Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang
dibolehkan dimakan menurut ketentuan syariat Islam. Segala sesuatu baik berupa
tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal dimakan,
kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang mengharamkannya. Ada
kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mudharat bagi
kehidupan manusia seperti racun, barang-barang yang menjijikkan memabukkan
ataupun membahayakan.
Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang
dilarang oleh syara untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara
pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara pasti ada faidahnya
dan mendapat pahala. Adapun makanan yang haram karena diperoleh dari cara
yang haram.

2. Tujuan
a. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami makanan yang halal
dan haram serta hewan-hewan sembelihan dan cara penyembelihan yang
baik dan benar.
b. Mahasiswa dapat menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari
1

3. Rumusan Masalah
a. Apa itu karya halal dan haram ?
b. Apa saja ciri-ciri dari makanan yang halal dan haram ?
c. Bagaimana cara menyembelih hewan dengan baik dan benar ?

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Makanan dan Minuman yang Halal


Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang
dibolehkan dimakan menurut ketentuan syariat Islam. Segala sesuatu baik berupa
tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal dimakan,
kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang mengharamkannya. Ada
kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mudharat bagi
kehidupan manusia seperti racun, barang-barang yang menjijikkan memabukkan
ataupun membahayakan.
Asal dari semua makanan adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang
menyatakan haramnya. Allah -Taala- berfirman:



Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. (QS.
Al-Baqarah: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu termasuk makanan yang ada
di bumi adalah nikmat dari Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya

adalah halal dan boleh, karena Allah tidaklah memberikan nikmat kecuali yang
halal dan baik.
Manhaj Islam dalam penghalalan dan pengharaman makanan adalah Islam
menghalalkan semua makanan yang halal, suci, baik, dan tidak mengandung
mudhorot, demikian pula sebaliknya Islam mengharamkan semua makanan yang
haram, najis atau ternajisi, khobits (jelek), dan yang mengandung mudhorot.
Manhaj ini ditunjukkan dalam beberapa ayat, di antaranya:



Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi. (QS. Al-Baqarah: 168).
Dan Allah mensifatkan Nabi Muhammad dalam firman-Nya:

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk. (QS. Al-Araf: 157)
Allah melarang melakukan apa saja -termasuk memakan makanan- yang bisa
memudhorotkan diri, dalam firman-Nya

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS.


Al-Baqarah: 195)
Juga sabda Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-:


Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang
lain.
Karenanya diharamkan mengkonsumsi semua makanan dan minuman yang bisa
memudhorotkan diri -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera
maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan
macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.
Untuk mendapat makanan sebagaimana dimaksudkan, paling kurang ada
khamsu halaalaat yang harus diperhatikan:
Makanan Halal
1. Halal zatnya. Dilihat dari sisi kehalalan zatnya, makanan yang
dikonsumsikan manusia terbagi tiga jenis, yaitu nabati, hayawani dan jenis
olahan.
Nabati, terdiri dari tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Semua tumbuh-tumbuhan pada dasarnya- boleh dikonsumsikan, kecuali


yang mendatangkan bahaya atau bernajis atau memabukkan baik secara
5

langsung ataupun setelah melalui proses. Demikian juga dengan buahbuahan, bila mengandung racun, memabukkan ataupun membahayakan,
hukum mengkonsumsikannya adalah haram.
Hayawani, dilihat dari tempat hidupnya (Habitat) biasanya ahli Zologi

membagi binatang kepada tiga jenis, yaitu binatang darat (barry) dan
binatang laut (bahry) dan binatang yang hidup di dua tempat (Barmaaiy).
Semua binatang Barry halal zatnya untuk dikonsumsikan, kecuali
Babi dan Anjing, Bangkai kecuali ikan dan belalang, Binatang yang
bertaring/gading, seperti gajah, harimau dan sebagainya. Binatang
yang mempunyai kuku/cakar, menangkap dan makan dengan
menggunakan kuku/ cakarnya, seperti burung hantu, elang dan
sebagainya. Binatang yang menjijikkan seperti kutu, lalat, ulat,
biawak dan sebagainya. Binatang yang disuruh bunuh, sepetti ular,
burung gagak, tikus, anjing galak dan burung elang (lima macam).
Binatang yang dilarang agama membunuhnya seperti semut, lebah,
burung hud-hud, burung pelatuk dan sebagainya. Daging yang
dipotong dari binatang yang masih hidup. Binatang yang beracun dan
mudharat bila dimakan. Juga segala bentuk najis seperti bangkai,
darah, khamar dan jenis-jenisnya, nanah dan semua yang keluar dari
qubul dan dubur adalah zatnya haram, maka tidak boleh dimakan.
Semua binatang Bahry halal zatnya kecuali yang menyerupai
binatang darat yang haram dimakan, seperti anjing laut, babi laut dst.
6

Semua binatang Barmaaiy (Amphibia) tidak halal zatnya untuk


dimakan seperti buaya, penyu, kura-kura, meskipun telur penyu
menurut jumhur ulama zatnya adalah halal untuk dimakan.
2. Halal cara memperolehnya. Makanan yang halal zatnya untuk dapat

dikonsumsikan, haruslah diperoleh secara halal pula. Karena meskipun


makanan itu sudah halal zatnya, tapi kalau cara memperoleh haram, maka
mekonsumsikan makanan tersebut menjadi haram juga. Misalnya nasi
yang secara ijmak ulama menyatakan halal untuk dimakan (halal zatnya),
tapi kalau nasi itu hasil curian, artinya cara memperoleh nasi itu adalah
haram maka hukum menkonsumsinya menjdi haram juga.
3. Halal cara memprosesnya. Sebagaimana dimaklumi, binatang yang halal

dimakan tidak dapat dimakan secara serta merta, tapi harus melalui proses
penyembelihan, pengulitan dan sebagainya.
Proses-proses ini harus halal pula :
1. Penyembelihan, kecuali Ikan dan Belalang. Semua binatang yang halal
dimakan harus disembelih. Untuk penyembelihan diperlukan sejumlah
syarat, yaitu disembelih oleh orang Islam, baligh, berakal dan mengetahui
syarat-syarat penyembelihan.
2. Pembersihan dan pematangan. Binatang yang hendak dibersihkan binatang
yang sudah mati setelah disembelih. Alat-alat yang digunakan dalam
proses selanjutnya, seperti pisau untuk menguliti, tempat memotong, kuali,
7

periuk dan sebagainya harus suci, bersih dan halal. Air yang digunakan
untuk membersihkan bahan hendaklah air muthlaq, yang suci dan
menyucikan. Tidak boleh mencampur-adukkan dengan bahan-bahan atau
ramuan yang tidak halal. Alat-alat memasak seperti belanga, periuk,
sendok dsb harus suci, bersih dan halal. Tempat membasuh segala pekakas
masakan dan hidangan hendaklah dipisahkan antara yang halal dengan
yang haram.
4. Halal pada penyimpanannya. Semua bahan makanan yang disimpan

hendaklah disimpan pada tempat yang aman, seperti dalam lemari es, agar
busuk dan tidak disimpan di dalam tempat yang dapat bercampur dengan
najis, seperti tuak, atau benda haram lainnya. Dalam proses produksi tidak
tercampur atau berdekatan atau menempel dengan barang atau bahan yang
haram seperti najis dan seterusnya.
5. Halal dalam penyajiannya. Dalam mengedarkan dan menyajikan
makanan penyajinya haruslah bersih dari najis dan kotoran. Para supplier
dan leveransir atau sales haruslah orang yang sehat dan berpakaian bersih
dan suci. Alat kemas atau bungkus atau yang sejenisnya harus hygen,
steril, bersih, suci dan halal. Perkakas atau alat hidangan seperti piring,
mangkok dan sebagainya haruslah suci, bersih dan halal.
Minuman Halal
Minuman halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian:

1. Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan
manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa, maupun
aqidah.
2. Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya pernah
memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
3. Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda yang terkena najis.
4. Air atau cairan yang suci didapatkan dengan cara-cara yang halal yang
tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Sebab Diharamkannya Makanan
"Mengharamkan yang baik dan halal" mengandung arti

mengurangi

kebutuhan, sedang "melampaui batas" berarti meebihkan dari yang wajar.


Demikian terlihat Al-Quran dalam uraiannya tentang makan

menekankan

perlunya "sikap proporsional" itu. Makna terakhir ini sejalan dengan ayat yang
lain yang petunjuknya lebih jelas, yaitu:
Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
senang terhadap orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A'raf [7]: 31).
Rasul menjelaskan bahwa:
Termasuk berlebih-lebihan (bila) Anda makan apa yang Anda tidak ingini.
Dalam hadis lain Rasul Saw. mengingatkan:

Tidak ada yang dipenuhkan manusia lebih buruk dari perut, cukuplah bagi putra
Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus
(memenuhkan perut), maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
minuman, dan sepertiga untuk pernafasan (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, dan
At-Tirmidzi melalui sahabat Nabi Miqdam bin Ma'di Karib).
Tuntunan perlunya makanan yang aman, antara lain dipahami dari firman
Allah dalam surat Al-Ma-idah (5): 88 yang menyatakan,
Dan makanlah dan apa yang direzekikan Allah kepada kamu, dan bertakwalah
kepada Allah yang kamu percaya terhadap-Nya.
Dirangkaikannya

perintah

makan di sini dengan perintahbertakwa,

menuntun dan menuntut agar manusia selalu memperhatikan sisi takwa


yang intinya adalah berusaha menghindar dari segala yang mengakibatkan
siksa dan terganggunya rasa aman.
Takwa dari segi bahasa berarti "keterhindaran", yakni keterhindaran
dari siksa Tuhan, baik di dunia maupun dan akhirat. Siksa Tuhan di dunia
adalah akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum (Tuhan yang berlaku di) alam
ini, sedang siksa-Nya di akhirat adalah akibat pelanggaran terhadap hukumhukum syariat. Hukum Tuhan di dunia yang berkaitan dengan makanan
misalnya adalah: siapa yang makan makanan kotor atau berkuman, maka dia
akan menderita sakit.

Penyakit akibat pelanggaran ini adalah siksa Allah di

dunia. Jika demikian, maka perintah bertakwa pada sisi duniawinya dan dalam
konteks

makanan,

menuntut

agar

setiap

makanan yang dicerna tidak


10

mengakibatkan penyakit atau dengan kata lain memberi keamanan bagi


pemakannya. Ini tentu di samping harus memberinya keamanan bagi kehidupan
ukhrawinya.
Penggalan surat Al-Nisa' (4): 4 mengingatkan:
Makanlah ia dengan sedap lagi baik akibatnya. (QS Al-Nisa' [4]: 4)
Ayat ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk tentang makanan,
tetapi penggunaan kata akala yang pada prinsipnya berarti "makan" dapat
dijadikan petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang sedap serta
berakibat baik.
Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan pesan Allah tentang makan dan
makanan dengan firman-Nya dalam surat Al-An'am (6): 142 setelah menyebut
berbagai jenis makanan nabati dan hewani: Makanlah apa yang direzekikan Allah
dan jangan ikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh kamu
yang sangat nyata.
Penyebab Lain
Banyak analisis yang dikemukakan para pakar tentang sebab-sebab
diharamkannya

binatang

atau

makanan

tertentu. Babi, misalnya, dinilai

mengidap sekian banyak jenis kuman dan cacing

yang

sangat

berbahaya

terhadap kesehatan manusia. Tenasolium adalah salah satu nama cacing yang
berkembang biak dalam pencernaan yang panjangnya dapat mencapai delapan
meter. Pada 1968 ditemukan sejenis kuman yang merupakan penyebab dari
kematian sekian banyak pasien di Belanda dan Denmark. Pada 1918, flu Babi
11

pernah menyerang banyak bagian dari dunia kita dan menelan korban jutaan
orang. Flu ini kembali muncul pada 1977, dan di Amerika Serikat ketika itu
dilakukan imunisasi yang menelan biaya 135 juta dolar. Demikian sekelumit
dari bahaya babi, sebagaimana dikemukakan oleh Faruq Musahil dalam bukunya
Tahrim Al-Khinzir fi Al-Islam.
Lemak babi mengandung complicated fats antara lain triglycerides,
dan dagingnya mengandung kolestrol yang sangat tinggi, mencapai lima belas
kali lipat lebih banyak dari daging

sapi. Dalam Encydopedia Americana

dijelaskan perbandingan antara kadar lemak yang terdapat pada babi, domba,
dan

kerbau. Dalam kadar berat yang sama, babi mengandung 50% lemak,

domba 17%, dan kerbau tidak lebih dari 5%. Demikian keterangan Ahmad
Syauqi Al-Fanjari dalam bukunya Ath-Thib Al-Wiqaiy fi Al-Islam.
Allah menentukan haramnya suatu makanan pasti ada mudarat atau
mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga kesucian hati dan kebaikan hati, kebaikan akal, kebaikan ruh, dan
kebaikan jasad. Bagaimana makanan bisa mempengaruhi kesucian hati, kebaikan
hati, akal dan ruh? Makanan akan masuk ke dalam tubuh. Selanjutnya, makanan
akan diubah menjadi darah dan daging. Darah dan daging adalah unsur penyusun
hati dan jasad.
Pengaruh Makanan

12

Tidak dapat disangkal bahwa makanan mempunyai pengaruh yang sangat


besar terhadap pertumbuhan dan kesehatan jasmani manusia. Persoalan yang
akan diketengahkan di sini adalah pengaruhnya terhadap jiwa manusia.
Al-Harali seorang ulama besar (w. 1232 M) berpendapat bahwa jenis
makanan

dan minuman dapat mempengaruhi jiwa dan sifat-sifat mental

pemakannya.

Ulama

menganalisis

kata

ini
rijs

menyimpulkan pendapatnya

tersebut dengan

yang disebutkan Al-puran sebagai alasan untuk

mengharamkan makanan tertentu, seperti keharaman minuman keras (QS Al-Maidah [5]:90) bangkai, darah, dan daging babi (QS Al-An'am [6]: 145).
Kata rijs menurutnya mengandung arti "keburukan

budi

pekerti serta

kebobrokan moral". Sehingga, apabila Allah menyebut jenis makanan tertentu


dan menilainya sebagai rijs, maka ini berarti bahwa makanan tersebut dapat
menimbulkan keburukan budi pekerti. Memang

kata

ini

juga

digunakan

Al-Quran untuk perbuatan-perbuatan buruk yang menggambarkan kebejatan


mental, seperti judi dan penyembahan berhala (QS Al-Maidah [5]: 90). Dengan
demikian, pendapat Al-Harali di atas, cukup beralasan ditinjau dari segi bahasa
dan penggunaan Al-Quran. Sejalan dengan pendapat di atas adalah pendapat
yang dikemukakan

oleh seorang ulama kontemporer, Syaikh Taqi Falsafi,

dalam bukunya Child between Heredity and Education. Dalam buku ini, dia
menguatkan pendapatnya dengan mengutip Alexis Carrel, pemenang hadiah
Nobel Kedokteran. Carrel menulis dalam bukunya Man the Unknown lebih
kurang sebagai berikut:

13

Pengaruh dari campuran (senyawa) kimiawi yang dikandung oleh makanan


terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna,
karena belum lagi diadakan eksperimen secara memadai. Namun tidak dapat
diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas
makanan. Nah jika demikian, terlihat bahwa makanan memiliki pengaruh yang
besar bukan saja terhadap jasmani manusia tetapi juga jiwa dan perasaannya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minuman keras merupakan langkah
awal yang mengakibatkan langkah-langkah berikut dari para penjahat. Hal
ini, disebabkan antara lain oleh pengaruh minuman tersebut dalam jiwa dan
pikirannya.
Dalam konteks agama, tidak dapat diragukan adanya pengaruh makanan
terhadap selain jasmani. Rasulullah Saw. Mengaitkan antara terkabulnya doa
dengan makanan halal. Beliau bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Muslim:

Wahai seluruh manusia. Sesungguhnya Allah Mahabaik. Dia tidak

menerima (sesuatu) kecuali yang baik. Dia memerintahkan kaum mukmin


sebagaimana memerintahkan para Rasul dengan firman-Nya, "Wahai Rasul,
makanlah rezeki yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu". (Kata
perawi) Rasul kemudian menjelaskan seorang pejalan kaki, kumal, dan kotor,
menengadahkan kedua tangannya ke langit berdoa, "Wahai Tuhan, Wahai Tuhan
(tetapi) makanannya haram, minumannya haram pakaiannya haram, makan dari
barang haram, maka bagaimana mungkin ia dikabulkan?" Demikian, sebagian
dari dampak makanan terhadap manusia.

14

B. Pengertian Makanan dan Minuman yang Haram


Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang
dilarang oleh syara untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara
pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara pasti ada faidahnya
dan mendapat pahala. Adapun makanan yang haram karena diperoleh dari cara
yang

haram, maka Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- telah bersabda:


Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatankehormatan kalian antara sesama kalian adalah haram. (HR. Al-Bukhary dan
Muslim)
1. Makna makanan yang najis adalah jelas, adapun makanan yang ternajisi,

contohnya adalah mentega yang kejatuhan tikus. Hukumnya sebagaimana


yang disebutkan dalam hadits Maimunah -radhiallahu anha- bahwa Nabi
-Shallallahu alaihi wasallam- ditanya tentang lemak yang kejatuhan tikus,
maka beliau bersabda:
,
Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu
makanlah lemak kalian. (HR. Al-Bukhary)
Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan padat, maka cara
membersihkannya adalah dengan membuang najisnya dan makanan yang ada

15

di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk dimakan. Akan tetapi jika yang
kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan, maka hukumnya dirinci;
jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan warna) maka
makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi, demikian pula
sebaliknya.
2. Makanan yang jelek (arab: khobits) ada dua jenis; yang jelek karena dzatnya
-seperti: darah, bangkai, dan babi- dan yang jelek karena salah dalam
memperolehnya -seperti: hasil riba dan perjudian-. Lihat Majmu Al-Fatawa
(20/334).
3. Adapun ukuran kapan suatu makanan dianggap thoyyib (baik) atau khobits
(jelek), maka hal ini dikembalikan kepada syariat. Maka apa-apa yang
dihalalkan oleh syariat maka dia adalah thoyyib dan apa-apa yang
diharamkan oleh syariat maka dia adalah khabits, ini adalah madzhab
Malikiyah dan yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
sebagaimana yang akan nampak dalam ucapan beliau.
Minuman Haram
Alkohol dan Turunannya :
Khamar adalah setiap yang memabukkan, baik minuman maupun yang
lainnya. Hukumnya haram.
Minuman yang termasuk dalam kategori khamar adalah minuman yang
mengandung etanol minimal 1 %.

16

Minuman yang termasuk kategori khamar adalah najis


Minuman yang mengandung etanol dibawah 1 % sebagai hasil fermentasi
yang direkayasa adalah haram atas dasar preventif, tapi tidak najis.
Minuman yang dibuat dari air perasan tape dengan kandungan etanol
minimal 1% termasuk karegori khamar.
Tape tidak termasuk khamar.
Etanol yang merupakan senyawa murni yang bukan berasal dari industri
khamar adalah suci.
C. Pengertian Binatang Halal dan Haram
1. Binatang Halal
Binatang yang halal adalah binatang yang boleh dimakan dan dibenarkan
oleh syariat.Binatang yang halal dimakan dapat dibedakan menjadi binatang
darat dan binatang air.Binatang darat adalah binatang yang hidupnya hanya di
darat. Apabila masuk ke dalam air (laut, danau, sungai, kolam, dan lain-lain)
dalam waktu yang cukup lama akan mati. Binatang air adalah binatang yang
hidupnya hanya di air. Jika ke darat dalam waktu yang cukup lama akan mati.
Adapun binatang darat meliputi:

17

a. Binatang ternak, seperti sapi, kerbau, kambing, bid-biri, kuda, keledai, dan
yang sejenisnya. Berdasarkan firman Allah Swt. Hewan ternak dihalalkan
bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu.. (Q.S. Al-Maidah [5] ayat I )
b. Jenis unggas, seperti ayam, itik, angsa, merpati, belibis, burung pipit, burung
perkutut, dansejenisnya.
Adapun binatang air semuanya halal dimakan dagingnya, meskipun yang
menyerupai anjing dan sebagainya.Binatang-binatang yang hidupnya di air, halal
dimakan tanpa kecuali, baik ketika masih hidup maupun sudah mati. Perhatikan
firman Allah Swt. Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang
berasal)dari laut sebagai makanan yang lazat bagimu dan bagi orang-orang
yang dalam perjalanan; (Q.S. Al-Maidah (5J ayat 96). Sabda Rasulullah saw.Air
laut itu menyucikan dan halal bangkainya.Hadis tersebut diriwayatkan oleh lima
imam terkemuka. at-Tirmidzi mengatakan hadis ini hasan dan sahih. Ketika
Bukhari di tanya tentang hadis ini, dia menjawab hadis ini sahih.
2. Binatang Haram
Binatang haram adalah segala jenis binatang yang dilarang oleh agama sehingga
kita dilarang oleh agama untuk memakannya.
Binatang haram terbagi dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Binatang yang diharamkan oleh Nas, seperti babi, khimar (keledai), anjing,
binatang buas yang bertaring, dan burung yang berkuku tajam.

18

b. Binatang yang diharamkan karena diperintahkan untuk membunuhnya, yaitu


ular, burung gagak, tikus, anjing buas, dan burung elang. Rasulullalh saw.
bersabda: Lima macam binatang yang jahat hendaklah dibunuh, baik di
tanah halal maupun di tanah haram, yaitu ular, burung gagak, tikus, anjing
buas, dan burung elang.(H.R. Muslim)
c Binatang yang diharamkan karena dilarang untuk membunuhnya, seperti semut,
lebah, burung hud-hud, dan burung hantu. Hal tersebut berdasarkansabda
Rasulullah saw. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw. telah melarang
membunuh empat jenis hewan, yaitu semut, lebah, burung teguk-teguk
(semacam burung merpati) dan burung surad (sejenis burung punai). (H.R.
Ahmad)
d. Binatang yang diharamkan karena kedaannya menjijikkan, keji, dan kotor.
Sebagian ulama menyebutnya hasyarat, yaitu binatang bumi yang kecil-kecil
dan kotor, misalnya ular, kutu anjing, kutu busuk, cacing, lintah, lalat, lebah,
labah-labah, nyamuk, kumbang, dan sejenisnya.
e. Binatang yang diharamkan karena hidup di dua alam, seperti buaya, kodok,
keong, bekicot, kura-kura, dan sebagainya.
Maka berikut penyebutan satu persatu binatang yang haram dimakan, dibahas
oleh para ulama beserta hukumnya masing-masing:
1. Daging babi.

19

Telah berlalu dalilnya dalam surah Al-Ma`idah ayat ketiga di atas.Yang diinginkan
dengan daging babi adalah mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya termasuk
lemaknya.

2. Semua hewan buas yang bertaring.


Sahabat

Abu

Tsalabah

Al-Khusyany

-radhiallahu

anhu-

berkata:


Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- melarang dari
(mengkonsumsi) semua hewan buas yang bertaring. (HR. Al-Bukhary dan
Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim darinya dengan lafazh, Semua hewan buas yang
bertaring maka memakannya adalah haram.
Yang diinginkan di sini adalah semua hewan buas yang bertaring dan
menggunakan taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan hewan
lainnya.Lihat

Al-Ifshoh

(1/457)

dan

Ilamul

Muwaqqiin

(2/117).

Jumhur ulama berpendapat haramnya berlandaskan hadits di atas dan hadits-hadits


lain yang semakna dengannya.
3.

Semua burung yang memiliki cakar.


Yang diinginkan dengannya adalah semua burung yang memiliki cakar yang

kuat yang dia memangsa dengannya, seperti: elang dan rajawali. Jumhur ulama
20

dari kalangan Imam Empat -kecuali Imam Malik- dan selainnya menyatakan
pengharamannya berdasarkan hadits Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma-:

Beliau (Nabi) melarang untuk memakan semua hewan buas yang bertaring dan
semua burung yang memiliki cakar. (HR. Muslim) [Al-Majmu' (9/22), AlMuqni' (3/526,527), dan Takmilah Fathil Qodir (9/499)]
4.

Jallalah.
Dia adalah hewan pemakan feses (kotoran) manusia atau hewan lain, baik

berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda,
angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan sebagian gagak. Lihat
Nailul

Author

(8/128).

Hukumnya adalah haram. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad -dalam satu
riwayat- dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Syafiiyah, mereka
berdalilkan dengan hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- beliau berkata:


Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- melarang dari memakan al-jallalah
dan dari meminum susunya. (HR. Imam Lima kecuali An-Nasa`i (3787))
Beberapa masalah yang berkaitan dengan jallalah:
1.

Tidak semua hewan yang memakan feses masuk dalam kategori jallalah yang
diharamkan, akan tetapi yang diharamkan hanyalah hewan yang kebanyakan
makanannya adalah feses dan jarang memakan selainnya. Dikecualikan juga
21

semua hewan air pemakan feses, karena telah berlalu bahwa semua hewan air
adalah halal dimakan. Lihat Hasyiyatul Al-Muqni (3/529).
2.

Jika jallalah ini dibiarkan sementara waktu hingga isi perutnya bersih dari
feses maka tidak apa-apa memakannya ketika itu. Hanya saja mereka
berselisih pendapat mengenai berapa lamanya dia dibiarkan, dan yang
benarnya dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan
besar. Lihat Al-Majmu (9/28).

5.

Keledai jinak (bukan yang liar).


Ini merupakan madzhab Imam Empat kecuali Imam Malik dalam sebagian

riwayat darinya. Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu-, bahwasanya Rasulullah
-Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

,

Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan dagingdaging keledai yang jinak, karena dia adalah najis. (HR. Al-Bukhary dan
Muslim)
Diperkecualikan darinya keledai liar, karena Jabir -radhiallahu anhu- berkata:


Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi
-Shallallahu alaihi wasallam- melarang kami dari keledai jinak. (HR. Muslim)
22

Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu Abdil Barr
menyatakan, Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang
pengharamannya.Lihat Al-Mughny beserta Asy-Syarhul Kabir (11/65).
6.

Kuda.
Telah berlalu dalam hadits Jabir bahwasanya mereka memakan kuda saat

perang Khaibar. Semakna dengannya ucapan Asma` bintu Abi Bakr -radhiallahu
anhuma-:


Kami menyembelih kuda di zaman Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallamlalu kamipun memakannya. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Maka ini adalah sunnah taqririyyah (persetujuan) dari Nabi -Shallallahu alaihi
wasallam-.
Ini adalah pendapat jumhur ulama dari kalangan Asy-Syafiiyyah, Al-Hanabilah,
salah satu pendapat dalam madzhab Malikiyah, serta merupakan pendapat
Muhammad ibnul Hasan dan Abu Yusuf dari kalangan Hanafiyah.Dan ini yang
dikuatkan oleh Imam Ath-Thohawy sebagaimana dalam Fathul Bary (9/650) dan
Imam Ibnu Rusyd dalam Al-Bidayah (1/3440). [Mughniyul Muhtaj (4/291-291),
Al-Muqni' beserta hasyiyahnya (3/528), Al-Bada`i' (5/18), dan Asy-Syarhus
Shoghir (2/185)]

23

7.

Baghol.
Dia adalah hewan hasil peranakan antara kuda dan keledai. Jabir

-radhiallahu anhuma- berkata:



Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- mengharamkan -yakni saat perang
Khaibar- daging keledai jinak dan daging baghol. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzy)
Dan ini (haram) adalah hukum untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan
yang halal dimakan dengan yang haram dimakan.
8.

Anjing.
Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, di antara dalil yang

menunjukkan hal ini adalah bahwa anjing termasuk dari hewan buas yang
bertaring yang telah berlalu pengharamannya. Dan telah tsabit dari Nabi
-Shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda:


Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu maka Dia akan
mengharamkanharganya .
Maksudnya diharamkan menjualnya, menyewanya, dan seterusnya dari bentuk
tukar-menukar harga.
24

Dan telah tsabit dalam hadits Abu Masud Al-Anshory riwayat Al-Bukhary dan
Muslim dan juga dari hadits Jabir riwayat Muslim akan haramnya
memperjualbelikan anjing.
9.

Kucing baik yang jinak maupun yang liar.


Jumhur ulama menyatakan haramnya memakan kucing karena dia termasuk

hewan yang bertaring dan memangsa dengan taringnya.Pendapat ini yang


dikuatkan oleh Syaikh Al-Fauzan. Dan juga telah warid dalam hadits Jabir riwayat
Imam Muslim akan larangan meperjualbelikan kucing, sehingga hal ini
menunjukkan haramnya. [Al-Majmu' (9/8) dan Hasyiyah Ibni 'Abidin (5/194)]
10.

Monyet.
Ini merupakan madzhab Syafiiyah dan merupakan pendapat dari Atho`,

Ikrimah, Mujahid, Makhul, dan Al-Hasan.Imam Ibnu Hazm menyatakan, Dan


monyet adalah haram, karena Allah -Taala- telah merubah sekelompok manusia
yang bermaksiat (Yahudi) menjadi babi dan monyet sebagai hukuman atas
mereka. Dan setiap orang yang masih mempunyai panca indra yang bersih
tentunya bisa memastikan bahwa Allah -Taala- tidaklah merubah bentuk (suatu
kaum) sebagai hukuman (kepada mereka) menjadi bentuk yang baik dari hewan,
maka jelaslah bahwa monyet tidak termasuk ke dalam hewan-hewan yang baik
sehingga secara otomatis dia tergolong hewan yang khobits (jelek). Lihat AlMuhalla: (7/429)

25

11.

Gajah.
Madzhab jumhur ulama menyatakan bahwa dia termasuk ke dalam kategori

hewan buas yang bertaring.Dan inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Abdil
Barr, Al-Qurthuby, Ibnu Qudamah, dan Imam An-Nawawy -rahimahumullah-.
12.

Hyena (arab: Dhibun).


Pendapat yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini merupakan pendapat

Imam Asy-Syafiiy dan Imam Ahmad- adalah halal dan bolehnya memakan
daging hyena (kucing padang pasir). Hal ini berdasarkan hadits Abdurrahman bin
Abdillah bin Abi Ammar, beliau berkata, Saya bertanya kepada Jabir, Apakah
hyena termasuk hewan buruan?, beliau menjawab, Ia. Saya bertanya lagi,
Apakah boleh memakannya?, beliau menjawab, Boleh. Saya kembali
bertanya, Apakah pembolehan ini telah diucapkan oleh Rasulullah?, beliau
menjawab, Ia. Diriwayatkan oleh Imam Lima dan dishohihkan oleh AlBukhary, At-Tirmidzy dan selainnya. Lihat Talkhishul Khabir (4/152).
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (9/568) dan
Imam Asy-Syaukany.
Adapun jika ada yang menyatakan bahwa hyena adalah termasuk hewan
buas yang bertaring, maka kita jawab bahwa hadits Jabir di atas lebih khusus
daripada hadits yang mengharamkan hewan buas yang bertaring sehingga hadits
yang bersifat khusus lebih didahulukan. Atau dengan kata lain hyena

26

diperkecualikan dari pengharaman hewan buas yang bertaring. Lihat Nailul


Author (8/127) dan Ilamul Muwaqqiin (2/117).
13.

Kadal padang pasir (arab: dhobbun).


Pendapat yang paling kuat yang merupakan madzhab Asy-Syafiiyah dan

Al-Hanabilah bahwa dhobbun adalah halal dimakan, hal ini berdasarkan sabda
Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- tentang dhobbun:

Makanlah dan berikanlah makan dengannya (dhobbun) karena sesungguhnya


dia adalah halal. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Ibnu Umar)
Adapun keengganan Nabi untuk memakannya, hanyalah dikarenakan dhobbun
bukanlah makanan beliau, yakni beliau tidak biasa memakannya. Hal ini
sebagaimana yang beliau khabarkan sendiri dalam sabdanya:




Tidak apa-apa, hanya saja dia bukanlah makananku.
Ini yang dikuatkan oleh Imam An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/97).
14.

Ash-shurod, kodok, semut, burung hud-hud, dan lebah.

27

Kelima hewan ini haram dimakan, berdasarkan hadits Abu Hurairah


-radhiallahu anhu-, beliau berkata:



Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- melarang membunuh shurod, kodok,
semut, dan hud-hud. (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih).
Adapun larangan membunuh lebah, warid dalam hadits Ibnu Abbas yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud. Dan semua hewan yang haram
dibunuh maka memakannyapun haram.Karena tidak mungkin seeokor binatang
bisa dimakan kecuali setelah dibunuh.

15.

Kalajengking, ular, gagak, tikus, tokek, dan cicak.


Karena semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui

proses penyembelihan adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan


tersebut halal untuk dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk
membunuhnya

kecuali

lewat

proses

penyembelihan

yang

syariy.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

:

28

Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di
daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah): Ular, gagak yang
belang, tikus, anjing, dan rajawali. (HR. Muslim)
Adapun cicak dan termasuk di dalamnya tokek, maka telah warid dari hadits Abu
Hurairah riwayat Imam Muslin tentang anjuran membunuh wazag (cicak).
16.

Kura-kura (arab: salhafat).


Telah berlalu penjelasannya pada pendahuluan bahwa hewan ini adalah

haram dimakan.
17.

siput (arab: halazun), serangga kecil, dan kelelawar.


Imam Ibnu Hazm menyatakan, Tidak halal memakan siput darat, juga tidak

halal memakan seseuatupun dari jenis serangga, seperti: cicak (masuk juga tokek),
kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan yang sejenis dengan
mereka. Berdasarkan firman Allah Taala, Diharamkan untuk kalian bangkai,
dan firman Allah -Taala-, Kecuali yang kalian sembelih.Dan telah jelas dalil
yang

menunjukkan

bahwa

penyembelihan

pada

hewan

yang

bisa

dikuasai/dijinakkan, tidaklah teranggap secara syari kecuali jika dilakukan pada


tenggorokan atau dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa
menyembelihnya, maka tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga
hukumnya adalah haram karena tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak

29

disembelih (misalnya ikan dan belalang maka dia boleh dimakan tanpa
penyembelihan, pent.). (Lihat Al-Muhalla: 7/405)
Maka dari penjelasan Ibnu Hazm di atas kita bise mengetahui tidak
bolehnya memakan: Kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan
semua serangga lainnya, wallahu alam.
D. Hewan Sembelihan
Hewan yang termasuk dalam kategori hewan sembelihan
Tidak dianggap sah sembelihan seseorang kecuali binatang ternak, seperti
onta, sapi, kambing (domba (yang mempunyai banyak bulu), biri biri (yang
memiliki banyak rambut).
Tidak boleh selain dari hewan ternak ini seperti sapi liar, kijang betina,
kuda, burung burung dan selainnya walaupun binatang ini dihalalkan.
Dalil yang menunjukan tentang ini adalah perkataan Allah Ta`ala :

(()) .(34) .
Artinya : Dan bagi tiap tiap ummat telah Kami syari`atkan penyembelihan
(kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang
telah direzkikan Allah kepada mereka. (QS. Al Hajj : 34).
Arti mansakan disini ialah : sembelihan dan mengalirkan darah, seperti
yang telah dijelaskan oleh Al Imam Mujaahid rahimahullah Ta`ala. Dan Al
30

An`aam disini adalah : onta, sapi, kambing. Sedangkan binatang binatang ternak
ialah binatang ternak itu sendiri. Al Qurthubiy telah berpandangan seperti ini
dalam Tafsiirnya (12/44), dan sesungguhnya telah dinukil tentang masalah ini
ijma` (kesepakatan) para ahli `ilmu, kecuali seperti yang diceritakan dari Al Hasan
bin Shoolih bahwa dia berkata : boleh sembelihan tersebut dari sapi yang liar (satu
ekor untuk tujuh orang), kijang betina untuk satu orang. Lihat Al Majmuu`u oleh
An Nawawiy (8/394), dan Bidaayatul Mujtahid oleh Ibnu Rusyud (1/417).
Faidahnya : Tidak diterima sembelihan yang diperanakkan dengan kijang betina,
kambing, karena keseluruhan ini bukan termasuk binatang ternak. Dijelaskan ini
oleh An Nawawiy di Al Majmuu`u (8/394).
Hewan sembelihan Ahli Kitab
Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah
ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu
tidak mau memakan (binatang-binatang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang
diharamkan-Nya atas kamu (QS Al Anam : 118-119).
Allah swt telah menciptakan begitu banyak makhluk di alam semesta
sebagai anugerah dan rezeki dari-Nya kepada umat manusia.Dan Dia telah
memerintahkan manusia untuk memakan apa-apa yang halal lagi baik yang
terdapat di alam ini.Allah swt telah memberikan petunjuk kepada manusia tentang

31

makanan yang halal dan yang haram, bagi orang-orang yang beriman dan kaum
yang berfikir.
Allah telah memerintahkan kepada manusia untuk menyembelih hewanhewan halal dengan menyebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, dan telah
mengharamkan yang selain itu. Namun ada suatu permasalahan yang
muncul.Halalkah hewan yang disembelih oleh Ahli Kitab?
yang disebut Ahli Kitab adalah kaum atau golongan yang kepadanya diturunkan
kitab Taurat dan Injil dari sisi Allah, yaitu Yahudi dan Nashrani. Namun, sekali
lagi ditekankan bahwa jauh sebelum Al Quran diturunkan kepada Rasulullah
SAW, Injil dan Taurat telah mengalami penyelewengan. Dan kaum yang sekarang
mengaku sebagai penganut Injil dan Taurat, sangat lemah untuk diyakini sebagai
bagian dari Ahli Kitab, walaupun mereka berasal dari keturunan Yahudi maupun
Nashrani, atau Bani Israil.
Namun pada dasarnya Allah telah menghalalkan daging yang disembelih
oleh seorang Ahli Kitab, hal ini sebagaimana telah disebutkan di dalam Al Quran,
Dan hewan sembelihan ahli kitab adalah halal bagimu sekalian, dan
makananmu juga halal bagi ahli kitab. (QS Al Maidah : 5)
Sehingga setiap hewan halal yang disembelih oleh seorang Ahli Kitab, maka
halal bagi seorang muslim untuk memakannya, karena mereka (Ahli Kitab) adalah
kaum yang memegang Taurat dan Injil yang membawa ajaran Tauhid. Namun jika
kita memastikan bahwa dia mengucapkan nama selain nama Allah pada saat dia
32

menyembelih hewan tersebut, maka menjadi haram-lah daging tersebut untuk


dimakan.
Dalam shahih Bukhari, ada sekelompok kaum datang kepada rasulullah
wahai rasulullah sesungguhnya ada suatu kaum yang memberi kami daging, dan
kami tidak mengetahui apakah dibacakan bismillah atau tidak.
Rasulullah bersabda, Bacalah oleh kalian (bismillah) dan makanlah. Aisyah
berkata, adalah mereka itu orang yang baru masuk islam.(Diriwayatkan oleh
Bukhari, Abu Daud dan An-Nasai melalui isteri Nabi Saw., Aisyah)
Hal ini dapat diartikan bahwa daging halal yang disembelih oleh seseorang
yang tidak diketahui apakah kita membaca Bismilllah saat menyembelihnya atau
tidak, atau kita meragukan mengenai daging tersebut halal sembelihannya atau
tidak, maka hendaklah ia membaca Bismillah sebelum memakan daging tersebut.
Dan alangkah lebih baik bagi kita menghilangkan keraguan tersebut atau sama
sekali meninggalkannya.
Adapun kalau seandainya daging sembelihan itu didatangkan dari negara
asing, dan yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal hasil
sembelihannya seperti Majusi (Hindu, Buda) atau pengibadat berhala dan orangorang yang tidak memiliki agama (atheis), maka tidak halal untuk memakannya,
karena Allah tidak menghalalkan makanan (daging) dari selain muslimin, kecuali
makanan dari orang-orang yang diturunkan kitab kepada mereka yaitu Yahudi dan
Nasrani, namun yang tetap mengesakan Allah sebagai Tuhan sekalian manusia.

33

E. Rukun dan Tata Cara Menyembelih Hewan


Rukun-rukun Menyembelih Hewan :
Pelaksanaan pekerjaan menyembelih binatang
Orang yang melaksanakan pekerjaan menyembelih binatang
Binatang yang akan disembelih
Peralatan untuk menyembelih

Syarat-syarat Tertentu dalam Menyembelih Hewan :


Syarat pekerjaan menyembelih
Syarat orang yang menyembelih
Syarat binatang yang disembelih
Syarat peralatan menyembelih

Tata Cara Menyembelih Hewan :


Membaca basmalah
Sebaiknya dilakukan pada siang hari
Menghadapkan hewan yang disembelih ke arah kiblat dan penyembelih
juga disunnahkan menghadap ke arah kiblat
34

Menidurkan hewan yang hendak disembelih pada sisi kirinya dan


menajamkan pisau yang digunakan untuk menyembelih
Adap yang Perlu Diperhatikan dalam Menyembelih Hewan :
Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia
mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban
disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik.
Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini
akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih.
Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Menginjakkan kaki di leher hewan.
Bacaan ketika hendak menyembelih.

Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca


basmalah.

Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan
dikurbankannya hewan tersebut.

Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan


kurban.
35

Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanankiri) telah pasti terpotong.
Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak,
sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.
Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.

Larangan Menyiksa Hewan Sembelihan


Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, iaberkata, Rasulullah saw. Pernah
melintas pada seseorang yang sedang meletakkan kakinya di atas badan hewan
yang mau disembelih sementara ia sedang mengasah pisaunya dan hewan itu
sendiri melihat apa yang dilakukan laki-laki itu. Lalu beliau bersabda,
"Mengapaengkautidakasahpisaumusebelumnya.Apakahkamuhendakmematikanny
adua kali?"(Shahih, HR al-Baihaqi [IX/280]).
Dalam riwayat lain tercantum, "Apakah kamu akan mematikannya dua kali
mengapa engkau tidak mengasah pisaumu terlebih dahulu sebelum kamu
membaringkannya?"(Shahih, HR al-Hakim [IX/231]).
Kandungan Bab:
1.

Larangan menganiaya hewan yang disembelih, misalnya dengan mengasah


pisau sementara hewan yang akan disembelih melihatnya. Atau
menyembelihnya sementara hewan yang disembelih tersebut melihat
kepada hewan-hewan lainnya.
36

2.

Barangsiapa menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan baik,


hendaklah ia menajamkan pisau sebelum merebahkan sembelihannya dan
membuat nyaman hewan sembelihannya.

37

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Semua makanan baik yang didapatkan dari hewan ataupun dari tumbuhan,
hukumnya relatif
Semuanya

halal ataupun haram. Kecuali memang jenisnya haram.

tergantung

dari

hasil

cara

mendapatkannya/memperolehnya.

Berdasarkan pendapat para ulama, bahwasannya makanan yang diharamkan oleh


Islam adalah makanan yang memang ditetapkan haram. Namun untuk makanan
yang halal bisa menjadi haram maupun halal tergantung cara mendapatkannya dan
cara memprosesnya (menyembelihnya). Kadangkala makanan yang haram itu
diperbolehkan, dengan alasan darurat maka diperbolehkan untuk memakannya
selama tidak berbuat dosa. Allah menentukan haramnya suatu makanan pasti ada
mudarat atau mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Hal tersebut bertujuan
untuk menjaga kesucian hati dan kebaikan hati, kebaikan akal, kebaikan ruh, dan
kebaikan jasad. Bagaimana makanan bisa mempengaruhi kesucian hati, kebaikan
hati, akal dan ruh hal itu dikarenakan makanan akan masuk ke dalam tubuh.
Selanjutnya, makanan akan diubah menjadi darah dan daging. Darah dan daging
adalah unsur penyusun hati dan jasad.

38

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah pembaca dapat
memahami secara jelas terhadap isi yang disampaikan dalam makalah ini.
Dan penulis sebaiknya dapat mengkaji lebih rinci lagi hal-hal yang ada dalam
penyajian struktur karya tulis ilmiah agar pembaca dapat menangkap dengan
baik dan jelas isi yang disampaikan.

39

Anda mungkin juga menyukai