Anda di halaman 1dari 17

PP 19 Tahun 2005

Pasal 63

(1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;

b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan

c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Pasal 66

(1) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.

(2) Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.

(3) Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu
tahun pelajaran.

Pasal 67

(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik
pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal
kesetaraan.

(2) Dalam penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, dan satuan pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 68

Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:

a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;

b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;

c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;

d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan
mutu pendidikan.

Pasal 71
Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Kelulusan

Pasal 72

(1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan ;

c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. lulus Ujian Nasional.

(2) Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan
sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 70

(1) Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

(2) Pada program paket A, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(3) Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

(4) Pada program paket B, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan
Kewarganegaraan.

(5) Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program
pendidikan.

(6) Pada program paket C, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
(7) Pada jenjang SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas program
pendidikan.

PISA dan Literasi Indonesia

Banyak diantara kita yang masih belum paham bahkan sama sekali belum mengerti apa itu PISA. PISA
merupakan singkatan dari Programme for International Student Assesment yang digagas oleh OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development). Program internasional yang
diselenggarakan setiap tiga tahun sekali ini bertujuan untuk memonitor literasi membaca, kemampuan
matematika, dan kemampuan sains yang diperuntukkan siswa berusia 15 tahun dengan maksud
mengevaluasi dan meningkatkan metode pendidikan di suatu negara. PISA dilaksanakan dalam bentuk
tes bacaan, matematika, dan sains yang dikerjakan dengan durasi 2 jam. Dalam pelaksanaannya,
Indonesia menunjuk anak didik yang akan ikut tes ini secara acak dari berbagai daerah. Untuk
memperlihatkan bahwa tingkat literasi baik dalam membaca, matematika, maupun sains sudah baik,
maka OECD memiliki standar rata-rata internasional skor 500.

Indonesia pertama kali mengikuti PISA pada tahun 2000. Indonesia berada di urutan ke 38 dari 41
negara yang terlibat dengan rata-rata 377. Pada hasil PISA mengenai literasi membaca, Indonesia
mendapat peringkat ke 39 membaca skor 371. Pada tahun kedua diselenggarakannya PISA yaitu 2003
yang diikuti oleh 40 negara, literasi membaca Indonesia mendapat skor 382. Hal ini menunjukkan
peningkatan literasi membaca kala itu.

Tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan pada tahun 2003, 2006, 2009, 2012, dan 2015. Jumlah negara
yang turut serta pun semakin bertambah. Tahun 2015, negara yang mengikuti PISA ada 72 negara. Dari
hasil tes, literasi membaca Indonesia mengalami puncak pada tahun 2009 yaitu dengan skor 402, namun
tahun 2012 mengalami penurunan skor menjadi 396 dan tahun 2015 mengalami kenaikan 1 skor
menjadi 397.

Indonesia tahun 2015 masih berada pada 10 besar peringkat terbawah yaitu peringkat 62 dari 72 negara
dengan rata-rata skor 395. Hal yang menarik adalah dari ketiga aspek literasi yaitu membaca,
kemampuan matematika, dan kemampuan sains meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2012.
"Masih rendahnya tingkat literasi kita, terlihat dari skor PISA yang masih di bawah rata-rata negara
OECD. Skor PISA kita bahkan kalah dari negara Vietnam. Padahal kalau dilihat dari anggaran
pendidikannya, sama-sama 20% dari APBN," terang Wakil Menteri Keuangan Marsadiasmo saat
pembukaan Festival Literasi tanggal 4-5 September 2018 dalam rangka menyambut hari aksara pada
tanggal 8 September.

Walaupun masih cukup jauh dengan standar skor literasi yaitu 500, namun Indonesia sudah
menunjukkan usaha untuk meningkatkan literasi terlebih untuk anak usia 15 tahun. Namun pada
kenyataannya tingkat literasi Indonesia masih tergolong rendah disbanding negara lain. Tidak dapat
dipungkiri, menurut UNESCO tingkat literasi membaca di Indonesia hanya 0,001%. Hal ini berarti dari
1000 orang, hanya 1 orang dengan minat baca tinggi. Terdapat fakta bahwa tingkat buta huruf di
Indonesia kian menurun. Menurut data dari BPS tahun 2018, 97,93% penduduk Indonesia dinyatakan
tidak buta huruf dan kurang 2,07% atau sebanyak 3.387.035 jiwa yang masih mengalami buta huruf.

Penyebab Rendahnya Tingkat Literasi Indonesia

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia dikarenakan banyak hal. Salah satunya adalah penggunaan
teknologi yang kurang bijaksana. Masyarakat Indonesia banyak yang terlena akan kecanggihan teknologi
masa kini. Padahal sebenarnya kegiatan membaca juga bisa dilaksanakan melalui gadget dengan adanya
teknologi e-book. Dapat dilihat bahwa masyarakat cenderung untuk menikmati hal lain seperti game,
sosial media, musik, atau fotografi dibanding dengan membaca. Namun lain halnya yang terjadi di
daerah terpencil. Minimnya akses terhadap buku masih menjadi polemik. Tidak adanya akses
perpustakaan yang memadahi pun jadi masalahnya.

Kegiatan menonton baik televisi maupun video dari platform lain menjadi primadona dan kegiatan
membaca pun mulai terkikis eksistensinya. Berdasar data BPS, waktu yang digunakan untuk menonton
televisi adalah 300 menit per hari. Baik dari lingkungan keluarga dan sekolah juga mulai jarang untuk
memperkenalkan budaya membaca sejak dini.

Akibat Rendahnya Tingkat Literasi Indonesia

Menurut PISA, literasi akan berdampak pada kemampuan ekonomi di masa yang akan datang. Indonesia
masih digolongkan dalam negara yang belum mampu menciptakan kemampuan anak untuk berpikir
kritis dan analitis sebagaimana yang seharusnya dilakukan orang dewasa dalam menghadapi tuntutan
zaman yang semakin berat. Hal ini tentunya akan berdampak pada kegiatan perekonomian Indonesia di
kancah internasional. Jika Indonesia tidak dapat bersaing, maka akan membuat perekonomian Indonesia
terpuruk dan dipastikan kesejahteraan warga negara akan menurun.

Solusi Meningkatkan Literasi Indonesia

Minat baca yang rendah merupakan masalah yang serius bagi Bangsa Indonesia, karena melalui buku
kita dapat mengetahui berbagai informasi dan melatih otak untuk berpikir secara kritis sehingga dapat
melahirkan masyarakat yang cerdas. Mengingat betapa rendahnya minat baca di Indonesia, sudah
menjadi tanggung jawab kita untuk mengubahnya. Kebiasaan membaca timbul dari didikan lingkungan
terdekat, yaitu lingkungan keluarga. Orang tua baiknya mengalokasikan waktu khusus untuk membaca
secara konsisten agar anak terbiasa untuk membaca.

Selain itu, pergunakanlah teknologi gadget dengan lebih bijaksana agar dapat memberikan dampak
positif mengenai peningkatan literasi. Bagi pemerintah, pemerataan perpustakaan daerah baiknya lebih
ditingkatkan agar daerah terpencil dapat turut serta dalam peningkatan literasi Indonesia demi
kecerdasan bangsa pula. Peran dari pendidik pun tidak luput. Pendidik baik di sekolah sebagai guru juga
turut andil agar kebiasaan membaca sedari dini dapat tercipta.

Kita sepatutnya bersyukur dengan adanya PISA yang merupakan salah satu indeks pengukuran tingkat
literasi Indonesia dibandingkan negara lain. Diharapkan dengan adanya PISA, kita dapat memperbaiki
metode pendidikan karena melalui pendidikan dapat turut andil dalam meningkatkan minat baca dan
menjadikan warga negara Indonesia menjadi cerdas sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan kelak.

Standar atau Parameter Pendidikan Yang Berkualitas

Pengertian Kualitas Pendidikan

Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah
“kualitet”: “mutu, baik buruknya barang”. Seperti halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang
mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.

Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan
menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi
rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu
lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan. Menurut
Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan
dengan baik. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono
menyatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pendidikan menurut
Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan
sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.

Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai
input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan
kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya
lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Dengan adanya manajemen sekolah, dukungan kelas
berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam
interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas atau di luar
kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang
akademis maupun yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.

Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah
pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10
tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test
kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, EBTA atau UN. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti
di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat
berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling
menghormati, kebersihan dan sebagainya. Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem
pendidikan dasar, baik dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara
efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan output yang
setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki
kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam
pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal
melalui pembelajaran yang baik dan kondusif. Pendidikan atau sekolah yang berkualitas disebut juga
sekolah yang berprestasi, sekolah yang baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang efektif dan sekolah
yang unggul. Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan siswa
di luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat.

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan
permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam
memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan
atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif.

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu
lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan
dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya,
baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).

Standar atau Parameter Pendidikan Yang Berkualitas

Standar / parameter adalah ukuran atau barometer yang digunakan untuk menilai atau mengukur
sesuatu hal. Ini menjadi penting untuk kita ketahui, apalagi dalam rangka mewujudkan suatu pendidikan
yang berkualitas. Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan diatas, ada delapan hal yang harus
diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu :

1. Standar isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

2. Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

3. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik
maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

4. Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria
minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
5. Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

6. Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selam satu tahun.

7. Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan, pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Juga bertujuan
untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Salah satu standar diatas yang paling
penting untuk diperhatikan yaitu standar pendidik dan kependidikan. Dimana seorang pendidik harus
memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini, yaitu : kompetensi peadagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial.

Ada empat (4) standar kualitas pendidikan dalam urutan prioritasnya adalah sebagai berikut : guru
(teacher), kurikulum (curriculum), atmosfer akademik (academic atmosphere), dan sumber keilmuan
(academic resource).[13] Berikut ini uraian dari standar kualitas diatas :

1. Guru (Teacher).Mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen seorang guru. Profesi guru
menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan finansial dan
penghargaan profesional. Oleh karena itu, dengan dirumuskannya jenjang profesionalitas yang jelas,
maka kualitas guru-guru dapat dijaga dengan baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan penghargaan
profesionalitas yang didapat dalam setiap jenjang tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab dalam
membangun atmosfer akademik di dalam kelas. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk
karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Guru
perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan sikap ilmiah dan kreatif
dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu
persoalan atau juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Untuk dapat mengajar secara
efektif, maka guru-guru akan ditraining secara kontinyu (bukan hanya sekali saja) dan terutama akan
dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik dan bagaimana cara menilai yang efektif.
Sehingga diharapkan guru tersebut dapat mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat
meningkatkan pengetahuan mereka sendiri dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.

2. Kurikulum (Curriculum). Kurikulum di sini bukan sekedar kumpulan aktivitas saja, ia harus koheren
antara aktivitas yang satu dengan yang lain. Dalam kurikulum, juga harus diperhatikan bagaimana
menjaga agar materi-materi yang diberikan dapat menantang siswa sehingga tidak membuat mereka
merasa bosan dengan pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu saja hal ini bukan berarti
mengubah-ubah topik yang ada tetapi lebih kepada penggunaan berbagai alternatif cara pembelajaran
untuk memperdalam suatu topik atau mengaplikasikan suatu topik pada berbagai masalah riil yang
relevan. Kurikulum juga harus memuat secara jelas mengenai cara pembelajaran (learning) dan cara
penilaian (assesment) yang digunakan di dalam kelas. Cara pembelajaran yang dijalankan harus
membuat siswa memahami dengan benar mengenai hal-hal yang mendasar. Pemahaman ini bukan
hanya berdasarkan hasil dari pengajaran satu arah dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan
pemahaman yang muncul dari keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan
merangkai pengalaman pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya.

3. Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere). Atmosfer akademik bertujuan untuk membentuk


karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif.
Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi antara siswa dengan guru, interaksi
dengan orang tua siswa dan juga suasana lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran
sentral dalam membangun atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku
untuk semua yang terlibat dalam sistem pendidikan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
membangun sikap ilmiah dan kreatif ini dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk
ini kita perlu menyadari nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang menghargai
hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam
menerima hasil-hasil intelektual tersebut. Sedangkan sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap untuk
terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan pengetahuan
secara mandiri. Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai kejujuran (honesty), dan nilai
kekritisan (skeptics). Sedangkan untuk membangun sikap kreatif perlu ditanamkan nilai ketekunan
(perseverence), dan nilai keingintahuan (curiosity).Selanjutnya nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan
dalam berbagai kode etik yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari,
seperti larangan keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan bertanya,
penghargaan atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk memecahkan
soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dan seterusnya. Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya harus
dilakukan setiap hari dan terus dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.

4. Sumber Keilmuan (Academic Resource). Sumber Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam
kegiatan pengajaran, yaitu buku, alat peraga dan teknologi. Semua hal ini harus dapat dieksploitasi
dengan baik untuk mendukung setiap proses pengajaran dan juga dalam membangun atmosfer
akademik yang hendak diciptakan. Apalagi pengajaran menganut pendekatan yang kongkrit, maka guru
harus dapat menggunakan hal-hal yang umum disekitar kita seperti: mata uang dan jam, sebagai alat
peraga.

Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan

1. Peningkatan Kualitas Guru.Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam
pengembangan potensi yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa
depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional
dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui pendidikan agama
dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang
pendidik yang proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan kehidupan
sehari-harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan
melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Mengikuti Penataran. Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan
pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan mereka
sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang masing-
masing.Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri di tujukan:

*Mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya masing-masing.

*Meningkatkan efesiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal.

*Perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.

b. Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan.Hal ini akan menambah wawasan, adapun kursus-kursus


biasanya meliputi pendidikan arab dan inggris serta computer.

c. Memperbanyak Membaca.Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan
hanya berpedoman pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak
membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga
sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang
muncul dan berkembang di dalam mayarakat.

d. Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi komperatif).Suatu hal yang sangat penting seorang
guru mengadakan kunjungan antar sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar
pikiran dan informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang
dimilikinya serta mengatai permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga
peningkatan pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.

e. Mengadakan Hubungan Dengan Wali Siswa.Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah
penting sekali, karena dengan ini guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan
menjaga peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan yang
diberikan di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.

2. Peningkatan Materi.Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali
mendapat perhatian karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan menambah lebih luas
akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan mengamalkan
pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang disampaikan pendidik harus
mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan
ditambah bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta didik
tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran.

3. Peningkatan dalam Pemakaian Metode.Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan,
maka sebagai salah satu indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan
dalam pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah menciptakan
atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana caranya penerapannya atau penggunaanya yang
sesuai dengan materi yang disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar
mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan
sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton. Untuk itulah dalam
penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Selalu berorientasi pada tujuan

b. Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja

c. Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode ceramah dengan tanya
jawab.

4. Peningkatan Sarana.Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka
meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.Dari segi sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha
meningkatkan sebagai berikut:

a. Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan

b. Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja mengajar

c. Pembuatan media harus sederhana dan mudah

d. Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan.

5. Peningkatan Kualitas Belajar.Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik
selamanya lancar seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam
belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut:

a. Memberi Rangsangan. Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan
harus menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan mempelajari
baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan setiap metode yang dipakai. Dari
sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan
ransangan terhadap peserta didik untuk belajar, karena yang disajikan benar-benar mengenai atau
mengarah pada diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah
peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan motivasi secara
kontinew. Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan
prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima pengalaman yang dapat menyenangkan hati
para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik belajar semangat.

b. Memberikan Motivasi Belajar.Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk
menumbuhkan dan menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu dengan
diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan tugas-tugas. Motivasi
merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi yang diberikan kepada
peserta didik dapat berupa:

*Memberikan penghargaan. Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang
berprestasi yang bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini
bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu bersaing dengan
teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan mudah meningkatkan kualita
pendidikan.

*Memberikan hukuman. Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri
berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.

*Mengadakan kompetisi dan lomba. Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta
didik untuk membantu peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan
pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.

Tolak Ukur Keberhasilan Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional

Cibitung (Bintang Save) – Pemerintah selalu berharap perubahan yang signifikan terhadap mutu
Pendidikan di Indonesia secara nasional dapat terlaksana dengan baik. Berbagai upaya pun ditempuh,
seperti perubahan Kurikulum, dari Kurikulum KTSP ke Kurikulum Nasional. Perubahan kurikulum dari
masa ke masa ini, tentu disebabkan karena kebutuhan masyarakat akan kualitas pendidikan yang setiap
tahunnya selalu berkembang seiring dengan tuntutan zaman.

Perkembangan kurikulum ini diharapkan dapat menjadi penentu masa depan anak bangsa kedepannya.
Oleh karena itu, kurikulum yang baik akan sangat diharapkan dapat dilaksanakan di Indonesia, sehingga
akan menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi kepada kemajuan bangsa dan
negara.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 1
angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Aturan tersebut diperkuat oleh UUD 45 Pada BAB XIII pada Pasal 31 dalam ayat 1 yang berbunyi: tiap-
tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; ayat 2: setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; ayat 3: pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang; ayat 4: negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan ayat 5:
pemerintah harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Beleid ini kemudian membentuk 8 Standar Nasional Pendidikan, yang diatur dalam Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan PP
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Lingkup Standar Nasional Pendidikan ini
meliputi:

a. Standar Isi;

b. Standar Proses;

c. Standar Kompetensi lulusan;

d. Standar Pendidikan dan tenaga kependidikan;

e. Standar Sarana dan prasarana;

f. Standar Pengelolaan;

g. Standar Pembiayaan; dan

h. Standar Penilaian Pendidikan.

Penguatan terhadap 8 standar tersebut ditambah dengan adanya regulasi terkait penataan yang terarah
seperti melalui terbitnya PP. No 74 tahun 2008 tentang Rasio Minimal Jumlah Siswa atau peserta didik
terhadap guru, yang diberlakukan mulai tahun pelajaran 2016/2017. Misalnya, rasio SD atau sederajat
20:1, SMP 20:1 SMA 20: 1 SMK 15:1. Ada kriteria dan sarat bagi guru yang telah bersertifikat Pendidik
yang linear dengan mata pelajaran yang diajarkannya.

Tertuang pula ketentuan tentang memiliki Nomor Registrasi Guru (NRG) jumlah jam mengajar minimal
24 jam per minggu, selanjutnya sebagai salah satu syarat guru dapat menerima tunjangan Profesi guru
mulai tahun pelajaran 2016/2017 ini. Hal itu berdasarkan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2016 yakni
harus terpenuhinya rasio guru seperti rasio minimal jumlah siswa / peserta didik terhadap guru yang
termaktub dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana Perbandingan
Antara Jumlah Rombongan Belajar dengan Jumlah Sekolah pada Jenjang SMA/MA.

1 SMA/MA memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3 rombongan belajar, dan
maxsimum 27 rombongan belajar. Minimum 1 SMA/MA disediakan untuk satu kecamatan. Rasio siswa
per rombongan belajar SMA, perbandingan antara jumlah peserta didik dengan jumlah rombongan
belajar pada jenjang pendidikan SMA/MA, dan persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran jumlah
maxsimal peserta didik setiap rombongan belajar adalah 32.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1,
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan, sesuai dengan ketentuan
dalam peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,


menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.

Untuk itulah, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaraan, pelaksana proses
pembelajaran, serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiansi dan efektivitas
ketercapaian kompetensi lulusan.

Namun, secara jelas Kepala SMAN 1 Cibitung Madasar Susanto, M.Pd., mengatakan bahwa uraian di atas
menjadi harapan semua pihak yang bergelut dalam dunia pendidikan. tetapi ketika melihat perubahan
ini, walau sudah dua kali pergantian Menteri, selama ini baru di 4 standar saja yang dilakukan perubahan
di antaranya yaitu: Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Kelulusan, dan Standar Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan.

“Di sisi lain, apabila kita memandang secara utuh tentu seharusnya mengacu juga kepada 4 Standar
lain di antaranya: Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar
Penilaian Pendidikan. Sehinga, apabila pemerintah mendukung dari semua standar di atas tentu pihak
sekolah tidak kewalahan (dalam menghadapi setiap perkembangan-red),” jelas Madasar kepada
Bintang Save, Jumat (7/7) di ruang kerjanya.

Pendidikan menjadi hal yang sangat fundamental bagi kehidupan seseorang, menurutnya, dengan
pendidikan yang baik maka akan baik pula pola pikir dan sikap seseorang. Secara konsepsi, pendidikan
yang baik terbentuk dari pola dan sistem pendidikan yang baik juga. Pola dan sistem pendidikan yang
baik terwujud dengan kurikulum yang baik.

Kurikulum yang baru yaitu Kurikulum 2013 sudah diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia, dalam
penerapannya tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Dukungan yang utuh tentu mengacu kepada 8
Standar Nasional Pendidikan dengan seutuhnya, sehingga tetap menjadi perhatian dalam mendukung
untuk peningkatan mutu.

“Perkembangan kurikulum diharapkan dapat menjadi penentu masa depan anak bangsa. Oleh karena
itu, kurikulum yang baik akan sangat diharapkan dapat dilaksanakan di Indonesia sehingga akan
bermuara pada masa depan anak bangsa yang lebih cerah dan berimplikasi pada kemajuan bangsa dan
negara juga,” jelasnya.

Meskipun masih prematur, namun ada beberapa hal yang dirasakan oleh banyak kalangan terutama
yang langsung berhadapan dengan kurikulum itu sendiri. Menurutnya, masih terdapat beberapa hal
penting dari perubahan atau penyempurnaan kurikulum tersebut, yaitu keunggulan dan kekurangan
yang terdapat disana-sini.

PISA dan Dilema Kualitas Pendidikan Indonesia

Indonesia dengan hampir 45 juta siswa usia sekolah dari level TK sampai SMA (Kemendikbud, 2018) dari
ujung barat pulau Sumatera di Aceh sampai ujung timur di Papua, dari ujung selatan pulau Rote sampai
ujung utara pulau Talaud sungguh memiliki tantangan yang sangat besar untuk dinilai seberapa tinggi
kualitas pendidikannya. Apalagi jika ingin dibandingkan dengan dunia internasional, tentu lebih rumit
lagi.

Selain itu disparitas (perbedaan) struktur pengelola pendidikan di masing-masing daerah yang secara
otonomi memiliki peran yang kuat menambah rumit penilaian kualitas yang dimaksud. Namun berbagai
hambatan melakukan berbagai penilaian itu bukan berarti sama sekali meniadakan kesempatan tuk
menilai diri, setidaknya ada PISA atau Programme International Student Assessment.

PISA adalah survei internasional tiga tahunan yang diselenggarakan oleh The Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD) yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di
seluruh dunia dengan menguji keterampilan dan pengetahuan siswa berusia 15 tahun yang mendekati
akhir dari pendidikan wajib yang harus diselesaikannya.

Direktur Pendidikan OECD, Andreas Schleicher, sebagai lembaga yang mengadakan PISA dalam salah
satu paparannya mengatakan bahwa PISA lebih memperhatikan aspek kognitif serta keterampilan sosio-
emosional apa yang dibutuhkan kaum muda untuk menjadi sukses. "Alasan mengapa semakin banyak
negara tertarik adalah untuk mengambil bagian dalam PISA yaitu tentang apa yang seharusnya kita
ajarkan dan bagaimana kita dapat mengajarkannya dengan cara terbaik,".

Dijelaskan Andreas, PISA telah melihat lebih dari sekedar perubahan keanggotaan dalam beberapa
tahun terakhir. "Tes ini juga telah berkembang untuk mengukur serangkaian keterampilan dan
kompetensi yang lebih luas di luar standar literasi, matematika, dan sains. Tidak lupa juga ketika
membuat kurikulum harus berorientasi kepada pelajar dan apa yang mereka butuhkan,".
PISA menilai seberapa baik mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk situasi
kehidupan nyata. Lebih dari 90 negara telah berpartisipasi dalam penilaian yang dimulai sejak tahun
2000 ini. Setiap tiga tahun siswa diuji dalam mata pelajaran utama, yakni literasi, matematika dan sains.
Standar yang dikeluarkan oleh PISA menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pendidikan yang dipakai
oleh berbagai negara.

Dengan metode yang dirancang tersebut hipotesis bahwa PISA menjadi acuan untuk mengukur kualitas
pendidikan suatu Negara secara internasional mendapatkan legitimasinya dari sisi waktu yang sudah
diujicoba selama 19 tahun juga konten yang tidak hanya berisi tes kemampuan kognitif saja melainkan
juga keterampilan hidup di abad 21 saat ini.

Dilema Kualitas Pendidikan di Indonesia

Merunut tentang sejarah pendidikan di Indonesia tentu kita harus melihat dari zaman pra kemerdekaan,
dimana saat itu pendidikan direncanakan oleh penjajah Belanda sengaja bertujuan untuk membuat
negeri berikut penduduk yang dijajahnya terus abadi merasa terjajah.

Hal ini membuat sistem pendidikan berkasta-kasta dengan sekolah berkualitas tinggi standar Eropa
hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan sedikit untuk keluarga ningrat keraton yang berkongsi
serta mendukung Belanda di wilayahnya

Mendikbud Nadiem Beberkan Konsep Pengganti Ujian Nasional

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim
membeberkan konsep Asesmen Kompetensi Minimum yang menjadi pengganti Ujian Nasional (UN)
pada 2021.

Dia berkata konsep Asesmen Kompetensi Minimum fokus pada kemampuan bernalar menggunakan
bahasa (literasi) dan kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi). Menurutnya, dua
kompetensi dasar tersebut wajib dimiliki oleh setiap individu.

"Topiknya cuma dua. Satu, literasi yaitu kemampuan memahami konsep bacaan, bukan membaca.
Kedua, adalah numerasi yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan
konsep hitungan di dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," kata Nadiem dalam Rapat Kerja
dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (12/12).

Dia pun menyampaikan bahwa penilaian dalam Asesmen Kompetensi Minimum mengacu pada tolok
ukur yang termuat dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Menurut Nadiem, soal-soal dalam Asesmen Kompetensi Minimum akan melahirkan daya analisa
berdasarkan suatu informasi, bukan membuat siswa menghapal.
"Kita bekerja sama dengan organisasi yang membuat PISA, yaitu OECD (Organisation for Economic Co-
operation and Development) yang semuanya mengasesmen murni kompetensi bernalar," ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, Kemendikbud juga menggagas Survei Karakter untuk menilai penanaman dan
penerapan nilai-nilai Pancasila di lingkungan sekolah. Nadiem mencontohkan tentang nilai-nilai toleransi
dan kebebasan berpendapat.

Sebelumnya, Nadiem mengklarifikasi pemberitaan media yang menyebut dirinya menghapus UN. Ia
menyatakan bahwa UN tidak dihapus, hanya diganti.

"UN itu tidak dihapus. Mohon maaf, kata dihapus itu hanya headline di media agar diklik, karena itu
yang paling laku," kata Nadiem saat menjawab pertanyaan dari anggota Komisi X Rano Karno dalam
Rapat Kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (12/12).

Dia pun meminta agar media tak lagi menulis UN dihapus. Nadiem berkata bahwa UN akan diganti
menjadi Asesmen Kompetensi Minimum.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah mempersiapkan penggunaan AKSI


(Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) sebagai sistem penilaian untuk pemetaan kualitas pendidikan
pengganti Ujian Nasional (UN). Sistem asesmen baru ini digadang-gadang menggantikan UN yang kini
dinilai semakin rendah nilai kegunaannya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad
mengatakan, AKSI dirancang mirip dengan PISA (Programme for International Students Assessment).

“AKSI ini mirip PISA. AKSI akan diterapkan di Indonesia,” kata Hamid dilansir suaramerdeka.com.

Kasubag Hukum Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) Kemendikbud,
Any Sayeti, menjelaskan penerapan AKSI itu memang baru sebatas wacana. Akan tetapi untuk
realisasinya belum ke arah sana.

"Wacana tersebut muncul lantaran mutu pendidikan di Indonesia tergolong rendah. Hal itu berdasarkan
penilaian dari PISA,” jelasnya dilansir medcom.id.

PISA merupakan sistem penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga tahun sekali, untuk menguji
performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun. PISA diselenggarakan Organisasi untuk
Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD).

AKSI Gunakan HOTS


Menurut Any, tujuan studi ini untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh
dunia, supaya meningkatkan metode-metode pendidikan dan hasil-hasilnya. Menurutnya, AKSI juga
nantinya tidak membebani anak didik. Sebab, tidak mempengaruhi hasil belajar.

Sistem itu digunakan untuk Higher Order Thinking Skills (HOTS) anak didik dalam menghadapi tes PISA.
Soal yang digunakan juga tak berbeda jauh dengan PISA.

“Memang meningkatkan kompetensi siswa itu PR-nya ada di meningkatkan kompetensi guru. Kita
harus meningkatkan kompetensi guru dulu, baru siswanya meningkat. Tapi kalau siswanya pintar, guru
yang biasa pun bisa membuat siswanya berhasil,” ujar Any.

Any mengatakan, meningkatkan kualitas guru memang tak semudah membalikkan telapak tangan,
semua itu butuh proses. Karenanya, ada penerapan redistribusi guru lewat Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB), untuk pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan dasar dan menengah nasional.

Anda mungkin juga menyukai