Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN CHF

STASE KEPERAWATAN KMB

OLEH :
Abdul Basit
NIM : 2114901210137

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN CHF

I. Konsep penyakit
1.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan
pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2016).

1.2 Etiologi
1.2.1 menurut (Aspani, 2016) secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan
sebagai berikut :
1.2.1.1 Disfungsi miokard
1.2.1.2 Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
a. Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten
b. Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
c. Disaritmia
1.2.1.3 Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
1.2.1.4 Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
1.2.2 Menurut (Smeltzer, 2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
1.2.2.1 Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi misalnya kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .
1.2.2.2 Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung .
1.2.2.3 Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel
kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia
atrial maupun aritmia ventrikel.
1.2.2.4 Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menyebabkan beban tekanan (after load).
1.2.2.5 Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
1.3 Tanda dan Gejala
Menurut (Muttaqin, 2012), tanda dan gejala pada Congestive Heart Failure (CHF),
yaitu:
1.3.1 Ortopnea yaitu sesak saat berbaring
1.3.2 Dyspnea On Effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
1.3.3 Dyspnea Nokturnal Paroximal (DNP) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk
1.3.4 Edema sistemik
1.3.5 Batuk
1.3.6 Kelemahan fisik
Sedangkan menurut (Aspiani 2014) manifestsi klinis pada congestive heart failure
(CHF), yaitu:
1.3.7 Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Tanda
dan gejalanya :
1.3.7.1 Dyspne
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Sehingga dapat terjadi ortopnea, beberapa pasien dapat
mengalami ortopnea pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND).
1.3.7.2 Batuk
Terjadi akibat peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal).
1.3.7.3 Mudah Lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
dari hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas.
1.3.7.4 Insomnia
1.3.7.5 Edema ekstermitas
1.3.7.6 Anoreksia
Terjadi akibat pembesaran pembuluh darah vena di abdomen sehingga
membuat penderita Congestive Heart Failure (CHF) sering mual.
1.3.8 Gagal jantung kanan
Kongestif jaringan perifer dan viseral menonjol. Karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengkomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Tanda dan gejalanya :
1.3.8.1 Edema
Biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
1.3.8.2 Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena di abdomen
1.3.8.3 Distensi vena leher dan acites
1.3.8.4 Hepatomegali
Terjadi akibat adanya pembesaran pembuluh darah vena di hepar.

1.4 Patofisiologi
Menurut (Aspiani, 2016) Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokard yang khas
pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai
respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat :
1.4.1 Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik
1.4.2 Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone
1.4.3 Hipertrofi ventrikel
Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnnya curah jantung biasanya
tampak pada keadaan beraktifitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya curah jantung
sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatik kompensatorik.
Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari
saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal,
agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada
gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa:
1.4.4 Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
1.4.5 Pelepasan renin dari aparatus juksta glomerulus
1.4.6 Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I,
1.4.7 Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
1.4.8 Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
1.4.9 Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung, sarkomer yang dapat bertambah secara paralel atau serial. Respons
miokardium terhadap beban volume, seperti regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi
dan bertambahnya tebal dinding.

1.5 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan diagnostik pada Congestive Heart Failure (CHF), yaitu meliputi:
1.5.1 Elektrokardiogram (EKG)
Hipertrofi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis,iskemia, disaritmia,
takikardi dan fibrilasi atrial.
1.5.2 Uji stress
Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya.
1.5.3 Ekokardiografi
1.5.3.1 Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik
dan kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditayangkan
bersama EKG).
1.5.3.2 b. Ekokardiografi dua dimensi (CT-scan).
1.5.3.3 c. Ekokardiografi doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung).
1.5.4 Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup.
1.5.5 Radiografi dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
1.5.6 2.1.6.6 Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
1.5.7 2.1.6.7 Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
1.5.8 Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
1.5.9 Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
1.5.10 Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai
pencetus gagal jantung (Nurarif dan Kusuma, 2015)

1.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada klien Congestive Heart Failure (CHF), yaitu:
1.6.1 Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar merupakan manifestasi dari kegagalan jantung.
1.6.2 Asites
Bila proses hepatomegali ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh
portal meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres
pernapasan.
1.6.3 Edema paru
Pada gagal jantung kiri, darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri mengalami
hambatan, sehingga atrium kiri dilatasi dan hipertrofi. Aliran darah dari paru
ke atrium kiri terbendung. Akibatnya tekanan dalam vena pulmonalis, kapiler
paru dan arteri pulmonalis meninggi. Bendungan terjadi juga di paru yang akan
menyebabkan edema paru (Aspiani, 2014)
1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan gagal jantung terbagi menjadi terapi
farmakologis dan terapi non farmakologis.
1.7.1 Terapi farmakologis
1.7.1.1 Terapi digitalis
Terapi digitalis yang digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas
(inotropik), memperlambat frekuensi ventrikel, peningkatan efisiensi
jantung dan menyembuhkan edema pada ekstermitas.
1.7.1.2 Terapi diuretik
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.
Pengunaan harus hati-hati karena efek sampingnya hiponatremia dan
hipokalemia.
1.7.1.3 Terapi nitrat dan vasodilator
Penggunaan nitrat dapat memvasodilatasi perifer, jantung, pada
peningkatan curah jantung lanjut, penurunan pulmonary artery wedge
pressure (pengukuran yang menunjukanderajat kongesti vaskular
pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta penurunan konsumsi
oksigen miokard.
1.7.1.4 Inotropik positif
a. Dopamin
Pada dosis kecil (1-2μ/kg/menit), dopamin mendilatasi pembuluh
darah ginjal dan mesenterik, sehingga menghasilkan peningkatan
pengeluaran urine pada dosis 2-10μ/kg/menit. Dopamin
meningkatkan curah jantung melalui peningkatan kontraktilitas
jantung (efek-β) dan meningkatkan tekanan darah melalui
vasokontriksi (efek α-adrenergik).
b. Dobutamin
Pada dosis 2,5-20μ/kg/menit dobutamin adalah suatu obat
simpatometik yang dapat meningkatkan kontraksi miokardium dan
meningkatkan denyut jantung. Dobutamin merupakan indikasi
pada keadaan syok apabila ingin didapatkan perbaikan curah
jantung dan kemampuan kerja jantung.
1.7.2 Terapi non farmakologis
1.7.2.1 Diit rendah garam
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol dan mengurangi
edema.
1.7.2.2 Membatasi cairan
Mengurangi beban jantung dan menghindari kelebihan volume cairan
dalam tubuh.
1.7.2.3 Mengurangi berat badan
Merubah gaya hidup untuk mengurangi makan yang berkolesterol.
1.7.2.4 Menghindari alcohol
1.7.2.5 Mengurangi aktifitas fisik
Kelebihan aktifitas fisik dalam memperberat kerja jantung sehingga
perlu dibatasi (Aspiani, 2014).
1.8 Pathway

Sumber : Muttaqin, 2012


II.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1
2
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas klien
2.1.2 Keluhan Utama
2.1.2.1 Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2.1.2.2 Lelah, pusing
2.1.2.3 Nyeri dada
2.1.2.4 Edema ektremitas bawah
2.1.2.5 Urine menurun
2.1.2.6 Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
2.1.3 Riwayat penyakit
2.1.3.1 Riwayat penyakit sekarang
Perawat menentukan kapan gejala mulai timbul. Apakah gejala timbul,
perawat juga menanyakan tentang durasi gejala, perawat mencatatkan
informasi spesifik seperti: letak, intensitas dan kualitas gejala.
2.1.3.2 Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-
obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien.
2.1.3.3 Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi
2.1.3.4 Riwayat psikososial
Riwayat psikososial yang lengkap mewujudkan siapa sistem pendukung
klien, termasuk pasangan, anak-anak, anggota keluarga lain atau teman
dekat. Riwayat psikososial termasuk informasi tentang cara-cara yang
biasanya klien dan anggota keluarga gunakan untuk mengatasi stress.
Peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pengobatan.
2.1.4 Aktivitas/istirahat
adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit dada, dipsnea pada
saat istirahat atau saat beraktifitas.
2.1.5 Eliminasi
penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau konstipasi.
2.1.6 Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya
paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
2.1.7 Neuro sensori
Tanda dan gejala: Penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia,
nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
2.1.8 Pemeriksaan fisik
2.1.8.1 Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2.1.8.2 Tanda-tanda Vital :
a. Tekanan Darah
Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b. Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c. Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat /
aktivitas
d. Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
2.1.8.3 Head to toe examination :
a. Kepala : bentuk , kesimetrisan
b. Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c. Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d. Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e. Muka; ekspresi, pucat
f. Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g. Dada: gerakan dada, deformitas
h. Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i. Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, sebagai berikut.
2.2.1 Resiko penurunan curah jantung
Definisi :
Rentan kurang volume darah yang dipompa jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh, yang dapat mengganggu kesehatan.
Kondisi terkait :
- Perubahan afterload
- Perubahan kontraktilitas
- Perubahan frekuensi jantung
- Perubahan irama jantung
- Perubahan preload
- Perubahan volume sekuncup
2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
paru
Definisi :
Kelebihan atau kekurangan dalam oksigen dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler alveolar.
Batasan karakteristik :
- Gangguan penglihatan
- Penurunan CO2
- Takikardia
- Hiperkapnia
- Keletihan
- Somnolen
- Iritabilitas
- Hypoxia
- Kebingungan
- Dyspnoe
- Sianosis
- Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
- Hipoksemia
- Sakit kepala ketika bangun
- Frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
Faktor yang berhubungan :
- Ketidakseimbangan perfusi jaringan ventilasi
- Perubahan membran kapiler-alveolar

2.3 Intervensi keperawatan


Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
Resiko penurunan 1. Cardiac pump Cardiac Care
curah jantung effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri
2. Circulation status dada (skala, intensitas,
3. Vital sign status lokasi, durasi)
Setelah dilakukan tindakan 2. Catat adanya tanda dan
keperawatan gejala penurunan kardiak
diharapkan curah jantung output
kembali efektif dengan 3. Monitor status pernapasan
kriteria hasil: yang menandakan gagal
1. Tanda-tanda vital dalam jantung
rentang normal (TD 120- 4.
80 mmHg, nadi 60-100 Monitor balance cairan
x/menit, RR 16-20 5. Monitor adanya perubahan
x/menit, suhu 36,5-37,5 tekanan darah
C) Vi tal sign Monitor
2. Tidak ada edema paru, 1. Monitor vital sign
perifer dan tidak ada 2. Catat adanya fluktuasi
asites tekanan darah
Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
3. Tidak ada penurunan 3. Monitor kualitas nadi
kesadaran 4. Monitor bunyi jantung
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
Gangguan 1. Respiratory status: Ai rway Management
pertukaran gas ventilation 1. Posisikan pasien untuk
berhubungan 2. Respiratory status: airway memaksimalkan ventilasi
dengan patency 2. Auskultasi suara napas,
peningkatan 3. Vital sign status catat adanya suara napas
tekanan kapiler Setelah dilakukan tindakan tambahan
paru keperawatan diharapkan pola 3. Berikan bronkodilator
napas klien kembali efektif bila perlu
dengan kriteria hasil: 4. Atur intake cairan
1. Menunjukkan jalan napas untuk mengoptimalkan
yang paten keseimbangan
2. Mendemonstrasikan batuk 5. Monitor respirasi dan
efektif dan suara status O2
napas yang bersih Oxygen therapy
(vesikuler), tidak ada 1. Kaji fungsi pernapasan,
sianosis dan dyspneu catat klien, sianosis dan
3. Tanda-tanda vital dalam perubahan
rentang normal (TD tanda vital
120-80 mmHg, nadi 60-100 2. Berikan posisi semi
x/menit, RR 16- fowler
20 x/menit, suhu 36,5-37,5 3. Berikan terapi oksigen
C) sesuai dosis
4. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5. Kolaborasi dalam
Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
tindakan torakosintesis

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan


Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.
Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan Edisi kelima. Singapore: Elsevier Icn.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan keperawatan klien dengan Gangguan Kardiovarkular. Jakarta:
Salemba Medika
NANDA. (2021). Buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2021-2023. Jakarta:
EGC.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
Ongkowijaya, J., & Wantania, F. E. (2016). Hubungan Hiperurisemia Dengan Kardiomegali
Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. 4, 0–5.
Smeltzer,S. C., Bare, B. G.,2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Brunner &
suddarth. Vol.2.E/8”. Jakarta : EGC.

Banjarmasin, 23 Juni 2022


Preseptor akademik, Preseptor klinik,
Solikin,Ns.,M.Kep.,SP.Kep.,MB Roesmanita, S.Kep.,Ns

Anda mungkin juga menyukai