Kelompok 3
1. Sharul Mubarok (Ketua) 2002010279
2. Setya Andhini Ariwati (Notulen) 2002010278
3. Wiwin M. Mada 2002010296
4. Rosalina C. Sinlae 2002010270
5. Simon Y. Ninef 2002010281
6. Rizaldy B. Dambu 2002010265
Kelas F/Semester 4
Universitas Nusa Cendana
Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah perjanjian antara kedua negara Sudan dan Mesir.
2. Berdasarkan latar sejarah perjanjian tersebut, terdapat konflik apa saja yang terjadi di
antara negara Sudan dan Mesir.
3. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik sengketa wilayah perbatasan antara negara
Sudan dan Mesir.
4. Apa akibat yang disebabkan dari sengketa wilayah perbatasan antara Sudan dan Mesir
yang memperebutkan wilayah Segitiga Hala’ib.
5. Bagaimana akhir dari sengketa wilayah perbatasan tersebut.
Tujuan pembelajaran
1. Mengetahui dan memahami sejarah perjanjian antara kedua negara Sudan dan Mesir.
2. Mengetahui konflik apa saja yang terjadi di antara kedua negara tersebut.
3. Mengetahui dan memahami penyebab terjadinya nya konflik sengketa wilayah
perbatasan antara negara Sudan dan Mesir.
4. Mengetahui akibat apa saja yang disebabkan dari konflik sengketa wilayah perbatasan
antara Sudan dan mesir yang memperebutkan wilayah Segitiga Hala’ib.
5. Mengetahui dan memahami akhir dari sengketa wilayah perbatasan tersebut.
Pembahasan
1. Sejarah Perjanjian antara kedua negara Sudan dan Mesir
Perbatasan pertama antara Mesir dan Sudan ditetapkan pada tahun 1899 ketika Inggris memiliki
kendali atas daerah tersebut. Saat itu Perjanjian Anglo-Mesir untuk Sudan menetapkan batas
politik antara keduanya pada paralel ke-22 atau sepanjang garis lintang 22̊ LU. Kemudian, pada
tahun 1902 Inggris menarik batas administratif baru antara Mesir dan Sudan yang memberikan
kendali atas wilayah Ababda yang berada di selatan paralel ke-22 Mesir. Batas administratif baru
memberi Sudan kendali atas tanah yang berada di utara paralel ke-22.Pada saat itu, Sudan
menguasai sekitar 18.000 mil persegi (46.620 km persegi) tanah dan desa Hala'ib dan Abu
Ramad.
Pada tahun 1956, Sudan merdeka dan perselisihan mengenai kontrol Segitiga Halayeb antara
Sudan dan Mesir dimulai. Mesir menganggap perbatasan antara keduanya sebagai batas politik
tahun 1899, sedangkan Sudan mengklaim bahwa perbatasan tersebut adalah batas administrasi
tahun 1902. Hal ini menyebabkan Mesir dan Sudan mengklaim kedaulatan atas wilayah
tersebut. Selain itu, wilayah kecil di selatan paralel ke-22 yang disebut Bir Tawil yang dulunya
dikelola oleh Mesir tidak diklaim oleh Mesir maupun Sudan saat ini.
3. Penyebab terjadinya konflik sengketa wilayah perbatasan antara Sudan dan Mesir
yang memperebutkan wilayah Segitiga Hala’ib.
Terjepit di antara perbatasan Mesir dan Sudan terdapat sebidang tanah yang benar-benar unik di
dunia. Ini merupakan salah satu tanah yang tidak diklaim terakhir di bumi. Tidak ada negara
yang menginginkannya, kenapa ko tidak ada yang menginginkan?. Tanah berbentuk trapesium
seluas 2.000 kilometer persegi yang disebut Bir Tawil ini terletak di salah satu daerah paling
terpencil di Afrika Utara. Wilayah ini kebanyakan berupa pasir dan batu, tanpa jalan atau
penghuni permanen atau sumber daya alam.
Bersebelahan dengan Bir Tawil adalah tanah berbentuk segitiga yang jauh lebih besar, tanah
tersebut memilik nama Hala'ib, yang juga terdiri dari pasir dan batu, namun tanah ini berbatasan
dengan Laut Merah dan karenanya lebih berharga ketimbang Bir Tawil. Sekarang baik Mesir dan
Sudan menginginkan Hala'ib, tetapi ada peraturan perbatasan yang dibuat di antara mereka, yaitu
setiap negara dapat memiliki Bir Tawil atau Hala'ib, tetapi tidak kedua negara tersebut. Siapapun
yang mengklaim Bir Tawil harus melepaskan klaim mereka terhadap Segitiga Hala'ib yang lebih
besar dan lebih menguntungkan, yang mana negara tersebut tidak ingin kehilangan tanah
tersebut.
4. Akibat yang disebabkan dari konflik sengketa wilayah perbatasan antara Sudan
dan Mesir yang memperebutkan wilayah Segitiga Hala’ib.
Untuk tanah Bir Tawil yang hanya berupa wilayah berpasir dan batu tanpa adanya jalan,
penghuni permanen dan sumber daya alam yang memadai maka dari Sudan dan Mesir tidak ada
yang ingin mengklaim wilayah tersebut.
Untuk tanah segitiga Halayeb karena kurangnya pembangunan, sebagian besar orang yang
tinggal di Segitiga Halayeb adalah nomaden dan wilayah ini memiliki sedikit kegiatan ekonomi.