DOSEN PENGAMPU :
RABIYATUL ADAWIYAH ST., MT
DISUSUN OLEH :
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................5
1.1.1 Pancasila pada Era kemerdekaan...............................................................................6
2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)..................................8
3. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)......................................................9
4. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).............................................................................9
5. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)...............................................10
BAB II PENUTUP...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Penyampaian pidato “Lahirnya Pancasila” pada sidang Dokuritsu Junbi Cosakai..................
Gambar 1. 1. Pemberontakan PKI di Madiun...........................................................................................
Gambar 1. 2. Pemberontakan DI/TII.........................................................................................................
Gambar 1. 3. Pemberontakan RMS di Ambon, Buru, dan Seram.............................................................
Gambar 1. 4. Pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi................................................
Gambar 1. 5. Pemberontakan APRA.........................................................................................................
3
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat dan karunia-Nya berupa iman, dan ilmu serta bimbingann-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pada Era Kemerdekaan dan Era Reformasi”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila. Kami berharap, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
mengenai sejarah pancasila yang merupakan perihal penting yang patut kita kaji sebagai
warga negara indonesia yang taat akan hukum.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu dosen Rabiyatul Adawiyah, ST.,MT yang telah memberikan ilmunya, bimbingan dan
kesabarannya hingga akhirnya makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
2. Semua staf dan pegawai perpustakaan SMKN 4 Banjarmasin dan di Kampus Uniska Adhyaksa
yang banyak memberikan referensi buku sehingga kami mudah menyusun makalah.
Tentunya makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
kami berharap, makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan dan rekan-rekan mahasiswa
lainnya.
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1 Juni 1945 adalah tanggal lahirnya Pancasila dari pidato Ir.Soekarno di hadapan para
anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang
diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersamaan dengan batang tubuh
UUD 1945. Dalam kenyataannya, secara objektif Pancasila telah dimiliki oleh Bangsa
Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Oleh karena itu, Presiden
Republik Indonesia pertama, yaitu Presiden Soekarno pernah mengatakan “Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah”. Dari perkataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai
fungsi yang beragam bagi kehidupan. Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan
berkembang bersama Bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa
yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa pada masa lampau berhubungan dengan
kejadian pada masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Dari
sejarah, kita bisa berkaca dan belajar tentang proses berdirinya bangsa ini dan dari hasil yang
kita pelajari tersebut dapat dijadikan acuan untuk menjadikan Bangsa Indonesia yang lebih
baik dari sebelumnya.
Dasar negara sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa dasar negara, negara akan
goyah, tidak mempunyai tujuan yang jelas dan tidak tahu apa yang ingin dicapai setelah
negara tersebut didirikan. Sebaliknya dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan
terombang ambing dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dapat datang darimana
saja.
5
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksaan dalam permusyawaratan
perwakilan; dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 ini resmi ditetapkan sebagai dasar
Negara Indonesia dan masih terus digunakan hingga saat ini. Penerapannya berbeda sesuai
dengan masa yang ada. Di setiap masa, Pancasila mengalami perkembangan terutama dalam
mengartikan Pancasila itu sendiri. Dalam masa-masa tersebut, terdapat banyak hal yang
belum relevan dalam penerapan nilai-nilai luhur Pancasila. Banyak penyimpangan yang
terjadi. Oleh karena itu, menarik rasanya untuk dibahas mengenai sejarah perjalanan
Pancasila pada Era kemerdekaan dan Pancasila pada Era reformasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pancasila ?
2. Bagaimana Pancasila Pada Masa Era Kemerdekaan ?
3. Baagaimana Pancasila Pada Masa Era Reformasi ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang sejarah dari Pancasila
2. Menjelaskan Pancasila pada Masa Era Kemerdekaan
3. Menjelaskan Pancasila pada Masa Era Reformasi
6
BAB II
PEMBAHASAN
Tanggal 1 Juni dipilih sebagai Hari Lahir Pancasila karena merujuk pada momen
sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPKI).
Dalam sidang BPUPKI, Bapak Proklamator Ir. Soekarno menyampaikan pidato bertajuk
“Lahirnya Pancasila” tentang gagasannya mengenai konsep awal Pancasila yang menjadi
dasar negara Indonesia.
7
Gambar 1 Penyampaian pidato “Lahirnya Pancasila” pada sidang Dokuritsu Junbi Cosakai
(kompas.com)
Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia baru disahkan sehari setelah
proklamasi Indonesia, tepatnya pada 18 Agustus 1945 saat pelaksanaan sidang pertama PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Rumusan tersebut terdapat pada alinea keempat
UUD 1945. Sejak saat itu, Pancasila menjadi dasar negara Indonesia untuk mengatur
kehidupan berbangsan dan bernegara.
penerapan Pancasila pada masa awal kemerdekaan berlangsung sejak tahun 1945
hingga tahun 1959. Pada masa ini juga, seluruh rakyat Indonesia bertekad untuk melepaskan
diri dari segala bentuk penjajahan dan menjadi bangsa yang mandiri.
Namun pada awal kemerdekaan, penerapan Pancasila sebagai dasar negara yang
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tidak serta berjalan mulus.
Berbagai permasalahan kerap terjadi dan harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam
menerapkan Pancasila.
8
Setidaknya ada lima upaya yang dilakukan untuk mengganti Pancasila yang berhasil
digagalkan, yakni:
1. Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia)
2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
9
Kemudian pada 7 Agustus 1949, terjadi pemberontakan DI/TII yang dilakukan
untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at islam, bahkan sempat
didirikan Negara Islam Indonesia (NII) atau Darul Islam.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Sekarmaji Marjian Kartosuwiryo, seorang politisi Muslim.
Upaya menumpas pemberontakan ini memakan waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo dan
para pengikutnya baru berhasil ditangkap pada 4 Juni 1962.
Tujuan dari pemberontakan RMS yaitu untuk membentuk negara sendiri yang didirikan pada
25 April 1950, yang meliputi pulau-pulau seperti Ambon, Buru, dan Seram. Pada tahun yang
10
sama, tepatnya di bulan November, pemberontakan yang dipimpin oleh Christian Robert
Steven Soumokil ini dapat dikalahkan oleh tentara Indonesia. Namun, pemberontakan di
pulau Seram masih berlanjut hingga Desember 1963.
4. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta)
Pemberontakan yang dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual pada
1957-1958 ini terjadi di Sumatera dan Sulawesi.
11
Gambar 1.4 Pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi (kuyou.id)
APRA adalah milisi yang didirikan oleh Kapten KNIL Raymond Westerling pada 15
Januari 1949, ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara
federal di Indonesia dan memiliki tentara sendiri bagi negara-negara RIS.
Pemberontakan APRA terjadi pada 23 Januari 1950 di Bandung dan berhasil menguasai
markas Staf Divisi Siliwangi. Bahkan pemberontakan ini hampir menyerang sampai Jakarta.
12
Gambar 1.5 Pemberontakan APRA (kuyou.id)
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu
taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat
dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang menjamin bangsa Indonesia dan
tumpahan darah negara Indonesia …..” yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka
terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan
yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta,
walaupun saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara
13
bagian RIS saja.
Pada suatu ketika suatu negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
Walaupun UUDS 1950 telah tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila
dan UUD 1945, namun sebenarnya merupakan hal yang ditujukan kepada Pemerintah yang
berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap
Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Sistem multi partai dan kabinet parlementer berakibat silih bergantinya kabinet
yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berdampak pada Pemerintah
yang menyusun program tidak mampu mengalirkan dinamika masyarakat ke arah
pembangunan, bahkan menimbulkan – gangguan, penyelewengan – gangguan –
gangguan dalam masyarakat.
2. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati
perumusan autentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Deklarasi
Kemerdekaan bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara
juga terjadi penyimpangan. Namun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak diterapkan. Hal inilah yang
mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia (2021) yang ditulis oleh Sutan Remy Sjahdeini,
isi Dekrit Presiden 1959 secara ringkas adalah sebagai berikut:
Dibubarkannya Konstituante.
Diberlakukannya kembali UUD 1945.
Tidak berlakunya lagi UUD 1950.
Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
14
dasar negara. Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir
tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno menerapkan
sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka tetap memegang kendali
politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik integrasi
paternalistik. Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965
terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha melakukan
pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada
Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini merupakan era awal orde baru dimana kemudian
Pancasila mengalami mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak
pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto kemudia menjadi core-
values, yang pada akhirnya kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung
dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan
Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi, hingga hari ini.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar
negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila
menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar
negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum,
setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan
hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat
dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Kata “reformasi‟ secara etimologis berasal dari kata reform, sedangkan secara harfiah
reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang,
menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita- citakan rakyat. Reformasi juga diartikan
pembaruan dari paradigma pola lama ke paradigma pola baru untuk menuju ke kondisi yang
lebih baik sesuai dengan harapan.
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, lima diantaranya
yaitu :
15
4) Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik.
5) Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
1) Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2) Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk konstitusi dan perundang-
undangan yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh rakyat.
3) Melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi,
sosial-budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
4) Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat
yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan yang
otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan lainnya.
5) Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan
negara di masa lampau, mengoreksi segala kekurangannya, sambil merintis
pembaruan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan berbangsa
dan bernegara di masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih perlu
pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pada awal reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah, sama dengan
konfigurasi politik yang dihasilkan melalui pemilu 1997, yang tetap didominasi oleh Golkar
dan ABRI. Tetapi, karena adanya reformasi disertai penggantian Presiden, maka merubah
sifat lama anggota MPR dan DPR tersebut dan mengikuti tuntutan reformasi, antara lain
keterbukaan, demokratisasi, peningkatan perlindungan HAM, pemeberantasan KKN,
reformasi sistem politik dan ketatanegaraan, termasuk amandemen atas Undang-Undang
Dasar 1945.
Pascapemilu 1999, peranan partai politik di Indonesia kembali menguat, karena tidak
adanya satu partai pun yang menguasai suara mayoritas di parlemen yakni MPR dan DPR,
dan juga karena iklim demokrasi sudah menyelimuti kehidupan politik di Indonesia sejak Era
Reformasi bergulir di Indonesia. Tatanan politik pun berubah seiring dengan semakin
berkurangnya peran dan dwifungsi ABRI dalam ketatanegaraan. Pengangkatan anggota
ABRI yang terdiri dari TNI dan Polri sudah kurang dari periode sebelumnya. Dari 75 kursi
yang tersedia menjadi 38 kursi di parlemen. Di MPR tidak ada lagi pengangkatan tambahan
selain yang berasal dari DPR, yaitu melalui utusan daerah. Jumlah anggota DPR pascapemilu
1999 sebanyak 500 orang, 462 orang duduk melalui pemilihan umum sedangkan 38 orang
16
merupakan pengangkatan wakil ABRI. Sedangkan, anggota MPR berjumlah 700 orang, 500
orang dari anggota DPR, 125 orang utusan daerah, dan 75 orang utusan golongan.
Dari konfigurasi politik yang demokratis tetapi tidak ada satu partai yang menguasai
mayoritas di parlemen (dalam DPR), seperti yang telah diuraikan di atas, maka akan sulit
bagi suatu fraksi untuk menggolkan programnya tanpa berkoalisi dengan fraksi-fraksi lainnya
sampai tercapai mayoritas di kedua lembaga negara tersebut. Demikian juga halnya dengan
eksekutif adalah sulit bagi presiden untuk menggolkan rancangan undang- undang yang
diajukan ke DPR. Dan di sisi lain, demikian pula terjadi dalam setiap sidang tahunan MPR,
presiden harus dapat pula menampung aspirasi- aspirasi fraksi-fraksi di MPR agar ia tidak
kesulitan dalam meloloskan program dan pertanggungjawabannya. Sesudah tahun 2002,
presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR seperti pada masa sebelumnya. Presiden
dapat diberhentikan MPR hanya bila melanggar hukum, bukan karena masalah politik.
Dengan konfigurasi politik seperti itu, peranan partai politik menguat kembali seperti pada
masa liberal dulu. DPR dan pemerintah telah menetapkan undang-undang tentang pemilu dan
susunan DPR, DPRD, DPD dan pemilu langsung sebagaimana pada masa terpilihnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik. Semua tindakan dan
kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat
bertentangan dengan Pancasila. Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya
ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan, dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi
di segala bidang, terutama di bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan reformasi bangsa Indonesia yakni ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden
B.J. Habibie. Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari
sebuah kata “reformasi‟, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan
reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari reformasi itu sendiri.
Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dengan melakukan aksi-aksi anarkis yang
pada akhirnya terjadilah pengrusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang
tak bersalah. Oleh karena itu, dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu
dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi
sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
17
landasan cita-cita dan ideologi bangsa agar tidak terjadi anarkisme yang menyebabkan
hancurnya bangsa dan negara. Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi
politik yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil.
Reformasi belum berlangsung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara
maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi
belum memahami makna yang sesungguhnya.
Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi, yaitu Pancasila harus selalu
diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta harus sinkron atau sesuai dengan
kenyataan pada zaman saat itu. Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun,
faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan
Pancasila dalam reformasipun dipertanyakan. Pancasila di Era Reformasi tidak jauh berbeda
dengan Pancasila di masa Orde Lama dan Orde Baru, karena saat ini debat tentang masih
relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi masih kerap terjadi.
Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa
Orde Lama dan Orde Baru, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu
adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sampai hari ini tidak ada habisnya. Pada
masa ini, korupsi benar-benar merajalela. Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah
tidak malu lagi. Mereka justru merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung
KPK dengan melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal. Selain itu,
globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena semakin lama ideologi
Pancasila semakin tergerus oleh liberalisme dan kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini
bersifat terbuka, bebas, dan nyata.
18
BAB II
PENUTUP
Pada era kemerdekaan, yaitu pada masa kekuasaan Soekarno pancasila mengalami
ideologisasi. Artinya pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan sebagai keyakinan dan
kepribadian bangsa Indonesia. Kenyataannya, Pancasila hanya dijadikan sebagai alat untuk
melanggengkan kekuasaan dengan diangkatnya presiden dengan masa jabatan seumur hidup.
Pada masa Orde Baru, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soeharto, bangsa Indonesia
kembali menjadikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara.
Kenyataannya, Pancasila lagi-lagi hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan
kekuasaan otoriter Presiden Soeharto yang berkuasa selama lebih kurang 32 tahun. Era
Reformasi yang diharapkan sebagai era pembaruan memberikan angin segar bagi bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia diharapkan kembali mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila
sebagai pedoman berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, faktanya justru pada Era reformasi
ini Indonesia dirasakan semakin jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Rakyat Indonesia
mengalami degradasi moral dan cenderung liberalis karena pengaruh globalisasi. Tindak
pidana korupsi dilakukan secara terang- terangan seolah-olah telah membudaya di Indonesia.
19
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, Prof.Dr., 2014, Pendidikan Pancasila, Paradigma, 2014, Pendidikan Pancasila,
Paradigma, Yogyakarta.
1878, Pancasila ditinjau dari segi historis,yudiris konstitusional dan filosofis, Malang
https://prezi.com/nw7zmgu02ghp/pancasila-dalam-kajian-sejarah-bangsa-indonesia.
Subandi Al Marsudi. 2003. Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Moh. Mahfud M.D. 2012. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
https://tirto.id/gnje
20
21