Anda di halaman 1dari 40

Pola status perkawinan suatu wilayah dapat mencermikan status sosial ekonomi penduduknya.

Beberapa penelitian menyebutkan kapan seseorang memutuskan menikah dapat dipengaruhi oleh
faktor tuntutan ekonomi, pendidikan, dan budaya. Hal menarik terlihat pada Gambar 2.4, pola tren
persentase pemuda yang berstatus kawin cenderung menurun, sebaliknya tren pemuda yang belum
kawin menunjukkan pola meningkat. Perbaikan kualitas penduduk dalam pendidikan, ekonomi, atau
pergeseran budaya diduga turut memengaruhi pola tersebut.
Angka Buta Huruf (ABH) dan Angka Melek Huruf (AMH) merupakan indikator yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kemampuan baca tulis penduduk. Kedua indikator tersebut juga merupakan bagian
dari target SDGs tujuan keempat. Sampai dengan tahun 2019 pemberantasan buta huruf di Indonesia
sudah memperlihatkan hasil yang cukup bagus, khususnya pada usia pemuda (16-30 tahun) seperti yang
terlihat pada gambar 3.1. Tren ABH pemuda Indonesia dalam empat tahun terakhir semakin mengalami
penurunan hingga mencapai 0,34 persen pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan masih terdapat
setidaknya 3 dari 1000 pemuda yang buta huruf. Walaupun terbilang kecil, namun tetap harus dilakukan
upaya-upaya demi terhapusnya buta huruf bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya pemuda.
ABH cenderung semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya kelompok umur pemuda.
ABH pemuda tertinggi pada kelompok umur 25-30 tahun yaitu sebesar 0,49 persen, sedangkan ABH
pemuda pada kelompok umur 19-24 tahun sebesar 0,27 persen, dan 16-18 tahun sebesar 0,19 persen.

Gambaran partisipasi sekolah pemuda dapat dilihat pada Tabel 3.2. Berdasarkan tabel terlihat bahwa
masih terdapat 0,85 persen pemuda yang tidak pernah sekolah, 72,44 persen tidak sekolah lagi, dan
26,71 persen pemuda sisanya masih bersekolah. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara pemuda laki-laki dan perempuan yang tidak pernah sekolah. Namun,
menurut tipe daerah tempat tinggal, persentase pemuda yang tidak pernah sekolah di perdesaan lebih
tinggi dibanding perkotaan (1,56 persen berbanding 0,33 persen). Selain itu, persentase pemuda yang
tidak bersekolah lagi di perdesaan juga lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (76,59 persen berbanding
69,43 persen). Hal tersebut terjadi karena fasilitas pendidikan masih tidak selengkap di perkotaan, selain
itu pemuda di perdesaan cenderung lebih memilih untuk bekerja membantu perekonomian keluarga
dibandingkan melanjutkan pendidikan.
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Struktur penduduk Indonesia ditandai dengan tingginya proporsi penduduk usia produktif. Pada tahun
2018, penduduk usia produktif di Indonesia mencapai 68,6 persen atau 181,3 juta jiwa dengan
angka ketergantungan usia muda dan tua yang rendah, yaitu 45,7. Perubahan struktur
penduduk ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan bonus demografi
(demographic dividend) yang dalam jangka menengah dan panjang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menghantarkan Indonesia menjadi negara
berpenghasilan menengah ke atas. Bonus demografi ini akan diperoleh dengan prasyarat utama
tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.

Pembangunan Indonesia 2020-2024 ditujukan untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing, yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif,
inovatif, terampil, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan pembangunan
manusia diarahkan pada pengendalian penduduk dan penguatan tata kelola kependudukan,
pemenuhan pelayanan dasar dan perlindungan sosial, peningkatan kualitas anak, perempuan
dan pemuda, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan produktivitas dan daya saing
angkatan kerja. Kebijakan pembangunan manusia tersebut dilakukan berdasarkan pendekatan
siklus hidup dan inklusif, termasuk memperhatikan kebutuhan penduduk usia remaja.

PEMUDA SEBAGAI BAGIAN DARI PENDUDUK


Pemuda adalah warga negara Indonesia
berusia 16 sampai 30 tahun yang
memasuki periode penting pertumbuhan
dan perkembangan (Undang-undang No.
40 Tahun 2009). Pemuda termasuk
dalam kelompok usia produktif jika
dilihat dari sudut pandang demografi
penduduk. Usia pemuda dalam
perhitungan beban ketergantungan
memiliki posisi sebagai penanggung
beban penduduk usia tidak produktif
(usia di bawah 15 tahun dan di atas 64
tahun).

Hasil proyeksi penduduk berdasarkan


SUPAS 2015, pemuda juga mengisi
sekitar sepertiga dari penduduk usia
produktif yang keberadaannya
diharapkan mampu menggerakkan perekonomian negeri ini. Pemuda juga mempunyai fungsi sebagai
agent of change, moral force dan sosial kontrol sehingga fungsi tersebut dapat berguna bagi
masyarakat. 1 dari 4 penduduk Indonesia adalah pemuda. Data Susenas menunjukkan jumlah pemuda
pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 64,19 juta jiwa, sedangkan jumlah remaja (usia 10-24 tahun)
sebesar 64 juta jiwa atau sekitar 28,6 persen dari total penduduk Indonesia (menurut Proyeksi
Penduduk Indonesia 2000-2025).
Menurut jenis kelamin, persentase pemuda laki-laki (50,78 persen) sedikit lebih tinggi dibandingkan
perempuan (49,22 persen). Kondisi ini juga yang menciptakan angka rasio jenis kelamin pemuda berada
pada besaran 103, artinya dari 100 orang pemuda perempuan terdapat setidaknya 103 pemuda laki-laki.
Terkait kontribusi mereka dalam pergerakan ekonomi negeri ini dan didukung dengan sebaran yang
relatif seimbang antara pemuda laki-laki dan perempuan, maka diharapkan tidak terjadi ketimpangan
akan kesempatan kerja bagi mereka.

Jumlah pemuda yang cukup besar semakin menuntut perhatain yang besar pula pada pemuda.
Pemuda sebagai tumpuan masa depan ditentukan oleh kualitas remaja saat ini. Perhatian akan
kualitas remaja tidak bisa mengabaikan siklus hidupnya, dimana pada setia fase, manusia
memiliki kekhas-nya masing-masing. Usia remaja adalah usia kritis, dimana usia Usia 10-14
tahun adalah fase transisi paling kritis dlam tahapan perkembangan psikoseksual. Berikut ini
adalah tahapan psikoseksual remaja menurut Sigmunnd Freud:

 Fase Laten (6 tahun- pubertas)


Energi fisik dan psikologis anak terfokus untuk mengekplorasi pengetahuan dan
pengalamn melalui aktitas fisik dan sosialnya. Pda awal fase laten, anak lebih suka
berteman dengan jenis kelamin yang sama. Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah
padas sistem reproduk. Oleh karena itu orang tua harus bijaksana dalammerespon
(peran ibu dan ayah sanga tpenting dalam melakukan pendekatan dengan anak). Berarti
kualitas orang tua (dalam hal ini penduduk dewasa) sangat mempengaruhi potensi
remaja.
 Fase Genital (pubertas –dewasa)
Dorongan seksual anak mulai muncul kembalu dan mengarah pada seksualitas yang
lebih matang. Mulai muncul juga ketertarikan dan perasaan cinta dan erotis (secara
seksual).
KUALITAS REMAJA INDONESIA

Prevalensi Gangguan Mental Emosional pada Penduduk Berusia 15+ Tahun menurut Provinsi, 2013-2018
Data Riskesdas 2013 dan 2018
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Source: https://hrh2030program.org/health-worker-life-cycle-approach/

Komitmen Global dan Isu Strategis Kesehatan Reproduksi Remaja


Indonesia memiliki komitmen untuk mendukung SDGs, International Conference on Population
and Development (ICPD), dan FP2020 dalam rangka peningkatan akses universal terhadap
pelayanan kesehatan ibu, KB, dan kesehatan reproduksi. Akses universal terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi mencakup kesehatan seksual dan reproduksi remaja.
Fertilitas remaja usia 10-14 tahun (ASFR10-14) menjadi salah satu indicator dalam pencapaian target
SDGs tahun 2030, yaitu tujuan 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera (menjamin kehidupan sehat dan
Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia).

Indikator 3.7.2: Angka kelahiran pada perempuan 10-14 tah dan 15-19 tahun/Adolescent birth rate
(aged 10-14 years and aged 15-19 years per 1000 women in that aged group).

Target: Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan
reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi
ke dalam strategi dan program nasional.

Salah satu isu kesehatan reproduksi remaja adalah kelahiran pada kelompok remaja umur 10-
14 tahun. Pengukurannya bisa menggunakan Age Specific Fertility Rate (ASFR10-14), sementara
ASFR remaja umumnya menggunakan ASFR 15-19. Mengapa perhatian semakin besar pada
remaja 10-14 tahun? Karena pada kelompok umur ini, perempuan berada pada ambang mula
dewasa dengan memasuki masa menstruasi. (Ada kecenderungan umur menstruasi pertama
Indonesia semakin dini?)

Fertilitas Remaja
Analisis Situasi Kesehatan Reproduksi pada Anak dan Remaja: masih tingginya perilaku berisiko
pada remaja serta belum optimalnya pemahaman remaja ntang kesehatan reproduksi.

1,5 persen perempuan dan 7,6 persen laki-laki belum kawin di usia 15-24 tahun telah
melakukan hubungan seksual pranikah. 10 persen perempuan yang tidak berpendidikan pernah
berhubungan seks lebih tinggi dari yang telah menyelesaikan pendidikan dasar/lebih tinggi.

Fertilitas Remaja

7 persen perempuan 15-19 tahun sudah menjadi ibu. 5 persen sudah melahirkan, 2 persen
sedang hamil anak pertama (SDKI2017).

Menarche, pengetahuan tentang masa subur dan risiko kematian


28 persen remaja perempuan mengalami haid untuk per kali ketika berumur 13 tahun. 27
persen remaja laki-laki mengalami mimpi basah untuk pertama kali pada umur 14 tahun.
Pengetahuan remaja terhadap informasi masa subur dan risiko kehamilan yang benar belum
optimal. Remaja perempuan 33 persen, sementara renaja laki-laki 37 persen

Remaja perlu mendapatkan edukasi kontekstual yangberisi fakta ilu pengetahuan, yang
memberi pemahaman dan kesadaran individu sehingga menciptakanperilaku dn sikappositrif
terhadao seksualitas yang sehat. Edukasi seks kepada remaja tidak cukup tentang tutorial
senggama/cara melakukan seks. Hal inilah yangkemudian menciptakan norma tabu dalam
mebicarakan seks di dalam kultur Indonesia pada umumnya.

Karakter dari edukasi seks yang efektif:

Memberikan edukasi sesuai usia biologisnya, pengalaman seksualitasnya, nilai budaya setempat
dan agama yang dianutnya.
Informasi yang akurta dan luas mengenai risiko perilaku seksual tidak aman; FOkus pada
mengurasi periu berisko terhadap keahmilan yang tidak diinginkan dan penularan HIX. Isi
keberagam seperti LGBTQ, dengan tidka menghakimi a membenci sesuatu yang berbeda
dengan kepercayan atau nilai pribda iyang dianut (seks positif)

Serkan aktivitas yang mengandung social pressure sehingga dengan perilaku seksual mereka
(harus isi terkini)

Membangun cinta dan keahan membina hubungan yang sehat (dengan orang dewasa lain,
pertemanan, relasi professional, relasi romantis0
(Bagi remaja yang sudah mengalami pubertas) melatih tagung jawan terhadap rasa ketertarikan
cinta dan seksualitasnya

Bijak bersosial media; berbasis pada landasan teoritis yang terbukti efektif mempenuhi individu
memilih perilaku seks sehat

Menjadi pribadi individu yangbebas namun bertanggung jawab; dari perilaku berisiko terhadap
narkoba, seks, rokok, bullying, poografi dan cybercrime.
DAMPAK KESEHATAN REPRODUKSI DALAM KERANGKA
KEPENDUDUKAN

Kesehatan Reproduksi Remaja dalam RKP 2021 PN 3: Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya

Kesehatan Reproduksi Remaja dalam RPJMN 2020-2024 dan RKP 2021

Prioritas Nasional (PN) 3 : Meningkatkan SDM Berkualitas yang Berdaya Saing


Program Prioritas (PP) 1 : Perlindungan Sosial dan Penguatan Tata Kelola Kependudukan
Program Prioritas (PP) 2 : Penguatan Pelaksanaan Perlindungan Sosial
Program Prioritas (PP) 3 : Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Program Prioritas (PP) 4 : Peningkatan Pemerataan Pelayanan Pendidikan Berkualitas
Program Prioritas (PP) 5 : Peningkatan Kulaitas Anak, Perempuan dan Pemuda
Program Prioritas (PP) 6 : Pengentasan Kemiskinan
Program Prioritas (PP) 7 : Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing
Kegiatan Prioritas (KP) 1: Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Keluarga Berencana (KB) dan
Kesehatan Reproduksi.

Arah kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja diwujudkan dengan meningkatkan pelayanan


kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan
dasar (Primary Healt) dengan mendrong peningkatan upaya promotive dan preventif, didukung
inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Strategi yang dilakukan, yaitu:

Peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana (KB), dan kesehatan reproduksi
mencakup:

a. Perluasan akses dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi (kespro) sesuai
karakteristik wilayah;
b. Konseling KB dan Kesehatan Reproduksi
c. Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan akses layanan kesehatan reproduksi remaja
secara lintas sektor yang responsive gender

Prioritas Nasional (PN) 3 : Meningkatkan SDM Berkualitas yang Berdaya Saing


Prioritas Prioritas (PP) 5 : Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda
Kegiatan Prioritas (KP) 1: Pemenuhan Hal dan Perlindungan Anak
Kegiatan Prioritas (KP) 3: Peningkatan Kualitas Pemuda
Strategi yang dilakukan, yaitu:
Perwujudan Indonesia Layak Anak melalui penguatan Sistem Perlindungan Anak yang esponsif
terhadap keragaman dan karaktristik wilayah anak untuk memastikan anak menikmati haknya,
mencakup:
a. peningkatan pemahaman tentang perlindungan anak bagi para pemangku kepentingan,
masyarajat, keluarga, dan anak.
b. penguatan koordinasi dan sinergi upaya pencegahan perkawinan anak dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan
c. penguatan pengasuhan di lingkungan keluarga dan pengasuhan sementara di institusi
lainnya

Peningkatan kualitas pemuda, mencakup:


pencegahan perlaku berisiko pada pemuda, termasuk pencegahan atas bahaya kekerasan,
perundungan, penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan
penyakit menular seksual.

Arah Kebijakan:

1. Mengendalikan pertumbuhan penduduk dan memperkuat tata kelola kependudukan


2. Memperkuat pelaksanaan perlindungan sial, melalui reformasi sistem perlindungan social
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semeta, terutama pengauatn
sistem kesehatan dan health security, termask janinan terhadap akses dan kualitas pelayann KB
dan Kesehatan Reproduksi
4. Meningkatnya pemerataan layanan pendidikan berkualitas
5. Menyediakan infrastruktur jaringan internet dan mengembangkan teknpgi digitasl untuk
mendukung pembelajaran virtual terutama di masa krisis
6. Meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda
7. Memperluas akses penduduk miskin, rentan, dan terdampak Covid-19 terhadap asset produktif
8. Meningkatkan produktivitas dan daya saing
HIghlight Kegiatan: Penguatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, termasuk menjamin
ketersediaan alat kontrasepsi dan pelayanan KB bergerak.

Kesehatan Reproduksi Remaja dalam RPJMN 2020-2024

Prioritas Nasional (PN) 3 : Meningkatkan SDM Berkualitas yang Berdaya Saing


Prioritas Prioritas (PP) 3 : Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Kegiatan Prioritas (KP) 1: Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Keluarga Berencana (KB) dan
Kesehatan Reproduksi.

Arah kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja diwujudkan dengan meningkatkan pelayanan


kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan
dasar (Primary Healt) dengan mendrong peningkatan upaya promotive dan preventif, didukung
inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Strategi yang dilakukan, yaitu:

Peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana (KB), dan kesehatan reproduksi
mencakup:

d. Perluasan akses dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi (kespro) sesuai
karakteristik wilayah;
e. Konseling KB dan Kesehatan Reproduksi
f. Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan akses layanan kesehatan reproduksi remaja
secara lintas sektor yang responsive gender

Prioritas Nasional (PN) 3 : Meningkatkan SDM Berkualitas yang Berdaya Saing


Prioritas Prioritas (PP) 5 : Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda
Kegiatan Prioritas (KP) 1: Pemenuhan Hal dan Perlindungan Anak
Kegiatan Prioritas (KP) 3: Peningkatan Kualitas Pemuda
Strategi yang dilakukan, yaitu:
Perwujudan Indonesia Layak Anak melalui penguatan Sistem Perlindungan Anak yang esponsif
terhadap keragaman dan karaktristik wilayah anak untuk memastikan anak menikmati haknya,
mencakup:
d. peningkatan pemahaman tentang perlindungan anak bagi para pemangku kepentingan,
masyarajat, keluarga, dan anak.
e. penguatan koordinasi dan sinergi upaya pencegahan perkawinan anak dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan
f. penguatan pengasuhan di lingkungan keluarga dan pengasuhan sementara di institusi
lainnya
Peningkatan kualitas pemuda, mencakup:
pencegahan perlaku berisiko pada pemuda, termasuk pencegahan atas bahaya kekerasan,
perundungan, penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan
penyakit menular seksual.

Dampak Kesehatan Reproduksi dalam kerangka kependudukan Pembangunan Keluarga, dan KB:

 Perilaku Seks Berisiko


 Penyakit menular seksual
 Kehamilan tidak diinginkan
 Aborsi tidak aman
 Cancer
 HIV/AIDS
 Pernikahan dini usia

Dimana dampak tersebut mempengaruhi dimensi pembangunan seperti dimensi kependudukan,


dimensi pembangunan keluarga, dimensi KB. Dan dampak pada dimensi pembangunannya adalah
pada bonus demografi, kulaitas dan ketahan keluarga serta perkawinan usia dini. Jika kesehatan
reproduksi tidak mendapat perhatian serius, maka berbahay abagi tingkat produktivitas SDM
penurunan nilai tambah perempuan dalam era bonus demografi; pengetahuan pemenuhan gizi
keluarga redah; resiko meningkatknya perceraian; resiko kematian ibu; resiko stinting dan kurang
gizi pada anak; serta kenaikan TFR.
.
DampakKTD:

 Aborsi
 Tingginya kematian Ibu dan Anak
 Anemia pada ibu hamil
 Malnutrisi pada pada ibu hamil dan janin
 Bayi lahir prematur
 Berat Badan bayi Lahir Rendah (BBLR)
Stunting
Indikator Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan Remaja

ASFR 10-14 dan ASFR15-19

Persentase ibu remaja

Angka aborsi

Kegiatan seksual

Cakupan kontrasepsi

Proporsi kelahiran yang tidak direncanakan adaperempuan kurang dari 20 tahun

Anak lahir hidup (ALH) rata-rata

UKURAN-UKURAN FERTILITAS

1. NUMBER OF BIRTHS
2. CRUDE BIRTH RATE (CBR)
3. GENERAL FERTILITY RATE (GFR)
4. AGE-SPECIFIC FERTILITY RATE (ASFR)
5. TOTAL FERTILITY RATE (TFR)
6. GROSS REPRODUCTION RATE (GRR)
7. AVERAGE PARITY/CHILDREN EVER BORN (CEB)
8. PARITY DISTRIBUTIONS
9. CHILD-WOMAN RATIO (CWR)

METODE PENGUKURAN FERTILITAS

Metode langsung (direct methods)

 Data kelahiran lengkap, akurat, dan reliabel.

 Metode tidak langsung (indirect methods)

 Apabila tersedia informasi CEB

 Brass P/F Ratio

 Relational Gompertz

 El Badry Correction

 Jika tidak tersedia jumlah kelahiran


 Reverse Survival: Births From Age

 Own Children Method

 Rele Technique

 The Variable-r Method

Apa itu Metode Schmertmann ?

 Diperkenalkan oleh Schmertmann pada tahun 2003.

 CP Schmertmann, 2003. A System of Model Fertility Schedules with Graphically Intuitive


Parameters. Demographic Research Vol. 9-5 (10 Oct 2003).
https://dx.doi.org/10.4054/DemRes.2003.9.5

 Idenya adalah mencari fungsi kontinu (khususnya, quadratic spline) yang


memperkirakan nilai-nilai observasi fungsi fx.

Data yang dibutuhkan untuk menghitung Age-specific fertility rate (ASFR) schedules:

R, level puncak fertilitas

α, umur termuda ketika fertilitas naik diatas 0

P, umur dimana fertilitas mencapai puncaknya

H, umur termuda diatas P dimana fertilitas turun sampai setengah dari puncaknya

* α dapat didekati dengan umur pertama melahirkan

RUMUS ASFR

ASFRi = Jumlah kelahiran pada wanita umur i X 1.000

Jumlah wanita pada umur i

Ilustrasi Penghitungan ASFR


Jumlah Angka Kelahiran
Umur Jumlah Kelahiran Penduduk Berdasarkan Umur
Perempuan (ASFR)

15-19 15.840 264.960 60

20-24 41.040 208.080 197

25-29 50.400 200.880 251

30-34 49.680 163.440 304

35-39 18.000 151.200 119

40-44 7.200 110.160 65

45-49 720 66.960 11

Jumlah ASFR 1.007

TFR = Jumlah ASFR * 5 / 1000 5,04

SUMBER DATA

Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)

 SUPAS 2015 dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia meliputi daerah perkotaan dan
perdesaan

 Desain sampling SUPAS 2015 dirancang dengan mempertimbangkan kecukupan untuk


Estimasi MMR Tingkat Nasional dan Regional

 Jumlah Sampel 40.750 Blok Sensus, dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak 652.000

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

 Dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia meliputi daerah perkotaan dan perdesaan

 Desain sampling dirancang untuk menyajikan estimasi di level Nasional dan Provinsi

 Jumlah Sampel SDKI 2012 sebesar 1.840 Blok Sensus dengan jumlah Rumah Tangga
sebanyak 46.000 (1 BS = 25 ruta)
 Jumlah Sampel SDKI 2017 sebesar 1.970 Blok Sensus dengan jumlah Rumah Tangga
sebanyak 49.250 (1 BS = 25 ruta)

KETERSEDIAAN DATA DAN KETERBATASANNYA

Jenis Pertanyaan Keterbatasan

Umum • Tidak menanyakan pertanyaan mengenai fertilitas kepada


seluruh wanita yang “harusnya” ditanyakan. Misal: wanita
yang tidak pernah menikah, janda (cerai hidup atau cerai
mati), atau wanita yang hidup terpisah dengan
pasangannya; wanita usia remaja; wanita usia lanjut.

• Kesalahan pelaporan umur Ibu.

Kelahiran • Ketidaktepatan pelaporan umur anak terakhir.

Anak yang dilahirkan • Tidak memasukkan anak yang seharusnya masuk dalam
(children ever born) perhitungan: anak yang sudah meninggal, anak yang sudah
tidak tinggal serumah, anak dari perkawinan sebelumnya,
dll.

• Kesalahan memasukkan anak yang seharusnya tidak


dilahirkan sendiri sebagai anak yang dilahirkan: anak tiri,
anak adopsi, anak lainnya di rumah tangga, anak lahir mati.

• Memasukkan wanita yang tidak memiliki anak sebagai non-


response.
Penghitungan ASFR dari hasil survei

PERIODE OBSERVASI (3 Tahun jendela observasi)

 Periode 36 bulan sebelum bulan wawancara

 Jendela observasi = 1 s/d 36 bulan sebelum bulan wawancara

 Misal wawancara pada Agustus 2017, maka jendela observasinya adalah: Agustus 2014
– Juli 2017

3 tahun paling optimal memberikan informasi kelahiran. Mengapa 3 tahun sebelum survei?

 1 tahun: tidak cukup kelahiran untuk memberikan estimasi yang reliabel.

 Periode yang lebih panjang memberikan jumlah kelahiran lebih besar.

 5 tahun: lebih banyak kelahiran,

Namun, makin panjang pengamatan, laporan kelahiran makin tidak akurat, responden sulit
mengingat kejadian kelahiran (bulan dan tahun kelahiran)

Ada apa dengan Fertilitas 10-14 Tahun?


Untuk lebih memahami situasi remaja wanita dan kebutuhan mereka saat ini guna
mempersiapkan masa remaja dan masa dewasa yang lebih sehat (Igras dkk. 2014; Patton dkk.
2016; UNFPA 2016).

Pernikahan dan kehamilan diusia dini diinterpretasikan sebagai indikator negatif terhadap
perlindungan anak dan membatasi peluang pendidikan wanita muda (Pullum, Croft, &
MacQuarrie, 2018).

Sumber: Purbowati, Ari dkk. (2019). Analysis of Adolescent Fertility Aged 10-14 Calculation
Results in Indonesia dalam The Indonesian Journal of Development Planning Volume III No. 2
– August 2019. Jakarta.

Ringkasan Hasil Penghitungan

Dari seluruh metode yang digunakan, hasil penghitungan ASFR usia 10-14 tahun relatif kecil:

SDKI 2012

Direct method* : 0.265

Schmertmann model : 0.325

SUPAS 2015

Direct method (weighted) : 0,156

Direct method (unweighted) : 0,104

Schmertmann model : 0,286

SDKI 2017

Direct method* : 0.280

Schmertmann model : 0.179

Ket : *Direct method dalam SDKI menggunakan ASFR dengan modifikasi

Prevalensi Perkawinan Perempuan di bawah Usia 15 Tahun di Indonesia (hasil Susenas Maret
2008-2018), serta ASFR 10-14 Tahun Direct Method dan Schmertmann Model hasil SUPAS 2015
dan SDKI 2012 & SDKI 2017
0,350 0,325 2,00
1,60 0,286 0,280
0,300 0,265
1,38 1,35 1,38
0,250 1,50
1,05 0,99
0,200 0,179
1,15 0,156 1,00
0,150 0,54 0,56
0,100 0,60
0,50
0,050 0,48
0,000 0,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
ASFR Schmertmann Model
ASFR Direct Method
Prevalensi Perkawinan Perempuan Usia < 15 Tahun

• Tren prevalensi perkawinan anak yang menikah sebelum 15 tahun mempunyai pola
menurun. Hal ini sejalan dengan tren ASFR 10-14 Tahun dari Schmertmann Model
yang juga menunjukkan pola menurun.

• Sementara ASFR dengan penghitungan secara direct method berpola fluktuatif,


kemungkinan karena karakteristik informasi yang berbeda antara SUPAS dan SDKI.

• Namun jika dibandingkan antara dua SDKI (yaitu SDKI 2012 ke SDKI 2017), angka
fertilitas pada perempuan usia 10-14 tahun mengalami kenaikan.

Usia Hamil Pertama


Usia
Perkawinan
Anak <15 15 16 17 18 19 20+

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

<18 1,95 4,70 17,53 38,90 20,57 7,46 4,91

<15 46,84 17,13 7,78 6,21 2,55 6,06 3,90


• Lebih dari separuh perempuan usia 20-24 tahun yang kawin kurang dari 18 tahun usia
hamil pertamanya sebelum usia 18 juga (63,08 persen).

• Hampir separuh (46,84 persen) perempuan usia 20-24 tahun yang kawin kurang dari 15
tahun usia hamil pertamanya sebelum usia 15 tahun.

• Hal ini mengindikasikan ada hubungan erat antara kehamilan dan perkawinan anak.

KESIMPULAN DAN SARAN

• Penggunaan Schmertmann Model dapat memberikan gambaran pola fertilitas dalam


Penghitungan ASFR 10-14 Tahun

• Saran: Penggunaan Sumber Survey Selain SUPAS dan SDKI yang rentang waktu
pelaksanaannya tidak terlalu lama, seperti SUSENAS

Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun menurut Usia Perkawinan Pertama dan Usia Hamil
Pertama Kali, 2017

Anda mungkin juga menyukai