Anda di halaman 1dari 10

Etika Makan dan Minum Dalam Al-Qur’an dan Hadis

Oleh:

Diva Syira Annajm1 Mohamad Fikri2

Divasyiraa@gmail.com1, fikrimohamad858@gmail.com2,

Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak

Kata Kunci:

Pendahuluan

Islam adalah agama yang ajaran-ajaran di dalamnya itu bersumber dari al-Qur’an dan
hadis. Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi firman Allah Swt, dan hadis adalah tradisi
kehidupan Nabi Muhammad Saw. Kedua hal itu adalah pedoman utama bagi umat muslim.
Ajaran di dalamnya mencangkupi aturan kehidupan sehari-hari umat muslim. Salah satunya
adalah ajaran soal makan dan minum.

Manusia adalah makhluk yang memiliki dua kebutuhan. Kebutuhan rohani dan
jasmani. Kebutuhan jasmani itu seperti kebutuhan makan dan minum. Manusia membutuhkan
makan dan minum untuk tumbuh dan mengisi energi dalam tubuh. Manusia membutuhkan
tenaga yang didapat dari makan dan minum untuk melakukan aktivitas kesehariannya.
Bekerja, belajar, dan bermain itu semua menguras tenaga manusia.Apabila manusia tidak
makan dan minum, maka dia akan jatuh sakit. Sampai akhirnya dia akan meninggal karena
kelaparan dan kurangnya energi dalam tubuh. Makan dan minum secara tidak teratur juga
dapat menyebabkan manusia jatuh ke dalam kondisi yang tidak baik.

Dalam agama islam, tindakan yang baik dan buruk sudah ditentukan hukumnya.
Sudah diatur dalam al-Qur’an dan hadis, sebagai pedoman utama kehidupan umat muslim.
Termasuk juga tentang adab makan dan minum. Seperti dinyatakan sebelumnya, makan dan
minum tidak teratur itu akan menyebabkan manusia jatuh ke dalam kondisi yang tidak baik.
Makan dan minum harus dengan etikanya yang benar.Agar hasil dari yang kita makan dan
minum tidak menjadi sia-sia. Sehingga kita bisa menjalani hidup sehat.

Sebelumnya sudah dilakukan sejumlah penelitian yang berkaitan dengan tema yang
akan dibahas disini. Erma Hanifah dalam bukunya yang berjudul “CARA HIDUP SEHAT”.
Dia mengatakan bahwa dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang begizi tinggi.
Makanan yang mengandung karbohidrat, protein, mineral, lemak, dan vitamin yang seimbang
sesuai kebutuhan. Itulah yang membantu manusia jalani hidup sehat (Hanifah, 2011). Sohrah
dalam jurnalnya yang berjudul “Etika Makan dan Minum Dalam Pandangan Syari’ah”,
mengatakan bahwa Rasulullah sebagai suri tauladan umat islam telah mencontohkan adab
makan dan minum yang sehat. Salah satunya adalah larangan makan atau minum sambil
berdiri, yang sudah dibuktikan oleh bidang medis bahwa makan atau minum sambil berdiri
itu bukanlah hal yang menyehatkan. Justru akan membawa yang melakukannya ke dala
kondisi yang tidak baik (Sohrah, 2016). Siti Imritiyah dalam jurnalnya yang berjudul “Itu”,
menyatakan bahwa kebanyakan orang yang tidak menjalani adab makan dan minum sesuai
ajaran al-Qur’an dan hadis itu bukan karena ketidaktahuan mereka tentang adab dan minum.
Akan tetapi, karena anggapan bahwa hal itu adalah perihal yang kecil. Sehingga akhirnya
mereka terbiasa dan menganggap bahwa hal itu adalah hal yang lumrah (Imritiyah, 2016).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode jenis kualitatif dengan studi pustaka. Tahapan
penelitian ini, dilakukan dengan menghimpun berbagai sumber kepustakaan, baik primer
maupun sekunder (Darmalaksana, 2020). Metode pengumpulan data ini dimulai dengan
mengumpulkan sejumlah artikel jurnal penelitian yang berkaitan dengan tema etika makan
dan minum dalam syariat islam. Setelahnya penulis meneliti kajian referensi yang sudah
terkumpul dan digunakan untuk melengkapi penelitian ini.

Pembahasan

1. Etika Makan dan Minum Secara Umum

Manusia adalah makhluk hidup yang berakal. Dengan akal kita dapat berpikir dan
berilmu. Dengan ilmu yang kita miliki kita bisa membedakan yang benar dengan yang salah.
Untuk membuktikan manusia memiliki akal, manusia harus bertindak dengan tindakan baik
dan benar. Karena kalau tidak, manusia itu sudah tidak bersyukur akan keistimewaan yang
dimiliki dirinya sendiri. Karena tidak seperti makhluk hidup lainnya, hanya manusia yang
memiliki akal.

Tindakan yang baik dan benar dalam suatu kegiatan biasa distilahkan dengan kata
Etika.Secara umum kata etika dapat diartikan sebagai kebiasaan atau perilaku yang baik. Kata
etika berasal dari bahasa Perancis etiquette. Etika ini dapat diberikan interpretasi yang
berbeda seperti tata krama, sopan santun, dan perilaku. Etika dipakai untuk mencapai untuk
tujuan agar manusia menjadi lebih baik. Kemanapun manusia pergi, dia harus menyertakan
etika bersamanya. Tindakan manusia adalah yang menunjukan kepada manusia lainnya
seberapa ia berilmu, berpengalaman, paham soal hidup. Termasuk dalam soal makan dan
minum. Manusia harus selalu ber-etika dalam semua tindakannya . (Ben Handaya, Etika dan
Pergaulan)

Etika makan dan minum secara umum merupakan tindakan seseorang sebelum
makan, saat makan, dan sesudah makan. Banyaknya budaya dari setiap bangsa menghasilkan
berbagai macam tatacara makan minum setiap orang. Tatacara makan dan minum dari setiap
budaya tentu harus diperhatikan dengan baik. Agar ketika seseorang diundang untuk makan
bersama orang yang memiliki budaya yang berbeda, kita menjadi tidak gugup. Karena tidak
sedikit juga orang yang sensitif dengan tradisi budaya yang diikutinya. Adapun etika makan
dan minum secara umum adalah (R. Uno, 2009);

 Pastikan tangan anda dan wajah bersih saat mendatangi meja makan.
 Apabila setiap orang kebagian serbet, maka letakkan serbet di atas pangkuan.
Jika hendak berdiri, maka letakkan serbetnya di atas kursi, bukan diatas meja.
 Mulailah makan ketika sudah dipersilahkan, atau ketika semua orang mulai
makan.
 Duduk tegak dengan punggung lurus dan tidak bersandar malas atau merosot di
kursi.
 Tetap berada di kursi selagi makan, jangan bolak-balik dan menggangu
ketenangan orang lain yang sedang makan.
 Selama makan, kedua belah siku tidak boleh dikembangkan, siku atau lengan
tidak boleh diletakan di atas meja, cukup sebatas pergelangan tangan.
 Makan dengan mulut tertutup dan tidak bersuara.
 Bukalah mulut saat makanan sudah ada berada di depan bibir, jangan membuka
mulut lebar-lebar ketika makanan masih jauh dari bibir.
 Jika makanan terlalu panas, maka jangan meniupnya. Biarkan saja sampai
makanannya dingin.
 Dilarang untuk menghirup makanan berkuah, apalagi sampai menimbulkan
bunyi seruput-seruput.
 Dilarang untuk meludahkan makanan yang tidak disukai ke serbet atau piring,
kecuali itu membahayakan, misalnya ada paku di nasinya atau duri tajam di
lauknya. Jika makanannya tidak enak, mau tidak mau harus kamu telan.
 Minumlah dengan tenang dan sopan, jangan berbunyi dan berkumur.
 Dilarang untuk tinggalkan noda lipstik di gelas atau serbet.
 Dilarang untuk berisik, seperti: bersendawa, bersiul, atau membunyikan sendok
dan garpu ke piring. Jika tidak sengaja bersendawa menyentuh bibir dengan
serbet sambil berucap maaf tanpa menoleh kekiri dan kanan.
 Jika ada sesuatu yang jatuh atau tumpah, maka dilarang untuk gaduh. Ambil atau
bersihkan dengan serbet dan mintalah serbet pengganti. Jika tidak ada serbet,
maka bisa menggunakan tisu.
 Jika tidak sengaja menumpahkan baju seseorang, maka segeralah meminta maaf
dan ambilkan tisu atau serbet. Biarlah dia mengelap tumpahan di bajunya
sendiri.
 Dilarang untuk meletakan serbet diatas meja sebelum jamuan selesai.

2. Makan dan Minum Dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an yang dibahas soal makan dan minum itu bukan tatacaranya. Akan tetapi
lebih kepada soal apa yang boleh kita makan atau yang tidak boleh kita makan dan juga
tentang porsi makanan dan minuman yang sebaiknya bagi kita.

A. Makanan dan minuman yang halal dan yang baik


Allah Swt. adalah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Pemberi rezeki. Dalam al-Qur’an
Allah Swt. membolehkan seluruh umat manusia untuk memakan makanan dan meminum
minuman yang baik serta yang halal. Manusia melakukannya untuk mensyukuri nikmat dari-
Nya. Allah Swt. lah yang sudah menciptakan makanan yang halal dan baik itu agar kita
konsumsi untuk pertumbuhan kita dan menjaga agar kita tetap sehat. Perintah tersebut
terdapat dalam surat al-Baqarah, ayat 168:

‫ت ال َّش ۡي ٰط ِنؕ اِنَّهٗ لَـ ُكمۡ َعد ٌُّو ُّمبِ ۡي‬


ِ ‫ض َح ٰلاًل طَيِّبًا  ۖ َّواَل تَتَّبِع ُۡوا ُخطُ ٰو‬ ‫اۡل‬ ٓ
ِ ‫ٰياَيُّهَا النَّاسُ ُكلُ ۡوا ِم َّما فِى ا َ ۡر‬
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu”.

‘Yang baik’ disini berarti makanan yang bermanfaat baik dan tidak berbahaya bagi kita.
Dan ‘yang halal’ artinya makanan yang tidak haram. Adapun jenis-jenis makanan yang
diharamkan ditetapkan dalam ayat al-Maidah, ayat 3:

ُ‫حُرِّ َم ۡت َعلَ ۡي ُك ُم ۡال َم ۡيتَةُ َوال َّد ُم َولَ ۡح ُم ۡال ِخ ۡن ِز ۡي ِر َو َم ۤا اُ ِه َّل لِغ َۡي ِرهّٰللا ِ بِ ٖه َو ۡال ُم ۡن َخنِقَةُ َو ۡال َم ۡوقُ ۡو َذةُ َو ۡال ُمت ََر ِّديَةُ َوالنَّ ِط ۡي َحة‬
ۡ‫َو َم ۤا اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ۡيتُم‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang
disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih”.

Disebutkan bahwa makanan yang haram untuk dimakan adalah;

a. Bangkai, yaitu hewan yang mati tanpa disembelih. Bangkai memiliki banyak
kuman yang tidak baik untuk manusia.
b. Darah,disembelih atau bukan darah yang mengalir keluar dari tubuh hewan itu
tidak baik bagi manusia.Karena banyak zat-zat kotor yang mengalir bersamanya.
c. Daging babi, semua bagian tubuh babi itu haram untuk dimakan.
d. Hewan yang disembelih atas nama selain Allah, Allah mewajibkan manusia untuk
menyembelih hewan atas nama Allah. Menyembelih hewan atas nama selain
Allah, seperti berhala atau yang lainnya adalah haram.
e. Yang tercekik, hewan yang mati karena tercekik dengan tali pengikatnya atau
semacamnya. Baik disengaja atau tidak melakukannya.
f. Yang dipukul, yaitu hewan yang mati dipukul dengan benda berat atau
semacamnya hingga mati.
g. Yang jatuh, hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi seperti tebing.
h. Yang ditanduk, hewan yang mati ditanduk hewan lain.
i. Yang diterkam binatang buas, yaitu hewan yang mati diterkam dan menjadi
mangsa binatang buas.
Namun, apabila hewan yang sudah tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan
diterkam hewan buas itu masih hidup dan sempat untuk disembelih, maka
diperbolehkan untuk menyembelihnya dan memakannya (Abdul Goffar, 2003).
Dalam ayat lainnya dijelaskan tentang minuman yang dilarang untuk dikonsumi.Dalam
surat al-Maidah, ayat 90:
ۤ
ۡ َ‫اب َوااۡل َ ۡزاَل ُم ِر ۡجسٌ ِّم ۡن َع َم ِل ال َّش ۡي ٰط ِن ف‬
ۡ‫اجتَنِب ُۡوهُ لَ َعلَّ ُكم‬ َ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اِنَّ َما ۡال َخمۡ ُر َو ۡال َم ۡي ِس ُر َوااۡل َ ۡن‬
‫ص ُـ‬
َ‫تُ ۡفلِح ُۡون‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban
untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.

Khamar atau yang biasa kita kenal dengan alkohol menjadi minuman yang diharamkan
untuk diminum. Alkohol yang dimaksud adalah etanol yang diproduksi dari fermentasi sari
buah seperti anggur, nanas, dan sebagainya. Dalam al-Qur’an ada 4 tahap pengharaman
alkohol pada zaman ketika nabi masih hidup.

Tahap pertama: adanya informasi bahwa anggur memiliki kandungan alkohol di


dalamnya dalam surat an-Nahl, ayat 67. “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat
minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti”. (An-Nahl : 67).

Tahap kedua: memberitakan bahwa adanya manfaat dan mudarat yang dimiliki alkohol.
Dalam surat al-Baqarah, ayat 219 yang berbunyi: “Mereka menanyakan kepadamu
(Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya”.Setelah
ayat ini turun, baru sebagian umat muslim yang mulai meninggalkan alkohol. Pada masa
permulaan turunnya agama islam, mereka belum memiliki iman yang cukup kuat untuk
meninggalkan kebiasaan lama mereka. Mereka mengira bahwa masih belum ada larangan
tentang meminum alkohol atau khamar yang memabukkan itu.

Tahap ketiga: larangan melaksanakan solat ketika mabuk. Dalam surat an-Nisa, ayat 43
disebutkan: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu
dalam keadaan mabuk...” Setelah turunnya ayat ini, umat muslim mulai mengurangi
kebiasaan minum mereka lagi. Karena jika mereka tidak boleh solat dalam keadaan mabuk,
maka kesempatan mereka untuk minum hanyalah waktu setelah isya dan setelah subuh. Jika
mereka mabuk di waktu yang lain, mereka tidak akan bisa melaksankan solat disebabkan
jarak waktu yang pendek antara satu waktu solat dengan yang lainnya.

Tahap keempat: penetapan keharaman khamr. Dalam surat al-Maidah. Ayat 90 ini
alkohol ditetapkan sebagai minuman haram. Dengan menyatakan bahwa meminum khamr itu
adalah perbuatan setan, bukan perbuatan orang-orang mukmin yang taat kepada Allah Swt.

Dengan demikian Allah membolehkan kita untuk memakan makanan yang baik dan
halal. Yang baik, tentunya bermanfaat dan tidak membahayakan kita. Yang halal, itu yang
tidak diharamkan. Yang halal juga harus didapat dengan cara yang halal, tidak dengan
mencuri atau perbuatan haram lainnya. Karena hal itu akan mengharamkan makanan yang
kita dapat tersebut.
B. Tidak berlebihan dalam makan dan minum
Allah memang membolehkan kita untuk makan dan minum semua yang baik dan halal
di dunia ini. Namun ada batasannya. Kita tidak boleh makan dan minum sampai berlebihan
dari porsi yang kita butuhkan sebenarnya. Dalam surat al-A’raf, ayat 31 disebutkan:
َ‫اش َرب ُۡواـ َواَل تُ ۡس ِرفُ ۡوا‌ ۚ اِنَّهٗ اَل ي ُِحبُّ ۡال ُم ۡس ِرفِ ۡين‬
ۡ ‫ٰيبَنِ ۡۤى ٰا َد َم ُخ ُذ ۡوا ِز ۡينَتَ ُكۡـم ِع ۡن َد ُكلِّ َم ۡس ِج ٍد َّو ُكلُ ۡوا َو‬

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)

Selain membahas soal makanan atau minuman yang boleh kita konsumsi dan harus kita
hindari, al-Qur’an juga melarang kita untuk makan dan minum dengan cara berlebihan.
Berlebih-lebihan atau yang biasa kita sebut dengan tamak atau rakus adalah sifat yang tidak
disukai Allah dari manusia. Kita hanya diperbolehkan makan sesuai yang kita butuhkan,
meminum sesuai yang kita butuhkan untuk memelihara kesehatan kita. Karena makan dan
minum yang berlebihan akan mendatangkan penyakit bagi tubuh manusia. Makan kalau
sudah lapar, dan apabila sudah makan, jangan sampai terlalu kenyang. Begitu juga dengan
minum, minumlah ketika sudah haus, dan apabila sudah minum, jangan sampai terlalu
kembung. Meskipun nafsu untuk makan dan minum masih ada, sebaiknya hindari itu. Karena
yang tidak disukai Allah pasti akan mendatangkan kerugian dan kehancuran.

3. Makan dan Minum Dalam Hadis

Berikut adalah etika atau adab makan dan minum dalam prespektif hadis:

a. Membaca basmalah sebelum makan dan minum.

Telah menceritakan kepada kami Muammal bin Hisyam, telah menceritakan kepada
kami Ismail, dari Hisyam yaitu Ibn Abi Abdillah ad-Dastawai, dari Budail, dari Abdillah
ibn Ubaid, dari perempuan diantara kalian, telah berkata kepadanya Ummu Kultsum,
dari Aisyah. Ra, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Jika seseorang di antara kalian
makan, maka hendaknya dia menyebut nama Allah. Jika dia lupa menyebut nama Allah
pada awal mula, maka hendaknya ia berkata, “Dengan menyebut nama Allah pada awal
dan akhir”.

Hadis di atas memberitakan, bahwa Rasulullah Saw menganjurkan kita untuk membaca
basmalah saat memulai makan atau minum. Dan apabila kita lupa atau terpaksa sampai
tidak melakukannya maka hendaknya membaca bismillahi awaluhu wa akhiruhu.
Dianjurkan juga mengeraskan bacaannya, untuk mengingatkan orang-orang di sekitar kita
untuk melakukan hal yang sama.

Hikmah yang ada dalam perbuatan ini adalah; Pertama, agar makanan dan minuman kita
diberkahi Allah dengan harapan agar berguna bagi kita. Khususnya agar kita selalu
memiliki tenaga yang cukup untuk beribadah kepada Allah. Kedua, untuk mendapatkan
restu dari Allah dan juga untuk menyampaikan rasa syukur kita kepada Allah. Karena
Allah lah Tuhan Yang Maha Memberi rizki kepada kita, berupa makanan dan minuman
itu. Hal ini juga tercantum pada doa sebelum makan dan sesudah makan yang kita ketahui
(Imritiyah, 2016).

b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

Telah bercerita kepada kami Affan, telah berceita kepada kami Qais bin Ar-Rabi’i,
telah bercerita kepada kami Abu Hasyim, dari Zadzan, dari Salman, al-Farisi berkata:
Aku membaca dalam Taurat: “Berkah makanan adalah berwudlu selepasnya”, lalu aku
menyebutkan hal itu kepada Rasulullah Saw dan aku memberitahukan apa yang aku baca
kepada beliau, beliau bersabda: “Berkah makanan adalah dengan berwudlu sebelum dan
sesudahnya”.

Hadis diatas mengatakan bahwa Rasulullah menganjurkan kita untuk berwudlu sebelum
makan dan juga minum. Para ulama memiliki dua penafsiran soal kata “wudlu” dalam
hadis ini. Ada yang mengatakan wudlu disini berarti wudlu secara syari’at, yaitu seperti
wudlu sebelum solat. Ada juga yang mengatakan wudlu disini berarti membasuh atau
mencuci tangan (Imritiyah, 2016). Meski begitu, kedua arti tersebut memiliki tujuan yang
sama. Yaitu membersihkan diri dari kotoran atau najis yang merupakan benda kotor dan
menjijikan.

Banyak aktivitas yang kita lakukan sebelum makan. Kemungkinan besar kita menyentuh
suatu benda yang banyak kuman dan bakteri yang berbahaya. Maka mencuci tangan
sebelum makan dan minum adalah pilihan terbaik. Untuk menjaga kita dari kuman atau
bakteri yang dapat mendatangkan penyakit. Menggunakan sabun saat mencuci tangan
bahkan lebih baik.

c. Makan dan Minum menggunakan tangan kanan, Menggunakan tiga jari saat makan.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman, ia berkata, telah


menceritakan kepada kami Ja’far bin Aun, dari Sa’id bin Abu Arubah, dari Ma’mar, dari
Az-Zuhri, dari Salim, dari bapaknya bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jika salah
seorang dari kalian makan, hendaklah ia makan dengan tangan kanannya dan juga
minum dengan tangan kanannya. Sebab, setan makan dan minum dengan tangan
kirinya”.

Hadis di atas ini menganjurkan kita makan dan minum menggunakan tangan kana, dan
tidak menggunakan tangan kiri. Sebab, setan makan dan minum dengan tangan kiri. Maka
kita sebagai umat islam yang taat dan patuh kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, tidak boleh
menyerupai setan. Tidak hanya dalam makan dan minum, kita juga sebaiknya
menggunakan tangan kanan untuk melakukan hal baik lainnya seperti bersedekah dan
berjabat tangan. Sebaliknya, kita harus menggunakan tangan kiri untuk hal-hal yang
kurang baik seperti beristinja dan membersihkan najis.

Adapun makan dengan tangan dianjurkan untuk menggunakan tiga jari saja. Dalam salah
satu hadis disebutkan:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair, Telah
menceritakan kepada kami Hisyam, dari Abdurrahman bin Sa’ad bahwa Abdurrahman
bin Ka’b bin Malik atau Abdullah bin Ka’b, dia telah menceritakan semua kepada
mereka bahwa Rasulullah Saw makan dengan tiga jari. Apabila telah selesai makan,
beliau menjilatinya.

Makan dengan tiga jari adalah teladan yang dilakukan Rasulullah. Namun, apabila tidak
memungkinkan untuk makan dengan tiga jari maka boleh menggunakan empat atau lima
jari. Lalu menjilati jari-jari yang digunakan untuk makan setelahnya. Agar tidak mubazir
dengan makanan sisa yang masih menempel di jari.

d. Makan dan minum tidak dengan bersandar.

Telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Mis’ar dan Sufyan dan bapakku
berkata, dan Ibnu Abu Zaidah, dari bapaknya, dari Ali bin al-Aqmar dari Abu Juhaifah,
ia berkata Rasulullah Saw bersabda: “Saya tidak makan dengan bersandar”.

Hadis ini memberitakan bahwa Rasulullah menyatakan dirinya tidak makan dengan
bersandar. Lebih baik makan dan minum dengan posisi duduk lurus. Lebih buruk lagi,
jika makan dan minum dengan posisi tiduran atau tengkurap. Posisi itu akan mengganggu
pencernaan makanan dan minuman yang masuk ke dalam organ tubuh kita.

e. Tidak membiarkan makanan yang jatuh.

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il, telah menceritakan kepada kami
Hammad, dari Tsabit, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw jika makan makanan,
beliau menjilat jari-jarinya sebanyak tiga kali, beliau bersada: “Jika suapan salah
seorang diantara kalian jatuh, maka hendaknya ia membersihkannya dari kotoran dan
memakannya, dan janganlah ia membiarkannta untuk setan”. Dan beliau memerintahkan
kami agar mengusap piring. Beliau bersabda: “Sesungguhnya tidak seorangpun di
antara kalian mengetahui di bagian makanan manakah ia diberi berkah”.

Hadis ini memberitahukan kita untuk tidak membiarkan makanan yang jatuh dari suapan
kita. Sebaiknya kita memungutnya kembali, membersihkannya, dan memakannya.
Manusia tidak mengetahui bagian mana makanan kita yang diberikan keberkahan oleh
Allah. Apabila jatuhnya ke sesuatu yang najis, maka sebaiknya diberikan kepada hewan.
Adapun itu semua dilakukan agar tidak menyia-nyiakan nikmat yang kita terima dari
Allah. Membiarkan makanan tersebut itu merupakan tindakan sombong. Sedangkan
sombong itu merupakan sifat milik setan.

f. Tidak mencela makanan

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan kepada
kami Sufyan, dari al-A’masy, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah ia berkata: “Nabi Saw
tidak pernah mencela makanan sekali pun. Bila beliau berselera, maka beliau
memakannya dan bila tak suka, maka beliau meninggalkannya”.
Dalam hadis di atas dikatakan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah mencela
makanan. Karena itu adalah perbuatan yang buruk dan tercela. Mencela makanan tidak
jauh beda dengan mencela manusia. Keduanya sama-sama ciptaan Allah Swt. Mencela
makanan tidak dilakukan juga dengan niat agar tidak menyakiti perasaan yang
membuatnya. Untuk menghindari hal itu, Rasulullah mengajarkan kita untuk
meninggalkan atau membiarkan saja makanan yang kita tidak suka. Karena mungkin
makanan yang tidak suka itu ada orang lain yang menyukainya.

g. Tidak meniup makanan

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami
Abdurrahman bin Abdurrahman al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Syarik,
dari Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas dia berkata: “Rasulullah Saw tidak
pernah meniup makanan dan minuman, dan beliau juga tidak bernafas dalam bejana”.

Hadis ini berisi tentang larangan meniup makanan yang masih panas supaya menjadi
dingin. Hal ini dilarang untuk menjaga kebersihan dalam makanan dan minuman. Karena
bisa saja ketika meniup makanan dan minum, air liur yang meniup masuk ke dalam
wadahnya. Hal itu juga akan membuat pemilik makanan atau minumannya merasa tidak
nyaman dan resah (Imritiyah, 2016).

h. Mengambil makanan yang terdekat

Telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz bin Abdullah ia berkata: Telah


menceritakan kepadaku Muhammad bin Ja’far, dari Muhammad bin Hamru bin
Halhalah Ad-Dili, dari Wahb bin Kaisan Abu Nu’aim, dari Amru bin Abu Salamah ia
adalah Ibnu Ummu salah satu istri Rasulullah Saw, ia berkata: suatu hari, aku makan
makanan bersama Rasulullah Saw, lalu aku menyantap makanan dari ujung nampan,
maka Rasulullah Saw bersabda kepada ku: “Makanlah makanan yang ada di depanmu”.

Hadis di atas ini menceritakan tentang ketika Rasulullah memerintahkan istri-Nya ketika
makan bersama untuk memakan makanan yang di depannya saja. Hal itu dijaga untuk
memelihara kewibawaan sendiri dan kebersihan makan bersama. Ketika kita makan
makanan yang jauh dari hadapan kita, saat itu juga tangan kita ikut campur dengan
makanan yang di makan orang lain. Hal ini lebih berlaku pada makanan yang berkuah.
Namun tidak menutup larangan melakukannya pada makanan kering.

i. Larangan makan dan minum sambil berdiri

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna, telah menceritakan


kepada kami Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah, dari
Anas, dari Nabi Saw, bahwa beliau melarang seseorang minum sambil berdiri. Qaradah
berkata: Maka kami tanyakan, bagaimana dengan makan? Anas menjawab: Apalagi
makan, itu lebih buruk, atau lebih jelek.

Adapun larangan makan dan minum sambil berdiri ini berhukum makruh. Artinya
perilaku ini hanya menyelesihi suatu amal yang lebih utama, yaitu makan dan minum
sambil duduk. Maka masih dibolehkan makan dan minum sambil berdiri karena
Rasulullah juga pernah melakukannya. Dalam hadis Ibnu Abbas, yang terdapat dalam
Shahih Muslim (No. 2027). Dia berkata:

“Saya pernah memberi minum air zam-zam kepada Rasulullah, maka beliaupun
meminumnya sambil berdiri”.

Perilaku yang ditunjukan Rasul tersebut, mungkin untuk menunjukan bahwa masih boleh
makan dan minum sambil berdiri (Imritiyah, 2016). Makruh, dan bukan haram.

Kesimpulan

Dalam al-Qur’an dan hadis ada berbagai macam bahasan soal makan dan minum untuk umat
manusia. Seperti tentang apa yang sebaiknya kita makan dan yang tidak boleh kita makan.
Juga soal apa yang sebaiknya kita lakukan sebelum makan, saat makan, dan setelah makan.
Adapun soal makan dan minum diatur dalam islam untuk lebih baik memelihara kesehatan
diri dari dalam tubuh kita. Karena apa yang kita konsumsi dan cara yang kita konsumsi
adalah salah satu faktor terbesar untuk itu.

Selain untuk memelihara kesehatan fisik kita, aturan makan dan minum dalam agama islam
juga bertujuan untuk mengingatkan umat manusia akan keagungan Allah Swt. Allah Yang
Maha Pencipta adalah yang telah menciptakan makanan dan minuman untuk kita konsumsi.
Allah juga yang telah menciptakan tangan, mulut, gigi, lidah dan semua anggota tubuh yang
dapat kita gunakan untuk makan dan minum atau aktivitas lainnya. Maka dari itu kita harus
selalu mengingat Allah setiap waktu, termasuk juga saat makan dan minum.

Daftar Pustaka

Abdul Goffar, M. (2003). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3. PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI’I.
Darmalaksana, W. (2020). Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka dan Studi Lapangan.
Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1–6.
Hanifah, E. (2011). Cara Hidup Sehat. PT. Balai Pustaka.
Imritiyah, S. (2016). Kajian Hadis-Hadis Adab Makan dan Minum; Perspektif Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri, 13.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/54062/1/SITI IMRITIYAH -
FU.pdf
R. Uno, M. (2009). Buku Pintar etiket untuk remaja. PT Gramedia Pustaka Utama.
Sohrah. (2016). Etika Makan dan Minum dalam Pandangan Syariah. Al-Daulah, 5(1), 21.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah

Anda mungkin juga menyukai