Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Definisi NSTEMI
Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina
pektoris tidak stabil. Yang membedakan adalah adanya enzym penanda jantung yang positif.
Angina pektoris tidak stabil / Unstable Angina Pektoris (UAP) dan infark miokard akut
tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
(Suyono, 2014)
Menurut (Perki,2018) NSTEMI Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh oklusi
parsial atau emboli distal arteri koroner,tanpa elevasi segmen ST pada gambaran EKG.
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama
yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial
otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung. Pada UAP dan
NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency),
sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi.
Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan
patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat
yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk
mengurangi konsumsi oksigen miokard. UAP dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai
oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard (Smeltzer, 2016).

2.1.2 Etiologi
NSTEMI (Non-ST Elevation Myocardial) didapatkan kerusakan pada plak lebih berat
dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada
kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang berlangsung lebih dari 1 jam,
trombolisis terjadi spontan, resolusi vasokonstriksi dan koleteral memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya STEMI (Ainiyah, 2016).
4 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST-Elevation Myocardial
Infarction (STEMI). Lebih dari 90% SKA diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus coroner (Gayatri, Firmansyah,
S, & Rudiktyo, 2016).

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan


oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis
akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penanda nekrosis. Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi
miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri coroner. (Sudoyono Aru W, 2014).

Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya


aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi. Faktor
resiko pada SKA (Muttaqin, 2014) dibagi menjadi :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring pertambahan usia.
Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan yang meninggal
empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada
masa kini merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada wanita resiko
lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada wanita setelah menopause
terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya atherosklerosis belum
diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada orang tua atau anak dibawah
usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.
d. Suku bangsa
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan dengan kulit
putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang Amerika kulit hitam
menderita hipertensi dibandingkan dengan kulit putih.
5 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
2. Faktor resiko yang dapat dirubah menurut Novia (2019):
a. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA daripada yang
bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak rokok per hari, lebih
banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh nikotin
dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin
meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak peningkatan kebutuhan oksigen.
Karbon monoksida menganggu pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah
berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.
b. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transportasi, digesti, dan
absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol melebihi 300 ml/dl memiliki
resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl.
Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan faktor utama yang menimbulkan
hiperlipidemia.
c. Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa memandang
kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada diabetes dan
metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan dalam pertumbuhan
atheroma.
d. Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan kebutuhan ventrikel,
hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard untuk menghadapi suplai
yang berkurang.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang meningkat dan
juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan dengan peningkatan
intake kalori dan kadar low density lipoprotein.
f. Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara menurunkan kadar
kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis dari kegiatan
mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari lipid protein, menurunkan kadar
glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output.
6 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
g. Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang meningkatkan
kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi.
3. Faktor penyebab
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b) Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
c) Obstruksi mekanik yang progresif
d) Inflamasi dan atau inflamasi
e) Faktor atau keadaan pencetus

2.1.3 Manifestasi Klinis


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2013), terdapat perbedaan secara
bermakna antara kadar glukosa darah sewaktu yang diperiksa saat masuk rumah sakit. Di
mana lebih tinggi pada penderita STEMI dibandingkan dengan Non - ST Elevasi Miokard
Infark (NSTEMI) (205,8±112,3 vs 145±98,3; p=0,003). Ditinjau dari patofisiologi STEMI
dan NSTEMI, terdapat perbedaan sumbatan. Di mana pada STEMI terjadi sumbatan total di
arteri koroner sedangkan pada NSTEMI hanya terjadi sumbatan sebagian. Selain sumbatan
total terdapat pula perbedaan di mana kadar Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) dan
inflamasi yang terjadi pada STEMI lebih tinggi dibandingkan dengan NSTEMI (Priscillah,
2017).
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya aritmia, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipikal:
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau gagal jantung tanpa disertai
nyeri dada.

7 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


2.1.4 Patofosiologi

Hiperkolesterolemia DM Merokok HT
Usia
3

Perubahan Fungsi LDL Teroksidasi Lemak darah


Gula Darah Meningkat Nikotin
PD

Disfungsi Endotel
Viskositas Darah Metabolisme lemak Sel endotel rusak
Penurunan elastisitas PD Meningkat

kadar kolesterol Penumpukan kadar


Aliran darah tidak lancar
Aliran tidak lancar dalam darah LDL pada sel yang
terbuka dan rusak

Terbentuk Plaque pada PD dan Arteri koroner

Akumulasi LDL

Berikatan dengan Endotel

Endotel menarik monosit

8 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022 Respon Inflamasi

Monosit menetap peramanen dan membesar


Membentuk makrofag Makrofag memfagosit LDL Membentuk sel busa Aterosklerosis Spasme PD

Penebalan komposisi plaque dan


Oklusi Arteri Koroner Pembentukan trombus Ruptur Plaque penipisan tudung fibrosa yang
menutupi plaque

ACS

NSTEMI STEMI
UAP Nyeri Dada Angina
Nyeri Dada Angina
Nyeri Dada Angina EKG ST Elevasi
EKG ST Depresi / T Inversi
EKG Normal Troponin (+)
Troponin (+)
Troponin (-)

Aliran darah Oksigen & Nutrisi Jaringan Miokard Iskemik Nekrosis (jika > 30menit) Infark Miokard

Dx: Penurunan Beban jantung Kontraktilitas Suplai O2 ke miokard


curah jantung

Metabolisme Anaerob
HF Kiri
Syok Dx : Gangguan sirkulasi
Kardiogenik spontan
Forward Failure Backward Failure Produksi Asam laktat
9 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
COP Bendungan pada atrium kiri Nyeri
Kematian Hipoksemia

Hipotensi Asidosis Dx : Nyeri Akut


Vena Pulmo Pressure
Tekanan Hidrostatik kapiler paru

Dx : Gangguan pertukaran Gas Edema Paru

Respon pernafasan

Gagal Ventilasi

Hiperventilasi

Ganggaun Difusi

Hipoksemia / Hiperkapnea

Gagal Nafas Terpasang Ventilator


10 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022

Dx: Gangguan Ventilasi Spontan Dx : Resiko Infeksi


Atrerosklerosis

Sumabatan Pada Pembuluh Darah


Koroner

Aliran Pada Pembuluh Darah


Koroner

ACS

Intervensi

Bedah Non Bedah Obat

CABG PCI Fibrinolitik pada


STEMI
Elektif PCI Primary PCI
≥ 12 jam, tidak pada saat serangan ≤12 jam pada saat serangan

Metabolisme Anaerob
Kurang Pengetahuan
POST PCI

Merangsang keluarnya asam laktat


11 | Kelompok Purkinjetidak
_ Pkkvtd Wire
Koping individu efektif2022
↑ asam laktat
Luka Puncture
Cemas
Merangsang nyeri
Pembuluh Darah
Dx : Gangguan rasa nyaman / nyeri akut

INTRA

Puncture Obat-Obatan Pembuluh Darah

Aorta Pembuluh Darah


Trauma Penusukan

Diseksi Aorta Arteri Abdominalis


Dx : Resiko Tinggi
Perdarahan
Resiko perdarahan
intraperitoneal

Heparin Zat Kontras

Menghambat faktor Osmolaritas ↑


pembekuan
Post Site Entry Penggunaan anti Trauma pembuluh
Visoksites ↑
platelet darah

Resti Infeksi
Aliran darah ke
ginjal ↓ Abnormal proses
penyembuhan luka
Dx: Gangguan
perfusi jaringan
Pseudoaneurisma
12 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtdginjal
2022

Dx :Resti perdarahan
13 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
3.1.2 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien NSTEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20
menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
4. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan
dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun
banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina,
gagal jantung.
5. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung
disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan
atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama
(kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel,
biasanya berasal dari infark miokard (Novia, 2019).

2.1.5 Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,
penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.

14 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit
DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan
serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang NSTEMI, yaitu:


1. Biomarker Jantung menurut Perki (2015):
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis
miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai
marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB.
Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak
dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak
nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin
I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru,
hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit,
kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai
spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi
yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang
T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien
simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan
pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap,
biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI.

15 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan
(dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi
kolateral yang baik. NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai gambar
Elektrokardiografi (EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif
(Halimuddin, 2016).

3.

Echo Cardiografi  pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark (Hamiluddin 2016)
a) Area Gangguan

16 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


b) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Fraksi ejeksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir
sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari
50% fraksi ejeksi tidak normal.

4. Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila
pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan
pemasangan stent. (Halimuddin, 2016).

2.1.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
a.  Memeriksa tanda-tanda vital
b. Mendapatkan akses intra vena
c.  Merekam dan menganalisis EKG
d.  Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
e.  Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan
koagulasi.
f.  Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk mendapatkan
ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika normal diulang
6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam
dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi
reinfark atau infark periprosedural.

Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu
pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
 Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia

17 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall
stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen
suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara
sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila
keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-
blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan
tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik
negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
2) Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak
stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang
terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai
72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan
untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis
selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
18 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
c) Clopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Clopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis clopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75
mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor
tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun
untuk obat-obatan tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus
angina tak stabil.
3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.
Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin
dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced
thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
19 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
d) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi
berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri
yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke
rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi
tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.

2.2 Percutaneous Coronary Intervension (PCI)


2.2.1 Pengertan Percutaneous Coronary Intervention
(PCI) terdiri dari tiga kata yakni Percutaneous yang artinya melalui kulit,
Coronary adalah pada arteri koroner, dan Intervention adalah tindakan yang dilakukan
dalam rangka pengobatan pada kelainan/penyakit jantung koroner. Percutaneous
coronary intervention (PCI) adalah intervensi atau tindakan non bedah untuk
membuka/dilatasi/melebarkan arteri koroner yang mengalami penyempitan agar aliran
darah dapat kembali menuju ke otot jantung (Davis, 2011).

Menurut (PERKI,2018) Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah


penatalaksanaan sumbatan arteri koronaria melalui berbagai teknik yang menggunakan
kateter seperti angioplasti koroner transluminal perkutan, aterektomi, angioplasti laser
eksimer, serta implantasi stent koroner atau alat lainnya. (Justin, 2019). PCI jantung
adalah penanganan penyakit arteri koroner yang digunakan untuk membuka
penyumbatan dalam arteri koroner karena aterosklerosis, yakni penumpukan deposit
kolesterol (disebut plak) di arteri. PCI juga disebut sebagai intervensi koroner perkutan
atau angioplasti jantung. Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan kateter, yakni
20 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
selang kecil yang fleksibel, ke tubuh untuk menuju arteri yang bermasalah. (Christian,
2021).

PCI jantung menggunakan beberapa metode untuk memungkinkan


peningkatan aliran darah ke jantung (Christian 2021):
 Angioplasti balon: balon khusus dipompa di arteri koroner yang tersumbat untuk
meratakan plak dan meningkatkan aliran darah, setelah itu balon dikempiskan dan
dikeluarkan.
 Stent: pemasangan stent atau ring jantung di dalam arteri setelah angioplasti untuk
menjaga arteri tetap terbuka.
 Aterektomi: bagian arteri yang tersumbat dipotong dengan alat kecil menggunakan
kateter.

Klasifikasi berdasarkan struktur rongga jantung yang dituju: (Perki 2018)


1. Left heart catheterization (Kateterisasi jantung Kiri): Kateter dimasukkan ke dalam arteri
(arteri femoralis atau radialis atau brakialis) dan berakhir di ventrikel kiri.
2. Right heart catheterization (Kateterisasi jantung Kanan): Kateter dimasukkan ke dalam vena
(vena femoralis atau subclavia atau jugularis) dan berakhir di arteri Pulmonalis.

2.2.2 Jenis Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Team Work Service Koroner PJNHK membagi Percutaneous Coronary


Intervention menjadi tiga :
1. Primary Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari
12 Jam, Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30
menit akan meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%.
Sehingga segala usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi.
(May MRL,2008)
2. Early Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala lebih dari 12
Jam

21 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


3. Rescue Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari
12 Jam setelah mengalami kegagalan terapi Fibrinolitik
4. Percutaneous Coronary Intervention Elektif

22 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


2.2.3 Indikasi Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Indikasi untuk dilakukan PCI adalah:

1. Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI)

Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen elevasi > 1


mm di ekstrimitas dan > 2 mm di precordial, lead yang bersebelahan
serta peninggkatan CKMB lebih dari25µ/l , Troponin T positif >
0,03
2. Non–ST-elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS)

Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi >


0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse dan peningkatan
CKMB > 25 µ/l Troponin T positif > 0,03
3. Unstable angina

Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi >


0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse dan Enzim
jantung (Bio-marker) normal
4. Stable angina

5. Anginal equivalent (eg, dyspnea, arrhythmia, or dizziness or syncope)

6. High risk stress test findings

Untuk pasien dengan STEMI, sangat disarankan utnuk dilaukan PCI


dengan segera atau Primary Coronary Angiografi. juga sangat
merekomendasikan PCI pada pasien dengan kasus NSTE-ACS dalam
berbagai kasus (American College of Cardiology Foundation
(ACCF)/American Heart Association (AHA) pada guedlinenes on guidelines
on the management of NSTE-ACS (updated in 2014)

2.2.4 Kontraindikasi PCI

1. CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia

2. Gangguan elekrolit

23 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


3. Infeksi ( demam )

4. Gagal ginjal

5. Perdarahan saluran cerna akut/anemia

6. Stroke baru (< 1 bulan)

7. Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )

8. Pasien yang tidak kooperatif

9. Usia kehamilan kurang dari 3 bulan

2.2.5 Prosedur Intervensi PCI

2.2.5.1 Tim PCI

1) Dokter spesialis yang ahli dalam bidang intervensi non bedah

2) Perawat:

a. Scrub Nurse (Perawat Scrub) : Sebagai perawat steril

b. Circular Nurse (Perawat Sirkuler)

Tugas Circular Nurse

a) Menyiapkan pasien

b) Memberikan penjelasan tentang prosedure / tindakan yang akan


dilakukan
c) Mengobservasi tanda-tanda vital

d) Mencatat pemakaian alkes yang terpakai selama tindakan

e) Membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Dokter dan


Scrub nurse saat tindakan berlangsung.
f) Stand by untuk menangani saat terjadi kegawatanjantung.

3) Hemodynamic Nurse (Perawat Hemodinamik)


Tugas Perawat Hemodinamik :
a. Serah terima pasien lengkap dengan file sesuai check list
pre angiography.

24 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


b. Menyiapkan macam-macam formulir (Cath/PCI)

c. Input data pasien

d. Map besar untuk arsip laporan hasil cath/ PCI, report selama
tindakan berlangsung ( pada map sudah ada tulisan: Nama pasien,
umur, Dokter, jenis tindakan,tanggal dan Nomer ID)
e. Monitoring pressure dan gambaran EKG

f. Mencatat semua prosedure dan awal sampai selesai tindakan,


termasuk merekam pressure
4) Petugas Radiologi

2.2.5.2 Puncture area

Menurut Merriweather & Hoke (2012), area penusukan pada tindakan PCI
terdiri atas:
a. Arteri Femoralis

b. Arteri Brachialis

c. Arteri Radialis

25 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


2.2.5.3 Prosedur (California Pacific Medical Center, 2008)

a. Perawat/teknisi membawa klien ke ruang kateterisasi (cath lab.)

b. Perawat memberikan obat melalui IV line untuk membantu klien rileks


dan nyaman selama prosedur tindakan
c. Perawat membersihkan dan mensterilkan daerah kecil di pergelangan
lengan atau lipat paha klien (tergantung daerah yang akan digunakan).
Daerah tersebut kemudian ditutup dengan kain steril.
d. Dokter akan menginjeksi obat anestesi lokal dilipat paha atau tangan klien.
Digunakan anestesi lokal karena klien harus tetap sadar selama
pemeriksaan untuk mengikuti instruksi dokter.
e. Jarum akan ditusukkan ke dalam arteri yang digunakan kemudian guide
wire akan dimasukkan melalui jarum lalu jarum dilepas.
f. Sheat kateter akan dimasukkan melalui guide wire, kemudian sheat kateter
dimasukkan melalui pembuluh darah utama tubuh (Aorta), ke muara arteri
koroner di jantung. Kebanyakan orang tidak merasakan sakit selama
pemeriksaan, karena tidak ada serabut saraf dalam pembuluh darah, maka
klien tidak dapat merasakan gerakan kateter dalam tubuh.
g. Dokter akan menginjeksikan kontras dengan melihat melalui gambaran x-
ray. Klien mungkin akan merasakan sensasi panas saat kontras
diinjeksikan.
h. Rumus pemberian kontras : 4-6 cc zat kontras x BB klien : kreatinin klien

i. Pantau keluhan/laporan klien tentang adanya nyeri dada atau perasaan


tidak nyaman selama posedur.

26 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


2.2.6 Komplikasi

1. Diseksi arteri koroner

2. Vasospasme arteri koroner

3. Akut disritmia

4. Cardiac arest

5. Tamponade jantung

6. Hipotensi

7. Perdarahan, biasanya terjadi pada daerah akses penusukan (area


insersi) ataupun perdarahan retroperitoneal
8. Hematoma

9. Pseudoaneurisma

10. Fistula arteriovenosus

11. Thrombosis dan embolisasi distal

12. Contrast induce nefropathi (CIN)

2.2.7 Peran perawat dalam PCI

2.2.7.1 Sebelum tindakan

1. Inform consent
2. Anjurkan klien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan (elektif PCI)
3. Observasi dan ukur tanda-tanda vital (perubahan EKG, tekanan
darah, HR, RR, dan saturasi O2)
4. Pemeriksaan penunjang

A). Laboratorium: Cek darah lengkap, GDS, ureum, creatinin, HBSAg,


elektrolit, PT, APTT, BT, dan ACT.
B). Rontgen thorax

27 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


5. Cek pulsasi perifer (dorsalis pedis) untuk kateterisasi melalui
arteri femoralis
6. Melakukan Allen test (jika penusukan melalui arteri radialis)
7. Obat-obat dilanjutkan sesuai instruksi dokter
8. Pada klien dengan nilai creatinin diatas 1,25 mg/dl (nilai normal 0,72-
1,25 mg/dl), lakukan loading cairan (1cc/kgBB/jam) diberikan pre dan
post tindakan PCI

28 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


9. Memberikan penjelasan prosedur tindakan
10. Pasang IV line tangan kiri
11. Membersihkan area pungtur

2.2.7.2 Selama tindakan

1.Kaji keluhan selama prosedur tindakan berlangsung


2.Melakukan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit
3.Memantau hemodinamik

2.2.7.3 Setelah tindakan

1. Kaji keluhan setelah tindakan


2. Observasi TTV secara ketat : setiap 15 menit pada jam pertama, setiap 30 menit
pada jam ke ke tiga dan setiap jam pada 4 jam berikutnya
3. Mengobservasi tanda-tanda adanya perdarahan dan hematoma pada area
penusukan
4. Mengobservasi dan mengukur tanda –tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,
suhu tubuh, dan saturasi O2)
5. Pemantauan perubahan EKG 12 lead
6. Mengobservasi hasil laboratorium (peningkatan kreatinin mengindikasikan gangguan
ginjal karena zat kontras, sedangkan peningkatan CKMB menandakan cedera otot
jantung)
7. Mengobservasi efek alergi zat kontras (seperti menggigil, kemerahan, gatal, pusing,
mual, muntah, urine tidak keluar, dsb)
8. Mengobservasi gangguan sirkulasi perifer Cek pulsasi arteri dorsalis pedis, tibialis,
radialis. Bila terjadi gangguan (nadi lemah/tak teraba), beritahu dokter biasanya
diberikan obat antikoagulan bolus atau bisa dilanjutkan dengan pemberian terus
menerus (kontinyu). Observasi kehangatan daerah ekstremitas kanan dan kiri
kemudian dibandingkan.
9. Mengobservasi adanya tanda-tanda hipovolemi
10. Memberikan hidrasi sesuai kebutuhan

29 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


11. Memonitor adanya tanda-tanda infeksi meliputi : Observasi daerah
luka dari sesuatu yang tidak aseptik/septic, selalu menjaga kesterilan
area penusukan, observasi adanya perubahan warna, suhu pada luka
tusukan
12. Berikan pendidikan kesehatan pada pasien :

a) Anjurkan untuk tidak mengangkat beban lebih dari 5 kg selama 1


minggu untuk menghindari stertching/ peregangan pada arteri radialis
jika akses melalui arteri radialis
b) Beritahu perawat atau dokter bila terjadi keluhan berhubungan dengan
gangguan sirkulas.
c) Buka elastikon dan ganti dengan tensoplast setelah 12 jam pemasangan
elastikon
d) Bila ada hematoma dan perdarahan segera hubungi dokter atau perawat
dan langsung ke rumah sakit.
2.2.7.4 Prosedur pencabutan SHEATH

Area penusukan di arteri femoralis:

13. 4 jam post tindakan PCI, sheath boleh dicabut/aff oleh dokter jika nilai
ACT (Activating Clohting Time, nilai normal < 100 detik)
14. Dengan menggunakan sarung tangan steril dan prosedur steril, sheath
di aff dan dilakukan penekanan selama kurang lebih 10-15 menit
sampai dengan perdarahan berhenti
15. Beritahu kepada klien bahwa prosedur pencabutan sheath akan
dilakukan dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mencegah
terjadinya reflek vagal
16. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,
saturasi oksigen), pulsasi arteri perifer, dan keluhan klien selama aff
sheath
17. Bila darah sudah tidak keluar, luka pungsi ditutup dengan kasa steril
dan verban elastic lalu diberi bantal steril
18. 6 jam post aff sheath klien baru diperbolehkan mobilisasi
19. Observasi daerah distal ekstremitas dan keadaan umum klien post aff
sheath (tekanan darah, nadi, irama ekg/perubahan gelombang EKG,
30 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022
saturasi O2, pernapasan, nilai ureum dan kreatinin) dari adanya
komplikasi berupa perdarahan/hematoma, thrombosis, fistula
arteriovenosus, dan CIN (Contras Induce Nefropathy).

31 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


2.2.7.5 Prosedur pelepasan NICHIBAND

Area puncture di arteri radialis :

1. Pelepasan dilakukan 4-6 jam setelah tindakan PCI

2. Gunakan sarung tangan bersih, letakkan tangan kiri diatas nichiband, dan beri
sedikit penekanan dengan kuat

3. Buka plester nichiband dengan tangan kanan perlahan-lahan sambil


memperhatikan aliran darah yang keluar dari luka insisi/penusukan

4. Bila masih terdapat perdarahan pasang kembali nichiband dan plester


untuk mencegah plester nichiband terlepas

5. Bila tidak terjadi perdarahan lanjutkan membuka nichiband dan tutup


dengan kassa steril diatas luka insisi dan tekan dengan kuat

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian

a. Identitas
Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan,suku/bangsa, alamat, nomor register, tanggal MRS, dan diagnose
medis
b. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang dirasakan adalah sesak nafas dan nyeri dada
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Alasan MRS
Menjelaskan keadaan klien sehingga klien berobat ke RS seperti:sesak nafas,
nyeri dada tidak hilang walaupun sudah istirahat
e. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Mempunyai riwayat penyakit jantung
2) Mempunyai riwayat vaskuler
3) Mempunyai riwayat penyakit DM
f. Riwayat kesehatan keluarga

32 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


Terdapat riwayat penyakit keluarga dengan gangguan kardiovaskuler HT,penyakit
metabolism dan DM
g. ADL
1) Nutrisi meliputi porsi yang dihabiskan sesuai dengan sususnan menu, keluhan
mual dan muntah sebelum dan sesudah MRS
2) Istirahat dan tidur : meliputi kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam
sehari, keluhan saat tidur dan perubahan saat klien sakit baik sebelum dan
sesudah MRS
3) Aktifitas :aktifitas baik sebelum dan sesudah MRS apakah ada kesenjangan
dan masalah
4) Personal hygiene: meliputi mandi, kebersihan badan, gigi, mulut,rambut , kuku
dan pakaian
5) Data psikologis: meliputi konsep diri dan persepsi klien tentang penyakitnya
6) Pola social meliputi hubungan klien dengan keluarga klien dan orang disekitar
klien
7) Data spiritual meliputi persepsi klien terhadap penyakitnya beberdasarkan
keyakinannya dan kebiasaan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya
8) Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran klien, TTV,TB, dan BB
dan pemeriksaan head to toe

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Sirkulasi Spontan b.d Penurunan fungsi ventrikel (D.0007)
2. Gangguan Ventilasi Spontan b.d Kelemahan otot pernafasan (D.0004)
3. Gangguan Pertukaran Gas b.d Penurunan Membran Alveolus Kapiler (D.0003)
4. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Kontraktilitas Miokard (D.0008)
5. Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif b.d spasme arteri koroner (D.0014)
6. Nyeri Akut b.d iskemia miokard (D.0077)
7. Risiko Perdarahan b.d efek agen farmakologis (D.0012)

33 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah, N. (2016). Peran Perawat Dalam Identifikasi Dini Dan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2),
184–192.
Arif Muttaqin. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan hematologi.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.) Philadephia:
Elsevier.
Christian, Roy, 2021, PCI Jantung: Prosedur, Manfaat dan Risikonya, Primaya Hospital,
Tangerang.
Gayatri, N. I., Firmansyah, S., S, S. H., & Rudiktyo, E. (2016). Prediktor mortalitas dalam rumah
sakit pasien infark miokard ST elevasi ( STEMI ) akut di RSUD dr . Dradjat Prawiranegara
Serang, Indonesia. Cdk, 43(3), 171–174.
Halimuddin. (2016). TEKANAN DARAH DENGAN KEJADIAN INFARK PASIEN Blood
Pressure and Infarction in Acute Coronary Syndrome patients. Idea Nursing, VII(3), 30–36.
Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.). (B.
A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta: EGC.
Isman, 2018, Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung Dan
Pembuluh Darah
Justin, 2019, HUBUNGAN DISLIPIDEMIA DAN DM DENGAN KEJADIAN IN-STENT
RESTENOSIS PASIEN PEMAKAI DRUG-ELUTING STENT DI RSUP DR. KARIADI,
Theis, Universitas Diponegoro
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.) Philadelphia: Elsevier.
PEDOMAN TTALAKSANA SINDROM KORONER AKUT, PERKI 2015.
Priscillah, W. (2017). Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita ST Elevasi
Miokard Infark (STEMI) dan Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) di RSUD Dr.
Moewardi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, s. C. (2016). Keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth edisi 12. jakarta:
penerbit buku kedokteran: EGC
Sudoyo, (2014), Buku ajar ilmu penyakit dalam Jillid II Edisi VI. 2014 FKUI

34 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022


35 | Kelompok Purkinje _ Pkkvtd 2022

Anda mungkin juga menyukai