Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO BUNUH DIRI

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep., Sp.Kep.J

DISUSUN OLEH :

Yessi Grasella Simanjuntak (190204067)

Tiur Theresia Sitorus (190204010)

Nova Andriani (190204038)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula saya juga mengucapkan terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah membantu saya untuk mengerjakan makalah ini. Dan harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pegalaman bagi para pembaca,
untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

September, 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Gagasan
bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami gangguan mental saat
mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami penyakit fisik.

Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap tahun, dan
jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari ini.Organisasi
Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri terjadi kira-kira setiap
tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang meninggal karena bunuh diri.Penyebab
bunuh diri merupakan hal yang kompleks.Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh
diri ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor- faktor
ini termasuk adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh
diri dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun, dan adanya perpisahan atau
perceraian.

Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler dan
kawan – kawan (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar 2,8% - 3,3% dari
populasi umum, dan Weissman dkk, melaporkan. antara 2 dan 18% pada sembilan negara.

Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar terjadinya bunuh
diri. Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh diri menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil terjadi bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis psikiatri yaitu sekitar 5%
hingga 7%.Dari laporan studi klinis menunjukkan sebesar 78 – 89 % pasien gangguan
depresif mayor berat memiliki keinginan dan percobaan bunuh diri.Dan adanya data yang
menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya tidak
melakukan percobaan bunuh diri dan setidaknya ada satu studi tentang percobaan bunuh diri
yang menemukan sekitar 10% akhirnya mati dengan bunuh diri. Dengan demikian gagasan
dan perencanaan bunuh diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan percobaan
bunuh diri.

Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di rumah sakit
pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%.
Pada penelitian yang dilakukan Beck, dan kawan - kawan terhadap 207 pasien rawat
inap yang memiliki gagasan bunuh diri 7 % selama periode 5 - 10 tahun, terdapat 14 pasien
yang melakukan bunuh diri. Beck mengamati secara klinis bahwa ketika pasien depresi yakin
tidak ada solusi untuk masalah kehidupan yang serius, mereka memandang bunuh diri
sebagai jalan keluar dari situasi yang tak tertahankan.Menurut formulasi Beck's, putus asa
merupakan karakteristik inti dari depresi dan berfungsi sebagai penghubung antara depresi
dan bunuh diri.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui pengertian bunuh diri
2. Dapat mengetahui Penyebab bunuh diri
3. Dapat mengetahui Motif bunuh diri
4. Dapat mengetahui Asuhan keperawatan secara umum bunuh diri

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah dapat memberikan informasi dan pemahaman
tentang bunuh diri.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Bunuh Diri


2.1.1 Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri hidupnya sendiri
dalam waktu singkat.(Attempt suicide, 1991).

Menurut Budi Anna Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive.
Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.

Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah akan menimbulkan kematian.(Stuart & Sundeen,
1995)

Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi tiga kategori:

1. Ancaman bunuh diri – peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara
verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mingkin juga
mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya,
dan sebagainya. Pesan- pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa
kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.
Kurangnya respons positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri – semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri – mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.1.2 Tingkah Laku Bunuh Diri
a. Rentang Menghargai-Merusak Diri

Rentang sehat sakit dapat dipakai untuk mengabarkan respon adaptif sampai respon
maladaptif pada bunuh diri.

Respon adaptif Respon maladapif

:: :: ::

Menghargai diri Berani mengambil Merusak diri sendiri Bunuhdiri

risiko dalam secara tidak langsung

mengembangkan diri

Gambar : Rentang menghargai-merusak diri (Stuart dan Sundeen, 1987) hlm. 484)

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor. Respon individu
terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta tingkat stress yang
dialami. Individu yang sehat senantiasa berespon secara adaptif dan jika gagal ia berespon
secara maladaptif dengan menggunakan koping bunuh diri. (Budi Anna Keliat, 1991:2-3)

b. Rentang Harapan-Putus Harapan

Beck, Rawlins dan Willliam(1984, hlm:499) mengemukakan bahwa individu berharapan.


Rentang arapan-putus harapan merupaan rentang adaptif-maladaptif.

Respon adaptif Respon maladapif

Harapan: Putus Asa :


*Yakin *Tidak berdaya
*Percaya *Putus asa
*Inspirasi *Apatis
*Tetap Hati *Gagal dan Kehilangan
*Ragu-ragu
*Sedih
*Depesi
*Bunuh diri
Gambar : Rentan harapan-putus harapan. (Beck, dkk.,1984, hlm:499)
Individu putus harapan menunjukkan perilaku seperti diatas, berikut ini penjelasannya :
a) Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan
masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa mampu, seolah-olah koping
yang biasa bermanfaat sudah tidak berguna lagi Harga diri rendah, apatis dan tidak
mampu mengembangkan koping yang baruserta yakin tidak ada yang membantu
b) Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita – citanya tidak tercapai. Demikian
pula jika individu kehilangan sesuatu yang dimilikinya misalya kehilangan pekerjaan
atau kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan merasa gagal, kecewa, rendah
diri yang semua akan berakhir pada perilaku bunuh diri
c) Depresi. Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Bnyak teori yang menjelaskan tentang depresi dan semua
sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh diri. Individu berpikir
tentang bunuh diripada waktu depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk
melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan
depresi.
d) Bunuh diri. Ini adaah tindakan agresif yang langsung terhadap iri sendiri untuk
mengakiri kehidupan, Keadaan ini didahului oleh respons maladadtif yang telah
disebutkan sebelumnya. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari
indiviu untuk memecahkan masalah yang dihadapai. (Budi Anna Keliat, 1991:3-4)

2.1.3 Faktor Penyebab Bunuh Diri Penyebab bunuh diri pada anak:
 Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
 Situasi keluarga yg kacau
 Perasaan tdk disayang atau selalu dikritik
 Gagal sekolah
 Takut atau dihina disekolah
 Kehilangan org yg dcintai
 Dihukum org lain
(Hafen & Frandsen 1985, dikutip oleh Cook & Fontaine, 1987, hlm.518)
Penyebab bunuh diri pada remaja:
 Hubungan interpersonal yg tdk bermakna
 Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
 Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
 Perasaan tdk dimengerti org lain
 Kehilangan org yg dicintai
 Keadaan fisik
 Masalah dgn org tua
 Masalah seksual
 Depresi
(Hafen & Frandsen 1985, dikutip oleh Cook & Fontaine, 1987, hlm.518)

Penyebab bunuh diri pada mahasiswa:


 Self ideal terlalu tinggi
 Cemas akan tugas akademik yg banyak
 Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua
 Kompetisi untuk sukses
(Hendlin 1982, dikutip oleh Cool & Fontaine,1987,hlm.518)

Penyebab bunuh diri pada lansia:


 Perubahan status dari mandiri ketergantung
 Penyakit yg menurunkan kemampuan fungsi
 Perasaan tdk berarti dimasyarakat
 Kesepian & isolasi sosial
 Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
 Sumber hidup berkurang
(Hendlin 1982, dikutip oleh Cool & Fontaine,1987,hlm.518)
2.1.4 Faktor Resiko Bunuh Diri
 Kegagalan untuk adaptasi, tidak dapat menghadapi stress
 Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal / gagal
melakukan hubungan yang berarti
 Perasaan marah / bermusuhan. (dapat merupakan hukuman diri sendiri)
 Cara untuk mengakhiri keputusan
 Tangisan minta tolong
Tabel faktor risiko tingkah laku bunuh diri
(Stuart dan Sundeen, 1987, hal 488)
Faktor Risiko tinggi Risiko tinggi
Umur 45 tahun dan remaja 25-45 tahun dan <12
tahun
Jenis Laki-laki Perempuan
Status kawin Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerjaan kasar
Pengangguran Pekerja Pekerjaan
Penyakit fisik Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan metal Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
Pemakaian obat dan Ketergantungan Tidak
akohol

2.1.5 Faktor Predisposisi Bunuh Diri


Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a) Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan
zat, dan skizofrenia.
b) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c) Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang
dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting
untuk prilaku destruktif.
e) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Bunuh Diri


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik, rencana yang spesifik.

Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menetukan tingkat
risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa pendapat dan petunjuk yang dapat
dipilih oleh perawat, sebagai berikut:

Pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan Rink (1977, dikutip oleh
Shiver, 1986) pada table berikut:

Intensitas Risiko
Perilaku atau gejala
No Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi-menarik diri Perasaan depresi yang Perasaan tidak Tidak berdaya,
samar, tidak menarik berdaya, putus asa, putus asa,
diri menarik diri menarik diri,
protes pada diri
sendiri
4. Fungsi sehari-hari Umumnya baik pada Baik pada beberapa Tidak baik pada
semua aktifitas aktifitas semua aktifitas
5. Sumber-sumber Beberapa Sedikit Kurang
6. Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar
konstruktif konstruktif destruktif
7. Orang penting/dekat Beberapa Sedikit atau hanya Tidak ada
satu
8. Pelayanan psikiatriyang Tidak, sikap positif Ya, umumnya Bersikap negative
lalu memuaskan terhadap
pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil tak Tidak stabil
stabil)
10. Pemakai alcohol dan Tidak sering Sering Terus-menerus
Obat
11. Percobaan bunuh diri Tidak, atau yang tidak Dari tidan sampai Dari tidak
sebelumnya fatal dengan cara yang sampai berbagai
agak fatal cara yang fatal
12. Disorientasi dan Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
Disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14. Rencana bunuh diri Samar, kadang- Sering dipikirkan Sering dan
kadang ada pikiran, kadang-kadang ada Konstan
tidak ada ide untuk dipikirkan dengan
merencanakan rencana
yang spesifik

Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hal 496-497) yang
mengkaji 10 fakor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai akhir akan menentukan tingkat
potensialitas dari bunuh diri tersebut.

Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977, dikutip oleh
Shivers, 1988 hal 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion
Rating Scale), dengan skor 0-4,

yaitu :

Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang

Skor 1 : ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri

Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri

Skor 3 : mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri atau saya akan bunuh
diri”

Skor 4 : aktif mencoba bunuh diri.


Dari ketiga pengkajian di atas, perawat mengidentifikasi klien yang termasuk
kedaruratan adalah klien resiko tinggi dengan skor yang tinggi, tingkat yang lain juga
mempunyai resiko. Skor nol dan intensitas rendah tidak mempunyai resiko bunuh diri saat
ini.

2.2.2 Perencanaan
Perencanaan meliputi penentuan diagnosis keperawatan, tujuan dan intervensi
keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan pada keadaan gawat darurat
adalah sebagai berikut:

1) Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi
2) Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani stress,
persaan bersalah.
3) Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai
pemecahan masalah
4) Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba (di
rumah, komuniti)
5) Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
6) Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan
(sekolah, hubungan interpersonal).

Tujuan utama asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri pada keadaan darurat
adalah melindungi keselamatan klien atau mencegah terjadinya bunuh diri dan membantu
klien mengganti koping yang destruktif dengan koping yang konstruktif.

2.2.3 Intervensi
a. Intervensi secara umum:
Stuart dan Sundeen (1987) mengidentifikasi intervensi utama pada klien tingkah laku
bunuh diri sebagai berikut:
1. Melindungi. Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien
melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi, serta
semua tindakan dijelaskan pada klien. Pengawasan satu-satu selam 24 jam
harus dlakukan pada klien yang resiko tinggi melakukan bunuh diri. Krisis
intervensi merupakan tindakan yang tepat. Kecenderungan bunuh diri yang
ada di masyarakat memerlukan bantuan yang segera dari “klinik krisis” atau
tenaga sukarela yang membantu klien melalui telepon (hot line). Hot line
biasanya tersedia 24 jam, melayani setiap orang, tidak perlu perjanjian dan
bayaran, dan memberi bantuan dengan segera.
2. Meningkatkan harga diri. Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri
yang rendah. Dengan menyediakan waktu dan diri bagi klien membuktikan
bahwa klien penting. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan
negative, berikan pujian pada hal yang positif. Bersama klien identifikasi
sumber kepuasaan dan rencana aktivitas yang memungkinkan akan
keberhasilan.
3. Menguatkan koping konstruktif atau sehat. Perawat perlu mengkaji koping
yang sering dipakai klien. Berikan pujian dan penguatan untuk koping yang
konstruktif. Untuk koping yang destruktif pelu dimodifikasi atau diganti
dengan koping baru yang sehat, misalnya klien yang selalu menekan perasaan
marah dapat dibimbing untuk mengikuti latihan asertif (mengekspresikan
marah secara efektif dan konstrktif).
4. Menggali perasaan. Perawat membantu klien untuk mengenal perasaannya.
Bersama mencari factor predisposisi atau partisipasi yang mempengaruhi
perilaku klien. Dengan mengenal perasaan dan penyebab perilakunya, maka
klien dapat mengubahnya di masa yang akan dating.
5. Menggerakkan dukungan social. Biasanya klien yang mempunyai
kecenderungan bunuh diri tidak atau kurang dukungan social. Untuk itu,
perawat mempunyai peran menggerakkan system social klien. Keluarga,
teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat dapat membantu
mengontrol perilaku klien. Keluarga dan klien memerlukan bantuan dalam
meningkatkan pola dan kualitas komunikasi.

b. Intervensi per diagnose:


1. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-
tiba (di rumah, di masyarakat)
Tujuan jangka panjang: Klien tidak melukai/membunuh diri.
Tujuan jangka pendek:
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien berperan serta dalam mengontrol perilaku
Intervensi:

1. Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ke tempat yang aman


2. Mendapatkan orang yang dapat segera membawa klien ke rumah sakit untuk
pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat.
3. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, gelas, silet, tali
pinggang)
4. Cek keberadaan klien setiap 10-15 menit dengan observasi yang tidak teratur
5. Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan melindungi sampai tidak
ada keinginan bunuh diri
6. Yakini bahwa klien menelan obatnya

2. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidak- mampuan


menangani stress dan perasaan bersalah
Tujuan jangka panjang : Klien dapat mengontrol tingkah laku bunuh diri
Tujuan jangka pendek :

Klien terlindungi dari merusak diri sendiri

1) Klien dapat mengungkapkan dan menerima perasaannya


2) Klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping yang sehat

Intervensi:

1. Tentukan tingkat intensitas bunuh diri klien:


a. Menggali percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Mengidentifikasi ide, pikiran, rencana bunuh diri
2. Lakukan tindakan perlindungan (pencegahan) bunuh diri:
a. Ciptakan lingkungan yang aman
b. Observasi perilaku klien
c. Pertahankan supervise melekat
3. Terangkan semua tindakan pada klien
4. Lakukan kontrak tentang penanganan bunuh diri dengan klien dan lokasi staf jika
ide, pikiran dan atau rencana bunuh dri muncul
5. Lakukan pendekatan individual (perseorangan) untuk mendorong klien
menyadari, mengungkapkan dan menerima perasaannya
6. Kuatkan koping sehat
7. Gali dan kembangkan koping yang baru
8. Diskusikan alternative pemecahan selain bunuh diri

3. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi
Tujuan jangka panjang:
1) Klien dapat mengembangkan konsep diri yang realistic dan positif
2) Klien dapat membina hubungan yang berarti (keluarga atau teman)

Tujuan jangka pendek:

1) Terlindung dari merusak diri sampai klien bertanggung jawab atas dirinya
2) Mengekspresikan marah dengan konstruktif
3) Memenuhi kebutuhan fisik
4) Berperan serta dalam aktifitas

Intervensi:

1. Beritahu tindakan ketat yang dilakukan


2. Dorong klien untuk berpartisipasi mengevaluasi tingkat control yang diperlukan
3. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah
4. Sertakan klien dalam kelompok asertif
5. Terima perasaan marah klien
6. Diskusikan cara mengungkapkan marah yang sehat
7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari:
a. Kebersihan dan penampilan diri
b. Makan yang cukup (3 kali sehari)
c. Tidur yang cukup (tanpa terbangun)
d. Hubungan social yang intim
e. Peran serta aktifitas di bangsal
4. Diagnosis : Koping yang efektif sehubungan dengan keinginan bu- nuh diri sebagi
pemecahan masalah.
Tujuan jangka panjang: Klien menggunakan koping konstruktif dalam pemecahan
masalah
Tujuan jangka pendek :
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2) Klien belajar pendekatan pemechan maslah
3) Klien menggunakan koping yang konstruktif

Intervensi :

1. Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua pembicaraan tentang
bunuh diri
2. Jangan bicara diluar bunuh diri
3. Pakai pendekatan pemecahan masalah untuk memecahkan keinginan bunuh diri :
a. Dorong klien meneliti alas an untuk hidup dan untuk mati.
b. Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapainya
c. Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak alternative
d. Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri.
e. Diskusikan kemungkinan hasil dari alternative lain
4. Kuatkan koping klien yang sehat :
a. Bantu klien mengenali koping yang maladaptive
b. Identifikasi alternative koping yang lain.
c. Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang sehat

5. Diagnose : Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
Tujuan angka panjang: Mempertahankan hubungan social dengan orang lain
Tujuan jangka pendek:
1) Membina hubungan dengan perawat dan klien di bangsal
2) Menerima dukungan dari keluarga dan system social yang lain di masyarakat

Intervensi:

1. Memperlihatkan penerimaan, minat dan perhatian


2. Beri kesempatan pada klien untuk kontak dengan orang lain (staf, klien, lain) untuk
waktu yang singkat
3. Kaji respon klien klien pada hubungan individu dan tingkatkan peran serta dalam
aktifitas kelompok
4. Kaji system pendukung yang tersedia
a. Bantu orang yang dekat berkomunikasi dengan klien
b. Tingkatkan hubungan yang sehat dalam keluarga
c. Lakukan rujukan pada sumber di masyarakat

6. Diagnose : Gangguan konsep diri : perasaan tidak berharga sehu- bungan dengan
kegagalan
Tujuan jangka panjang: Klien dapat menerima dirinya dan mem- punyai harga diri
Tujuan jangka pendek:
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2) Klien dapat mengidentifikasi hal positif dari dirinya
3) klien dapat mendemonstrasikan kemampuannya

Intervensi:

1. Terima klien seadanya


2. Perlihatkan sikap yang memperhatikan
3. Dorong untuk mengungkapkan perasaan
4. Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki (pekerjaan, keluarga, hasil yang
dicapai)
5. Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disuaki dan dapat ia lakukan
6. Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku yang negative
2.2.4 Evaluasi
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan yang teliti tentang
tingkah laku klien setiap hari.Perubahan dapat segera terjadi yang memerlukan modofikasi
perencanaan. Peran serta klien pada perencanaan, evaluasi dan modifikasi rencana sangat
membantu pencapaian tujuan asuhan keperawatan.

Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi diri sendiri.Melalui intervensi


yang aktif dan efektif diharapkan klien dapat mengembangkan alternative pemecahan masalh
bunuh diri.

2.3 Contoh Kasus


Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo.
Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami
masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK), termasuk salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk,
sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi
kepada istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri.

2.3.1 Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,
ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri


Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat tinggi.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri

1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara
dapat melakukan tindakan berikut :

1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri.

SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini,
saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”

KERJA

“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa
paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak
berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah
B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap bahwa B mati? Apakah B
pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang B
rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah,
tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri
hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-
benda yang membahayakan B.”

“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”

“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan ini dan
juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya? Katakan pada
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.

“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”

“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”

“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”


(jangan meninggalkan pasien)

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien.
3) Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba


bunuh diri.

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu dirumah
sakit ini”.

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat dan
tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya
Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.

KERJA

“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi B
yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B terus-
menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti
ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”

“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang
tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal
positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak
bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”

“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B, sampai
keinginan bunuh dirinya hilang.”

B. Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah

1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri

a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
b. Tindakan keperawatan:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
 Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
 Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif.
 Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
 Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
 Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah.
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O..
jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri?
Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA

“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk


mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan B.”

“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”

“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka
untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan
teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah
kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih
ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau
sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan cara
meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
a) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul
pada pasien.
b) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umunya muncul pada pasien
beresiko bunuh diri.
2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
 Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang
mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau
jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah.
 Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari
barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan
bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya zat yang
berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.
 Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila
tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk
bunuh diri.
c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.

3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
b. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis.
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur
untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5
benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunaannya, dan benar waktu penggunaannya.

SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota


keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”

“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi
dari bunuh diri.”

“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu
punya waktu untuk diskusi?”

KERJA

“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”

“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri.
Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan
misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.” Apakah B pernah
mengatakannya?”

“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B ditingkatkan,
jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau
menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk
bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan
untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan
juga kebaikan-kebaikan B.”

“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”

“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan
orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,
Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”

TERMINASI

“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara
merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”

“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera
hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara
meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”

“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”

“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”

“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”

“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”

KERJA

“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”

“Bagus, betul begitu caranya”

“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”


“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya
sesuai jadual?”

“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”

“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”

(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”

“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk B”

“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”

“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”

“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri


kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang rasa
syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”

KERJA

“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau
B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang
bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik
yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selam ini?.”
“Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
TERMINASI

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan
B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi
hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita bahas tentang cara
mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-
perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh
diri

ORIENTASI

“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual B selama dirumah.”

“Berapa lama kita bisa diskusi?”

“Baik mari kita diskusikan.”

KERJA

“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya.”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B selama
di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan
tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera hubungi
Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini
nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan membantu
memantau perkembangan B”
TERMINASI

“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”

“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di
rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”
BAB III

KESIMPULAN

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh diri merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Tingkah laku bunuh diri ada 2, yaitu rentang harapan-putus harapan dan rentang
menghargai-merusak diri.

Faktor penyebab terjadinya bunuh diri tergantung dengan tingkatan perkembangan


pada anak, remaja, mahasiswa, dan lanjut usia.

Beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan pada keadaan gawat darurat adalah


sebagai berikut:

1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan
depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan
menangani stress, persaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri
sebagai pemecahan masalah
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-
tiba (di rumah, komuniti)
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan
kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).

Tujuan utama asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri pada keadaan darurat
adalah melindungi keselamatan klien atau mencegah terjadinya bunuh diri dan membantu
klien mengganti koping yang destruktif dengan koping yang konstruktif.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna.1991. Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta: Arcan

Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC
Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan Jiwa: pendekatan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan, BLU Rumah Sakit Dr H. Marzoeki Mahdi, Bogor, Mei 20009.

Anda mungkin juga menyukai