Anda di halaman 1dari 6

TEORI

Kebidanan adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa
interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir
dan balita, fungsi-fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/
dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh suatu badan yaitu House of
Commons Health Committee tahun 1992, disimpulkan bahwa terdapat permintaan
yang meluas pada kaum wanita untuk memiliki pilihan yang lebih besar dalam
menentukan jenis asuhan maternitas yang mereka dapatkan dan bahwa struktur
pelayanan maternitas saat ini membuat mereka frustasi bukan memfasilitasi
mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya asuhan yang berorientasi
pada wanita dimana mereka punya peran dalam menentukan pilihan sehingga
terpenihi kebutuhannya dan timbul kepuasaan. Hal tersebut juga menunjukkan
bahwa Asuhan yang berorintasi pada wanita atau Women Centre Care amat
penting untuk kemajuan Praktik kebidanan.
Women centered care adalah istilah yang digunakan untuk filosofi asuhan
maternitas yang memberi prioritas pada keinginan dan kebutuhan pengguna, dan
menekankan pentingnya informed choice, kontinuitas perawatan, keterlibatan
pengguna, efektivitas klinis, respon dan aksesibilitas.
Women Center Care ini sangat sesuai dengan keinginan ICM (International
Confederation Of Midwifery) yang tertuang dalam visi-nya, yaitu :
1. Bidan memberikan asuhan pada wanita yang membutuhkan askeb
2. Bidan mempunyai otonomi sebagai pemberi asuhan yang menghargai
kerjasama team dalam memberikan asuhan untuk seluruh kebutuhan wanita
dan keluarga
3. Bidan memegang kunci dalam menentukan asuhan dimasa mendatang
termasuk pelayanan kesehatan utama pada komunitas untuk seluruh wanita
dan keluarga
4. Bidan bekerjasama dengan wanita dalam memberikan asuhan sesuai dengan
harapan wanita
Untuk dapat memberikan Care atau Asuhan yang baik terhadap wanita, bidan
harus menerapkan hal-hal berikut ini :
1. Lakukan Intervensi Minimal
2. Memberikan asuhan yang komprehensif
3. Memberikan asuhan yang sesuai kebutuhan
4. Melakukan segala tindakan yang Sesuai dengan standar, wewenang,
otonomi dan kompetensi
5. Memberikan Informed Content
6. Memberikan asuhan yang Aman, nyaman, logis dan berkualitas
7. Menerapkan Asuhan Sayang Ibu
Yang dimaksud Asuhan sayang ibu ini adalah :
1. Asuhan yang tidak menimbulkan penderitaan bagi ibu
2. Ibu punya otonomi dalam setiap pengambilan keputusan
3. Asuhan yang berorientasi dengan kebutuhan Ibu
4. Memberdayakan ibu/wanita dan keluarga
 
Dalam praktik kebidanan, “Women centered care” adalah sebuah konsep yang
menyiratkan hal berikut:
1. Perawatan yang berfokus pada kebutuhan wanita yang unik, harapan dan
aspirasi wanita tersebut daripada kebutuhan lembaga-lembaga atau profesi
yang terlibat.
2. Memperhatikan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib sendiri dalam
hal pilihan, kontrol dan kontinuitas perawatan dalam bidang kebidanan.
3. Meliputi kebutuhan janin, bayi, atau keluarga wanita itu, orang lain yang
signifikan, seperti yang diidentifikasi dan dipercaya oleh wanita tersebut.
4. Melibatkan peran serta masyarakat, melalui semua tahap mulai dari
kehamilan, persalinan, dan setelah kelahiran bayi.
5. Melibatkan kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya bila
diperlukan.
6. ‘Holistik’ dalam hal menangani masalah sosial wanita, emosional, fisik,
psikologis, kebutuhan spritual dan budaya.

Prinsip-prinsip Women Centered Care


1. Memastikan perempuan menjadi mitra yang sejajar dalam perencanaan dan
pemberian perawatan maternitas
2. Mengenali layanan yang ada untuk memenuhi kebutuhan mereka dan
keinginan, daripada orang-orang staf atau manajer
3. Memberikan informasi pilihan perempuan dalam hal pilihan yang tersedia
selama kehamilan, persalinan dan periode pascanatal – seperti yang
menyediakan perawatan, di mana itu diberikan dan apa yang mengandung
4. Memberikan kesinambungan perempuan sehingga mereka mampu
membentuk hubungan saling percaya dengan orang-orang yang peduli
untuk mereka
5. Memberikan kontrol perempuan atas keputusan-keputusan kunci yang
mempengaruhi isi dan kemajuan perawatan mereka.
 
Women Centered Care harus mencakup:
1. Sebuah filosofi yang menegaskan kekuatan perempuan itu sendiri, kekuatan
dan keterampilan, dan komitmen untuk mempromosikan persalinan
fisiologis dan kelahiran.
2. Kebidanan yang dipimpin perawatan kehamilan normal, kelahiran dan
periode pascanatal.
3. Layanan yang direncanakan dan disediakan dekat dengan perempuan dan
masyarakat di mana mereka tinggal atau bekerja.
4. Terintegrasi perawatan di batas-batas sektor akut dan primer.
5. Sebuah perspektif kesehatan masyarakat, yang mempertimbangkan faktor
sosial dan lingkungan yang lebih luas, berkomitmen sumber daya untuk
perawatan kesehatan preventif, dan bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan kesehatan dan sosial.
6. Maximised kontinuitas perawatan dan perawat, dengan satu-ke-satu
perawatan kebidanan selama persalinan.
7. Fokus pada kehamilan dan persalinan sebagai awal dari kehidupan
keluarga, bukan hanya sebagai episode klinis terisolasi, dengan
memperhitungkan penuh makna dan nilai-nilai setiap wanita membawa
pengalamannya keibuan.
8. Pendanaan struktur dan komitmen yang mengakui hasil seumur hidup
kesehatan ibu dan bayi.
9. Keterlibatan pengguna yang melampaui tokenistic, untuk mengembangkan
kemitraan yang nyata antara wanita dan bidan.
10. Keluarga-berpusat perawatan yang memfasilitasi pengembangan percaya
diri, orangtua yang efektif.
11. Memperkuat kepemimpinan kebidanan, dalam rangka untuk
mempromosikan keunggulan profesional dan memaksimalkan kontribusi
pelayanan maternitas ke agenda kesehatan masyarakat yang lebih luas.
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu
Colition for improving maternity service (CIMS) 1996 :
1. Menawarkan kepada ibu untuk memilih didampingi suami atau keluarga
sebagai support fisik dan emosional
2. Menginformasikan praktek dan intervensi yang akan maupun sedang
dilakukan serta menginformasikan hasil asuhannya
3. Asuhan yang diberikan bersifat peka dan responsif terhadap keyakinan,
nilai dan adat istiadat
4. Memberikan kebebasan untuk memilih posisi dan bergerak sesuai keinginan
ibu
5. Kebijakan dan prosedur yang terdapat didalam asuhan bersifat jelas dan
berkesinambungan
6. Menghindari tindakan rutin yang tidak jelas dengan mengacu pada evidance
based
7. Mendidik para pemberi asuhan agar melakukan tindakan pengurangan nyeri
tanpa obat
8. Mendorong semua ibu postpartum untuk melakukan bounding attacment
dan breast feeding, inisiasi menyusui dini
9. Menghindari penyunatan yang tidak diperlukan
10. Mendukung asuhan sayang bayi
 
Faktor budaya dan lingkungan yang meliputi:
1. Pandangan agama
2. Status gender
3. Lingkungan tempat tinggal
4. Interaksi sosial
5. Persepsi masyarakat terhadap fungsi, hak dan kewajiban reproduksi
6. Dukungan dan komitmen politik erta kebijakan pemerintah
Faktor psikologis yang mencakup
1. Tingkat rasa percaya diri
2. Tekanan teman sebaya
3. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga/lingkungan
4. Ketidak harmonisan orang tua
Hak-hak reproduksi wanita
1. Wanita berhak mempunyai otonomi dan pilihan sendiri tentang fungsi dan
proses reproduksi
2. Wanita berhak menentukan seara bertanggung jawab apakah ingin,
bagaimana, kapan, mempunyai anak, termasuk menentukan berapa
jumlahnya, wanita tidak boleh dipaksa melahirkan atau mencegah
kehamilan
3. Suami atau pria bertanggung jawab secara individu dan sosial atas perilaku
seksual dan fertilitas mereka serta akibatnya pada kesehatan dan
kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya
4. Keputusan reproduksi yang diambil seorang wanita patut dihormati, wanita
perlu diberikan informasi dan otoritas untuk membuat keputusan sendiri
tentang reproduksi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan reproduksinya
 
CONTOH KASUS
Tindakan episiotomi saat persalinan merupakan tindakan yang sering dilakukan
oleh penolong persalinan atau habitualis. Episiotomi menjadi tindakan rutin pada
setiap wanita yang melahirkan pada jaman dahulu untuk memperluas jalan lahir,
tetapi tindakan ini sudah tidak diberlakukan sebagai tindakan rutin setelah
diperbaharuinya asuhan persalinan normal, bahkan pada wanita yang pertama kali
melahirkan. Episiotomi dilakukan apabila ada indikasi medis untuk memperluas
jalan lahir, misalkan karena perinium yang kurang elastis.
Bidan HR yang merupakan bidan desa di sebuah desa wilayah kabupaten T
merupakan bidan desa senior yang ramai dikunjungi ibu hamil, bersalin, nifas,
atau pasien-pasien lainnya. Bidan HR masih menggunakan rutinitas lama dalam
menolong persalinan, yaitu melakukan episiotomi pada setiap ibu yang bersalin di
kliniknya.
Selain rutin melakukan episiotomi pada ibu bersalin, bidan HR juga tidak
mengizinkan keluarga kliennya untuk mendampingi saat persalinan karena bidan
HR beranggapan bahwa klien yang didampingi keluarganya akan bersikap manja
dan keluarga akan mengganggu jalannya proses persalinan. Jika ada permasalahan
dalam proses persalinan yang memerlukan rujukan, maka bidan HR akan
mengambil keputusan sendiri akan merujuk kliennya ke RS mana dengan dokter
yang ia pilih tanpa melibatkan klien dan keluarganya dalam mengambil keputusan
karena bila meminta persetujuan keluarga akan memakan waktu yang lama.
Seperti kejadian yang baru saja terjadi di klinik bidan HR. Ny. K datang bersama
suami dan ibu mertuanya untuk bersalin di klinik bidan HR. Ini adalah persalinan
pertama Ny. K setelah menikah 1 tahun dengan Tn. B. Ny. K datang ke klinik
sudah dengan pembukaan jalan lahir yang sudah lengkap. Ny. K langsung
dipersilhkan masuk kamar bersalin sendiri, suami dan ibu mertuanya tidak
diperbolehkan mendampingi saat proses  persalinan. Bidan HR yang rutin
melakukan episiotomi, tanpa ragu lagi dilakukan episiotomi pada Ny. K setelah
terjadi crowning agar persalinan berjalan cepat karena bidan HR sudah ada
rencana berkumpul dengan teman-temannya. Ternyata persalinan berjalan cepat
seperti yang bidan HR perkirakan. Bayi laki-laki lahir sehat dan langsung
menangis sesaat setelah dibantu kelahirannya. Lalu bayi tersebut langsung
diberikan perawatan neonatal oleh asisten bidan HR, sedangkan bidan HR
membantu melahirkan plasenta.
Untuk mempercepat keluarnya plasenta, bidan HR yang terburu-buru, langsung
melakukan peregangan tali pusat terkendali setelah menyuntikkan oksitosin di
paha luar ibu dan juga menekan-nekan perut ibu agar plasenta cepat terlepas.
Namun, yang terjadi adalah plasenta tidak segera lahir hingga lebih dari 30 menit,
maka bidan HR langsung memutuskan untuk merujuk klien ke RS Bina Husada
tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan  klien dan keluarga. Suami dan ibu
mertua Ny. K cuma bisa menurut pada keputusan bidan HR untuk merujuk ke RS
Bina Husada walau sebenarnya mereka agak keberatan karena rumah sakit
tersebut merupakan rumah sakit swasta.
 
ANALISIS
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali diperhatikan
pada saat seorang ibu akan  bersalin. Dalam asuhan sayang ibu, seorang ibu
bersalin diperbolehkan makan dan minum apa saja yang ibu inginkan dan
didampingi  oleh suami atau keluarga yang ibu kehendaki selama proses
persalinan. Tidak seperti yang dilakukan oleh bidan HR yng tidak
memperbolehkan kliennya didampingi suami atau keluarga selama proses
persalinan. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang
pendemping pada proses persalinan adalah :
1. Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara emosional
maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan.
2. Kehdiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini ibu
sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran suami ibu
dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu menghadapi ini
semua seorang diri.
3. Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam memberikan
asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi sesuai dengan
tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu memberikan makan
dan minum.
4. Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat dan
dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan kelahiran
bayi.
5. Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan nyaman
karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka sayangi.
6. Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan
mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih
sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.
Episiotomi sebagai tindakan rutinatis dalam menolong persalinan tidak sesuai
dengan evidenced based midwifery karena berdasarkan penelitian tindakan rutin
ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
1. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang
dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan
perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini
merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
2. Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka
episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi
dan kesehatan ibu kurang baik.
3. Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
4. Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi
derajat tiga dan empat.
5. Luka episiotomi  membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.
Pengambilan keputusan harus berdasarkan keinginan dari klien dan/atau keluarga
klien untuk mencapai kepuasan klien pada pelayanan yang diberikan.
Pengambilan keputusan bukan berdasarkan keputusan sepihak dari bidan/tenaga
kesehatan tanpa memberitahukan terlebih dahulu pada klien dan keluarga walau
itu untuk kepentingan klien. Bidan berperan dalam memberikan informasi sebagai
pedoman kepada klien dan keluarganya dalam mengambil keputusan.
 
REFERENSI
 
Handonowati,Anis.2009.Hubungan Pendamping Suami dengan Kelancaran
Proses Persalinan.
 
Hidayat, Ari, Mufdilah. 2009. Catatan Kuliah Kebidanan —Cetakan Kedua—.
Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
 

Anda mungkin juga menyukai