Tokoh:
BABAK I
HAMPA : (masih menatap kosong). “Lalu siapa aku? Apakah aku begitu tak
bergunanya hingga aku sendiri lupa siapa aku.”
KANAN : (Menatap mata Hampa dalam-dalam, seolah-olah mencari tau apa
yang terjadi pada Hampa). “Kau lupa, Hampa? Kau adalah kau, dan
tak akan pernah menjadi orang lain.”
HAMPA : (Berjalan kedepan panggung). “Tapi tak kutemui itu dalam diriku,
Kanan. Yang kulihat hanya Kehampaan. Bahkan tak dapat kukenali
diriku lagi dalam hidupku. (Diam beberapa saat). Bagaiman kau dapat
mengatakan aku adalah aku.”
KANAN : “Hati dan Matamu yang mengatakan itu Kanan. Dua bagian hidupmu
itu tak pernah bisa berbohong padaku.”
HAMPA : (Tersenyum sinis). “Bagaimana kau bisa membaca hati dan mataku,
Kanan?”
HAMPA : “Aku tak akan lupa itu. Tapi…. Jangan pernah lupakan bahwa aku
hanya manusia biasa, Kanan. Aku ingin berguna untuk orang lain meski
jalan yang kulalui harus dengan menjadi orang lain, bukan diriku
sendiri!”
HAMPA : “Ya. Kau tau Kanan, saat aku harus terbang, aku akan terbang. Saat
Aku harus terbakar, aku akan terbakar dan turut dalam kobarannya.
Dan…”
KANAN : “Saat aku harus menjadi abu, aku rela karenamu. Itukah yang ingin kau
katakan, Hampa?”
HAMPA : (Tersenyum)
KANAN : (Berjalan mundur kearah luar panggung sambil berkata ). “Jaga aku
Hampa, Jaga Hatimu, karena hatimu adalah aku.”
BERANDAL 1 : “Pingin jadi orang yang baik buat siapa ? Abah dan Umi kamu
udah broke, tau kan brok ?? Keluarga ?? emang punya ?? pacar ?
(Sambil tertawa terbahak-bahak). Sudahlah.. jangan sok bijak,
daripada kau mikir daun kering mending join bareng kita !! Nih..
kita jamin kau bakal tenang, aman, nyaman, damai, sejahtera
Indonesia.”
BERANDAL 2 : “wihh….. Sudah kaya mie komplit ama bumbunya tiap seduh
Nyam… Nyam… Nyamm… nak coy.”
BERANDAL 2 : “Jangan kau usik kesenangan kami, Hampa. Cukup kau urus
hidupmu sendiri. Jangan berharap kau dapat kembali menjadi
daun yang hijau. Kau telah terjebak bersama kami.
Terombang ambing terbawa angin.
HAMPA : “Tak perlu aku menjadi daun yang hijau. Kau bahkan lupa,
daun keringpun masih berguna.”
HAMPA : “Kau benar. Kini aku hanya bisa diam. Membiarkan aku tetap
menjadi daun kering yang tak mampu berpaling, karena
berpalingpun aku sudah tak mampu.
BERANDAL 2 : “Sekali daun kering kau akan tetap menjadi daun kering,
Hampa.
BERANDAL 1 : “Aku tak akan kembali, untuk apa kita kembali ? kita seperti
ini bukan mau kita tapi ini takdir kita.” (berbicara dengan
emosi dan keadaan otak tak sadar dengan sepenuhnya )
HAMPA : “ Kau bilang takdir ?!! itu adalah takdir yang kau pilih sendiri
untuk hidupmu. Bukan salah orang-orang lain dan bukan pula
karena orang lain kau seperti ini. Kau tidak sadar yang telah
membuat keluargamu hancur adalah dirimu, kau menjadi
seorang anak permeuan yang liar bak burung yang keluar dari
sangkar. Kau membuat ayah dan ibumu saling menyalahkan
atas kelakuanmu, dana apa yang kau peroleh ? kebebasan ?
lihat !!!! Bahkan kau tak punya keluarga sekarang .( Hampa
berbicara sambal menarik baju berandal 1 ia merasa sudah
muak dan emosinya meluap, lalu ia berbicara ke wahyu ) dan
kau juga, tidakkah kau ingat bagaimana dan mengapa
papamu mati ? apa perlu kuceritakan kronologinya!! Ingat
Wahyu, beliau meninggal karena mengetahui anak
kesayangannya memakai narkoba dan bahlan melakukan
tindakan criminal. Kau salah jika kau berfikir papamu tak
peduli padamu. Bahkan diatasa sana papamu menangis darah
melihat kau tetap seperti ini.”
BERANDAL 2 : “Kemana kita akan berpijak setelah ini. Sementara suda terlalu
banyak luka yang tertoreh pada orang lain, taka da salahnya kita
kembali.”
BERANDAL 1 : “Mengapa kau menjadi seorang pecundang yang mudah
menyerah pada kata.” (Menarik bajunya Berandal 2)
BERANDAL 2 : “Aku bukan menyerah pada kata, tetapi hatiku mengatakan ini
harus berhenti.” (Menatap tajam Pada Berandal 1)
HAMPA : “Sudahlah. Tak usah berdebat tentang kata. Biar hati yang
berbicara. Setidaknya telah kuperingatkan bahwa dunia tidak
abadi. Perhatikan setiap langkah kaki, karena mungkin dunia
akan menjebakmu.”
BERANDAL 1 : “Aku bahkan tak peduli itu.” (ia pergi meninggalkan Hampa dan
Berandal 2)
BERANDAL 2 :” Kau tidak salah, Hampa. Kau telah melakukan yang benar
meski kau harus mengikuti arus yang bukan jalur
perjalananmu.”
BABAK 3
BABAK 4
HAMPA : “Hentikan! Berhasil atau tidak, aku akan kembali. Kau benar
Kanan. Jiwaku mungkin belum terlepas dari mereka. Jiwaku masih
dalam dusta. Tapi aku masih berharga. Aku berhasil membawa
salah satu dari mereka untuk kembali”.
KIRI : “Lihatlah dirimu, Hampa. Kau tidak bahagia. Kau lupa aku juga
hatimu.”
HAMPA : “Tidak Kiri! Aku tetap akan kembali. Aku yakin, waktu yang
akan membawa mereka kembali”.
KIRI : “Hampa!”
BERANDAL 2 : “Resti telah mati, Kau benar, Hampa. Dunia bisa menjebak
langkah kaki. Aku tak tahu apa yang kurasa kini. Di satu sisi
aku sedih teman kita Resti.. Resti.. Hampa.. Ia harus pergi
dengan beribu penyesalan bahkan didetik-detik terakhirnya ia
harus sendiri. Tapi disisi lain aku telah bersyukur kau telah
menyelamatkan hidupku.
SELESAI