Anda di halaman 1dari 3

PUTUSAN SPEKTAKULER PRAPERADILAN TAHUN 2022

PUTUSAN PRAPERADILAN VS PUTUSAN MK No.130/PUU-XIII/2015

MELAMPIRKAN SPPDP YANG DI TUJUKAN KE KEJAKSAAN KE DALAM SURAT


PANGGILAN TERSANGKA, SUDAH DIANGGAP SAMA DENGAN MEMBERITAHUKAN
DAN MENYERAHKAN SPDP KEPADA TERSANGKA, WALAUPUN PENYERAHAN SPDP
SUDAH LEWAT WAKTU LEBIH DARI TUJU HARI SEJAK DITERBITKAN SURAT
PERINTAH PENYIDIKAN

Oleh :
H.NAINURI SUHADI, S.H,.M.Hum
DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH KRIMINOLOGI
FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MAHAKAM SAMARINDA

Putusan Pra Peradilan Pengadilan Negeri Samarinda dalam perkara Nomor : 5 /Pid.Pra/2022/PN.Smr
tanggal 15 Juli 2022, menjadikan Spektakuler bagi dunia penyidikan terkait dengan Pemberitahuan
dan Penyerahan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) yang di wajibkan oleh Pasal 109
ayat (1) UURI nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :
130/PUU-XIII/2015 tentang Uji materi Pasal 109 ayat (1) KUHAP.
Bahwa menurut Putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan Pasal 109 ayat (1) UURI nomor 8
tahun 1981 tentang KUHAP harus di maknai Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan, Terlapor/Tesangka, Pelapor /Korban paling
lambat 7 hari sejak di terbitkan Surat perintah Penyidikan
Bahwa Putusan Praperadilan Nomor : 5 /Pid.Pra/2022/PN.Smr tanggal 15 Juli 2022, Pengadilan
Negeri Samarinda bahwa dengan melampirkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang
ditujukan kepada Kejaksaan kedalam Surat panggilan tersangka sudah di anggap menyerahkan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Terlapor.
Putusan Praperadilan Nomor : 5 /Pid.Pra/2022/PN.Smr tanggal 15 Juli 2022, ini sangat spektakuler,
dan luar biasa karena frasa memberitahukan dan menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan kepada paling lambat 7 hari dari sejak diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, menjadi
bukan syarat wajib memberitahuakan dan menyerahkan SPDP, yang penting ada Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan sampai ke Terlapor, walaupun penyampaianya melampaui batas waktu 7
(tujuh) hari sejak di terbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Yang menarik dari putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Samarinda Perkara Nomor :
05/Pid.Pra/2022/PN Smr tanggal 15 Juli 2022 tersebut adalah keberanian hakim untuk mengembalikan
frasa Pasal 109 ayat (1) KUHAP Kembali kepada frasa semula, sehingga putusan kontra versi dengan
Pertimbangan hukum dan amar putusan Mahakamah Konstitusi Nomor:130/PUU-XII/2022, tentang
uji material Pasal 109 ayat (1) KUHAP, yang mana bunyi pasal 109 ayat (1) sebelum di uji berbunyi
sebagai berikut : " Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut umum "
Bahwa pasal 109 ayat (1) KUHAP tersebut pandangan Mahkamah konstitusi telah mengubah dengan
putusan MK Nomor:130/PUU-XII/2022 yang amarnya berbunyi sebagai berikut "
1. Mengabulkan permohanan Pemohon sebagian
2. Menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang Undang Negara Republik Indonesia nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara
Repubik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai
"penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan
kepada penuntut umum, terlapor dan korban dalam dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah dikeluarkan surat perintah penyidikan."
Amar putusan tersebut Secara etimologi tidak hanya di wajibkan memberitahukan dan
menyerahkan SPDP kepada Terlapor akan tetapi juga harus segera sebelum melampaui batas
waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal dikeluarkan surat perintah penyidikan
Dari fakta persidangan dalam perkara Pra Peradilan Aquo sebagai berikut :
1. Bahwa objek perkara dalam permohonan dan tertuang dalam putusan pada halam 3 aliena pertama
Objek Perkara pada point angka 1, Termohon /PPNS telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan
dengan Nomor : Sprin/560/04/IX/PPNS/DTKT/2020, Pada bulan September 2020
2. Bahwa Termohon telah menerbitkan Surat Panggilan Nomor : 560/04/IX/PPNS/DTKT/2021 Pada
tanggal 16 Desember 2021 dengan Status Tersangka dengan bukti P.03.
3. Bahwa Termohon telah menerbitkan Surat Panggilan ke.II dengan Nomor : 560 / 01 / I / PPNS /
DTKT / 2022 tertanggal 14 Januari 2022 dengan status Tersangka dengan Bukti P.04 dan Bukti
T.12.dengan lampiran surat surat berupa :
a. Surat Keterangan Nomor : 03/XII/PPNS/DTKT/2022 tanggal 19 Januari 2022 tentang
penetapan tersangka JOHANSEN JUDI JONG, yang di ajukan untuk bukti di persidangan
dengan Bukti P.05 dan Bukti T.08.
b. Surat Pemberitahuan Nomor : 03/XII/PPNS/DTKT/2022 tanggal 19 Januari 2022 yang di
ajukan untuk pembuktiaan di persidangan dengan bukti P.06. dan Bukti T..08.
c. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang di tujukan kepada Kejaksaan Tinggi dan
Dirkrimsus Polda kaltim tertanggal Januari 2022 yang di ajukan untuk bukti di persidangan
dengan bukti T.08.
4. Bahwa Termohon telah menerbitkan surat panggilan Tersangka ke II dengan Nomor :
560/05/II/PPNS/DTKT/2022 tertanggal 03 Pebruari 2022 , dengan Bukti P.07 dan Bukti T.12.
Dari putusan dan fakta persidangan tersebut terlihat jelas bahwa administrasi penyidikan tidak tertib
dan melanggar undang undang hukum acara terkait dengan Putusan mahkamah Konstitusi nomor
130/PUU-XIII/2015 antara lain :
1. Surat Perintah penyidikan Nomor : Sprin/560/04/IX/PPNS/DTKT/2020, tanpa tanggal pada bulan
September 2020.
2. Surat Panggilan Nomor : 560/04/IX/PPNS/DTKT/2021 Pada tanggal 16 Desember 2021 status
Tersangka
3. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang di tujukan ke Kejaksaan Tinggi dan
Direskrimsus tertanggal 19 Januari 2022
4. Penetapan terangka tertanggal 19 Januari 2022.

Bahwa Surat Perintah Penyidikan Bulan September tahun 2020 dan Surat Pembemberitahuan
Dimulainya Penyidikan tertanggal 19 Januari 2022 sudah menunjukan lampau waktu 1 (satu ) tahun 4
(empat bulan) atau terpaut kurang lebih 480 (empat ratus delapan puluh) hari

Apabia melampirkan SPDP yang di tujukan ke Kejaksaan ke dalam surat panggilan tersangka di
anggap telah memberitahukan dan di anggap menyerahkan kepada Tersangka , akan tetapi penyerahan
yang lambat / melampai batas lebih dari 7 (tujuh) hari masih masuk pelanggaran Undang undang Pasal
109 ayat (1) KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015/.

Disinilah letak sepektakuler hakim yang berani menerobos Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pasal
109 ayat (1) UURI nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana kembali pada frasa semula pasal
109 ayat (1) KUHAP sebelum uji material di Mahkamah Konstitusi, yang tidak membatasi waktu
penerbitan dan penyarahan SPDP ke Kejaksaan.

Samarinda, 25 Juli 2022

Anda mungkin juga menyukai