Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL JOURNAL REVIEW

“ Manajemen Investasi Dan Pasar Modal “

DOSEN PENGAMPU :

Roza Thohiri, SE., M.Si


Haryani Pratiwi, SE., M.Si

DISUSUN OLEH :

Nama : Fitri An Nisa


NIM : 7193142017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas Berkat dan
Rahmat-Nya , sehingga saya bisa menyusun atau menyelesaikan penyusunan tugas Makalah
mata kuliah Manajemen Investasi dan Pasar Modal. Adapun makalah ini berjudul “Critical
Journal Review” dapat selesai dengan tepat waktu.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Investasi dan Pasar Modal Universitas Negeri
Medan Fakultas Ekonomi Pendidikan Akuntansi.

Dalam penulisan makalah ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini khususnya kepada Bapak Roza
Thohiri SE., M.Si dan Ibu Haryani Pratiwi, SE., M.Si selaku dosen mata kuliah Manajemen
Investasi dan Pasar Modal yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyusunan tugas ini.

Saya juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saya
memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan tugas dan saya juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi pembaca.

Medan, 28 Maret 2022

Fitri An Nisa

7193142017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Rasionalisasi Pentingnya Cjr 1

B. Tujuan Penulisan Cjr 1

C. Manfaat Cjr 1

BAB II PEMBAHASAN 2

A. Jurnal I 2

BAB III PENUTUP 9

A. Kesimpulan 9

B. Saran 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya Cjr

Melalui Critical Journal Review ini mahasiswa mampu melatih pola pikir
menjadi mahasiswa yang lebih kritis. Kemudian memotivasi pembaca untuk
menerbitkan sebuah jurnal.

B. Tujuan Penulisan
Alasan kami membuat CJR ini adalah antara lain sebagai berikut:
 Menyelesaikan tugas dan Prasyarat mata kuliah Manajemen Investasi dan Pasar
Modal. Universitas Negeri Medan Fakultas Ekonomi Pendidikan Akuntansi
 Menambah pengetahuan serta pengalaman dalam hal mengkritisi sebuah Jurnal
secara sistematis
 Meningkatkan ketertarikan pembaca untuk membaca jurnal tersebut.
 Menguatkan kualitas penulis dengan memberikan kritik kritik jurnal tersebut.

C. Manfaat Cjr
 Mengetahui kelebihan dan kelemahan suatu jurnal ditinjau dari segi isi dan
pemaparannya.
 Menambah pengetahuan dalam hal mengkritisi sebuah jurnal secara sistematik
 Mahasiswa mampu melatih pola pikir menjadi mahasiswa yang lebih kritis.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jurnal I
Judul Artikel Financial Flexibility in Highly Regulated Market : Indonesian
Telecommunication Case During Tariff Pricing War
Penerbit Finance Department, Prasetiya Mulya Business School
Edisi Terbit 2015
Penulis Y. Arief Rijanto

Nomor ISSN 2089-6271


Volume Vol.8, No.2
Abstrak Pada tahun 2008, regulasi industri telekomunikasi Indonesia mengalami
perubahan akibat perang tarif di kalangan operator telekomunikasi.
Regulasi ini mengikat operator telekomunikasi dan mempengaruhi
margin pendapatan usaha. Kebutuhan fleksibilitas finansial dalam
perusahaan telekomunikasi meningkat. Belanja modal, pendapatan
usaha dan kebutuhan reinvestasi harus fleksibel sejalan dengan
persaingan dan perubahan teknologi. Tujuan makalah ini adalah
mengukur fleksibilitas keuangan berdasarkan Capex, pendapatan usaha
dan kebutuhan re-investasi. Kebutuhan re-investasi oleh operator
Telekomunikasi dapat dibiayai dengan atau tanpa fleksibilitas finansial.
Data tahun 2007 sampai dengan 2014 dipilih untuk mengakomodasi
sebelum dan sesudah perubahan regulasi telekomunikasi. Pengaruh
regulasi terhadap fleksibilitas keuangan perusahaan telekomunikasi
masih relevan karena industri telekomunikasi pada dasarnya
membutuhkan modal yang lebih besar untuk memperbaharui teknologi
telekomunikasi. Metode opsi nyata akan digunakan untuk mengukur
fleksibilitas keuangan.

Pendahuluan Kebijakan telekomunikasi Indonesia saat ini tercermin dalam “Cetak


Biru Kebijakan Pemerintah Indonesia di Bidang Telekomunikasi”
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.
KM 72 Tahun 1999. Ada tiga perubahan penting yaitu: (1)
meliberalisasi sektor dengan struktur kompetitif dengan menghapus

2
monopoli kontrol, (2) meningkatkan transparansi dan prediktabilitas
kerangka peraturan, dan (3) menciptakan peluang bagi mitra operator
telekomunikasi nasional.
Pemerintah Indonesia melarang operator menyalahgunakan posisi
dominan. Departemen Perhubungan mengeluarkan Keputusan No.
33/2004 untuk mencegah monopoli dan persaingan tidak sehat yang
mengatur langkah-langkah untuk melarang penyalahgunaan posisi
dominan mereka oleh penyedia jaringan dan layanan. Keputusan
tersebut melarang penyedia dominan untuk terlibat dalam praktik
seperti dumping, predatory pricing, subsidi silang, memaksa konsumen
untuk menggunakan layanan penyedia tersebut (dengan tujuan untuk
mengesampingkan pesaing) dan menghambat interkoneksi wajib
(termasuk diskriminasi terhadap penyedia tertentu). 5 Februari 2008,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan yang mewajibkan
penyesuaian tarif pada rezim tarif interkoneksi berbasis biaya.
Terjadi perubahan besar pada regulasi telekomunikasi pada tahun 2004
dan 2008 di Indonesia yang memicu persaingan yang lebih ketat di
antara operator telekomunikasi. Persaingan memulai perang tarif.
Adanya paket tarif yang ditawarkan operator murah membuat jumlah
pelanggan besar dan trafik komunikasi semakin besar. Pelanggan
Telkomsel pada akhir tahun 2008 naik 37% menjadi 65,3 juta
dibandingkan tahun 2007. Indosat naik 66% menjadi 36,5 juta, dan XL
naik 48% menjadi 22,9 juta. Namun, profit operator mau tidak mau
tergerus. Pada tahun 2008, pendapatan Telkom (yang memberikan
kontribusi mayoritas terhadap Telkomsel), mencapai Rp 60,7 triliun
atau meningkat 2,1%. Namun, laba bersih Telkom turun 17,4% menjadi
$10.6 tribun. Pendapatan Indosat pada 2008 juga naik 13% menjadi
16,5 miliar, namun laba bersih turun dari Rp 2,04 triliun menjadi Rp
1,88 triliun. Pendapatan XL 2008, bahkan tumbuh 45%, namun
operator XL rugi Rp 15 miliar. Di sisi lain, persaingan antar operator
menguntungkan konsumen. Regulator menjalankan fungsinya sebagai
pengatur tingkat persaingan yang sehat.
Menurut Boyer (2008), peran regulator dalam mengatur industri
telekomunikasi harus didasarkan pada tiga prinsip efisiensi ekonomi: 1.
3
Penyalur informasi yang andal bagi konsumen tentang struktur harga
dan karakteristik produk yang memiliki konektivitas, fleksibilitas,
keamanan , keandalan, aksesibilitas, kapasitas, dan keramahan
pengguna. 2. Sebagai manajer lapangan yang mengatur tingkat kondisi
persaingan yang mendukung efisiensi statis dan efisiensi dinamis, serta
menerapkan kebijakan untuk secara tidak langsung mengendalikan
monopoli dan predatory pricing, divisi berdasarkan full cost produk dan
jasa. 3. Promotor program investasi yang efisien dalam pembangunan
dan pemeliharaan jaringan untuk memastikan integritas jaringan
telekomunikasi global, dan merancang aturan penetapan harga
memasukkan akses semua biaya akses jaringan. Pengawasan regulasi
terhadap industri telekomunikasi akan benar-benar pro-kompetisi dan
merupakan bagian integral dari implementasi kebijakan persaingan.
Benaroch (2001) mendefinisikan hubungan keputusan investasi dan
risiko persaingan terbagi menjadi tiga: 1. Risiko spesifik perusahaan
adalah risiko yang timbul karena faktor endogen perusahaan. Risiko ini
bisa jadi karena ketidakpastian perusahaan memenuhi investasi padat
modal jangka panjang. 2. Persaingan karena adanya faktor risiko dalam
penguasaan pesaing. 3. Risiko pasar disebabkan oleh faktor-faktor yang
tidak pasti yang mempengaruhi setiap perusahaan dengan
mempertimbangkan investasi yang sama.
Opsi Real dan Peluang Investasi Metode DCF menggunakan asumsi
proyek akan sesuai dengan harapan tanpa campur tangan manajemen
dalam proses pelaksanaan proyek. Semua ketidakpastian diwakili oleh
tingkat diskonto yang sesuai dengan risiko. Pendekatan DCF bersifat
statis. Ini bukan pendekatan yang fleksibel. Metode opsi nyata
memungkinkan fleksibilitas untuk menunda, membatalkan,
memodifikasi sesuai dengan keadaan. Model opsi nyata dapat
menggabungkan model Arus Kas Terdiskonto dengan opsi nyata untuk
mempertimbangkan berbagai pendorong nilai aset bersih, pendapatan
sewa masa depan, dan kebijakan pengeluaran modal (Dubreuillea et.al.
2015). Alleman (2002) menekankan pentingnya fleksibilitas
manajemen dalam mengantisipasi perubahan regulasi dan persaingan
dalam industri telekomunikasi. Busby dan Pitts (1997) melaporkan dari
4
72 sampel bahwa perusahaan mengakui fleksibilitas merupakan faktor
penentu dalam keputusan investasi tetapi hanya 23,4% yang mengaku
memiliki prosedur untuk melakukan fleksibilitas tersebut. Graham dan
Harvey, 2001 melakukan survei yang hasilnya menunjukkan metode
DCF dan NPV yang paling banyak digunakan adalah (75% dari 392
responden). Dan hanya 27% yang terindikasi tidak sesuai dengan real
option dalam evaluasi keputusan investasi.
Metode Penelitian Metode Opsi Nyata Penelitian ini mengembangkan ide Alleman (2002)
dan Gentzoglanis (2004) dalam kerangka konseptual telekomunikasi
untuk memodifikasi model opsi nyata Damodaran (2001). Alleman
(2002) mengemukakan bahwa salah satu metode yang cocok untuk
investasi di bidang telekomunikasi adalah metode real option. Metode
yang akan diterapkan untuk penentuan investasi, penganggaran modal,
perencanaan strategis dan model biaya yang digunakan dalam
telekomunikasi. Gentzoglanis (2004) mengkonfirmasi bahwa metode
opsi nyata dapat digunakan untuk mengidentifikasi opsi '' opsi '' yang
tersedia bagi manajer risiko di tengah persaingan. Ketika manajemen
akan mengambil keputusan investasi di daerah yang memiliki
karakteristik volatilitas tinggi, perubahan teknologi yang cepat dan
memiliki efek ketidakpastian regulasi, maka dalam kondisi seperti itu,
opsi nyata untuk menunda investasi hingga pemanfaatan kapasitas
memungkinkan untuk menyediakan investasi adalah strategi investasi
yang optimal. . Cara ini bertolak belakang dengan anggapan umum
bahwa investasi di industri telekomunikasi pada kapasitas akan
direalisasikan bila pemakaian melebihi 50% dari kapasitas terpasang.
Hasil dan Rangkuman statistik variabel yang digunakan untuk model real option
Pembahasan seperti terlihat pada Tabel 4. Belanja modal empat perusahaan
telekomunikasi selama tahun 2007-2014 bervariasi dari -12,58 hingga
20650,0 yang menunjukkan aktivitas investasi yang berbeda. Rata-rata
statistik Pendapatan Usaha lebih kecil dari standar deviasinya,
menunjukkan bahwa beberapa perusahaan lebih baik dari yang lain.
Dan standar deviasi Laba Bersih lebih besar dari rata-rata statistiknya.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat persaingan yang tidak seimbang di

5
industri telekomunikasi Indonesia selama tahun 2007-2014.
Damodaran (2001) perhitungan model real options didasarkan pada
model Black Scoles untuk menunjukkan fleksibilitas keuangan yang
terkait dengan risiko persaingan. Proksi untuk menangkap efek
persaingan berdasarkan argumen Gentzoglanis (2004) yang
menegaskan risiko persaingan dapat dilihat dari perubahan pendapatan
usaha. Penelitian ini memodifikasi model real option pada pendekatan
estimasi dengan penekanan pada Capex Operating Revenue
dibandingkan antar perusahaan untuk menangkap efek dari risiko
persaingan. Hasil nilai fleksibilitas keuangan Telkomsel, Indosat, XL
Axiata (EXCL) dan Bakrie Telecom ditunjukkan pada Tabel 5, 6 dan 7.
Tabel 5 menunjukkan kebutuhan re-investasi yang dapat dibiayai oleh
pendapatan usaha dibandingkan dengan biaya rata-rata tertimbang
modal (WACC) yang berbeda pada setiap perusahaan. Bakrie Telecom
(BTEL) memiliki biaya modal rata-rata tertimbang tertinggi. Indosat
(ISAT) memiliki kebutuhan reinvestasi tertinggi hingga 265,17%
dibandingkan pendapatan operasional pada tahun 2007 hingga 2014.
XL Axiata (EXCL) juga membutuhkan reinvestasi sekitar 195,62% dari
pendapatan operasionalnya. Telkomsel (TSEL) memiliki risiko re-
investasi terendah dengan standar deviasi (std = 0,573) aktivitas
investasi yang relatif rendah dibandingkan operator lain.
Kebutuhan Bakrie Telecom melonjak di kuartal ke-4 tahun 2014,
karena memiliki nilai call option terendah (-0,260) untuk fleksibilitas
finansial. Indosat membutuhkan re-investasi (265,17%) dan lebih
berisiko dengan standar deviasi cukup tinggi (80,25%). Telkomsel
memiliki kebutuhan re-investasi terendah (52,00%) dan nilai opsi
panggilan tertinggi (0,100).
Tabel 6 menunjukkan fleksibilitas keuangan perusahaan pada tahun
2007-2014. Secara keseluruhan, fleksibilitas finansial nilai call option
tertinggi adalah Telkomsel (TSEL) dan kebutuhan reinvestasi terendah
(159,40%) dengan fleksibilitas finansial atau dapat dibiayai oleh
pembiayaan internal perusahaan. Bakrie Telecom (BTEL) memiliki
fleksibilitas keuangan yang paling rendah, artinya pembiayaan
perusahaan tidak dapat berasal dari pendapatan usaha atau dana internal
6
tetapi dari dana eksternal seperti utang. Kemudian, Bakrie Telecom
(BTEL) dan XL Axiata (EXCL) menunjukkan nilai call option negatif
dari fleksibilitas keuangan berdasarkan pendapatan usaha. Hal ini
menunjukkan bahwa fleksibilitas keuangan berasal dari pendanaan
eksternal, bukan internal. Penggunaan dana internal dan keseimbangan
eksternal yang terbaik (sangat baik) ditunjukkan oleh Telkomsel.
Pada Tabel 7, nilai K menunjukkan besarnya “strike price” berdasarkan
pendapatan usaha untuk setiap operator atau perusahaan
telekomunikasi. Telkomsel sebagai nilai K terkecil dari varians (s2) =
0,329. Varians ini menggambarkan variasi nilai kebutuhan investasi dan
fleksibilitas keuangan dengan risiko persaingan. Bakrie Telecom
memiliki risiko tertinggi dengan varians (3,060). Hal ini dapat menjadi
ukuran risiko yang akan dihadapi dengan kebutuhan investasi di masa
yang akan datang.
Kesimpulan Regulasi Telekomunikasi Indonesia mempengaruhi margin pendapatan
usaha operator telekomunikasi. Dengan fleksibilitas keuangan yang
berbeda dalam perusahaan telekomunikasi, ketegangan persaingan
meningkat. Re-investasi diperlukan untuk bertahan hidup. Beberapa
perusahaan memiliki fleksibilitas keuangan yang lebih rendah
berdasarkan belanja modal, pendapatan usaha dan kebutuhan re-
investasi akan mengalami kesulitan untuk bersaing. Regulator
diharapkan dapat mengelola tingkat persaingan yang efisien sehingga
Telcooperator tetap dapat melakukan investasi teknologi baru tanpa
predatory pricing tetapi juga tidak merugikan konsumen dengan harga
yang lebih tinggi. Evaluasi dari empat perusahaan telekomunikasi
terbesar di Indonesia selama tahun 2007 hingga 2014, metode real
option dapat digunakan sebagai metode pengukuran risiko kebutuhan
investasi. Perusahaan dapat memanfaatkan peluang investasi seiring
dengan meningkatnya risiko persaingan. Mengingat ''harga
pemogokan'', standar deviasi dan varians kebutuhan investasi, model
opsi nyata memiliki keunggulan dinamika dan pengendalian risiko.
Sehingga perusahaan dapat menggunakan real options untuk mengelola
risiko persaingan terkait peluang investasi. Pada prinsipnya metode real

7
option Damodaran (2001) dapat digunakan untuk menghitung nilai
fleksibilitas keuangan yang berkaitan dengan kebutuhan investasi. Nilai
S, K dan s2 mewakili komponen risiko dengan perbedaan penggunaan
modal untuk investasi dan perubahan pendapatan usaha dengan adanya
persaingan. Opsi riil dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan
investasi selama periode kompetisi. Mengelola risiko peluang investasi
dan persaingan di industri telekomunikasi.
Kelebihan Kekuatan penelitian ini terletak pada metode yang digunakan dan juga
dalam menganalisis kasus menggunakan real options method dimana
untuk mengukur fleksibilitas finansial berdasarkan capex. Dan juga
menggunakan data dari tahun 2007 sampai 2014 yang dipilih untuk
mengakomodasi sebelum dan setelah perubahan peraturan
telekomunikasi.
Kelemahan -

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi dari empat perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia selama
tahun 2007 hingga 2014, metode real option dapat digunakan sebagai metode
pengukuran risiko kebutuhan investasi. Perusahaan dapat memanfaatkan peluang
investasi seiring dengan meningkatnya risiko persaingan. Mengingat ''harga
pemogokan'', standar deviasi dan varians kebutuhan investasi, model opsi nyata
memiliki keunggulan dinamika dan pengendalian risiko. Sehingga perusahaan dapat
menggunakan real options untuk mengelola risiko persaingan terkait peluang
investasi.
B. Saran
Semoga makalah Cjr ini menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi kita semua
mahasiswa khususnya mahasiswa Pendidikan Akuntansi. Jika ada kekurangan dan
kesalahan, baik penyajian ataupun penulisan diharapkan kritik dan sarannya yang
bersifat membangun demi kesempurnaan pada makalah-makalah Cjr berikutnya.

9
10

Anda mungkin juga menyukai