala Likert dengan pernyataan negative dan positif. Pengukuran dukungan sosial
dapat dilakukan dengan menggunakan Skala Likert, dengan kategori sebagai berikut:
Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden dikelompokkan sesuai
dengan sub variabel yang diteliti. Jumlah jawaban responden dari masing-masing
berkaitan dengan persoalan–persoalan yang dihadapinya juga merasa dicintai dan bias
(Susilawati & Misgiyanto, 2014). Tidak adanya dukungan dari sosial akan menyebabkan
pasien kanker mengalami depresi. Depresi menimbulkan dampak pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi sehingga mulai menarik diri, tidak
mau berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak
makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido (Yusuf et al., 2015).
2.5 Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi Menyebabkan ketidakberdayaan secara fisik, penampilan yang kurang baik ata
Harapanhidup
depresi: kecil, putus asa
Faktor predisposisi Depresi
Faktor presipitasi
Faktor lain: ketegangan
psikologis berlebihan dan
berkepanjangan Aspek depresi:
1. Afektif
2. Fisiologik
3. Kognitif
4. Perilaku
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi depresi:
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi : Depresi
a. Diasingkan Aspek afektif
Aspek fisiologik
b. Dukungan sosial Aspek kognitif
Aspek perilaku
c. Faktor lain
Ketegangan
psikologis yang
berlebihan dan
berkepanjangan
Normal
Tidak depresitetapi Depresi ringan (11-25)
(0-5)tidak bahagia (6- Depresi(26-50)
Depresi sedang berat (51-75)Depresi ekstrim 76-100)
10)
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti